• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH LIBRARY RESEARCH PRO DAN KONTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH LIBRARY RESEARCH PRO DAN KONTRA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH LYBRARY RESEARCH:

PRO KONTRA ATAS PENGHAPUSAN KOLOM AGAMA DI KTP INDONESIA (ANALISIS DAMPAK DAN PENGATURANNYA TERHADAP HAK ASASI

MANUSIA)

MATA HUKUM DAN HAM

Oleh :

Nama : Bagus Edi Prayogo NIM : 8111416119

Fakultas : Hukum Angkatan : 2016

(2)

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyusunan makalah ini diujukan untuk memenuhi tugas Lybrary Research mata kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia di semester 3 tahun akademik 2017/2018. Dalam penulisan makalah ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Ridwan Arifin, S.H., L.L.M. selaku dosen mata kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia.

2. Ucapan terima kasih saya kepada semua sahabat dan keluarga yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan serta motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat saya diharapkan.

Semarang, 14 Oktober 2017

(3)

Daftar Isi

Halaman Sampul ...i

Kata Pengantar ...ii

Daftar Isi ... iii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Metode Penulisan ... 3

BAB II PEMBAHASAN ... 4

A. Polemik Penghapusan Kolom Agama di KTP Berdasarkan Kacamata UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan ... 4

B. Pro dan Kontra Terkait Pernyataan Kemendagri Tjahjo Kumolo ... 12

C. Sikap Masyarakat Indonesia dengan Masalah Dihapus atau Tidaknya Kolom Agama dalam KTP dan Tinjauannya dengan Hak Asasi Manusia... 13

BAB III KESIMPULAN ... 14

DAFTAR PUSTAKA ... 15

Daftar Tabel/Gambar Tabel 1. Jumlah Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia ... 4

(4)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah negara Hukum. Berulang kali kata itu kita dengar apalagi bagi seorang yang berkecimpung di dunia politik, Hukum, maupun bidang kepemerintahan. Bunyi pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut meneguhkan Indonesia adalah negara yang mengedepankan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia karena tuuan mulia dari dibuatnya suatu hukum adalah untuk sebuah keadilan. Selain itu, keadilan juga tercantum jelas dalam ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila sila ke 5 yang berbunyi “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal inilah yang mendasari bahwa negara ini mempunyai itikad baik bagi warganya dengan memberikan kesempatan untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewaiban dengan adil. Tujuan hukum adalah untuk menamin kelangsungan, keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat, sehingga diperlukan aturan aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan keinsyafan tiap-tiap anggota masyarakat itu.1 Mengenai agama pun yang perihal nya adalah bersifat personal, negara Indonesia pun ikut mengaturnya.

Seperti kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia hanya mengakui 6 agama yang boleh dipeluk oleh rakyatnya. Agama itu adalah Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan agama yang baru saja ditambahkan yaitu Agama Kong Hu Chu. Lalu bagaimana dengan penganut kepercayaan yang diluar 6 agama itu, padahal banyak sekali rakyat Indonesia yang memiliki kepercayaan kepercayaan nenek moyang sebut saja kepercayaan kejawen.

(5)

sebuah teori yang disebut sebagai teori kedaulatan negara. Menurut teori itu hukum adalah kehendak negara dan negara memiliki kekuasaan yang tak terbatas.2 Padahal jika kita melihat Pancasila sila ke 1 yang berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa” dimana sudah jelas bahwa nilai ketuhanan dijunjung tinggi oleh Negara Indonesia namun masih ada praktek pemaksaan yang ada pada pengisian kolom identitas Kartu Tanda Penduduk. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama sesuai dengan keyakinannya, tak ada paksaan, dan antar penganut agama harus saling hormat menghormati dan bekerjasama.3 Masalah utama yang akan saya paparkan bukanlah tentang pembelaan pada para penganut kepercayaan yang diluar 6 agama untuk mendapatkan pengakuan, namun adalah keadilan bagi masyarakat pemeluknya yang mana pada kondisi di lapangan “dipaksa” menuliskan 1 diantara 6 agama yang diakui pemerintah Negara Indonesia yang diantara ke-6 agama yang mereka pilih di dalam kolom agama KTP bukanlah kepercayaan yang ada di hati nurani mereka dan hanya sebuah formalitas. Namun hal ini bukan lagi sesuatu yang menggemparkan bagi yang mendengar hal ini karena memang sudah biasa terjadi.

Berbicara mengenai KTP sendiri, KTP merupakan tanda kenpendudukan seseorang sebagai identitas warga negara Indonesia yagn sudah berumur 17 khususnya. Saat ini Indonesia sudah menerapkan E-KTP. E-KTP sendiri memiliki dasar hukum yang terdapat di Undang Undang No. 24 Tahun 2013 Tentang perubahan atas Undang Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Dari isi undang undang tersebut Pasal 58 dicantumkan unsur unsur yang harus ada pada E-KTP salah satunya adalah agama. Hal ini tentu biasa saja jika belum melihat sebuah pernyataan dari Kemendagri Tjahjo Kumolo pada waktu itu dengan pernyataanya "Dalam Undang-Undang jelas ada 6 agama yang boleh dicantumkan dalam e-KTP atau KTP-elektronik, sehingga kalau ingin ditambah akan memerlukan waktu untuk mengubahnya. Tapi, kalau mereka mau mengkosongkan kolom itu ya tidak masalah"(Liputan6.com, 2014). Tentu pernyataan ini menggemparkan karena ditahun sebelumnya sudah dikeluarkan UU yang mengikat E-KTP dimana di kolom KTP harus ada Agama namun diberi toleransi bagi para penganut kepercayaan untung mengkosongkannya.

2 Ibid, hal. 62

(6)

Pernyataan ini pun akhirnya menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Muncul Pro dan kontra yang menyelimuti atmosfer masalah ini. Atas dasar itulah makalah ini disusun untuk memberikan analisis secara yuridis normatif dalam hal ini tinjauannya adalah UU No. 24 Tahun 2013 dan analisa secara sosiologis melalui pemaparan kondisi masyarakat yang terkena dampak kebijakan pemerintah dan keadaan kultur masyarakat Indonesia yang sifat pluralitas dalam kacamata Hak Asasi Manusia.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas meliputi :

a. Bagaimana polemik penghapusan kolom agama di KTP berdasarkan kacamata UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan ? b. Mengapa terjadi pro dan kontra terkait pernyataan Kemendagri Tjahjo

Kumolo padahal sudah jelas jelas bahwa Indonesia adalah negara hukum dan mengenai KTP sendiri sudah ada UU yang mengaturnya ?

c. Bagaimana masyarakat Indonesia menyikapi dengan masalah dihapus atau tidaknya kolom agama dalam KTP dan tinjauannya dengan Hak Asasi Manusia ?

C. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan makalah yang digunakan ada 2 yaitu :

a. Studi Pustaka yaitu melalui buku, jurnal, dan dokumen lain yang terkait dengan kasus ini. Adapun tinjauan hukum yang dipakai yaitu meninjau norma hukum tertulis yang ada pada UUD 1945, UU No. 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Penduduk.

(7)

BAB II PEMBAHASAN

A. Polemik Penghapusan Kolom Agama di KTP Berdasarkan Kacamata UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan

Sejak 2014 yang lalu polemik mengenai pro kontra penghapusan kolom agama di KTP dimulai. Dari sebuah ungkapan seorang Kemendagri yaitu Tjahjo Kumolo yang menyatakan bahwa kolom agama di dalam e-KTP boleh dikosongkan mengingat di Indonesia dirasa masih terjadi diskriminasi terhadap aliran kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Kemendagri pun juga mengatakan bahwa Pemerintah tidak ingin ikut campur pada WNI yang memeluk keyakinannya sepanjang itu tidak menyesatkan dan mengganggu ketertiban umum (Liputan6.com, 2014). Spekulasi-spekulasi pun mulai bermunculan mulai dari yang mendukung sampai yang dengan tegas menolak kolom agama dalam KTP dihilangkan.

Kita sepatutnya menyadari bahwa kita hidup di sebuah negara yang memiliki masyarakat yang plural. Bangsa Indonesia dalam kehidupan negaranya memiliki suat wawasan nasional yang disebut wawasan Nusantara.4 Hakikat wawasan nusantara adalah cara pandang yang utuh dan menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional Indonesia.5 Sehingga dengan adanya keberagaman ini kita sebagai satu bangsa yang dulu sama sama berjuang untuk meraih kemerdekaan tentunya harus memiliki rasa kekeluargaan satu sama lain dalam bentuk keadilan karena kita adalah negara hukum maka kita harus mengutamakan keadilan. Inilah yang diamanatkan oleh para founding father kita untuk bersama sama dalam keberagaman. Maka ide untuk mengakui adanya penganut kepercayaan pun muncul untuk memberikan rasa keadilan yang sama dengan penganut agama.

Islam Kristen Katolik Hindu Budha

Tabel 1. Jumlah Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia. (Sumber : Sensus Penduduk 2010, BPS)

4 Sunarto dkk, 2016, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi, UNNES Press,

Semarang, hal. 61

(8)

Jika kita lihat dalam UU No. 24 tahun 2013 Pasal 64 ayat 5 yang berbunyi “Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”, maka disitulah bukti bahwa pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap para penghayat kepercayaan. Sebagaimana dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat 2 yang secara tersirat juga menjamin hak asasi manusia para penghayat kepercayaan.

Berbicara mengenai penghayat kepercayaan, diketahui jumlahnya di Indonesia adalah 12 juta Orang. Hal ini disampaikan oleh Ketua pengurus Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia atau disingkat MLKI yang disampaikan dalam sidang perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan [Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat (5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada 6 Desember 2016. Yang berstatus sebagai pemohon waktu itu adalah Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dkk. Adapun Sidang gugatan itu atas permohonan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim yang menggugat Pasal 61 Ayat 1 dan Ayat 2 UU Administrasi Kependudukan ke MK. Pasal tersebut berbunyi:

Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan”. Dengan pasal di atas, maka Penghayat Kepercayaan tidak tertulis dalam kolom agama di KTP sehingga berdampak adanya diskriminasi dari negara.

Dalam sidang itu terdapat 12 penjelasan pemerintah terhadap pemohon. Diantaranya adalah :

(9)

Katolik Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu di samping agama yang resmi di Indonesia juga tumbuh dan berkembang keyakinan lain yang disebut dengan kepercayaan tradisional.

2. Dengan adanya diversitas agama di Indonesia, masyarakat Indonesia harus menghargai perbedaan yang ada. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 29 ayat (2) yang menjamin masyarakat memiliki kemerdekaan di dalam beragama. Setiap individu dibebaskan untuk menganut agama yang dipilihnya, dengan demikian tidak ada diskriminasi agama. Setiap individu harus menghormati dan memelihara toleransi terhadap kepercayaan masing-masing.

3. Keyakinan memegang ... keyakinan memegang peranan penting dalam kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal ini termanivestasi dalam sila pertama Pancasila dan termuat dalam pembukaan konstitusi Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai pondasi utama bagi setiap insan yang hidup di dalamnya. Perlu kita pahami bersama bahwa pilihan kata yang terkandung dalam sila Pancasila dan dialektik pembukaan konstitusi ialah ... adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini mengandung makna flosofs yang mendalam bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan bukan keagamaan, sehingga setiap keyakinan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa diakui oleh Pemerintah.

(10)

Sulawesi Utara, Tolotang di Sulawesi Selatan, Wetu Telu di Lombok, Naurus di Pulau Seram di Provinsi Maluku, dan lain-lain.

5. Bahwa negara Indonesia menghormati keberadaan setiap keyakinan yang mengiringi kehidupan berbangsa dan bernegara yang dituangkan dalam dasar negara Indonesia. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya ketentuan tentang pengosongan kolom agama di KTP dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Jika kita runut adalah karena adanya ketentuan tentang pengakuan agama di Indonesia, pada intinya negara mengakui keberagaman enam agama yang selama ini telah ada dan dipeluk oleh masyarakat Indonesia. Keenam agama itu adalah Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Di luar agama di atas, negara tetap membiarkan eksistensinya dengan syarat tidak menganggu dan melanggar ketentuan di Indonesia.

6. KTP sebagai identitas penduduk di dalamnya mencantumkan elemen-elemen yang menjadi bagian tidak dapat dipisahkan, di antaranya lambang garuda Pancasila, peta negara, dan agama, termasuk dari itu. Di mana hanya enam agama itulah yang kemudian dicantumkan dalam kolom KTP di Indonesia. Agar tidak ada permasalahan di kemudian hari dibuatlah ketentuan yang mengatur tentang agama yang “belum diakui” oleh negara Indonesia. Dengan dikosongkannya kolom agama dalam KTP bagi agama atau pun kepercayaan yang belum diakui oleh negara Indonesia.

7. Bahwa negara harus memiliki tertib administrasi, salah satunya adalah yang berkaitan dengan identitas penduduk, termasuk agama dari penduduk tersebut. Hal ini menjadi penting bagi Indonesia yang menganut berbagai macam agama dan kepercayaan, sebab akan berkorelasi penting dengan beberapa administrasi di lapangan seperti pernikahan, waris, kepemilikan atas kebendaan, masalah adopsi anak, dan urusan administrasi lainnya.

(11)

agama KTP, masih dijadikan bukti autentik untuk menentukan agama yang dipeluknya sebelum menikah. Artinya bukti tertulis adalah penting sebagai legalitas seorang sebagai subjek dan objek hukum.

9. Pemerintah berpandangan bahwa keberadaan kolom agama sangat memberikan manfaat baik bagi pemilik identitas maupun negara dalam rangka memberikan batas hukum bagi setiap penganut aliran kepercayaan dan agama agar terjamin hak-hak konstitusionalnya.

10. Perlu diketahui bersama bahwa hingga saat ini belum ada satu pun agama-agama dan kepercayaan asli nusantara yang diakui sebagai agama dengan hak-hak untuk dicantumkan di KTP, akta kelahiran, pencatatan perkawinan di kantor catatan sipil, dan sebagainya. Hal ini menimbulkan banyaknya para penganut kepercayaan atau ajaran leluhur atau agama asli di Indonesia masih terpaksa memilih agama atau diakui atau tidak membuat KTP sama sekali.

11. Di samping hal tersebut, perlu pemerintah sampaikan bahwa dalam undang-undang a quo memang terdapat beberapa norma yang belum dicantumkan sehingga diperlukan instrumen yang lebih pasti dalam menilai agama kepercayaan tersebut dapat tercatat dalam administrasi kependudukan.

(12)

mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana pada alinea keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945.6

Dari sisi penghayat kepercayaan juga menyatakan 11 hal dalam awal sidang itu diantarannya :

1. Masalah perlakuan diskriminasi dan penderitaan yang dialami masyarakat penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan perjalanan panjang puluhan tahun sejak jaman penjajahan yang hingga kini belum sepenuhnya terbebaskan dimana sampai saat ini masyarakat penghayat kepercayaan belum merasakan betul hak dasar untuk bebas memeluk, beribadat, dan mendapatkan pengakuan, serta jaminan perlindungan atas keyakinannya sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D, Pasal 28I, dan Pasal 29.

2. Sungguh ironis di negara kita Republik Indonesia tercinta bahwa hanya sistem keyakinan yang datang dari luar nusantara saja yang dikategorikan sebagai agama. Sedangkan sistem keyakinan yang berasal dari ... berasal dan lahir dari bumi pertiwi, tidak diakui sebagai agama. Padahal frasa agama sebagaimana frasa trigama, adhigama, parigama, duhagama, gurugama, kertagama, dan lain-lain adalah frasa asli bahasa nusantara.

3. Agama jadi diakui sebagai sistem keyakinan yang berasal dari luar sedangkan sistem keyakinan lokal nusantara yang sesungguhnya adalah pemiliknya, tidak diperbolehkan menggunakan frasa agama dan diganti menjadi aliran kebatinan, atau kerohanian, atau kejiwaan, dan yang kemudian disebut aliran kepercayaan atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

4. Di zaman perjuangan kemerdekaan hingga periode awal orde lama, masyarakat penganut kepercayaan berkembang dengan baik dan turut berkontribusi dalam proses perjuangan dan mempertahankan kemerdekaan, serta mengisi kemerdekaan. Namun ketika DI/TII

6 Lihat risalah sidang Mahkamah Konstitusi perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun

(13)

berkembang tahun 1950-an, banyak dari masyarakat penghayat kepercayaan yang menjadi korban karena dituduh tidak beragama atau kafr.

5. Menginjak di zaman orde baru pada awalnya banyak dari masyarakat penghayat yang jadi korban karena tuduhan PKI. Kemudian mulai tahun 1973 memperoleh perbaikan pelayanan dari negara dimana eksistensi kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diakui negara dan disejajarkan dengan agama walau tidak diakui sebagai agama sehingga terakomodasi dalam GBHN dan dalam setiap peraturan perundang-undangan selalu tercantum kepercayaan di belakang frasa agama. Pada masa itu, boleh dicantumkan frasa kepercayaan pada kolom agama di KTP dan masyarakat penghayat boleh melangsungkan perkawinan tanpa harus melalui salah satu dari 5 agama ketika itu. Dapat menjadi PNS dan disediakan juga ucapan sumpah jabatan bagi penghayat.

6. Namun kemerdekaan ini tidak berlangsung lama karena mulai tahun 1978, hak-hak tersebut mulai dipreteli atau diamputasi. Mulai dari identitas di KTP, pencabutan hak-hak perkawinan secara kepercayaan, dan lain-lain sehingga para penghayat kepercayaan harus mencatumkan salah satu agama dari 5 agama yang tidak diyakini kalau tidak ingin didiskriminasi atau dikucilkan.

(14)

kepercayaan dan diperbolehkan melangsungkan perkawinan tanpa melalui perkawinan salah satu dari 6 agama. Namun, para penghayat tidak boleh mencantumkan keyakinannya karena identitas dalam kelom … tidak boleh mencantumkan keyakinannya karena identitas dalam kolom agama harus dikosongkan yang dalam praktiknya tertera tanda setrip kecil.

8. Pada beberapa kabupaten/kota pernah melakukan terobosan atau diskresi dengan mencantumkan identitas kepercayaan pada kolom agama di KTP, sehingga membahagiakan para penghayat. Namun, ternyata belakangan dicabut lagi dan dikembalikan pada identitas kosong atau tanda setrip.

9. Pencantuman identitas kosong atau tanda setrip dalam KTP menimbulkan permasalahan lain yang merugikan para penghayat kepercayaan sebagaimana dialami oleh Para Pemohon di berbagai daerah.

10. Dampak negatif dan kerugian hak konstitusi yang dialami para penghayat kepercayaan sebagaimana dialami Para Pemohon antara lain, dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada identitas agama di KTP menimbulkan stigma pemilik KTP tersebut sebagai orang yang tidak beragama atau tidak … atau dianggap ateis yang dapat menimbulkan perlakuan diskriminasi dan penindasan terhadap para penghayat. Sebagaimana kita ketahui bersama, masyarakat kita pada umumnya yang sangat anti atau memusuhi orang yang tidak beragama atau ateis. Dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada identitas agama di KTP sering dianggap sebagai aliran sesat. Kemudian, dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada kolom agama di KTP juga sering ditafsirkan atau dicurigai oleh sebagian orang sebagai golongan komunis yang membahayakan pemilik KTP tersebut dan ini menimbulkan traumatik sejarah.7

7 Lihat risalah sidang Mahkamah Konstitusi perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun

(15)

Adapun inti dari sidang 6 Desember 2016 adalah hanya mendengar Mendengarkan Keterangan Presiden, DPR, dan Pihak Terkait [Majelis Luhur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (III) namun untuk DPR ditunda sampai 2017. Disampaikan pada waktu itu bahwa para penganut kepercayaan merasakan diskriminasi terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Pelayanan publik yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan bahwa, “Penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: dalam UU No. 24 Tahun 2013 yang berbunyi “Data perseorangan meliputi:

a. nomor KK; b. NIK; c. nama lengkap; d. jenis kelamin; e.tempat lahir; f. tanggal/bulan/tahun lahir; g. golongan darah; h. agama/kepercayaan; i. status perkawinan; j. status hubungan dalam keluarga; k. cacat fsik dan/atau mental; pendidikan terakhir; l. jenis pekerjaan; m. NIK ibu kandung; n. nama ibu kandung; o. NIK ayah; p. nama ayah; r. alamat sebelumnya; s. alamat sekarang; t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir; u. nomor akta kelahiran/nomor surat kenal lahir; v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah; w. nomor akta perkawinan/buku nikah; x. tanggal perkawinan; y. kepemilikan akta perceraian; z. nomor akta perceraian/surat cerai; aa. tanggal perceraian; bb. sidik jari; cc. iris mata; dd. tanda tangan; dan ee. elemen data lainnya yang merupakan aib seseorang.

(16)

publik; b. perencanaan pembangunan; c. alokasi anggaran; d. pembangunan demokrasi; dan e. penegakan hukum dan pencegahan kriminal.

Penganut kepercayaan secara hukum sudah mempumyai dasar hukum yang kuat untuk muncul kepermukaan dengan menunjukkan identitasnya dengan mengosongkan kolom agama pada KTP dan kolom tersebut ada baiknya tidak dihapus karena untuk keperluan administrasi. Negara Indonesia adalah negara yang menjamin keadilan rakyatnya. Keadilan rakyat itu dibuat dalam sebuah bentuk hukum yang mengikat subjek hukumnya. Setiap hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat.8 Apa yang dialami oleh penganut penghayat kepercayaan sejatinya memang bertentangan dengan UUD 1945.

Mengenai penghapusan kolom agama tentunya masih buram karena masih menunggu keputusan dari Mahkamah konstitusi. Yang bisa menyelesaikan masalah ini adalah seorang pemimpin yang bisa memberikan harmoni. Pemimpin yang terdiri dari orang orang yang cakap, bersih, jujur dan adil.9

B. Pro dan Kontra Terkait Pernyataan Kemendagri Tjahjo Kumolo

Sebagai Negara yang terdapat banyak berbagai macam agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia menunjukan bahwa masyarakat yang bersifat plural. Sejak kemerdekaan bangsa Indonesia telah diikat oleh satu komitmen yakni negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, ke dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semangat Bhineka Tunggal Ika (bermacam aliran tetapi satu tujuan) dalam sistem politik negara yang demokratis.10 Namun sekarang berbagai macam polemik mengenai penghapusan kolom agama pun bermunculan mulai dari persoalan hukum sampai ke ranah hak asasi manusia. Terdapat dua kubu terkait wacana

8 C.S.T.Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,

hal. 40

9 Muladi, 2009, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum

dan Masyarakat, Refka Aditama, Bandung, hal. 37

(17)

penghapusan kolom agama di KTP tersebut baik yang sifatnya mendukung maupun menolak sama sekali. Pro-Kontra saling beradu argumen didasari oleh pemahaman dari sisi budaya maupun norma hukum positif yang berlaku di Indonesia. Dampak secara langsung dirasakan oleh para penghayat kepercayaan dan hukum adat, yang membutuhkan pengakuan secara legal formal sebagai penduduk Indonesia yang sah.11

Adapun Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menentang keras penghapusan kolom agama dalam KTP salah jika tetap dilakukan. MUI menilai bahwasanya kolom agama itu penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara serta kekhawatiran jika pemerintah masih tetap melanjutkan untuk menghapuskan kolom agama dalam KTP maka hal tersebut dapat mengakibatkan banyaknya bermunculan agama dan aliran kepercayaan baru selain yang sudah oleh negara Indonesia.

Adapun pihak lain yang menyatakan mendukung untuk dilakukannya penghapusan kolom agama dalam adalah Dr. Siti Musdah Mulia anggota Tim sukses Capres Jokowi Jusuf Kalla yang mempunyai gagasan yang sama seperti Tjahjo Kumolo bahwasanya mereka mendukung untuk menghapuskan kolom Agama dalam KTP karena selama ini kolom agama dalam KTP dapat mendiskriminasi Pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) dengan mengatakan bahwa, individu tak bisa dipaksa untuk memilih agama tertentu karena agama yaang dipeluk di luar 6 agama yang diakui pemerintah.

Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat memberikan sebuah pernyataan pada 3 Mei 2017 yang menyatakan bahwa penganut kepercayaan wajib diakui karena merupakan warisan asli dari nenek moyang pribumi nusantara dan jangan ada diskriminasi. Meskipun begitu penghapusan ini masih sebatas wacana dan dalam masa pertimbangan.

C. Sikap Masyarakat Indonesia dengan Masalah Dihapus atau

Tidaknya Kolom Agama dalam KTP dan Tinjauannya dengan Hak Asasi Manusia

Isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Budaya) di masyarakat Indonesia adalah isu yang sangat sentimentil dikarenakan negara ini dicap oleh

11 Teguh Tri Wahyudi, PERNIKAHAN DI PAGUYUBAN WARGA HARDO PUSORO: ANTARA RITUAL

(18)

rakyatnya sediri sebagai negara yang religius. Buktinya adalah pada sila ke 1 Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu juga melalui penghayatan pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.12 Ini berarti bahwa di dalam negara Republik Indonesia tidak boleh berlaku atau diberlakukan hkum yang bertentangan dengan norma norma hukum agama dan norma kesusilaan bangsa Indonesia.13 Maka dari itu ketika terjadi kabar tentang penghapusan kolom agama, warga negara langsung bereaksi. Norma agama Lebih berpengaruh besar terhadap individu daripada norma yang berasala dari sumber lain atau ungkapan aslinya “religious norms arguably lay greater claim upon individuals than norms emanating from other sources”.14

Gambar 1. Peta Penyebaran Agama di Indonesia sensus penduduk 2010 BPS (sumber: images.google.com)

Negara menjamin kebebasan memeluk agama dan kepercayaannya sesuai dengan carannya masing masing dalam Undang Undang Dasar 1945 yang kemudian di-implementasi-kan ke dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Begitu pula dalam masalah ini yang mana para penhayat kepercayaan diberikan ruang untuk menunjukkan identitasnya melalui kartu identitas dan pengukuhan keberadaannya.

12 Mohammad Daud Ali, 1990, Hukum Islam, Raja Grafndo Persada, Jakarta, hal. 7 13 Ibid, hal. 8

(19)

BAB III KESIMPULAN

Polemik yang terjadi mengenai pro dan kontra penghapusan kolom agama di dalam KTP menjadi perbincangan hangat selama 3 tahun ini dengan diawali oleh pernyataan Kemendagri. Dari sini saya simpulkan pembahasan permbahasan yang tadi saya paparkan diantaranya :

a. Mengenai penghapusan kolom agama di dalam tinjauan hukum yuridis konstitusional nya yaitu UU No. 24 tahun 2013 dimana para penghayat kepercayaan boleh mengosongkan kolom agama. Hal ini dilakukan demi untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat yang memiliki keyakinan diluar 6 agama yang diakui. Negara Indonesia adalah negara yang mengakui adanya ketuhanan dalam ideologinya yang menunjukkan bahwa pondasi pendukung keberlangsungan negara adalah kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun di dalam kondisi lapangan sendiri, diskriminasi dalam pelayanan publik dari pemerintah masih terjadi di dalam praktiknya.

b. Pro Kontra yang terjadi di masyarakat berasal dari sentimen yang berasal dari sisi historis dan agamis serta dari sisi penyeleggaraan pemerintahan itu sendiri yang berhadapan dengan keadilan. Kubu Pro memiliki dalih yang membenarkan penghapusan kolom agama dalam KTP diantaranya :

1. Kolom Agama di KTP Tidak Sesuai Dengan Konsep Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia yang mana masih banyak sekali keyakinan keyakinan yang ada di masyarakat yang enggan muncul ke permukaan karena takut didiskriminasi. 2. 2. Kolom Agama di KTP hanya berlaku bagi agama yang diakui oleh

pemerintah yang mana menyebabkan tidak didukungnya hak para pemeluk keyakinan.

Di kubu Kontra juga muncul argumen bahwa :

1. Kolom Agama Adalah Perwujudan Indonesia Sebagai Negara Berketuhanan dimana sejak berdiri negara ini para founding father sudah disetujui bahwa negara Indonesia berketuhanan.

(20)

3. Penghapusan kolom agama bertentangan dengan UU No. 24 tahun 2013

(21)

Daftar Pustaka

Kansil, C.S.T ., 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka : Jakarta

Soegito dkk., 2016, Pendidikan Pancasila, UNNES Press : Semarang

Sunarto dkk., 2016, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi, UNNES Press : Semarang

Muladi., 2009, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refka Aditama : Bandung

Daud Ali,Mohammad., 1990, Hukum Islam, Raja Grafndo Persada : Jakarta

Syam, Firdaus., 2011, DILEMA PLURALITAS: HAMBATAN ATAU PENGUATAN DEMOKRASI BANGSA INDONESIA?, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 14 No. 2 (2011).

Tri Wahyudi, Teguh: PERNIKAHAN DI PAGUYUBAN WARGA HARDO PUSORO: ANTARA RITUAL DAN KONSTITUSI diakses dari

https://www.researchgate.net/publication/318208499, 12 Oktober 2017

SEUL, JEFFREY R.., 1999, ‘Ours is the Way of God’: Religion, Identity, and Intergroup Confictt, Journal of Peace Research, vol. 36 no. 5 (1999)

Risalah sidang Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016 tanggal 6 Desember 2016

Undang Undang Dasar 1945

Undang Undang No. 24 tahun 2013 Tentang perubahan atas Undang Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

BPS, Statistik politik 2016, pada

https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Politik-2016--.pdf, terakhir diakses 14 Oktober 2017 jam 17.50

NN, ‘Ahli: Pengosongan Kolom Agama Timbulkan Diskriminasi Pelayanan Publik’, pada http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?

page=web.Berita&id=13736&menu=2 pada 12 Oktober 2017 jam

(22)

NN, ‘Mendagri Sebut Kolom Agama di e-KTP Boleh Kosong’, pada

http://news.liputan6.com/read/2130261/mendagri-sebut-kolom-agama-di-e-ktp-boleh-kosong pada 12 Oktober 2017 jam 12.40

NN, ‘Ini Alasan Mendagri Perbolehkan Kolom Agama di KTP Kosong, pada

https://nasional.tempo.co/read/748033/ini-alasan-mendagri-perbolehkan-kolom-agama-di-ktp-kosong pada 13 Oktober 2017 jam

Gambar

Tabel 1. Jumlah Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia ................ 4
Gambar 1. Peta Penyebaran Agama di Indonesia sensus penduduk 2010 BPS (sumber:images.google.com)

Referensi

Dokumen terkait

view data set, jika ada data yang salah, tekan tombol edit data set, lalu perbaiki data yang salah. Jika sudah benar, pilih menu Statistics, Fit models, Linear

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan

Tanggapan sistem lingkar tertutup terhadap masukan undak satuan Kode Matlab untuk penyelesaian soal contoh

Berdasarkan jumlah resep, prescribing error tertinggi baik pada resep elektronik maupun resep non-elektronik adalah ketidaklengkapan penulisan, diikuti dengan interaksi obat (pada

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka didapatkan permasalahan yaitu merencanakan dan merancang hunian sebagai pemenuhan kebutuhan tempat tinggal

Ada tiga jenis roda yang digunakan pada traktor tangan, yaitu; roda ban, roda besi, roda apung (roda sangkar/cage wheell). Roda ban berfungsi untuk transportasi dan

Keterangan menegenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau