• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN MODAL SOSIAL DALAM UPAYA MENGEN (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMETAAN MODAL SOSIAL DALAM UPAYA MENGEN (1)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN MODAL SOSIAL

DALAM UPAYA MENGENTASKAN KEMISKINAN PADA DAERAH PESISIR DAN PEGUNUNGAN

(KASUS DI DESA SAWAI DAN SOLEA, SERAM UTARA, MALUKU TENGAH) Semuel Limba* dan Felecia P. Adam**

Fakultas Pertanian,Universitas Pattimura *Prodi Kehutanan, **Prodi Agribisnis

feleciaadam@yahoo.com

Abstrak

Upaya penanggulangan kemiskinan dan upaya membebaskan bangsa dari keterbelakangan hingga saat ini tidak menghasilkan sesuatu yang optimal. Hal ini erat kaitannya dengan tidak dimasukkannya modal sosial sebagai faktor penting dalam mempengaruhi efisiensi dan efektifitas kebijakan. Kenyataan ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya dimensi kultural dan pendayagunaan peran lembaga-lembaga yang tumbuh dalam masyarakat untuk mempercepat dan mengoptimalkan proses-proses pembangunan. Fukuyama (2002) misalnya menyebutkan faktor kultural, khususnya modal sosial menempati posisi yang sangat penting sebagai faktor yang menentukan kualitas masyarakat. Desa Sawai terletak di pesisir dengan masyarakat yang heterogen, aksesibilitas cukup baik sehingga sistim perekonomiannya cukup berkembang. Berbeda dengan desa Sawai yang terletak di pegunungan, aksesibilitas terbatas sehingga perekonomiannya tidak berkembang.

Penelitian ini bertujuan untuk memetakan modal sosial yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan kemudian mengidentifikasi nilai, institusi dan mekanisme yang mendasari interaksi antar individu dengan empat indikator yaitu ketersediaan kelompok dan jejaring kerja, kepercayaan dan solidaritas, aksi kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi.

Metode yang digunakan adalah metode survey. Penentuan responden secara sengaja yaitu 30 responden setiap desa. Data yang diperoleh adalah data primer maupun sekunder kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) status keluarga responden di Sawai didominasi oleh KS-2 sebanyak 66 persen , berbeda dengan Solea yang berstatus pra sejahtera sebanyak 83 persen, 2). ketersediaan kelompok dan jejaring kerja berupa kelompok : keagamaan, pemuda, tani/nelayan, pemerhati budaya, pemerhati kesehatan dan PGRI, 3). akumulasi kepercayaan di kalangan masyarakat masih cukup tinggi (90.22 %), 4). aksi kolektif dan kerjasama yaitu secara sukarela terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan bersama menunjukan partisipasi yang sangat tinggi (55 %-95 %), 5). Komunikasi dan informasi masih menjadi kendala karena terbatasnya jaringan yang dimiliki. Desa Solea masih sangat terisolasi karena tidak memiliki akses komunikasi maupun transportasi.

(2)

PEMETAAN MODAL SOSIAL

DALAM UPAYA MENGENTASKAN KEMISKINAN

(KASUS DI DESA SAWAI DAN SOLEA, SERAM UTARA, MALUKU TENGAH) Semuel Limba* dan Felecia P. Adam**

Fakultas Pertanian,Universitas Pattimura *Prodi Kehutanan, **Prodi Agribisnis

feleciaadam@yahoo.com BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berbagai model pembangunan dewasa ini bermunculan menjadi alternatif dalam beberapa

waktu belakangan ini, diantaranya adalah pengembangan komunitas lokal dan pembangunan partisipatoris yang berpusat pada masyarakat .Secarasubstansialberbagaimodelpembangunan alternatif yang ada meskipun memiliki variasi, pada dasarnya memiliki kesamaan umum yang berorientasi pada kebutuhan pokok, bersifat dari dalam/lokal, bernuansa menghargai lingkungan dan berdasar pada transformasi struktural. Misalnya model pembangunan partisipatoris yang lebih dikenal dengan people centered development menjadi paradigma baru yang dikembangkan dalam pembangunan di era otonomi.

Konsepmodalsosial(socialcapital)menjadisalahsatukomponenpentinguntukmenunjang pembangunan manusia. Dalam konsep ini, manusia ditempatkan sebagai subyek penting yang menentukan arah penyelenggaraan pembangunan. Partisipasi dan kapasitas mengorganisasikan diri menjadi penting agar masyarakat dapat berperan lebih aktif .Keberadaan modal sosial menjadi penting dalam penanggulangan kemiskinan karena penanggulangan kemiskinan tidak hanya terkait dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi, tapi juga perluasan akses terhadap sumber-sumber daya kehidupan yang ditentukan oleh ketersediaan jejaring kerja (network) dan saling percaya (trust) di kalangan masyakat.

Provinsi Maluku yang masih memiliki penduduk miskin cukup banyak, sudah seharusnya mengembangkan pembangunan berbasis modal sosial sehingga hasil pembangunan itu benar-benar dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri. Pembangunan yang selama ini yang bersifat tricle down effect belum banyak memberikan perubahan yang berarti dalam upaya menarik masyarakt keluar dari jaringan kemiskinan yang terus membelenggu kehidupan mereka.

Tabel 1 menunjukkan masih banyaknya penduduk miskin di Maluku hingga tahun 2012. Jumlah terbanyak dari warga miskin ini adalah mereka yang mendiami wilayah perdesaan. Di Maluku hal utama yang menjadi kendala adalah orang miskin sangat jauh dari aksesibilitas baik secara ekonomi, sosial maupun infra struktur.

(3)

Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Maluku Menurut Daerah Kota-Desa, 2002-2012

Tahun Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa 2002 40.200 378.600 418.800 12,76 42,82 34,78 2003 41.900 358.000 399.900 12,53 40,56 32,85 2004 41.100 356.500 397.600 11,99 39,86 32,13 2005 45.100 366.400 411.500 13,57 38,89 32,28 2006 46.200 372.400 418.600 13,86 39,87 33,03 2007 49.100 355.600 404.700 14,49 37,02 31,14 2008 44 700 346 700 391 300 12,97 35,56 29,66 2009 38.770 341.240 380.010 11,03 34,30 28,23 2010 36.350 342.280 378.630 10,20 33,94 27,74 2011 59.600 300.720 360.320 10,24 30,54 23,00 2012 58.470 291.760 350.230 9,78 28,88 21,78 Sumber : BPS Provinsi Maluku, 2013

Program-program bantuan yang berorientasi pada kedermawanan pemerintah ini justru dapat memperburuk moral dan perilaku masyarakat miskin. Program bantuan untuk orang miskin seharusnya lebih difokuskan untuk menumbuhkan budaya ekonomi produktif dan mampu membebaskan ketergantungan penduduk yang bersifat permanen. Di lain pihak, program-program bantuan sosial ini juga dapat menimbulkan korupsi dalam penyalurannya. Alangkah lebih baik apabila dana-dana bantuan tersebut langsung digunakan untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM), seperti dibebaskannya biaya sekolah, seperti sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), serta dibebaskannya biaya- biaya pengobatan di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Faktor kedua yang dapat mengakibatkan gagalnya program penanggulangan kemiskinan adalah kurangnya pemahaman berbagai pihak tentang penyebab kemiskinan itu sendiri sehingga program-program pembangunan yang ada tidak didasarkan pada isu-isu kemiskinan, yang penyebabnya berbeda-beda secara lokal.

Demikian halnya dengan desa Sawai dan Solea di kecamatan Seram Utara, Maluku Tengah. Kedua desa berada dalam kawasan Taman Nasional Manusela yang pada hakekatnya memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah namun masyarakatnya masih berstatus keluarga Pra Sejahtera hingga Sejahtera-2.

Penelitian ini dibatasi hanya untuk memetakan modal sosial di masyarakat yang dapat digunakan sebagai kekuatan dalam rangka mengentaskan kemiskinan masyarakat sekitar hutan. Penyebab kemiskinan ini antara lain karena tekanan struktur, relasi sosial, ketidakberdayaan dan lemahnya akses ekonomi, daya dukung infrastruktur serta sosial budaya dalam masyarakat. 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. BagaimanakondisimodalsosialdiSawai dan Solea ?

2. Bagaimana keterkaitan modal sosial dengan penanggulangan kemiskinan di Sawai

dan Solea?

(4)

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasidanmengukurkondisimodalsosialdidesa Sawai dan Solea 2. Menganalisisketerkaitanantaramodalsosialdenganpenanggulangankemiskinandi

Desa Sawai dan Solea

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Modal Sosial

Modal sosial merupakan salah satu konsep yang dewasa ini dipandang penting dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan suatu masyarakat baik sebagai suatu bangsa (nation) maupun komunitas (community). Gagasan dasar di dalam konsep ini adalah investment in sosial relations with expected returns (Lin, Cook, and Burt (eds), 2001: 6).

Modal sosial terutama berkaitan dengan nilai-nilai dari suatu jaringan kerja (network) yangmengikat orang-orang tertentu (yang biasanya memiliki kesamaan tertentu, seperti kesamaan pekerjaan, kesamaan tempat tinggal, kesamaan suku, agama, dan sebagainya), serta serta bersifat menjembatani (bridging) antar orang-orang yang berbeda, dengan suatu normanormapertukarantimbalbalik(reciprocity).Modalsosiallebihmenekankan pada potensi kelompok dan pola hubungan antarindividu dalam suatu kelompok dan antar kelompok

denganruangperhatianpadajaringansosial,norma,nilai,dankepercayaan kepada sesama yang lahirdarianggotakelompokdanmenjadinormakelompok.Intidari modal sosial adalah bagaimana kemampuan kolektif masyarakatdalamsuatuentitasataukelompok untuk bekerjasama membangunsuatujaringanuntukmencapai tujuanbersama.Modal sosial menunjuk

pada nilai dannormayangdipercayaidandijalankanolehsebagianbesar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi

kualitas hidup individudankeberlangsungankomunitas.

Ernan Rustiadi dan Nyoman Utari Vipriyanti (2009) yang meneliti tentang kemiskinan wilayah sekitar hutan di Bali mengemukakan bahwa kemiskinan yang disebabkan oleh kesenjangan pembangunan antara sektor dan wilayah adalah lebih berbahaya karena dapat memicu kecemburuan sosial yang kemudian melemahkan modal sosial. Grootaert (2001) meyakini bahwa kemiskinan memiliki kaitan erat dengan modal; artinya bahwa usaha pemberantasan kemiskinan dapat dilakukan melalui revitalisasi modal sosial. Ciri-ciri sosial untuk mengentaskan kemiskinan diharapkan dapat merevitalisasi budaya bersama melalui penguatan kelembagaan, kepercayaan yang saling menguntungkan, perluasan jaringan, dan penguatan norma-norma yang mengandung kearifan lokal.

(5)

Hornburg (1998:4), yang memaknai modal sosial sebagai ... commonly refers to the stocks of sosial trust, norms, and networks that people can draw upon in order to solve common problems. Merujuk pada gagasan dasar dalam modal sosial sebagaimana dikemukakan di atas, secara tersirat tampak bahwa interaksi sosial memiliki fungsi yang sangat penting guna membentuk indikator-indikator modal sosial seperti trust, norma-norma sosial dan jejaring. Adanya interaksi sosial menyebabkan tumbuhnya relasi-relasi sosial antar individu, individu dengan kelompok, atau antar kelompok, sehingga pada gilirannya membentuk jejaring di dalam mana trust memperoleh ruang dan peluang untuk berkembang berdasarkan norma-norma sebagai jaminan stabilitas di dalam masyarakat. Dengan kata lain, jejaring-jejaring berfungsi menghubungkan orang-orang di dalam masyarakat dalam rangka tindakan bersama; norma-norma dan nilai-nilai sosial menjadi pengikat di dalam jejaring dimaksud; sementara trust merupakan sumber sekaligus hasil dari modal sosial yang mendukung kerjasama sosial (Kearns, 2004: 6). Ini berarti bahwa sanksi sosial sebagai bagian integral dari norma-norma sosial merupakan aspek lain yang juga terkait di dalam manifestasi modal sosial, sebab dengannya maka berbagai perilaku menyimpang yang potensial mengancam stabilitas struktur sosial dapat dikontrol.

Modal sosial pada hakikatnya merupakan sumberdaya yang terletak di dalam struktur sosial (Pantoja, March 2000: 17; Coleman dalam Dasgupta dan Serageldin, 1999: 16), dan oleh karena itu dapat diakses atau dimobilisasi secara sengaja (Callois and Angeon, 2004: 3; Lin, Cook, and Burt (eds), 2001: 12).

2.2. Kemiskinan

Pengertian kemiskinan bukan suatu hal yang mudah untuk dirumuskan. Faturochman (2000), menjelaskan bahwa kemiskinan sebagai gejala ekonomi akan berbeda dengan kemiskinan sebagai gejala sosial. Akan tetapi gejala kemiskinan dengan mudah dapat dikenali seperti kekurangan gizi, buta huruf, rentan terhadap penyakit, lingkungan yang kotor, kematian bayi yang tinggi, dan rendahnya angka harapan hidup. Konsep kemiskinan pada dasarnya dihubungkan dengan perkiraan jumlah pendapatan dengan jumlah kebutuhan minimum. Jumlah pendapatan minimum merupakan batas antara miskin dan tidak miskin atau dapat disebut dengan garis kemiskinan. Konsep ini lebih dikenal dengan kemiskinan absolut (mutlak). Pada sisi lain, jumlah pendapatan sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar minimum, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan kehidupan tetangga sekitar maka mereka masih tergolong miskin, konsep ini lebih dikenal dengan kemiskinan relatif. Dalam pembahasan kemiskinan, yang banyak digunakan adalah kemiskinan absolut yang ditentukan oleh pemenuhan kebutuhan dasar minimum untuk pangan dan non pangan yang dari waktu ke waktu berubah jumlahnya.

Empat dimensi kemiskinan yang saling berkait menurut Chambers (1987) yaitu ;

(6)

para birokrat dalam menentukan keputusan yang menyangkut nasibnya, tanpa memberi kesempatan untuk mengaktualisasikan dirinya. 3) Kemiskinan merupakan masalah lemahnya ketahanan fisik karena rendahnya konsumsi pangan, baik kuantitas maupun kualitas sehingga konsumsi gizi mereka sangat rendah yang berakibat pada rendahnya produktivitas mereka, 4) Kemiskinan adalah masalah keterisolasian.

Konferensi dunia untuk pembangunan sosial telah mendefinisikan kemiskinan bahwa kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumberdaya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan pokok lainnya; kondisi tak wajar da, kematian akibat pernyakit yang terus menigkat ; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman;serta diskriminasi dan keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan dalam kehidupan sipil, sosial, dan budaya.

Dari berbagai konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa ; 1). Modal sosial merupakan nilai, mekanisme, sikap, dan institusi yang mendasari interaksi antar individu dan

berkontribu-siterhadappembangunanekonomidansosial, 2 ). Kemiskinan merupakan kondisi ketidakberda-yaan yang ditandai dengan lemahnya akses terhadap ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan

akses untuk mengaktualisasikan diri , 3). Pemetaan dan pemanfaatan modal sosial dalam penangulangan kemiskinan merupakan upaya untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat kepercayaan, keberfungsian nilai/norma jejaring kerja, institusi dan mekanisme yang berlaku dalam masyarakat untuk mengatasi kondisi ketidakberdyaaan masyarakat.

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan selama tiga bulan di Desa Sawai dan Solea, Seram Utara, Maluku Tengah

3.2. Sampel dan Data

Metode yang digunakan adalah metode survey, sampel ditentukan secara acak 30 KK dari seluruh populasi pada setiap desa.

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dan pengisian daftar pertanyaan (kuesioner), sebagai alat untuk mengumpulkan data dan pengamatan langsung dilokasi penelitian Sedangkan data sekunder diperoleh dari kantor desa dan instansi terkait berupa keadaan alam, kondisi sosial ekonomi dan sektor pertanian. Juga internet dan perpustakaan yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Analisis

(7)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Desa sampel

Sawai adalah desa pesisir dapat ditempuh dari Wahai berjarak 67 km dengan luas 1.082,20 km2, terletak di pesisir dan dapat ditempuh dari Wahai melalui jalan darat maupun laut. Merupakan desa tua yang pada awalnya membawahi lebih dari 10 dusun, namun saat ini dusun-dusun tersebut telah berkembang menjadi desa. Meskipun demikian hubungan antar desa dalam beberapa hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial masih tetap memelihara kebudayaan setempat dan tetap menghormati desa Sawai sebagai kakak.

Penduduk Sawai berjumlah 5.272 jiwa yang terdiri atas 881 KK dengan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 6 orang. Dalam penelitian ini responden di Sawai berjumlah 30 KK yang terdiri atas 90 % laki-laki (27 KK) dan 10 % perempuan (3 KK). Status keluarga di Sawai didominasi oleh KS-2.

Desa Sawai memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak, aktifitas social dan ekonomi lebih hidup ditandai dengan adanya tujuh SD, empat SMP, satu SMA, satu Mesjid, 12 warung, satu Pustu dan satu Posyandu. Selain itu Sawai merupakan daerah pengembangan pariwisata dengan dua resort tujuan wisata. Memiliki keindahan laut dan tebing indah, bertetangga dengan obyek wisata yang mendunia Ora Beach, menjadikan Sawai tidak pernah sepi dari kunjungan wisatawan dalam negeri maupun manca negara.

Desa Solea dapat ditempuh dari Wahai dengan jarak 12 km, terletak didaerah pegunungan. Di Solea terdapat 47 KK dengan 227 jiwa (BPS, 2013). Responden di Solea adalah 30 KK terdiri dari 76 % laki-laki (23 KK) dan 24 % perempuan (7 KK) yang didominasi oleh keluarga Pra Sejahera.

Fasilitas jalan umum menuju Solea tidak beraspal dan dalam keadaan rusak berat (berbatu, berlobang dan penuh belukar) sehingga tidak ada kendaraan umum yang melayani jalur ini sehingga Solea menjadi terisolasi. Meskipun sepeda motor dapat menembus jalan ini, namun hanya untuk kepentingan yang mendesak dan biaya mahal.

Hasil kebun tidak bisa langsung dipasarkan karena tidak ada alat transportasi. Masyarakat harus berjalan dengan memikul hasil kebun sepanjang kira-kira 7 km menuju jalan utama yang beraspal, kemudian melanjutkan perjalanan dengan menumpang kendaraan yang melintas di jalan tersebut ke pasar di kota Wahai.

Fasilitas sosial yang dimiliki hanya satu SD, satu gereja dan satu Posyandu. Untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, anak-anak Solea harus pergi ke desa tetangga ataupun ke kota Wahai dan tinggal menumpang di rumah saudara/kerabat ataupun kenalan.

Potensi SDA yang dimiliki Solea adalah komoditi pertanian seperti tanaman kehutanan dan taaman perkebunan. Pengelolaan usahataninya masih bersifat tradisonal dan subsisten, masyarakat belum mengenal teknologi ataupun inovasi pertanian. Pelayanan dari institusi teknis belum tersentuh.

(8)

Tabel 2 menunjukkan bahwa umur responden berkisar antara 15-79 tahun dan terakumulasi pada usia 40-49 tahun.

Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Kelompok Usia

Umur Solea Sawai Jumlah

20-24 1 0 1

25-29 3 1 4

30-34 8 1 9

35-39 4 3 7

40-44 6 3 9

45-49 3 7 10

50-54 0 5 5

55-59 1 4 5

60-64 4 2 7

65-69 0 2 2

70-74 0 1 1

75-79 0 1 1

Jumlah 30 30 60

Sumber : Data Penelitian, 2014 4.2.2. Pendidikan

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum hanya empat persen responden yang tidak bersekolah. Bagian terbesar dari responden telah mengenyam pendidikan dasar yaitu 60 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat setempat telah sadar akan pentingnya pendidikan namun mereka tidak mampu melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Realitas menunjukkan bahwa meskipun mereka telah mencapai pendidikan dasar namun hal ini belum memberikan dampak yang signifikan terhadap perbaikan kondisi ekonomi karena sebagain besar masyarakat masih berada pada status keluarga KS-1 dan KS-2.

Tabel 3. Distribusi Pendidikan Responden Jenjang

Pendidikan

Solea Sawai Jumla h

Persentase

Tidak Sekolah 0 1 1 3

SD 21 10 31 51

SMP/sederajat 4 6 10 16

SMA/

sederajat 4 8 12 20

PT 1 5 6 10

Jumlah 30 30 60 100

Sumber : Data Penelitian, 2014

(9)

Mata pencaharian penduduk pada desa sampel cukup beragam dan umumnya pada sector informal dengan didominasi oleh petani sebanyak 50 %. Distribusi jenis pekerjaan seperti ini memberikan indikasi kuat bahwa kemiskinan masih melekat erat dengan kehidupan masyarakat karena ketidakpastian pendapatan yang diterima dengan nilai yang relative rendah. Struktur pendapatan seperti ini memiliki kecenderungan tidak stabil sehingga akan sangat sangat mudah mengalami goncangan terhadap tekanan-tekanan ekonomi yang dialami. Jika masyarakat tidak memiliki sistim perlindungan untuk mengatasi kondisi yang ekstrim, bukan tidak mungkin tingkat keparahan kemiskinan akan semakin tinggi.

Tabel 4. Distribusi Pekerjaan Responden Pekerjaan Solea Sawai Jumla

h Persentase

Petani 22 5 30 50

PNS 2 7 9 15

Buruh bangunan 5 3 8 13

Pedagang 0 3 3 5

Nelayan 0 10 10 16

Pendeta 1 0 1 1

Imam 0 2 2 3

Jumlah 30 30 60 100

Sumber : Data Penelitian, 2014 4.2.4. Etnisitas

Komposisi masyarakat yang berdomisili pada ke-2 lokasi penelitian terdiri dari etnis yang cukup beragam. Ini menandakan bahwa masyarakat setempat cukup terbuka terhadap lingkungan luar namun seberapa besar tingkat adaptasi mereka terhadap kapasitas social yang dimiliki menarik untuk dikaji lebih lanjut. Meskipun masih didominasi oleh etnis Seram yang merupakan suku asli namun ternyata masyarakat pendatang tidak hanya berasal dari etnis yang ada di Maluku saja karena terlihat bahwa ada orang Bugis dan orang Jawa juga menjadi bagian dari komunitas setempat. Hal ini dapat terjadi karena diawali oleh perkawinan campur dan perdagangan.

4.3. Pemetaan Modal Sosial

Pemetaan modal social untuk mengidentifikasi nilai, institusi dan mekanisme yang mendasari interaksi antar individu yang kemudian akan berpengaruh pada pembangunan ekonomi dan social dalam masyarakat setempat. Semuanya dapat dijelaskan melalui lima indicator yaitu ketersediaan kelompok dan jejaring kerja, kepercayaan dan solidaritas, aksi kolektif dan kerjasama, informasi dan komunikasi, kohesi dan inklusifitas social.

4.3. 1. Ketersediaan Kelompok dan Jejaring Kerja

(10)

Kelompok pengajian juga menjadi bagian dari kelompok sosial di masyarakat berbasis keagamaan.Kelompok ini beranggotakan para ibu rumah tangga di desa setempat.

Tabel 5. Ketersediaan dan Tingkat Partisipasi dalam Kelompok di Lingkungan Permukiman tersebut. Masyarakat cenderung menghabiskan waktunya untuk pekerjaan yang menghasilkan uang karena mereka harus menafkahi keluarganya. Kelompok yang mereka ikuti hanya sebagai sampingan saja jika mereka memiliki waktu luang. Sebagian besar masyarakat (48 %) hanya mengikuti 4 - 10 kali pertemuan yang dilakukan kelompok, hanya di kelompok keagamaan dan kelompok pemerhati kesehatan yang tingkat partisipasinya aktif.

4.3.2. Kepercayaan dan Solidaritas

Sebagian besar responden (90,20%) berpendapat bahwa sebagian besar masyara-kat disekitarnya masih dapat dipercaya. Keadaan ini dapat memberikan gambaran bahwa akumulasi kepercayaan di kalangan masyarakat masih cukup tinggi orang-orang di lingkungan permukiman Anda, agar tidak dimanfaatkan oleh orang lain

0,25 0,10 40,80 49.50 0 Sebagian besar orang di lingkungan permukiman

Anda bersedia menolong jika diperlukan

65,20 34,80 0 0 0

(11)

tidak saling percaya dalam hal pinjam-meminjam

uang 10,12 20,65 5,09 20,64 43,50

Sumber : Data Penelitian, 2014 Ket. : SS = Sangat Setuju, S = Setuju, N = Netral,

TS = Tidak Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju

Dalam pergaulan sehari-hari, tingkat kepercayaan ini masih menunjukkan tingkat yang positif hingga dalam hal pinjam-meminjam uang, kecuali di desa Sawai. Fenomena yang berbeda seperti ini juga dapat terjadi karena keragaman etnis dan ekonomi uang mulai memasuki kehidupan bermasyarakat.

Responden juga memiliki tingkat kepercayaan yang cukup tinggi terhadap mereka yang berasal dari luar daerah (etnis yang berbeda). Orang-orang dengan etnis yang berbeda ini adalah mereka yang sudah tinggal dan menetap bergenerasi di masing-masing desa. Karena itu kehidupan social dan budaya mereka telah menyatu dengan system social setempat.

Meskipun kepercayaan antar warga masih terpelihara dikalangan masyarakat namun menurut responden tingkat kepercayaan ini mengalami penurunan, baik terhadap orang-orang dalam system social yang sama maupun berbeda. Terutama terhadap mereka yang berasal dari luar system social yang datangnya dan kedatangannya hanya pada waktu-waktu tertentu.

4.3.3. Aksi Kolektif dan Kerjasama

Sebagian besar responden memberikan respon yang sangat baik terhadap aksi kolektif dan kerjasama yaitu secara sukarela terlibat dalam kegiatan untuk kepentingan bersama. Sikap kolektif ini menjadi ciri utama masyarakat pedesaan karena perasaan in group yang kuat. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya partisipasi mereka (50 % -95 %) dalam berbagai kegiatan.

Loyalitas terhadap komunitas yang cukup tinggi dapat disebabkan karena secara individu mereka memiliki keterikatan yang kuat sehingga dalam melakukan sesuatu, mereka tetap merasa bahwa mereka juga adalah bagian dari apa yang dikerjakan. Misalnya saat membangun tempat ibadah, tidak saja dilakukan oleh masyarakat yang beragama tertentu, tetapi seluruh masyarakat dari berbagai golongan agama akan turut mengambil bagian dalam pekerjaan ini. Karena itu, kekuatan ini dapat didorong untuk melaksanakan program-program pembangunan di daerah setempat.

4.4. Modal Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan

4.4.1. Perluasan Akses Ekonomi

Dari hasil identifikasi, modal sosial yang ada belum dimanfaatkan secara optimal. Kelompok yang terbentuk cukup beragam namun anggota yang terlibat menunjukkan sikap yang pasif sehinga kelompok belum berkembang. Hal ini ditandai dengan ketidakmampuan dalam mengembangkan jejaring dengan pihak lain.

Kebiasaan barter masih banyak dijumpai dalam kehidupan responden. Terdapat 80% responden yang masih melakukan barter, 2% tidak lagi melakukan dan 18% kadang-kadang. Barter biasanya dilakukan dalam bentuk tukar menukar hasil kebun, ketika mereka tidak memiliki uang. Barter dilakukan pada lingkup keluarga inti (20 %), tetangga (65,40 %), kerabat (14,6 %).

(12)

Berdasarkan identifikasi modal sosial yang telah dilakukan maka kelompok-kelompok masyarakat yang ada dapat ditingkatkan kapasitasnya sehingga kualitas hidup mereka bisa lebih baik. Kelompok yang telah ada dapat dimanfaatkan dengan jalan mengintroduksi teknologi pertanian yang menjadi andalan dan sangat akrab dengan kehidupan petani.

4.4.2. Perluasan Akses Pendidikan

Mayoritas responden menyatakan hanya beberapa orang yang dapat diandalkan untuk membantu bila menghadapi masalah pendidikan (seperti putus sekolah atau kesulitan biaya). Umumnya responden mengandalkan pada keluarga/kerabat untuk memberikan bantuan pen-didikan. Status sosial ekonomi dari pihak yang diandalkan dapat membantu adalah mereka yang lebih kaya. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan relatif mahal, sehingga respon- den lebih banyak mengandalkan pada orang lain yang status sosial-ekonominya lebih kaya dibanding mereka.

Beberapa catatan khusus tentang pendidikan yang bisa dijelaskan adalah masih terjadi kekurangan guru. Di Solea jumlah murid banyak tetapi mengalami kekurangan guru. Guru yang ada sekarang hanya 2 orang, melayani 6 kelas.

4.4.3. Perluasan Akses Kesehatan

Seperti juga pelayanan ekonomi dan pendidikan, hanya beberapa orang yang dinilai responden dapat memberikan bantuan bila responden tiba-tiba sakit parah. Responden dapat dapat mengandalkan pihak keluarga/kerabat (56,05%) maupun pihak lain di luar keluarga (43,95%) untuk memberikan bantuan bila menghadapi masalah kesehatan.

Upaya peningkatan kesehatan dapat dilakukan melalui kelompok-kelompok yang telah ada di masyarakat karena tingkat kohesitasnya cukup tinggi dan mengikat dalam kelompok. Dengan isu pemenuhan kesehatan dasar maka hal-hal yang harus menjadi perhatian dan dapat dilaksanakan adalah penyediaan sarana air bersih, penyediaan obat murah, biaya berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit, pemeriksaan kesehatan rutin, pemeriksaan kehamilan, imunisasi, KB, pembuangan dan pengolahan sampah, ataupun usaha kreatif lainnya.

BAB V. KESIMPULAN

1. Hasil identifikasi modalsosialdi Solea dan Sawai diperoleh ;

a. Kelompok dan jejaring kerjayang tersedia di dalam masyarakarat adalah kelompok keagamaan, kelompok pemuda, kelompok tani/nelayan, kelompok pemerhati budaya, kelompok pemerhati kesehatan dan PGRI.

b. Sebagian besar responden (90,20%) berpendapat bahwa sebagian besar masyara-kat disekitarnya masih dapat dipercaya. Keadaan ini dapat memberikan gambaran bahwa akumulasi kepercayaan di kalangan masyarakat masih cukup tinggi

(13)

2. Pengentasan kemiskinan dengan memanfaatkan modal sosial yang tersedia dapat diintervensi melalui perluasan akses ekonomi, pendidikan dan kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

Callois, J. M and V. Angeon. 2004, on the Role of Sosial Capital on Local Economic

Development – An Econometric Investigation on Rural Employment Areas in France, AES Conference 2004, http://www.aes.org/events/25, download Nopember 2005.

Chambers. 1987. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. LP3ES-UI. Jakarta

Faturochman dan Agus Dwiyanto.2000. Reorientasi Kebijakan Kependudukan. Aditya Media Yogyakarta.

Lin, N, Karen Cook, and Ronald S. Burt (eds). 2001, Sosial Capital – Theory and Research, New York, Aldine De Gruyter.

Nyoman Utari Vipriyanti dan Erman Rustiadi, 2009. Merevitalisasi Modal Sosial, Memberda-yakan Potensi Lokal: Mengurangi Kemiskinan Pada Wilayah Hutan Di Provinsi Bali. Jurnal Kritis Universitas Kristen Satya Wacana dan Learning Communities Australia-Edisi Khusus Bahasa Indonesia “ Pengelolaan Ketahanan Hayati Berbasis Masyarakat”. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga

Pariela Tony,D., 2008. Plural Sosial Capital Sebagai Basis Sistem Manajemen Ketahanan Hayati. Jurnal Kritis Universitas Kristen Satya Wacana dan Learning Communities Australia-Edisi Khusus Bahasa Indonesia Pengelolaan Ketahanan Hayati Berbasis Masyarakat. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga

Gambar

Tabel 1.  Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Maluku                 Menurut Daerah Kota-Desa, 2002-2012
Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Kelompok Usia
Tabel 4. Distribusi Pekerjaan Responden
Tabel 6. Persentase Tingkat Kepercayaan Responden

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.39 Hasil pewarnaan digital pada peta Monumen Tugu Pahlawan Sumber : Dokumentasi penulis.. Dari hasil digital diatas terdapat bermacam warna yang digunakan sebagai.

Dari data gambar tingkat intensitas di bidang dinding timur dapat diketahui bahwa intensitas di bidang dinding timur di ruangan selasar kelas gedung fakultas

Berdasarkan dari tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat optik dari ZnO:Zn sebagai material luminisensi dan mengetahui pengaruh temperatur terhadap

Diagnostic Hydrothermal Minerals within the Batu Hijau Porphyry Copper- Gold Deposit, Sumbawa Island, Indonesia.. Jerman:

Hasil uji statistik pada selisih pengetahuan sebelum dan setelah diberikan perlakuan antara kelompok kontrol dan ceramah menunjukkan bahwa terdapat berbedaan

Menurut Mel Silberman (2009: 251) strategi pembelajaran aktif College Ball yaitu siswa belajar berkelompok dengan mendiskusikan materi dan tugas-tugas matematika,

Yang paling utama, terimakasih kepada Allah SWT yang Maha segalanya. Atas kasih sayang dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi syarat dalam