• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASKEP KLIEN DENGAN Inkontinensia Urine

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ASKEP KLIEN DENGAN Inkontinensia Urine"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

ASKEP KLIEN DENGAN POST OPERASI APENDICITIS

Disusun oleh: Kelompok I : Antonius Franklin Ardiansyah Muktadin

(2)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI

BENGKULU TA 2013

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini .

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada ibu Ns. Dian Dwiana S.Kep dosen mata kuliah MPKP yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menambah wawasan kami.

Dalam Makalah ini berisikan tentang “apendikcitis”, kami mengharapkan kritik dan saran agar kami dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan khususnya bagi penulis.

Bengkulu , September 2013

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik disebabkan fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.

(4)

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara teoritis dalam merawat pasien dengan apendisitis.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:

a. Mampu menguasai konsep teori penyakit apendisitis.

b. Mampu mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan apendisitis.

c. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan apendisitis.

d. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan klien dengan apendisitis.

e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan apendisitis.

f. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan apendisitis.

g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan apendisitis.

C. Manfaat

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai informasi dasar untuk mengenal penyakit apendisitis 2. Bagi Masyarakat

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian

Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002). Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat katup ileocecal (Long, Barbara C, 1996).Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk, 2000).

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007).

B. Etiologi

Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. Namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya:

a. Faktor sumbatan

(6)

kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan ruptur.

b. Faktor Bakteri

Infeksi enterogen merupakan faktor patogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah terinfeksi memperburuk dan memperberat infeksi, karena terjadi peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli, lalu Splanchicus, lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10 span="">

c. Kecenderungan familiar

Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan mengakibatkan obstruksi lumen.

d. Faktor ras dan diet

Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan sehari-hari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai risiko lebih tinggi dari Negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki risiko apendisitis yang lebih tinggi.

e. Faktor infeksi saluran pernapasan

(7)

C. Patofisiologi

Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya. Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus (Mansjoer 2005).

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat, sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut (Faradillah 2009).

Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan perforasi (Faradillah 2009).

D. Klasifikasi

Apendisitis terbagi menjadi 2, yaitu: 1. Apendisitis akut, dibagi atas:

a. Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal.

b. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah. 2. Apendisitis kronis, dibagi atas:

(8)

b. Apendisitis kronis obliteritiva, yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

E. Manifestasi klinis

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya. 3 anamnesa penting yakni:

1. Anoreksia biasanya tanda pertama.

2. Nyeri, permulaan nyeri timbul pada daerah sentral (viseral) lalu kemudian menjalar ketempat appendics yang meradang (parietal). Retrosekal/nyeri punggung/pinggang. Postekal/nyeri terbuka.

3. Diare, Muntah, demam derajat rendah, kecuali ada perforasi. Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya:

1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak)

Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius, mual-muntah, nyeri perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.

2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik

Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney (titik tengah antara umbilicus dan Krista iliaka kanan).

(9)

Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik. (Anonim, 2008)

F. Komplikasi

Komplikasi paling serius adalah ruptur apendiks. Hal ini terjadi jika apendiksitis terlambat di diagnosis atau diterapi. Kasus ini paling sering terjada pada bayi, anak, atau orang tua. Bocornya apendiks dapat menyebabkan peritonitis dan pembentukan abses. Peritonitisadalah infeksi berbahaya yang terjadi akibat bakteri dan isi apendiks keluar mencemari rongga perut. Jika tidak diobati dengan cepat,peritonitis dapat berakibat kematian. Abses adalah massa lunak yang berisi cairan dan bakteri, biasanya terbentuk sebagai upaya tubuh untuk melokalisir infeksi.

Komplikasi Post Apendiktomi Potensial komplikasi setelah apendiktomi antara lain :

a. Peritonitis

b. Abses pelvis (lumbal).

c. Abses subfrenik (abses di bawah diafragma). d. Ileus (paralitik dan mekanik).

G. Pemeriksaan penunjang 1. Laboratorium

Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat.

2. Pemeriksaan darah

Akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.

3. Pemeriksaan urine

(10)

seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.

4. Radiologi

Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran sekum.

5. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

6. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

7. Barium enema

Suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.

8. Laparoscopi

Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendix.

H. Penatalaksanaan

(11)

dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makanan yang tidak merangsang persitaltik, jika terjadiperforasi diberikan drain diperut kanan bawah.

Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif yaitu :

1) Tindakan pre operatif, meliputi penderita di rawat, diberikan antibiotik dan kompres untuk menurunkan suhu penderita, pasien diminta untuk tirah baring dan dipuasakan.

2) Operasi terbuka yaitu apendiktomi, satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah kanan perut. Sayatan akan lebih besar jika apendiksitis sudah mengalami perforasi.

3) Laparascopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar, yang lainnya diseputar perut. Laparascopiberbentuk seperti benang halus dengan kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan appendiks, pembuluh darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.

(12)

BAB III

KONSEP ASKEP TEORITIS A. Pengkajian

Pengkajian adalah proses dimana data yang berhubungan dengan klien dikumpulkan secara sistematis. Proses ini merupakan proses yang dinamis dan terorganisir yang meliputi tiga aktifitas dasar, yaitu mengumpulkan secara sistematis, menyortir dan mengatur data yang dikumpulkan serta mendokumentasikan data dalam format yang bisa dibuka kembali. Pengkajian digunakan untuk mengenali dan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kesehatan klien serta keperawatan klien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. ( internet 2010 )

Pengkajian ini berisi : a) Identitas.

- Identitas klien post apendiktomi yang menjadi dasar pengkajian meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian.

- Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, hubungan dengan klien dan sumber biaya. b) Lingkup Masalah Keperawatan berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post apendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan aktifitas. c) Riwayat Penyakit.

1) Riwayat Penyakit Sekarang.

(13)

operasi apendiktomi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk –tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat pula menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mngganggu aktivitas sesuai rentang toleransi masing –masing klien.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu.

Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi pengaruh pada penyakit yang diderita sekarang serta apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga.

Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita sakit yang sama seperti klien, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.

4) Riwayat Psikologis.

Secara umum klien dengan post apendiksitis tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri, fungsi peran, ideal diri dan harga diri

5) Riwayat Sosial.

Klien dengan post apendiktomi tidak mengalami gangguan dalam hubungan social dengan orang lain, akan tetapi tetap harus dibandingkan hubungan social klien antara sebelum dan setelah menjalani operasi.

(14)

Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam kegiatan ibadah. Perlu dikaji keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi untuk kesembuhannya.

7) Kebiasaan Sehari – hari.

Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umumnya mengalami kesulitan dalam beraktfitas karena nyeri yang akut dan kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri ( mandi, gosok gigi, keramas dan gunting kuku ), karena adaanya toleransi aktivitas yang mengalami gangguan. Klien akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya.Kemungkinan klien akan mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat mengalami penurunan haluaran urine karena adanya pembatasan masukan oral. Haluaran urine akan berangsur normal setelah peningkatan masukan oral. Pola istirahat klien dapat terganggu ataupu tidak terganggu, tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.

8) Pemeriksaan Fisik.

Pemeriksaan fisik ini mencakup :

- Keadaan Umum klien post apendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan sakit ringan sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri. Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi apendiks.

(15)

- Sistem Kardiovaskuler umumnya klien mengalami takikardi ( sebagai respon terhadap stres dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri),hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler biasanya normal, dikaji pula keadaan konjungtiva, adanyasianosis dan, auskultasi bunyi jantung.

- Sistem Pencernaan adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat dipalpasi. Klien post apendiktomi biasanya mengeluh mual muntah, konstipasi pada awal post operasi dan penurunan bising usus. Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas sayatan operasi.

- Sistem Perkemihan awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama periode awal post apendiktomi. Output urine akan berangsur normal seiring dengan peningkatan intake oral.

- Sistem Muskuloskeletal secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring post operasi dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktifitas.

- Sistem Integumen akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral.

- Sistem Persarafan umumnya klien dengan post apendiktomi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi persarafan. Pengkajian fungsi persafan meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan refleks.

- Sistem Pendengaran pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga, ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.

- Sistem Endokrin umumnya klien post apendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endrokin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin (thyroid dan lain –lain).

(16)

- Laboratorium

a) Haemoglobin yang rendah dapat mengarah kepada anemia akibat kehilangan darah.

b) Peningkatan leukosit dapat mengindikasikan adanya infeksi. - Radiologi.

10) Terapi dan Pengobatan pada umumnya klien post apendiktomi mendapat terapi analgetik untuk mengurangi nyeri dan antibiotik sebagai anti mikroba.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien post apendiktomi antara lain ( internet 2011 ):

a. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan, prosedur invasif.

b. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan pasca operasi, status hipermetabolik : proses penyembuhan.

c. Nyeri (akut) berhubungan dengan insisi pembedahan.

d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan nyeri post operasi, kelemahan sekunder terhadap pembedahan.

e. Kurang perawatan diri (diuraikan) berhubungan dengan kelemahan post operatif, nyeri.

f. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi pembedahan.

g. Risiko perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake (pembatasan pasca operasi), peningkatan kebutuhan nutrisi sekunder terhadap pembedahan.

h. Konstipasi berhubungan dengan efek pembedahan, perubahan diet, immobilisasi.

(17)

C. Nursing care palaning (NCP)

Rencana keperawatan pada klien dengan Apendiksitis menurut Merilyn. E. Doenges adalah sebagai berikut :

1. Diagnosa Keperawatan : Infeksi, Resiko tinggi terhadap

Hasil yang diharapkan : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi / inflamasi, drainase purulen, eritema, dan demam.

No Intervensi Rasional perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen.

Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik.

Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka / drein ( bila dimasukan ), Adanya eritema.

Menurunkan resiko penyebaran bakteri.

Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan / atau pengawasan penyembuhan yang telah ada sebelumnya.

(18)

4

5

6

7

diindikasikan.

Berikan antibiotik sesuai indikasi.

Bantu irigasi dan drainase bila diindikasikan.

Kultur pewarnaan gram dan

sensivitas berguna untuk

mengidentifikasikan organisme penyebab dan pilihan terapi.

Mungkin diberikan secara prifilaktik atau menurunkan jumlah organisme untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya pada rongga abdomen.

Dapat diperlukan untuk mengalirkan isi abses terlokalisir.

2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut

Hasil yang diharapkan : Melaporkan nyeri hilang / terkontrol.

(19)

1

2

3

Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya ( skala 0 – 10 ). Selidiki dan laporkan

Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses / peritonitis. Memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi.

Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.

(20)

4

5

Pertahankan puasa / penghisapan NG pada awal.

gaster / muntah.

3. Diagnosa Keperawatan : Nutrisi, Perubahan Kurang dari Kebutuhan Tubuh, Resiko Tinggi Terhadap

Hasil yang diharapkan : Mempertahankan berat badan dan kesimbangan nitrogen positif.

No Intervensi Rasional

1

2

Awasi haluaran selang NG.Catat adanya muntah atau diare.

Auskultasi bising usus, catat bunyi tak ada / hiperaktif.

Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah / diare diduga terjadi obstruksi usus, memerlukan evaluasi lanjut.

(21)

3 Glukosa, keseimbangan nitrogen sesuai indikasi.

Tambahkan diet sesuai tolerans, contoh cairan jernih.

Berikan hiperalimentasi sesuai

Memberikan bukti kuantitas perubahan distensi gaster / usus dan / atau akumulasi asites.

Kehilangan / peningkatan dini menunjukkan perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut di duga ada devisit nutrisi.

Menunjukan kembalinya fungsi usus ke normal dan kemampuan untuk memulai masukan per oral.

Menunjukan fungsi organ dan status / kebutuhan nutrisi.

Kemajuan diet yang hati – hati saat masukan nutrisi dimulai lagi menurunkan resiko iritasi gaster.

(22)

8

indikasi. normal.

d) Implementasi

Implementasi adalah tahap keempat dalam proses keperawatan dimana rencana keperawatan dilaksanakan (melaksanakan intervensi yang telah ditentukan sebelumnya)”(Marilyn.E.Doengoes , 1999: 105).

Pelaksanaan adalah inisiatif dan rencana tindakan untuk mencapai tujuan (Iyer et al, 1996) Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan yang disusun dan ditujukan kepada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor— faktor yang mempengaruhi klien. (Iyer et al, 1996).

Referensi

Dokumen terkait

4.. Histogram adalah grafik yang digambarkan berdasarkan data yang sudah disusun dalam tabel distribusi frekuensi. Grafik tersebut berupa persegi panjang yang saling berimpit pada

Dari hasil tes di atas, jawaban siswa A terhadap Task B ini cenderung membandingkan nilai-nilai pada sumbu vertikal untuk menyimpulkan bahwa histogram A tidak merata

Halaman ini berisikan baran produk apa saja yang telah dipilih sebelum melakukan pemesanan. Pada halamanan ini pelanggan masih dapat melakukan penghapusan produk

Berdasarkan Tabel 4.4 dalam pengujian konfigurasi access point , terlihat bahwa pengaruh Nilai fragmentation threshold dan RTS threshold pada skema Default tidak terlalu

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian ALA per oral yang dikombinasi dengan latihan fisik intensitas sedang menurunkan berat badan,

guna jalan ra ya yang berhemah.. 5) M ur id m en ye na ra ik an kepentingan memilih, memakai dan menja ga topi keledar. 1). Murid berbincang dan bersumbang saran mengenai

Dengan berlandaskan salafiyah Pondok Pesantren Darussalam mencetak santri muslim sejati yang berjiwa salaf agar santri menjadi ulama yang intelektual dan intelektual yang