• Tidak ada hasil yang ditemukan

Legal Opinion Anak Berhadapan Dengan Huk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Legal Opinion Anak Berhadapan Dengan Huk"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM Oleh: Muhammad Nurfajri,S.Hi,

Advokat di ‘LBH Butta Toa’ Divisi Litigasi A. Pendahuluan

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

Anak bukanlah miniature orang dewasa tetapi pola hidup, karakter dan perilaku serta prestasi anak adalah merupakan gambaran dan tolak ukur kehidupan dewasa yang akan datang.

Dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28B ayat 2 bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang ,serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, aturan tersebut adalah sebagai bentuk komitmen Negara Indonesia untuk memberikan perlindungan kepada anak.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yang dimaksut dengan anak yang berhadapan dengan hukum (children in conflict with the law), adalah sebagai berikut :

“Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah Anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana.

Melihat kecendrungan yang ada di media saat ini, baik media cetak maupun media elektronik, jumlah tindak pidana yang dilakukan oleh anak (juvenile delinquency) semakin meningkat dan semakin beragam modusnya. Masalah delinkuensi anak ini merupakan masalah yang semakin kompleks dan perlu segera diatasi, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Menurut Romli Atmasasmita dalam Wagiati Soetodjo, motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari kenakalan anak adalah sebagai berikut :1

 Yang termasuk motivasi intrinsik dari pada kenakalan anak-anak adalah : a) Faktor intelegentia;

b) Faktor usia; c) Faktor kelamin;

d) Faktor kedudukan anak dalam keluarga.

 Yang termasuk motivasi ekstrinsik adalah : a) Faktor rumah tangga;

b) Faktor pendidikan dan sekolah; c) Faktor pergaulan anak;

d) Faktor massa media.

(2)

Berbagai faktor tersebut memungkinkan bagi anak untuk melakukan kenakalan dan kegiatan kriminal yang dapat membuat mereka terpaksa berhadapan dengan hukum dan sistem peradilan. Anak khusus diterapkan terhadap anak yang melakukan tindak pidana.2

B. Permasalahan Legal Opinion.

Anak berhadapan dengan hukum di Kabupaten Bantaeng.

C. Bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada seperti informasi, data-data dan dokumen-dokumen.

Dokumen-dokumen refrensi yang digunakan dalam permasalahan ini adalah :

2 Anna Volz, Advocacy Strategies Training Manual: General Comment No.10: Children’s Rights in Juvenile Justice, Defence for Children International, 2009. Dalam Yayasan Pemantau Hak Anak, Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Internet, hal 1. Diakses pada 22 Maret 2017.

Gambar: anak PB(13thn) anak berhadapan hukum. Tahanan polres bantaeng.

(3)

1. Data Perkara Anak 2014 – 2106 yang dikeluarkan oleh Pengadilan Negeri Bantaeng pertanggal 13 Maret 2017.

2. Fakta-fakta hukum yang diajukan dalam persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum. 3. Putusan Pengadilan yang telah mengadili perkara.

D. Dasar hukum dan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan.

Dasar hukum yang digunakan sebagai dasar untuk memberikan legal opinion dalam permasalahan ini, antara lain :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tentang Perlindungan Anak;

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; 5. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;

6. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

E. Uraian fakta-fakta dan kronologis.

Perkara yang terjadi dalam kasus ini merupakan perkara yang masuk dalam kualifikasi tindak pidana. Terpidana dalam kasus ini ialah RH yang berusia 17 Tahun. Awal mula terjadinya peristiwa tindak pidana ini adalah, bahwa anak RH pada hari Rabu 8 Februari 2017 sekitar pukul 21.00 WITA bertempat di Anjungan Pantai Seruni Kelurahan Pallantikang Kecamatan Bantaeng Kabupaten Bantaeng sedang mengendarai motor bersama temannya (saksi HE), yang disaat bersamaan sedang ada Pengaturan Lalu Lintas disekitaran pantai seruni oleh gabungan petugas Satpol PP, DLLAJ dan Kepolisian karena akan melintas Rombongan Bupati Bantaeng beserta Tamu setelah pertemuan di Resto Lantai 2 Pantai Seruni.

Anak RH beralasan rem motor yang tidak berfungsi dengan baik menerobos masuk dalam pengaturan jalan tersebut sehingga dihentikan oleh Satpol PP untuk menghindari tabrakan terhadap rombongan Bupati Bantaeng. Petugas Satpol PP mengamankan dan memeriksa Anak RH, kemudian ditemukan senjata tajam jenis badik yang diselipkan dipinggang sebelah kanan anak RH. Selanjutnya anak RH dibawa ke Kantor Polres Bantaeng untuk diproses hukum.

Anak RH menjalani masa penahanan ditingkat Penyidikan sejak tanggal 8-15 Februari 2017 di Rutan Polres Bantaeng dan perpanjangan Jaksa Penuntut Umum sejak tanggal 16-23 Februari 2017 di Rutan Bantaeng. Kemudian Jaksa penuntut Umum sejak tanggal 22-26 Februari 2017 dititipkan Rutan Bantaeng.Menjalani proses Persidangan tanggal 23 Februari-19 Maret 2017.

(4)

F. Analisa hukum

Undang – Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Pengadilan Pidana Anak Pasal 81 Ayat (2) yang berisi “Pidana Penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman Pidana Penjara bagi orang dewasa”

Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 Pasal Tentang Perlindungan Anak Pasal 4 menyebutkan bahwa : “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dari sudut pandang anak sebagai pelaku hukuman badan bagi anak sudah sangat jelas diluar dari kewajaran dalam proses hidup, tumbuh, berkembang anak; mengingat di Kabupaten Bantaeng tidak ada rumah tahanan bagi anak atau panti rehabilitasi khusus anak, tentunya potensi pengetahuan kejahatan dan kriminalitas akan bertambah dibandingkan dengan pengetahuan yang layak dan seharusnya didapatkan oleh seorang anak.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Pasal 9 (1) menyebutkan bahwa: “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Mulai dari proses penyidikan sampai proses Persidangan tanpa adanya pengalihan hukuman badan sampai adanya putusan Pengadilan bagi ABH tentunya menjadi bagian penghalang dari proses pendidikan anak, sebab anak dalam hal ini akan tertinggal jauh dalam proses pendidikan. Tidak sedikit anak yang berhenti sekolah akibat mendapatkan hukuman badan disebabkan oleh stigma negative yang didapatkan sebagai pelaku criminal membuat anak malu terhadap teman-teman dilingkungan Sekolah atau karena malu tinggal kelas sebab dalam menjalani hukuman badan tidak mengikuti proses belajar di Sekolah.

Bahwa Undang – Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 12 menyebutkan bahwa : “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh Orang Tua, Keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah. Penasehat Hukum terdakwa ingin menyampaikan bahwa anak sebagai pelaku tindak pidana hanyalah sebagai korban, korban dekadensi moral dan akhlak, sehingga yang wajib mempertanggungjawabkannya adalah orangtua, keluarga, masyarakat, Negara, dan bahkan oleh pemerintah.

(5)

diantaranya 9 kasus pencurian, 8 Kasus senjata tajam, 1 kasus perjudian, 1 kasus penganiayaan dan 1 kasus kejahatan kesusilaan. Dan pada tahun 2016 angka kenaikan perkara Anak 4,7 %, dengan 30 kasus diantaranya 22 kasus Senjata tajam, 3 kasusu pencurian, 2 kasus penganiayaan, 1 kasus pencabulan, I kasus lalu lintas dan 1 kasus pembunuhan.3

Melihat data perkara anak tersebut, maka sepatutnya sebagai bentuk pembinaan terhadap tindak pidana anak tanpa menghilangkan hak-haknya sebagai anak sebagaimana diatur dalam undang-undang yang paling efektif adalah mengembalikan kepada orangtua, ataupun jika diharuskan mendapatkan hukuman badan tidak sepantasnya ditempatkan di Rutan yang bercampur dengan orang Dewasa, tempat yang layak bagi ABH untuk menjalani hukuman badan adalah Panti Rehabilitasi atau Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak.

Secara tegas disampaikan bahwa pembaharuan undang-undang perlindungan anak pada Undang-undang Nomor 3 tahun 1997 diperbarui melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, terdapat perubahan fundamental dalam menggunakan pendekatan yuridis formal dengan mengedepankan penghukuman (reftributif), namun kehadiran Undang-undang nomor 11 Tahun 2012 saat ini lebih mengutamakan pendekatan keadilan restoratif yakni menyikapi perilaku kriminal dengan menyeimbangkan kebutuhan atau kepentingan masyarakat, korban dan pelaku. Tujuan utama dari pendekatan restoratif ini adalah menjauhkan anak dari dampak negatif prosedur berperkara formal dan terhindar dari catatan Kriminal.

G. Pendapat hukum.

Kasus yang menimpa anak sebagai korban dan anak sebagai pelaku dalam pembahasan ini merupakan suatu fenomena yang harus ditangani secara komprehensif oleh Negara.

Pemerintah Daerah belum maksimal dalam memberikan perlindungan terhadap anak berhadapan dengan hukum dalam hal ini Dinas Sosial Kabupaten Bantaeng tidak terlibat dalam memberikan pendampingan terhadap anak apalagi Kabupaten Bantaeng telah menerima predikat sebagai Kabupaten Layak anak, titel tersebut bersifat kontradiktif seiring bertambahnya angka anak berhadapan dengan hukum di Kabupaten Bantaeng. Sepatutnya Dinas Sosial Kabupaten Bantaeng memberikan pendampingan secara tepat mulai dari tingkat penyidik sampai ke tingkat Pengadilan, peran pendampingan ini sangat penting sebab anak sangat rentan terhadap gangguan dan tekanan psikologi khususnya dalam menghadapi proses hukum.

Disisi lain lembaga legislatif daerah seharusnya berperan aktif dan memberikan perhatian yang lebih terhadap anak berhadapan hukum di Kabupaten Bantaeng dengan menyiapkan regulasi yang tepat dan perencanaan kedepan dalam menyediakan tempat rehabilitasi anak nakal atau lembaga pemasyarakatan khusus anak (LPKA). Sarana rehabilitasi

(6)

atau LPKA tujuannya adalah membina dan mendidik secara khusus kepada anak-anak tanpa menghilangkan hak-haknya sebagai anak sebagaimana diamanahkan dalam undang-undang.

H. Kesimpulan dan saran-saran atau solusi permasalahan.

Anak berhadapan dengan hukum hakikatnya juga adalah sebagai korban oleh karena itu Hukuman badan terhadap ABH sangat tidak efektif khususnya di Kabupaten Bantaeng, akibatnya anak menjadi putus sekolah, kuantitas Tahanan anak semakin meningkat, pendidikan negatif terhadap anak semakin bertambah dalam Lembaga Pemasyarakatan sebab bercampur bersama tahanan dewasa.

Pemerintah daerah berperan aktif dan maksimal dalam memberikan pendampingan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum baik ditingkat penyidik sampai di tingkat peradilan.

Pihak legislatif mengatur regulasi yang baik dan tepat untuk memberikan perlindungan terhadap anak berhadapan dengan hukum serta menyediakan sarana terhadap terpidana anak berupa panti rehabilitasi anak nakal atau Lembaga Pemasyarakatan Khusu Anak.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

Soetodjo, Wagiati, 2006. Hukum Pidana Anak. Bandung, PT. Refika Aditama.

Jurnal

Edy Wibowo. SH., MH., 2017. Kebijakan Penanganan Perkara Anak BErhadapan Dengan Hukum.MH Varia Peradilan Tahun XXXII No 374, Januari 2017.

Anna Volz, Advocacy Strategies Training Manual: General Comment No.10: Children’s Rights in Juvenile Justice, Defence for Children International, 2009. Dalam Yayasan Pemantau Hak Anak, Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia Internasional, Internet, hal 1. Diakses pada 22 Maret 2017.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tentang Perlindungan Anak

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Referensi

Dokumen terkait

Because the levels of stunting are greater (median values are lower) that the levels of underweight (as can be seen in figure 4), the median value of weight for height,

Berdasarkan pengamatan terhadap terhadap intensitas penyakit terlihat bahwa cara aplikasi bahan penginduksi melalui perendaman benih menunjukkan intensitas penyakit yang

Latar Belakang: Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Pre Diabetes merupakan keadaan yang belum termasuk kategori diabetes tetapi glukosa darah lebih tinggi dari normal..

Kondisi sampah disekitar lingkungan responden meliputi banyaknya sampah yang berserakan, banyaknya lalat di sekitar tumpukan sampah, banyaknya tikus berkeliaran, banyaknya

Berdasarkan hasil dari penelitian dan analisis yang telah di lakukan oleh penulis tentang Pelaksanaan Manajemen Kemitraan PT Buana Wira Lestari Mas dengan Petani

Kembali kepada poin nomor 1 diatas, bila rekan ingin membangun bisnis dengan modal minim, maka rekan harus memilih usaha yang mengandung aktivitas Jasa3. Untuk

Hubungan Antara Nilai California Bearing Ratio (CBR) Berdasarkan Uji Dynamic Cone Penetrometer (DCP) Dengan Daya Dukung Tanah Terzaghi..

Salah satu tujuan dari studi ini adalah untuk mengembangkan instrumen dan proses untuk mengumpulkan data mengenai kompetensi pengawas dan kepala sekolah/madrasah yang dapat