• Tidak ada hasil yang ditemukan

Militer Jawa Pada Masa Pangeran Mangkubu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Militer Jawa Pada Masa Pangeran Mangkubu"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

Militer Jawa Pada Masa Pangeran Mangkubumi Seputar Alutista dan Strategi Peperagan

Oleh : Muhammad Ichsan Budi 14407141038 Ilmu Sejarah A 2014

A. Pendahuluan

(2)

B. Tradisi Militer Jawa

Jawa sebagai salah salah satu tempat paliang berpengaruh dalam sejarah indonesia. Hal ini disebabkan karana letaknay yang cukup setratesi dimana menjadi tempat persinggahan banyak bangasa, luasnya wilayah dan kayanya hasil bumi menjadi potenis yang luar biasa sekaligus menjadi daya tahan bagi pendududkanya sehingga dalam beberapa abad meski sedikit bagaian dari pulau ini telah diduduki bangsa asing mereka tidak pernah sepenuhnya perkuasa di Jawa. Pengasa-pengusa pribumi selalu memengang peranan pentiang yang menjadi pertimbangan bari bangsa-bangsa lain yang coba mendukinya. Tetapi meski demikaian konflik antra penguasa pribumi sendiri menjadi masalh kenapa pulau dengan suku bangsa yang relatif homogen ini tidak pernah mencapai sautau kesatuan politik yang setabil, perebutan kekasaan, pemberontakan dan penghianatan selalu mewarnai sejarah jawa. Sehingga dengan aneka macam konfil tersebut jawa memiliki sebuah tradisi militer yang khas dan cukup memberikan corak yang berarti dalam tradisi militer di nusantra.

Pada masa madya, yang diwalai sejak kejatuhan Majapahit ketangan Demak maka poros kekusaan beralih kewilayah pesisir, namun karena lemahnya korrdiandi antar wilayah yang ada dan juga konfilk internal kerajaan mengakibatkan Demak menajdi kerjaan yang tidak berumur panjang. Menganjak awal abad ke 16 kerjaan-kerajaan pedalaman menjunjukan peranya kembali, dimulai dari pajang yang yang sekedar “menggantikan”1. Pajang dapat dikatakan

mejadi penggas awal dari tradisimiliter jawa yang belum ada sebelumnya dimana ditempatnya peran Senopati yaitau penglima perang dengan kekusaan dan kekenangan khusus. Setelag pemberontakan Senopati Mataram atas Pajang berhadil dilakukan maka dimuliailah sutau tradisi militer jawa yang kelak akan menjadi pembentuk tradisi militer di jawa pada masa-masa selanjutnya.

(3)

1. Makna Senjata dan Stategi Peperangan dalam Tradisi Jawa

Sejata merupakan alat yang telah dikenal oleh manusia guna mempertahankan diri dari segala hal yang dimungkiankan akan mengancamnya. Dalam setiap kebudyaan meski sejata secra umum memiliki fungsi yang sama ternyata di Jawa senjata tikdahanya sekedar alat namun memiliki makna tertentu yang melebihi makasa fisik yang ada. Senjata tidak yang sekedar sebagat alat dalam pertempuran lengsung tetapi di jawa yang dalam arti khusus menjadi pusaka juga memiliki fungsi yang luas mulai dari fungsi mistik hingga legitimasi poitik.

Senjata pusaka merupakan hal yang secara tidak langsung merupakan hal yang penting dalam peperangan di Jawa. Pusaka adalah senjata maupun berbagi benda lain seperti alat musik, bendera, perkakas dan lain sebagainya. Namun konotasi pusaka sebagai suatu senjata juga menjadi hal yang umum karena pusaka juga secara langsung berfungsi sebagai senjata dengan bergagai pengguaannya.

Keris merupakan salah sajtu dari jenis pusaka yang paling umum digunakan. Keris adalah senjata tajam yang sesuai dengan bentuknya merupakan senjata tusuk atau tikam, keris merupakan senjata asli nusantara dan berkembang secara luas di seluruah asia, keris memiliki banyak fungsi dalam kehidupan masyarakat jawa diantara fungsinya adalah sejata tajam, senjata pidana, lambang keluarga serta simbol status sosial bagi pemiliknya2. Diatara pusaka keraton yang

telah ada sejak zaman Mangkubumi adalah Tombak Kiai Plerey yang dahulunya merupakan sebuah keris, Keris Kiai Kopek yang dikenakan oleh sultan dalam acara gerebeg dan Kanjeng Kiai Panggarabarab merupakan sebilah pisau besar untuk hukuman mati.

Staregi peperagan merupakah hal yang mutlak diperlukan dalam berperanga. Stretegi peperagan pada dasarnya memiliki makna yang begitu luas, tetapi dalam peperangan tradisional strategi lebih terkait pada fromasi pertempuran atau dalam istilah jawa disebut dengan Gelar Perang. Gelar perang merupakan fromasi-formasi pertempuran yang pada umumnya menyerupai bentuak binatang tertentu misalkan Garuda atau Udang.

Salah satu formasi yang ditemukan keteranganya dengan jelas adalah Gelar Pereng Supit Urang (Fomasi Capit Udang) ini ditemukan dalam

(4)

kesustastraan jawa abad 17 yang mengambarkan bantuk tubuh udang secara keseluruhan kemudian tiap posisi terbagi atas tiap betuk tubuh udang. Sungut udang mengambarkan posisi angkatan laut atau juga pasukan Senopati, tubuh bagian depan hingg keberlang adalah posisi para pangeran dan putra mahkota dan bagian kaki tetempati oleh para mentri3.

2. Para Pemimpin Militer Jawa

1. Militer Mataram Islam dan Senopati

Pada awal abad ke 17 munculah Mataram sebagai sebuah mengara militeris yang tak pernah diperkirakan sebelumnya, dibandingkan dengan kesultanan-kesultanan Maluku yang terlibat konflik dengan bangsa-bangsa barat. Imperium matram terlahir kembamil, Senopati dikatakan dalam tradisi akan mengembalikan kembali kengulan daerah pendalam, berhasil “mempersatukan kembali wilayah kerajaan kuno mataram hindu dan kediri”. Tidak lama sesudah itu demak yang tadinya kersultanan pertama di jawa tunduk pada mataram. Hal ini didapatkan dalam laporan kapal-kapal Belanda yang pertama mengu jungi pelabuhan demak pada tahuan 1602 meyaksikan demak sedang berperang dengan mataran dalam hal ini mencoba melakukan pemberontakan pada mataram yang telah menguasainya sejak tahuan 15884. Dalam keterngan ini juga didapatkan informasi jika demak

masih mampu mempertahnkan eksistensi pelabuhanya tatapi kemungkinan kekuatan maritim demak pada masa ditaklukanya sudah mulai melemah karena. Diperkirakan serangan Mataram merupakan sebuah pengepungan infantri darat

yang dengan demikian tidak memberikan peluang yang berarti pada kekuatan maritm demak. Pola yang serupa juga akan ditemukan pada penaklukan matram atas kota-keota pesisir selanjutnya,

Dengan mulai berjalannya ekspansi matram meski belum menundukan selurauh wilayah jawa secara keselurauahan. Namuan, untuk jawa onfensifnya kan lebih mengrah ketimur. Dengan kemenangan tersebut Senapati mulai Bergelar Senapati Ingalaga, dari keluarnganya ada perangkat keluarganya ada pengagkatan

3 Antony Reid, Asia Tenggara dalam kurun Niaga I,(Yogyakarta, Obor; 2010)., Hlm 145.

(5)

sebagai Pangaran Singasai, Pangaran Puger,Pangaran Jumirah dan Pangaran Blitar da Panagran Jagaraga. Nama- nam daerah dari gelar tersebut menjadi petunjuka kauat bahwa ospolitk senopati sangat menonjol, porgam serta setrategi politiknya mengarah ke jawa timur tidak hanya karena kekayaan pesisirnya tetapi juga dipengarhui oleh tradisi Majapahit hal ini juga menajdi suatu alasan politik yang diharapkan akan menambah keagunan dan kewibawaannya5. Kecanderungan

matram untuk memilih wilayah timur selain alasam tradisi dan dan juaga kedekatan budaya juga dimungkinkan karena keberadaan Banten di wilayah barat yang hingga masa ahirnya terus menjadi rival dari Mataram. Tetapi, pada ahirnya wilayah priangan akan jatuh ketangan mataram yang didukung atas ikatan historis Cirebon yang ditundukan mataram pada masa selanjutnya dengan cara yang “halus”. Memanfaatkan kedekatan historis pada tiap daearah yang ditaklukan juga merupakan sebuah setrategi penting dalam polotik militer, hal ini terbukti mampu menjamin kesetiaan para wilayah taklukan untuk menjaga stabilitas politik mataram. Selain itu, dipertahanknaya kekuasaan pengasa lokal dan mempertahnkan loyalitasnya juga menjamin ketersediaan pasukan bagi matram untuk melakukan penaklukan-penaklukan selanjutnya.

Konsentrasi pada kekutan infantri darat serta pengikatan historis pada fasal-fasal yang ditaklukan untuk menjamian kesetiaan merupakan beberpa ciri nagara militer feodal yang dapat ditemukan secara universal. Tanah dan tentunya beserta apa yang ada didalamnya termasuk sumber daya dan panduduk menjadi hak mutalak dari raja dan kemudian bari dibagikan dalam sebuah kewenagan pada para pengsawanya. Hal yang ada tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh mataram khususnya dalam mobilisasi militer dan pengautan setrategi hingga tidak mustahil dalam waktu yang singkat senopati dapat mengumpulkan pasikan dalam jumlah yang luar biasa, yang dapa dasarnya merupakan gabungan pasukan dari vasal-vasalnya.

2. Militer Mataram Dimasa Sultan Agung

Jika diurutkan dari Panembahan Senopati maka sultan agung adalah raja matram ketiga. Namun masa pemerintahnaya yang lama manjadikan ia sebagai

(6)

raja besar mataram yang terus diigan hingga ganerasi-generasi selanjutnya. Sultan agung yang nama sebelum bertahta adalah Raden Mas Rangsang sebenarnay merupakan putra mahkaota kedua setelah Raden Mas Martapura. Namun dengan berbgai alasan dan intrik didalamnya pada ahirnya Raden Mas Rangsang mnadi pewaris dari tahta mataram. Gelarnya ialah Prabu Pandita Anyakrakusuma dan kemudian Sultan Agung Senopati Ingaloga Ngapdurahman Sayidin Panatagama (1613-1646), peprintahnaya ditandai dengan eksperdidi dan perang yang kesemuanya dalam rangka politik ekpansi yang diwariskan oleh pandahumunya, idologi yang menjiwai politik ekpansi tersebut dapat dilacak kambali pada ilham yang diterima oleh “Wong Agung Ngeksiganda”, yaitu Senapat yang ditokohkan olah Mangkunagara IV dalam karyanya Wedatama. Yang ditulis tiga abad kemdian6. Dengan demikian manjadi semakin jelas keagunuan yang melekat

dalam diri sultan agung tidak hanya dibantuk oleh dirinya tetapi juga oleh catatan sejarah yang ditulis olah generasi-ganrasi selanjutnya. Selian itu jika dilihat dilakukan perbandingan dalam isi Serat Wedatama maka, ambisi dan motivasi yang kuat manjadi penentu suatu kesuksesanya dalam militernya, watak yang karas, gigih dan tanpa kompromi menjadi sifat mutlak seorang pemimpin militer.

Untuk mengatur sebuah negara pedalaman yang kuat dengan kekutan infanteri yang menjadi kekutan utama maka penataan birokarsi yang baik mutal diperlukan, semuah hal tersebut tentu dipusatkan untuk tujuan-tujuan militer dan mengaturan wilayah yang telah menjadi vasal-vasal nya. Hal ini dapat ditemukan dalam kumpulan arsip sebelum perjanjian Giyanti yang dihimpun olah S Margana yang tertulis :

(1) Kala ingkang jumeneg nata Nagari Matram Ingkang Sinuhun Kanjajeng Sultan Agung Prabu Hayakrakusuma amarengi tahuan jawi angka 1555 karsa damel abdi Dalam Bupati Nyaka Jawi Melabet 16, sastra Amaréng siti duhusun sajawining rangkah matram. Iangkang mboten kalebet siti ing mancanagari kados ing pandap punika patélelanipun...)7. Keteragan selanjutnya dan arti dapat ditemukan

dalam lampiran 1.

6 Sartono kartodorjo, Ibid,. Hlm,155.

(7)

Arsip diatas memberikan beberpa informasi mengai birikeri dan militer pada masa Sultan Agung. Ditemukan juga pola pembagian kekusaan antra para bupati beserta kewajiban-kawajiban yang ditanggungnya kepada Sultan. Selian itu dtemukan juga 16 nama abdi dalam prajurit besera kepangkatan juga tugasnya. Parajurti-parjurit dalam keteragan ini bukanlah pasukan utama yang digunakan dalam pertempuran besar namun merupakan prajurut khusus yang menjaga komles istana Sultan.

Memahami sifat dan strategi kemiliteran Mataram Sultan Agung dapat kita pahami dalam tiga penaklukan besar yang ia lakukan yaitu Pengapungan Surabaya, Penaklukan Madura dan usahanya untuk menyerang Batavia dimasa Jan Piterzoon Coen. Surabaya manjadi wilayah peisisir terpenting di Jawa timur letaknya yang stratesi terbuka bagai jalur perdagangan dari madura, bali dan wilayah indonesia timur menjadikan Surabaya sebgai kota pelabuhan yang kaya. Hal ini menjadi target utama sultan agung dalam membuka jawa wilayah pedalam untuk memperdagangkan berbgai hasil ekpornya seperti lada, jahe dan terutama adalah beras.

Ekspedisi pengepungan surabaya terbgai dalam dua tahuapan yaitu pada tahuan 1620 hingga 1625. Pada awal ekpedisi dikonsentrasikan untuk menyerang wilayah-wilayah terluar surabaya dengan menghancurkan lumbung-lumbung pangan untuk surabaya serangan ini dilakuhan pada musim-musim kemarau. Selian itu, dilakukan penaklukan terlebih dahulu pada wilayah seberang yaitu Sukadana (kini Kalimantang Selatan) sebagai pemutus hubungan laut surabaya. Ekpediai ini dipimpin oleh bupati kendal Tumenging Baureksa. Penaklukan puncak pada surabaya terjadi pada tahun 16258. Pengepungan atas surabanya

terjadi dalam beberapa bulan pertama setelah dipastikan surabaya kehilagan persediaan makan dari wilayah luarnya maka, dilakukan pengepungan yang ketat disekitar kota bahkan dilakukan pembendugan pada sungai Brantas untuk semakin mengisolasi kota. Hingga dengan keadaan kelaparan terdesak pada bulan oktober 1625 Surabaya menyerah. Taktik pengapungan serupa juga dilakukan pada

(8)

peyerangan Batavia namun, karena musuh yang berbeda dan keberadaan benteng yang kuat maka taktik pengepungan tersebut tidak berhasil dilakukan.

C. PENGALAMAN MILITER PANGERAN MANGKUBUMI

Pangaran Mangkubumi yang kelak akan menjadi Sultan Hamengkubuwono I lahri di Kartasura 6 Agustus 1717 dengan mana kecil RM Sujana yang merupakan salahsatu putara Amangkurat IV dari isteri selir Ayu Tejawati. Dalam makalah ini Pangaran Mangkubumi dengan segala pengalaman militernya menjadi pokoh bahasan utama. Dalam masa hidupnya beliau telha mengalami tiga peperangan besar yaitu pada masa Geger Pacinan, Masa Perlawanan pada Belanda yang terbagi dua yaitu masa bersama RM Said dan masa saat beliau dalam pertempuran dan perundingan yang diahiri dengan perjanjian Giyanti. Selian itu, Masa saat beliau menjadi Sultan Hamengkubuwono I menjadi masa kekuasaan politik dan birokasi telah berada ditanganya. Pembangunan kraton yogyakarta secara fisik juga dapat digunakan sebagai gambaran kemiliteran yang beliau kuasau semasa hidupnay dan belian trapkan.

1. Geger Pacinan

Geger pacinan merupakan sebuah episide unik dalam sejarah kerjaan Jawa dimana terjadi sebuah kerusahan besar yang awalnya tidak memiliki tujuan polits namun pada kesempatan tertentu mempengaruhi politik kerjaan jawa. Dalam urutan bhakan geger pacinan dapat dikatakan sebgai perang suksesi ke tiga dalam sejrah mataran dimana terjadi usaha perebutan kekusaan yang berdampak pada kemunduran Matram karena semakin kuatnya pengaruah belanda dalam intrik mataram. Peran Pangaran Mangkubumi dalam hal ini dapat dilihat dalam berbagai sisi yaitu sebgai pemadam dari pemberontakan tetapi peran belanda juga tidak dapat dikesampingkan karena belnada manjadi pihak yang secara langsung terlibat dalam pergulatan pemberontakan ini.

(9)

masa madya dan menjelang masa kolonial peran mereka semakin menguat. Masyarakat tionghoa memergang peranan perntaing dalam ekonomi sebagai pedangan partikeliat dan juga sebgai tenaga-tenaga ahili dibidang kontruksi dan teknik khususnya pada kota-koat kolonial termasuk Batavia.

Telah diuraikan besarnya peran pedagang cina di Indonesia di beberpa pelabuhan, separti banten, jambi, palambang dan Malaka. Komoditas yang mereka jual selain lada yaitu hasil-hasil industri dari negri mereka seperti tekstil. Setelah VOC mempunayai tempat redevous (bandar dagang) ialah Batavia politiknya adalah berusaha menaring cina sebanyak mungkian untuk merapaikan perdagangan dan untuk memperoleh kauntungan pajak dari pekerja cina yang ada di batavia9. Dengan kedatangan para orang-oarang tionhoa dengan berbgai

profesi pada awalnya membri banyak keuntungan bgai VOC khusunya mengenai perolehan beragai pajak yang dikenakan bagi masyrakat tionghia namun, pajak yang alanya membawa kenutangan tersebuta pada ahirnya membawa malapetakan bagi VOC. Ketidaka stabilan dan kerusuhan mulai terjadi diakibatkan karena naik-tutunya komoditas yang diperdagangkan oleh orang tionghoa selian itu tututan pajak yang terlalu berar serang membawa kekesalan bagi masyrakat tionghoa. Terjadi beberpa kerusuhan dan tindak kriminalitas diberbagai wilayah batavia hingga terkadang pihak VOC yang merasa dirugikan turut campur tangan.

Pada ahir bulan september tahuan 1740 tersiar kabat bahwa dipedesaan sekitra batavia telah terdapat gerombaolan cina yang mendekati pantugargang batavia, Mr Coenelis,Tagerarang, de Qual dan Bekasi. Pada hari beikautnya grombolan tersebut menjadi semakian besar. Dengan demikian pos-pos VOC di Bekasi, Tanah Abang dan Angke mulai diperkuat. Memasuki awal oktober mulai pecahnaya kerusuhan bebrpa pos-pos Voc diserang oleh gerombaolan cina. Aksi kekerangan dan penjarahan yang dilakukan oleh gerombolan cina begitu cepat sehingga suliat ditahan oleh VOC10. Pepberontakan cina terus mengarah kebarat.

Hal ini dikaibatkan karena banten yang enggan ikit campur dalam masalah ini srta

9 Sartono, Ibid. Hlm, 158.

(10)

pada masa ini mataram telah milai melemah pasca pepmebrontakan Tronojoyo yang mengkaibutkan pemindahan ibu kota ke Kartasura.

Di Mataram pasukan cina yang tekah membuktikan kekustanay dengan menyerang Semarang dan mentrang pos pertahanan Voc antara matram dan semarang. Hal ini mengundag keterarikan para petanggi di Ksrtasura yang igin menyingkirkan VOC untuk bergabung membantu pasukan cina dan dengan tujuan merebut kekuasaan. Patih Natakusuma dan Sunan Kuning putara Paku Buwuana II mengabungkan diri dengan pasukan cina dan dengan kerjasama pasukan Jawa Cina berhasil menduduki ibu kota Mataram Kartasura.

Gerak pasukan jawa cina setalah mengabungkan diri menajdi sebuah kekuatan yang luar biasa, pola peperangan yang ada belum perhan dipadatkan pada pepearanga jawa sebelumnya dimana. Dalam pertampuran singkat dan pernyergapan menjadi akasi militer yang digunakan. Selian itu kombinasi pertempuran jarak dekat yang mengungulkan kemampuan individu serta kemajuan dalam mobilisasi ateliri menjadi pola serangan pasukan pemberontak jawa cina11. Pertampuran melawan pemberontakan ini menjadi perngalaman

militer pertama Pangaran Mangkubumi sebgai pihak Matram yang dibantu olah VOC untuk meredakan pemberrontakan. Meski keren alasan politik pemberontakan ini berlangsung dengan singkat tetapi manjadi sautau catatan penting dalam sejarah kemiliteran jawa.

2. Pertempuran Pengaran Mangkubumi Dimasa Pemberontakan

Setelah Geger Pacinan sebgai perang suksei mataram yang ke dua maka, tidak lama setelah pemindahan Ibu Kota ke Surakarta terjadi kembali masalah trasisi kekuasaan yang mengancam dinama Sunan Paku Buwono II jatuah sakit dan terus dibayangi penasihat-pensihat VOC disekitarnya. Von Hohendorff telah mendorong untuk segra menobatkan Paku Buwono II terutama setelah adanya desas-desus jika Mangkubumi telah menyatakan dirinya sebgai susuhunan di wilayah kekusaannya Yogya12. Peristiwa inilah yang menjadi awal dari

11 Daradijadi, Ibid., hlm 56.

(11)

pemberontakan pangraran mengkubumi dimana terjadi banyak kehawatiran khususnya dari pihak belanda megenai kekuan militer dan politik mangkubumi. Dalam berbagai sumber babad yang ada seperti babad giyanti, babad mangkubumi dan babad tanah jawi. Kisah mengenai pertampuran secara langasung kurang mendapat perhatian. Kisah mengani konfil dan intik lebih banyak ditemukan dalam sumber-sumber babad tersebut. tetapi, informsi mengani sistuasi pertampuran dan beberpa peperngan pentaing tetap didapatkan. Selian itu, sumber dalam versi Mangkunegaran menyajikan informasi yang cenderung lebiuh banyak memberikan keterangan militer dengan berbgai sudut padanganya.

Sumber babad Giyanti atau disebut juga babad palian negari merupakan salah satu sumber babad utama dalam mempelajarai sejarah awal pemisahan dua kesultanan yang menjadi Yogyakarta dan Surakarta. Babad giyanti yang kini diterjemahkan dan masih utuh adalah babad giyanti versi surakarta yang terdiri dari 24 jlid diketahui jika babad tersebut merupakan karangan dari seorang bangsawan Surakarta Bernama Raden Nagberi Yasadipura I. Pada jilid pertama diceritakan, setelah pemindahan kerajaan ke Surakarta, karean kartasura telah dirusak oleh pasukan cina. Pangeran Mangkubumi memerintahkan perang karena haknya dikurangi banyak sekali kemudian berperang dengan surakarta, pada pemberontakan pangeran menerima banyak dukungan dari para pangeran yang bersepakat dengannya termasuk Raden Mas Said13.

Dalam Babad Giyanti Tembang Dandang Gula Pupuh 12- disebutkan : Dene kadang narendra kang keni, kinanti ing samu barang karya, Dyan Mas Sujana timure, diwasannya jejeluk, jeng Pangeran Mangkubumi, mahambeng martatama komate kasub, ing reh pangulahing prajam tata titi nasiitit silir pakarti caket kasanung raka.(12)

Amungkasi yentiunduh jurut, seben aparang linutan wadya, kering stru kalene tan keweran gelaring mungsuh, martapura duk medeng baris meng tanah sukawatiya, apan apan sampun wudhu, pa bupati datan lawan, dupi pangeran kang tinuduh neggulangi Martapura kasoran. (13)

Marma langkung tersna sri bupati, tanah Sukawati tingga nambang, simungken dadya lenggahe, magka ganjaranipun, genya sampun lebet negari mungkasi patang muka, lawan malihipun, karsaning raka narendara, jeng pangeran panatah nyanepani seben wonten lurungan (14)

(12)

Dalam keterangan awal tersebut diceritakan mengenai kleuhuran sikap dari pengeran Mangkubumi yang sebelumya bernama Raden Mas Sujana. Perstasinya dicapai saat ia berhasil memadamkan pemberontakan Bupati Martapura yang membuatnya dianugrahi tanah Sukawati seta memiliki kedekatan dengan Sunan Pakubuwono. Diambilya kembali tanah sukawati yang menjadi hak dari pengeran mengukubumi inilah yang akan memicu peperanagan selian itu sebeb intervensi Belanda yang ia rasa telah berlebihan juga menjadi alasan kenapa pangeran Mangkubumi memberontak sekaligus melakukan perlawanan pada kompeni.

Catatan dalam babad mengenai perjuangan pengaran mengkubumi tersebut tentunya juag dalam versi Yogyakarta yaitu dalam Babad Mangkubumi jilid I yang ditulis kemungkinan pada masa Hamengkubuwono enam atau tujuh. Hal ini dimungkinkan karena pada jilid II dikemukakan penobatan HB II serta perjalanan hidupnya hingga masa HB III naskah ini ditulis oleh Raden Panji Pawira Kusuma yang pada saat proses penulisan berusia 52 tahun.

Pada bagian awal diceritakan Sunan Pakubuwono sebagai raja di Surakarta, sedang saudaranya yeng bernama pangeran mangkubumi tinggal di Sukawati sebgai tanah yang diberikan atas jasanya memadamkan pemberrontakan Martapura. Karena rayuan kompeni maka sang Prabu menghindaki mengambil sebagia tanah mangkubumi kemudian Pangeran kecewa dan pergi menginggalkan Sukawati hal tersebut memperngaruhi pangeran lain yaitu Pengeran Puger, Pangeran Mangkunegara, Pangran Adiwijaya, Pengeran Manguan Kusuma serta para mantri dan bupati14. Dilihat dari informasi awaklyang ditemukan antara

babad Giyanti versi Surakarta dan babad Mangkubimi versi Yogyakarta pada babad giyanti diawali dari dihasidahkannya tanah sukawati pada pangeran Mangkibumi sedangkan pada babad Mangkubumi langsung merujuk pada pengembilalihan haknya atas Sukawaki kamudaian secara lensgung masuk dalam kisah pemberontakan.

(13)

pemberontakan ini tentunya telah disardari olah sunan dan kompeni maka, juga terjadi perbedaan pendapat antara sunan, kompeni dan para pejabat surakarta, disebutkan dalam babad mangkubumi tembang mijil pupuh 65-66 yang berbunyi15:

Hiya yayi lamun sira wani, mapan mugsuipin langkung lega, sira melu rasa duwe, negari jawa sedarum, nduk semena raden dipati, Priggalaya wot sekar anambungi atur, gisti kawula tan rembeg yang ngatoso rayi dalam mengut jurit, katah liripun nata.(65)

kalih dene abdi dalem jawi, sami nanigka karyanig welanda, punapa dhen tandhe, sekatahe ingkang mugsuh sirahaken datang kunpeni, tuwan mayor ngucap, matur ing sang prabu, sunan sampun walang driya, sekating ngasah padalaman prajurut, kapanggiha kawula(66)

Dalam babad tersebut didapatkan informasi jika pada dasarnya juga tembul keraguan dihaiti Sunan untuk berperang dengan pangeran mangkubumi tetapi Patih meyakinkan sunan untuk berperang dengan mangkubumi atas tanggung jawbanya. Selian itu dari pihak kompeni belanda juga secra langsung menyatakan kesediaannya untuk membantu sunan untuk melawan pangaran mangkubumi. Dengan demikan pertempuran tidak terhindarkan dan secra resmi peperangan dimuali sesaat setelah Sunan dinonatkan di Surakarta.

1. Jalannya Pertempuran

Dalam pertempuran yang berlanguang selama sembilan tahun ini wilayah pertempuran dibagi menjadi dua yaitu barat dan timur. Wilayah barat ada dalam komando Pangaran Mangkubumi dengan wilayah, Pleret yang menjadi pusatnya, Hutan Pabringan, hingga kesebelah utara kurang lebih wilayah peretempuran pangran mengkubumi merupakan wilayah Kasultanan Yogyakarta sekarang. Sementara wilayah timur ada dalam komando Raden Mas Said yang berpusat di Sukowati dengan wilayah Surakarta bagian selatan, Madiun dan Ponorogo. Pemabian tesebut berdarkan pada pusat kekuasaan masig masing pangeran yang berada dalam wilayah tersebut.

Pada masa perang wilayh tersebut dapat dikatakan sama sekali lepas dari kekuasaan Sunan karena pasukan sunan memasuki wilayh tersebut, sehingga

(14)

gerak pasukan sunan justru defensif mengahadadpi pemberontokan ini. Maka secra otomatis pasukan Pangaran mengkubumi dan RM said justru berifat ofensif dengan banyak melakukan serengan-serangan keluar wilayah pertempuran mereka baik masuk kewilayah sunan maupun wilayah kompeni. Jenis pertampuran juga terjadi dalam beberpa tipe serangan seperti serangan

Pertama, Pertempuran forontal dimana satu pihak saling berhadapan disuatu tempat, gaya pertempuran klasik ini telah dilakukan dalam berbgai petempuran kerajaan-kerajaan besar di Nusantara namun, pertempuran dengan jenis ini dilakukan dalam skala dalam jumlah pasukanya.

(15)

Pertampuran yang begitu lama dan terbaginya dau rfaksi pertemuran dari pihak Pangaran Mangkubumi dan RM Siad perlehan mancaiptakan dua kubu yang saling berbeda, pihak VOC secar sepihak menjalian hubungan dengan pangran mangkubumi untuk mengupayakan perdamaian, hal ini manjadi sebab pangran RM Siad untuk melapaskan diri dari Pangaran Mangkubumi dan meneruskan perjuangan sendiri diwilayah timur. Maka terjadi dalam masa-masa sebeluamberjanjian giyanti terjadi peperangan anta tiga kubu yaitu Surakarta, Kompenin Pengaran Mangkubumi dan Raden Mas Said.

2. Perjanjian Giyanti

Perjanian Giyanti merupakan ahir dari perlawanan Pangeran Mangkubumi, dalam karya Ricklefs Mengenai Yogyakarta dimasa Sultan Mangkubumi mesalah perundingan menjadi hal yang utama bahkan pada ahir kesimpulanya riclef pengaran mangkubumi merupakan pribadai yang baik dan terbuka dalam proses perundingan yang ada. Terdapat tiga tokoh pentang dalam prundingan tersebut yaitu N. Harting dari VOC, Bastani seorang arab yang diperintahkan Sunan untuk membujuk Pangara Mangkubumi dan Pangaran Mangkubumi seta penesahatnya yaitu Pengeran Notokusumo dan Tumenggung Ronggo.

Harting sebagai gubernur jawa bagian utara, tercatat 10 September 1754 berangkat dari Semarang untuk menemui Pangran Mangkubumi, dan baru pada tangga 22 September Ia behasil mengadakan pertemua dengan Pengaran Mangkubumi. Perundingan awalnya begitu alot maka dilianjutkan pada hari berikutnya yang bersifar tertutup dan dihadiri oleh Pangaran Mangkubumi dimpingai Pangaran Notokusumu dan Tumenggung Roggo. Sematara Harting didanpingai Breton, Kapten Donkel, Sekertaris Fockens serta pendeta bastani selaku juru bahasa16. Pada perundingan tersebut terbgai dalam beberpa tahapan,

pada awalnya Harting menolak jika Pangeran Mangkubimi hendak menjadi raja sepertihalnya Sunan. Tetapi Pangaran Mangkubumu bersikeras dengan argumen hal serupa juga terjadi pada Cirebon dimana terdapat dua raja dalam satu wilayah

(16)

kerajaan yang pada dasarnya sama. Hal ini ditanggapi oleh Harting dengan usulan pemberian wilayah Matram bagian timur pada Pangaran Mangkubumi.

Setalah terjadi banyak perundingan termasuk permasalhan mengenai galar raja maka ahirnya pada tanggal 23 September 1754 dicapai nota kesepakatan yang menyatakan Pangaran Mangkubumi mendapatkan setengah dari wilayah mataram ia juga memperolah setangah dari pusaka-pusaka Mataram. Semetara itu wilayah pantai utara jawa tatap berada dalam kekuasaan VOC seperti perjanjian sebelumnya. Dan setengah dari pembayran ganti rugi wilayah tersebut akan diberikan untuk Pangaran Mangkubumi. Kemudian pada tanggal 4 November juga ducapai kesepakatan untuk Pakubuwono menyepakati nota kesepakatan tersebut.

Perjajian terhir yang merupakan final dari perundingan-perundingan sebelumnya terjadi pada tanggal 13 Februari 1755, perjanjian ini ditandantangani oleh wakil-walik kedua belah pihak. Dengan demikan secra De Fakto dan De Jure perjanjian ini menjadi ahir dari kerajaan Mataram islam dalam bentuknya sebelumnya.

D. Seputar Alutista dan Pasukan

Seputas pasukan dan alusistan serta strategi pertampuran memang merupakn hal yang tidak dapat dipisahkan dari lebar sejarah militer dalam semua peradaban dunia. Sejarah militer yang umumnya memrupakan kajian mandalam mengenai sebuah peristiwa dalam dunia militer dalam analisa mulitidimensional yang kronologis. Tetapi dalam susut pandang tetentu alusista, pasukan dan strategi petempuran dapat diligat sebagai sebuah hasil kebudayaan manusia yang berkembang secara dinamis dan saling mempengarui antara budaya yang ada. Jawa yang tekah dikenal juga memiliki tradisi militer yang baik dalam beberap aspeknya juga mengalami pengaruh kebudayaan lain selain itu masalah politik juga mempengaruhi perkembangan tradisi militer yang ada. Termasuk dalam abad 16 hingg 17 yang pada masa ini menjadi awal masuknya pengaruh barat, serangan dari bangsa lain sebagi pihak ke tiga (cina) serta perang suksesi yang terjadi tiga kali.

(17)

Alutsita adalah alat utama sistem pertahanan, namun secara umum kata ini digunakan dalam istilah militer yang mencakup semua alat kemiliteran. Antara abad 16 hingg 17 di jawa telah mengembanhak berbagai senjata dan melakukan upaya pengambangan senjata. Senjata tajam sepertihalnya tombak, pedang, golok dan keris menjadi senjata yang umum digunakan bahkan tidak terjadi perubahan bentuk yang signifikan pada senjata-senjata tersebut. tetapi perkembangan senjata api menjadi hal yang menarik dalam catatan sejarah.

Senjata Api

Senjata api berat yaitu meriam menjadi senjata api yang pertama dikenal di nusantara. Asal kedatangan senjata tersebut dalam ditemukan dalam beberpa analisa. Yaitu kemugkinan senjata api masuk ke nusantara melalui kebudyaan cina karena secar historis bangsa cina lah yang tercatat dalam sejarah menemukan kembang api serta bubuk mesiu, selain itu dimungkinkan juga senjata api ada bersamaan pada masuknya agama islam karena pada abad ke 15 banga arab da turki yang sebenarnya menganalkan eropa dengan senjata api, dan yang terahir adalha bangsa baratlah yang mengenalkan senjata api ke nusantara. Hal ini karean pada abad ini banga eropa merupakan yang paling efektif menggunakan dan mengambangkan senjata api termasuk untuk tujuan kolonialisme.

(18)

meriam menjadi senjata standar perang, yang efektif terhadap infanteri dan bangunan. Setelah masa Abad Pertengahan, meriam-meriam berukuran besar mulai ditinggalkan, digantikan dengan meriam ringan yang lebih banyak dan mudah digerakkan. Selain itu, teknologi dan taktik-taktik baru juga dikembangkan, dan membuat benteng-benteng pertahanan menjadi tidak berguna. Akibatnya, dikembangkan juga teknologi benteng bintang, yang khusus dibuat untuk menahan serangan dari meriam .

Dalam era Kesultanan Melayu abad ke-17 dan ke-18 di nusantara yang kerap berdagang dan berperang, digunakan meriam putar berdesain unik yang disebut "lela" (Bahasa Melayu) dan juga "rentaka", versinya yang lebih kecil dan lebih mudah dipindahkan. Lela yang digunakan oleh Kesultanan-kesultanan Melayu dikenal dengan desainnya yang tidak mengikuti desain meriam Eropa, karena pola-pola ukiran, moncongnya yang mengembang atau membentuk mulut naga, dan bagian belakangnya yang berekor (disebut "Ekor lotong")17.

Senapan meski telah dikenal dalam pertempuran-pertempuran di Jawa bahkan pada masa Sultan Agung senapan menjadi senjata andalan dalam penyerangan Madura. Tetapi secara keseluruhan senapan bukanlah menjadi senjata yang popoler di jawa. Bahkan dibandaing sumatra persebaran senapan sangat rendah di jawa, hal ini mungkin berkaitan dengan akurasi senapan yang memang redah serta pertempuran langsung dirasa lebih menguntungkan. Pengecoran meriam juga telah dilakukan oleh Sultan Hemengkubuwono II pada tahun 1811 sebgai perisiapan untuk menghadapi Inggris. Jensi meriyan yang diprosuksi termasuk meriam kelas ringan dengan panjang 3 M. Meryam tersebut hingga kini masih tersisa tiga buah dan dua diantaranya tersimpan di Museun Sonobudoyo.

2. Pasukan

Pasukan baik profesional maupun tidak merupakan hal utama dalam sebuah pertempuran. Dalam sejrah militer jawa telah dikanal jenis pasukan baik yang digologkan dalam fungsi maupun jenisnya. Terdapat pasukan

(19)

utama berupa sekelompok orang yang dilatik dan difasilitasi untuk tujuan kemiliteran, selain itu juta terdapat pasukan yang direktut secara langung dari masyrakat umum oleh penguasanya sebagai bentuk kewajibanya sebagai rakyat biasanya dimobilisasi oleh para bupati untuk seorang raja.

Pada masa Pangeran Mangkubimi kemiliteran mendapat perhatian utama hal ini merupakan buah pengalaman kemikiterannya yang panjang. Maka saat beliau menjadi sultan dibentulah angkatan berbejata yang kuat untuk melindungi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kekuatan angkatan bersanjta keraton disakasikan kekutanya saat Dendelas melakukan kunjungan ke Yogyakarta, dalam keteranganya ia menyaksikan Sultan HB II dalam ibu kotanya terdapat sepuluh ribu pasukan dengan jumlah kavaleri yang cukup banyak, salah satu pasukan kavelari tersebut dipimpin diponegara.

Terdapat Parajurut Estri (pasukan wanita) yang handal dalam berkuda dan menembakan muscat hal ini dipertunjukan menjelang dalam sebuah parade militer Kesultanan kujungan Dendeles ke Yogyakarta, resinden Yogyakarta pada masa itu mengekaui kekagumanya ada pasukan wanita ini dan mengakui jika mereka memang benar-benar pasukan yang andal18. Keterangan

selanjutnya mengenai pasukan wanita juga didapatkan pada saat penyerangan Inggris ke keraton, selian itu pada masa lenjutnya yaitu masa perang jawa juga didaptkan kembali keterangan mengenai pasukan wanita. Peran pasukan wanita di kesultanan secara sumber memang kuang begitu banyak tetapi hal tersebut tetep tidak mengngesampingkan keberadaannya. Keterangan yang lengkap dan terperinci mengenai pasukan wanita justru didapatkan di Kadipaten Mangkunegara pasukan wanita itu bernama Ladrang Mangungkung yang telah ada sejak masa Raden Mas Said dan terus dipertahankan hingga masa selanjunya.

Terdapat juga pasuka utama sebgai pasukan yang secra lamgsung dibawah komando sultan. Pasukan tersebut tinggal pada daerah-dareah tertentu disekitar Keraton dan secara langsung menjadi abdi dari Sultan. Pasukan tersebut terbendatuk dalam bebara satuan atau bergodo:

(20)

1. Somoatmojo

Kesatuan Somoatmojo, terdiri atas dua orang perwira perpengkat Panji (setara dengan Letnan) serta dua orang bintara berpangkat sersan dengan enam balas parjurit pasukan ini adalah pasukan khusus pengewal sultan yang bergerak secara langsung atas perintah sultan. Sentata yang digunakannya bukanlah keris tetepi sebilah pedang melengkung dengan perisai bulat dengan pakaian bawah ikat pingga dari kulit dengan hanya berlanjang dada19.

2. Ketanggung/Ketanggungan

Kesatuan Ketanggung terdiriatas seorang perwira perpangkat Panji delapan bintara dengan enampuluh parajurit serra dua orang pembawa bendera dengan nama Cokroswndoro. Sentaja dari kesatua ini adalah bedil dan juga keris dengan seragam berupa jas terbuka dengan baju dalam putih bertopi hitam dengan sepatu lars panjang20.

3. Patangpuluh

Kastuan Patangpuluh tediri atas empat orang perwiara berpangkat panji serta seorang bintara perpengkat sesan dengan tujupulah dua pajurut dengan seorang pembawa bendera barnama Cokronegara. Senjata pajurut ini adalah bedil dengan seragam jas lurik terbuka berbaju dalam pitih sera bertopi songkok.

4. Wirabraja

Kesatuan Wirabraja terdiri atas enem prang periwira berpengkat panji, dengan delapan orang bintara perpengkat serasan dengan dua orang pembawa bendera degan nama Kiai santri dan Gula Kelapa. Bersantatakan tombak dan bedil dengan seragam jas buka da celana berwarna merah berikat pingga kain satin merah dengan ikat kepala putih dengan topi yangt disebut dengan Kudup Turi.

5. Jogokarya

Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan pembawa bendera bernama Papasan. Bersenjatakan bedil dengan

19 B. Soelarto, Gerebeng Di Keslutanan Yogyakarta,(Yogyakarta, Kanisius; 1993)., Hlm 90.

(21)

seragam jas buka lurik baju dalam merah serta bersentakan tombak dan bedil.

6. Nyutro

Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan pembawa bendera bernama Padmotriskersna dan Padangisepsari. Seragam parajurit ini tediri atas dau waran namun dengan bentuk yang sama. Seragamnay berupa baju lengan pendek celana dodoy dan kapuh kain bangusn tundak. Mengenakan tutup kepala bernama udang giling serta mengenakan sendal. Senjat dari prajurt ini adalah tombak landarang, bedil serta panah.

7. Daheng

Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan pembawa bendera bernama Bahmingasari. Garagamnya berupa jas tutup dan celana bergaris merah berikat pingga kain satin biru serta topi segi tiga.

8. Jager

Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang bintara berpangkat sersan dengan dua rajurit tanpa pembawa bendera. Dilohat dari namanya pasukan ini merupakan pasukan yang bertugas membantu raja dalam berburu.

9. Prwiratama

Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan pembawa bendera bernama Genigara atau Bentengketaon. Seragamnay adalah jas hitam denganbaju dalam putih berikat pinggang kain satin putih dengan celana putih bersenjatakan bedil dan tombak.

10. Mantrijero

Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan pembawa bendera bernama Purnamasidi. Komandan pasukan mantrijero juga memiliki pangkat bupati21. Seragamnya berupa jas

(22)

buka kali lurik hitam putih dengan baju dalam putih senjata dari pajurit ini adalah bedil dan tombak.

Keterangan mengenai pasukann Mantijero juda ditemukan dalam catatan diponegara, diketahui jika sebelum Perang Jawa Diponegara memiliki kedekatan dengan Marjurit ini kerena Bupati dari parjurit ini memiliki kedekatan dengan kaum santri dan bayak anggota dari prajurt ini juga merupakan santri.

11. Langnastro

Kesatuan Langnastra merupakan pajurut tambahan dalam kasatuan Mantrijero sagam serta sentaja dari parjurt ini juga sama. Tugas dari prajurit ini adalah mengawal sultan pada upacara gerebeng.

12.

Kesatuan ini tediri dari seorang periwira berpengkat Panji, sorang bintara berpangkat sersan dengan tujuhpuluh dua rajurit dangan pembawa bendera. Seragamnya berupa paju panjang berwarna putih dengan celana panjang mengenakan kain bermotif gebyar dengan ikat kepala bernama taleng kawengan.

Mana-nama dari kesemua pasukan tersebut kini dapat ditemuakan sebagai nama kampung-kampung disekitra Kraton Yogyakarta. Tetapi kemunngkinan pasuka-pasukan ini baru dibentuk setelah Pangaran Mangkubimi menjadi Sultan, hal ini dikarenakan pada Babad Mangkubumi jild I nama-nama pasukan tersebut tidak ditemukan dan hanya ditemukan pangkat yang serupa.

Selian pasukan profesioanl yang sengaja dilatih serta psukan umum yang dibentuak dalam sebuah mobilisasi umum ditemukan juga pasukan bayaran. Paukan bayaran adalah tenaga tempur profesional yang melatih dirinya dengan kemampuan tempur untuk menjadi tenaga mikiter bagi yang mempergunakannya. Dalam sejarah petampuran jawa peran pasukan bayran dari Bali, Bugis, Madura dan Ambon. Pada umumnya pasukan tersebut direkrut oleh VOC dan justru menjadi pasukan garis depan dari VOC22.

(23)

Ketarangan pasukan secara jelas pada masa peperang giyanti memang kuang didapatkan karean berbgai informsi berfokus pada kisal jalannya pertempuran. Tetapi keteranga yang untuk memahami bantuak pasukan Yogyakarta dapat kita temukan dalam catatan Dipanagara maupun Belanda sewaktuu parade militer menjalang kedatangan Dendelas yang dilakukan Sulatan. Diketahui jika sultan talah mengumpulkan pasukan sebayak sepuluh ribu orang dalam waktu tiga hari yang terisi atas pasukan utama sultan serta pasukan para bupati wilayah Negara. Meski hal tersebut telah dilakukan pada masasultan HB II, namun kemungkinan pasukan yang dimiliki oleh Mangkubumi pada masa menjad Sultan Hamengkubuwoni I tiadak memiliki perbedaan dari masa setelahnya.

E. Kesimpulan

F. Daftar Pustaka Babad dan Arsip

Reden Ngabeiyasadipura I, Babad Giyanti Versi Surakarta Jilid I Alih Bahasa, Yogyakarta, BPAD DIY; 2010.

Raden Panji Prawira Kusuma, Babad Mangkubumi Jilid I Alih Bahasa,Yogyakarta, BPAD DIY; 2010.

S Margana, Kraton surakarta dan Yogyakarta 1769-1874,Yogyakarta,Pustaka Pelajar: 2010

(24)

A. Daliam, Sejarah Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantra,Yogyakarta, Ombak; 2010.

Antony Reid, Asia Tanggara dalam Kurun Niaga, Yogyakarta, Obor; 2010. Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram,Yogyakarta, Yogyakara Diva Pres:

2010

B. Soelarto, Gerebeng Kesultanan Yogyakarta,Yogyakarta, Ignatius; 1993

Carey Peter, Kuasa Ramalan, Pangeran Diponegar dan Ahir Tatanan Lama Jawa,Jakarta, Gramedia; 2012

Carey Peter, Takdir Riwayat Pengeran Diponegara 1785-1855,Jakarta, Gramedia; 2016.

Daradijadi, Geger Pacinan Persekutauan Tionghoa Jawa Melawan VOC,Jakarta,Kompas:2010

Kuntjoro Hadi, Ensiklopedi Tentara bayaran,Yogyakarta, Pustaka Raja: 2010

M.C Ricklefs, Yogyakarta Dibawah Sultan Mangkubimi 1749-1792,Yogyakarta, Mata Bangsa:2010.

Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari Imperium Emporium Sampai Emperium,Yogyakarta,Ombak:2014.

Referensi

Dokumen terkait

Nilai – nilai ideologi itu bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam masyarakat Indonesia. Kelima nilai dasar Pancasila itu kita temukan dalam suasana atau pengalaman

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah penerapan metode bermain peran dalam pembelajaran IPS kelas V SD dapat meningkatkan motivasi belajar

Pemahaman tentang makna dan konsep Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 sangat wajib bagi setiap warga negara sebelum menerapkan nilai-nilai

Ruas jalan alternatif tetap berada pada kapasitas jalan yang baik bilamana meninjau kembali pada tingkat kinerja simpangan dan segmen jalan (DSratio) dimana nilai DSratio

Panitia Pengadaan Pekerjaan Jasa Konsultansi adalah satu Panitia yang terdiri dari pegawai-pegawai yang telah memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa

Fathul Qodir, selaku Dosen Pembimbing Muda yang dengan penuh ketulusan dan kesabaran memberikan bimbingan dan pengarahan serta dorongan kepada penulis.. Rif’an Tsaqif, MT,

Dengan begitu, maka inhibitor ekstrak daun pegagan paling efektif digunakan pada lingkungan air formasi untuk baja J55 ketika konsentrasinya 250 ppm.. Perbandingan hasil

Mengingat semakin banyaknya kejahatan penyalahgunaan narkotika dan kejahatan penyalahgunaan psikotropika yang dilakukan oleh perempuan khususnya sehingga mereka berada di LP