PENINGKATAN LAJU DISOLUSI ACYCLOVIR DENGAN METODE
SISTEM DISPERSI PADAT MENGGUNAKAN POLOXAMER 188
Budi Setiawan1, Erizal Zaini2, Salman Umar2
1
Akfar Dwi Farma Bukittinggi
2
Fak. Farmasi Universitas Andalas Padang
ABSTRACT
A study on the solid dispersion system of Acyclovir with poloxamer 188 has been conducted a physical mixture formulation with a ratio of 1 : 1, 1 : 3, 1 : 5 and solid dispersion 1 : 1, 1 : 3, 1 : 5 and co-grinding 1 : 1 as a comparison. Solid dispersions made by the method of melting (fusion), which merged
with poloxamer 188 on the hot plate then acyclovir incorporated into the fused results in poloxamer 188
while stirring to form a homogeneous mass. All formulas are formed including poloxamer 188 acyclovir
pure and good analysis that test kerakterisasi with Differential Thermal Analysis (DTA), X-ray
Diffraction, Scanning Electron Microscopy (SEM), and Fourier Transform Infrared (FTIR), then performed retrieval (determination levels) by UV spectrophotometry at a wavelength of 257.08 nm and dissolution rate test with CO2-free aquadest using the paddle method. Retrieval results (determination of Kedar) found that all formulas meet the requirements set forth in United States Pharmacopeia 30, and the fourth edition of the Pharmacopoeia Indonesia 95-110%. While the dissolution rate test results for a physical mixture of 1 : 1, and solid dispersion 1 : 1, and co-grinding 1 : 1 experienced a significant increase when compared with pure Acyclovir. It also can be seen from the results of the statistical calculations using one-way analysis of variance SPSS 17.
Keywords: Solid dispersion, Acyclovir, Dissolution.
PENDAHULUAN
Pengaruh ukuran partikel obat terhadap laju disolusi dan bioavailabilitas ditinjau ulang secara komprehensif memperlihatkan bahwa obat-obat yang laju absorpsi pada saluran pencernaan dibatasi oleh disolusi, pengurangan ukuran partikel umumnya meningkatkan laju absorpsi dan bioavailabilitas total. Hal ini umum terjadi pada obat yang sukar larut dalam
air.Ketersediaan hayati suatu obat yang
diberikan per oral tergantung pada beberapa faktor diantaranya laju disolusi, kelarutan dan laju absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat yang diberikan per oral, akan dilarutkan dalam
media berair di saluran cerna sebelum
diabsorpsi. Perbaikan kelarutan dan kecepatan disolusi untuk obat yang sukar larut merupakan
langkah pertama untuk meningkatkan
ketersediaan hayati obat.(Neha, 2012; Shargel, 1988).Untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang sukar larut dalam air, salah satunya dikembangkan melalui dispersi padat yang lebih
cepat larut dari obat itu sendiri. Kerena acyclovir dengan sifatnya agak sukar larut dalam air, sehingga dapat diperbaiki kecepatan disolusi, absorpsi, ketersediaan hayati dan stabilitas kimia dari acyclovir tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dispersi padat acyclovir dengan poloxamer 188 dapat meningkatkan kelarutan acyclovir dan karakteristik sifat kimia sistem dispersi padat terbentuk menggunakan difraksi sinar-X, DTA, SEM, laju disolusi dan FTIR. Selanjutnya membandingkan dengan campuran fisik dan co-grinding/penggilingan. Pada penelitian sebelumnya, acyclovir dibuat
dengan metode ko-kristal dan amorf yang dapat
meningkatkan kelarutan acyclovir empat kalinya
pada perbandingan 1 : 1 (Takaaki Masuda et al,
2011). Pada penelitian ini telah dicoba membuat peningkatan laju disolusi acyclovir dengan metode sistem dispersi padat menggunakan poloxamer 188 dengan perbandingan 1 : 1. Pembuatan dispersi padat secara peleburan
pembandingnya campuran fisik 1 : 1, serta co-grinding/penggilingan 1 : 1.
METODE PENELITIAN
Alat-alat yang digunakan : Peralatan gelas laboratorium, timbangan digital (Shimadzu-Aux 220), spatel, hotplate, sonikator, nanomilling
(Fritsch Premium Line Nano Milling
Pulverisette 7), spektrofotometer UV (
Shimadzu UV-1700), SEM (Jeol, Japan) dan alat uji disolusi (Hansen Research), serta DTA/DSC, FTIR, X-ray.
Bahan-bahan yang digunakan : Acyclovir (Samparindo), Poloxamer 188 (Merck), etanol 96 %, dan aquadest. Departemen Kesehatan RI (1995), meliputi pemeriksaan organoleptis, kelarutan, kadar, dan identifikasi.
Pembuatan Campuran Fisik Acyclovir dengan Poloxamer 188
Acyclovir dan poloxamer 188 ditimbang sesuai dengan formula yang telah ditentukan. Kemudian bahan dihaluskan dengan digerus secara terpisah terlebih dahulu, lalu dicampur
dan dihomogenkan selama 30 menit
menggunakan mortar dan spatula (Garg, et al.,
2009). Campuran fisik yang terbentuk disimpan dalam desikator sebelum digunakan.
Metode Penyiapan Dispersi Padat ( Peleburan )
Masing – masing formula ditimbang sesuai dengan komposisi, sistem dispersi padat acyclovir dan poloxamer 188 dibuat dengan metoda peleburan / pelelehan berdasarkan
perbandingan komposisi formula pada
tabel.Poloxamer 188 dilebur sampai meleleh, kemudian ditambahkan serbuk acyclovir di aduk homogen dan didinginkan di atas air mengalir. Sistem dispersi padat acyclovir di gerus dan dilewatkan melalui ayakan 425 mesh, serbuk yang di dapat lalu di simpan dalam desikator.
Pembentukan Co-grinding ( Penggilingan bersama )
Acyclovir dan poloxamer 188 dicampur
dengan perbandingan 1:1.Campuran ini
kemudian digiling dengan alat nanomilling dengan kecepatan 500 rpm. Waktu penggilingan selama 2 jam. Kemudian zat yang menempel
pada dinding nanomilling dan bola-bola
penggilingan dibersihkan sehingga didapatkan dispersi padat dengan poloxamer 188.Dispersi padat yang terbentuk disimpan dalam desikator sebelum digunakan.
Karakterisasi Dispersi Padat Acyclovir dengan Poloxamer 188
Analisa Difraksi Sinar-X
Analisa difraksi sinar-X sampel dilakukan pada suhu ruang dengan menggunakan alat tipe difraktometer. Kondisi pengukuran sebagai berikut : target logam Cu, filter Ka, voltase 40 kV, arus 40 mA, analisis dilakukan pada rentang
2 theta 5-350. Sampel diletakkan pada sampel
holder (kaca) dan diratakan untuk mencegah orientasi partikel selama penyimpanan sampel.
Differential Thermal Analysis ( DTA )
Analisis dilakukan menggunakan alat DTA. Suhu pemanasan dimulai 20 sampai
1500C, dengan kecepatan pemanasan 100C per
menit.
Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)
Sampel serbuk diletakkan pada sampel holder aluminium dan dilapisi dengan emas dengan ketebalan 10 nm. Sampel kemudian diamati berbagai perbesaran alat SEM (Jeol, Japan). Voltase diatur pada 20 kV dan arus 12 mA.
Fourier Transform Infrared ( FTIR )
Pembuatan spektrum infra merah serbuk acyclovir dan senyawa hasil interaksi dengan mendispersikan sampel pada pelet KBR yang dikempa dengan tekanan tinggi. Kemudian
diukur persen transmitan dari bilangan
Uji Disolusi dengan Metode Dayung (Anley, 1994)
Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Acyclovir dalam Aquadest Bebas CO2 dengan Spektrofotometer UV 200 - 400 nm.
Pengukuran serapan maksimum acyclovir dalam aquadest pada panjang gelombang 200 – 400 nm, kemudian dibuat kurva serapan terhadap panjang gelombang yang diperoleh.
Pembuatan Kurva Kalibrasi Acyclovir dalam Aquadest Bebas CO2
Satu seri larutan standar acyclovir dalam aquadest dibuat dengan konsentrasi masing-masing ( 4, 6, 8, 10, 12 ) µg/mL. Kemudian serapan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum 200 – 400 nm.
Analisa Data
Data yang didapatkan dari hasil penelitian dihitung dan di analisa dengan menggunakan perhitungan data statistik Anova satu arah sesuai homogenitas data dan keseragaman data pada masing – masing tingkat kebermaknaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemeriksaan Bahan Baku
Pemeriksaan bahan baku acyclovir dan Poloxamer 188 yang dilakukan telah memenuhi persyaratan cara yang telah ditetapkan dalam United States Pharmacopeie 30 dan Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th edition.
Hasil analisis Thermal denganDifferential Thermal Analysis (DTA)
Gambar 1. TermogramAcyclovir Murni
Gambar 2. Termogram Campuran Fisik 1 : 1
Gambar 3. Termogram Dispersi Padat 1 : 1.
Gambar 4. Termogram Poloxamer 188 :
Gambar 5. Termogram Co-Gri 1 : 1.
Hasil penetapan pola difraksi sinar-X
Hasil analisa pola difraksi sinar-X acyclovir murni, acyclovir yang digiling, poloxamer 188, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b)dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b)dapat dilihat pada Gambar 6. Dari difraktogram tersebut terlihat bahwa pada acyclovir yang digiling puncak – puncak interferensi menjadi berkurang dibandingkan dengan acyclovir tanpa penggilingan.
Gambar 6. Pola difraksi sinar-X accyclovir
Gambar 7. Difraktometer Sinar-X Gabungan dari acyclovir murni, Poloxamer 188, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b), dispersi
padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1(b/b), dan co-gri 1 : 1
Hasil Pemeriksaan Scanning Electron Microscope (SEM)
Hasil pemeriksaan morfologi acyclovir murni,
acyclovir yang digiling, poloxamer 188,
campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b)dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM).
Gambar 8. SEM Acyclovir Murni (5000x).
Gambar 9. SEM Poloxamer 188 (5000x).
0 100 200 300 400
En
do
te
rm
ik
(∆
H)
w
/g
Temperatur (⁰C) Co-grinding A : P (1 : 1)
0 2000 4000 6000 8000
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110
Gambar 10. SEM C.F 1 : 1 (5000x).
Gambar 11. SEM D.P 1 : 1 (5000x).
Gambar 12. SEM Co-Grinding 1 : 1 (5000x).
Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR Hasil analisa dengan spektrofotometer FT-IR acyclovir murni, acyclovir yang digiling, poloxamer 188, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1, serta co-grinding 1 : 1 (b/b).
Gambar 13. FTIR Acyclovir Murni.
Gambar 14. FTIR Poloxamer 188.
Gambar 15. FTIR Campuran Fisik (1 : 1).
Gambar 17. FTIR Co-Grinding (1 : 1).
Hasil Perolehan kembali zat aktif pada serbuk dispersi padat dan campuran fisik. Penentuan panjang gelombang serapan
maksimum Acyclovir dengan
spektrofotometri UV
Penentuan panjang gelombang maksimum acyclovir menggunakan spektrofotometri-UV diperoleh pada 257,08 nm.
Hasil Profil Disolusi
Hasil uji disolusi acyclovir murni,
acyclovir yang digiling, campuran fisik
(acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan co-grinding 1 : 1 selama 60 menit.
Gambar 18. Hasil uji disolusi Acyclovir
Analisa Data
Pengaruh waktu terdisolusi terhadap persentase zat terdisolusi untuk acyclovir murni,
acyclovir yang digiling, campuran fisik
(acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) selama 60 menit dianalisis secara statistik menggunakan Anova satu arah.
Pembahasan
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan yaitu acyclovir dan poloxamer
188. Pemeriksaan bahan baku acyclovir
dilakukan berdasarkan persyaratan yang ada di
dalam United States Pharmacopeia 30. Dari
pemeriksaan organoleptis, acyclovir berbentuk serbuk kristal, tidak memiliki bau dan berwarna putih hingga kekuningan. Kelarutannya agak sukar larut dalam air dan sukar larut dalam etanol. Pada pengujian dengan spektrofotometer UV diperoleh nilai serapan maksimum pada panjang gelombang dalam NaOH 0,1 N 257,08 nm dan hampir sama dengan yang ada diliteratur yaitu pada panjang gelombang 258 nm. Pemeriksaan bahan baku poloxamer 188 dilakukan berdasarkan persyaratan yang ada di
dalam United States Pharmacopeia 30 dan
Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th edition. Dari pemeriksaan organoleptis, poloxamer 188 berbentuk seperti lilin dan granul padat, tidak memiliki bau dan berwarna putih dan licin. Kelarutannya mudah larut dalam air
dan dalam etanol. Menurut United States
Pharmacopeia 30, acyclovir memiliki jarak
lebur antara 256,5 - 257 °C, dari hasil DTA yang
dilakukan acyclovir memiliki titik lebur 256,89
o sampai fomula yang ke lima titik lebur acyclovir mengalami peningkatan titik lebur dibandingkan dengan titik lebur acyclovir, sedangkan pada formula yang ke enam dan ke tujuh mengalami penurunan titik lebur dibandingkan dengan titik lebur acyclovir menjadi 249,72 ºC, , pada formula yang ke tujuh 249,50 ºC. Dari hasil analisis puncak difraksi sinar-X, acyclovir menunjukkan derajat kristalinitas yang tinggi karena adanya puncak - puncak yang khas dan tajam. Fase kristalin acyclovir memiliki puncak – puncak interferensi yang khas pada sudut difraksi 2θ yaitu pada 11,3⁰, 13,7⁰, 19,3⁰, 21,1⁰,
24,7⁰, 26,4⁰, 29⁰ dan 35,9⁰. Sedangkan pada
dan 29,2⁰. Hal ini dikarenakan energi mekanik yang dihasilkan pada proses penggilingan dapat menyebabkan difusi molekular disepanjang patahan kristal, sehingga meningkatkan luas permukaan kristal dan peleburan sebagian fasa padatan, sehingga memungkinkan reaksi padat-padat terjadi (Zaini, 2008). Hasil analisa difraktogram Poloxamer 188, memiliki puncak –
puncak interferensi pada sudut 2θ yaitu pada
13,6o, 19,1o, 23,2o dan 27,3o. Hasil Scanning
Electron Microscopys (SEM) acyclovir murni,
acyclovir yang digiling, poloxamer 188,
campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b). Hasil SEM dari acyclovir menunjukkan bentuk kristal seperti batang. Hal ini sangat berbeda dengan hasil SEM dari acyclovir yang digiling, dimana bentuk kristal dari acyclovir yang digiling berubah menjadi bentuk kristal yang baru yang berbentuk agregat hal ini disebabkan oleh adanya energi mekanik yang mengakibatkan perubahan partikel menjadi
lebih kecil. Pemeriksaaan spektrum
FT-IRacyclovir bahan baku memiliki transmitan
spektrum FT-IR yang relatif sama dengan
transmitan spektrum IR acyclovir yang tertera pada literatur. Hal ini dibuktikan dengan hampir
samanya transmitan acyclovir dengan
pembanding menggunakan spektroskopi
infrared pada bilangan gelombang 400 – 4000
cm-1( Swarbick,1990 ). Pada pemeriksaan
spektrum IR acyclovir memiliki beberapa bilangan gelombang diantaranya yaitu : 3528,42
cm-1 yang menunjukkan adanya gugus OH
dengan ikatan hidrogen yang mengalami
peregangan, 3084,5 cm-1dan 2972,4 cm-1yang
menunjukkan gugus aromatik dan alkena dengan
ikatan yang mengalami peregangan, 2698,8 cm
-1, 2620,6 cm-1dan 2464,3 cm-1menunjukkan
adanya gugus OH dengan ikatan yang
mengalami peregangan, 1708,9 cm
-1
menunjukkan adanya C=O dengan ikatan yang
mengalami peregangan, dan 1624,7 cm-1
menunjukkan adanya gugus NH dengan adanya
ikatan yang mengalami pengerutan (Sahoo, et
al., 2011). Setelah pemeriksaan DTA, analisis
difraksi sinar-X, SEM dan FTIRkemudian
dilakukan penetapan kadar perolehan kembali. Penetapan perolehan kembali acyclovir murni,
acyclovir yang digiling, campuran fisik
(acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1
(b/b). Penetapan kadar perolehan kembali
menggunakan NaOH 0,1 N dengan
spektrofotometer UV. Oleh karena itu maka perlu dicari terlebih dahulu panjang gelombang serapan maksimum dari acyclovir. Panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh yaitu pada panjang gelombang 257,08 nm sesuai dengan literatur yaitu pada panjang gelombang
258 nm (Rowe et al, 2006). Dari pembuatan
larutan seri 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm, didalam NaOH 0,1 N diperoleh data nilai y = 0,0074 + 0,0466 x dengan nilai r adalah 0,9983. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara konsentrasi dan serapan antara acyclovir dalam NaOH 0,1 N.
Interpretasi terhadap data disolusi dapat
dilakukan dengan mengamati profil disolusi acyclovir murni, acyclovir yang digiling, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dalam medium air suling bebas
CO2. Sebelum disolusi terlebih dahulu dibuat
kurva kalibrasi dengan cara : pembuatan larutan seri 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm,
didalam medium air suling bebas CO2. Dari data
tersebut diperoleh nilai y = 0,0078 + 0,0567x dengan nilai r yaitu : 0,9994. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara konsentrasi dan serapan antara acyclovir
dalam air suling bebas CO2. Profil disolusi pada
poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) diperoleh yaitu 45,970 %; 80,900 %; 79,310 %; dan 87,780 %.
KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa:
a. Terbentuknya dispersi padat dengan
tipe campuran eutetik antara acyclovir
dengan poloxamer 188 pada
perbandingan 1 : 1 (b/b )dengan menggunakan metoda peleburan.
b. Profil disolusi dari dispersi padat
acyclovir dengan poloxamer 188
dengan perbandingan 1 : 1 (b/b)
mengalami peningkatan efisiensi
disolusi dari acyclovir murni. Efisiensi disolusi dispersi padat acyclovir dengan poloxamer 188 dengan perbandingan 1 : 1 (b/b) yaitu 87,780% mengalami
peningkatan dibandingkan dengan
efesiensi disolusi acyclovir murni yaitu 45,970 %.
c. Dari hasil karakterisasi sistem dispersi
padat yang terbentuk maka hasil
analisis Differential Thermal Analysis
(DTA) menunjukkan terbentuknya titik eutetik pada dispersi padat Acyclovir
dengan Poloxamer 188 dengan
perbandingan 1 : 1 (b/b), hal ini
didukung juga dengan hasil Scanning
Electron Microscope (SEM) dimana terbentuk habit kristal yang baru yang berbeda dengan acyclovir. Pada analisa sinar-X tidak terjadi perubahan puncak – puncak interferensi, begitu juga pada
analisa FT-IR tidak terjadi perubahan
bilangan gelombang yang menandakan tidak terjadi interaksi kimia.
Saran
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan pengujian ketersediaan
hayati dispersi padat acyclovir dengan
poloxamer 188 dengan perbandingan 1 : 1 (b/b).
DAFTAR PUSTAKA
Abdou, H. M. (1989). Dissolution, Biovability
and Bioeqivalency. Pennsylvania : Mack Publishing Company.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan
Farmasi (Edisi IV). Penerjemah:F. Ibarahim. Jakarta : UI Press.
Ainley, W & P. J. Weller, 1994, HandBook of
Pharmaceutical Excipient, Second
edition. The Pharmaceutical Press,
London.
Departemen Kesehatan RI (1995). Farmakope
Indonesia, Ed IV., Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Grag, A., Singh, S., Rao, V. U., Bindu, K., &
Balasubramaniam, J. (2009). Solid state interaction of raloxifene HCl with different hydrophilic carriers during co-grinding and its effect on dissolution
rate, Drug Development Industrial
Pharmacy, 35, 455-470.
Neha, Preeti, C., Atin, K., Rajan, P., Kumar, M. R., Santanu, M., Pardeep, K., Munsab, A.,
& Shamin, A. (2012). Approaches to
improve the solubility and bioavaibility of poorly soluble drugs and different parameter to screen them, Novel Science International Journal of Pharmaceutical Science, 1(4), 498-502.
Rowe, R. C, Paul J.S, Sian C.O (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipient, (5 th Ed). London : The Pharmaceutical Press.
Sahoo S,Chakraborti CK, Mishra SC, Nanda UN, Naik S. (2011). FTIR and XRD investigations of some Fluoroquinolones. Int J Pharmacy Pharm Sci; 3(3): 165-70. Shargel, L., B. C. Yu and Adrew.
(1988).Biofarmasetika Farmakokinetika
Serapan (Edisi 2 ). Penerjemah : Fasich. Surabaya : Unair Press.
Swarbick, J., and James, C. B. (1990). Copresipitates and Melt. Encyclopedia of Pharmaceutical Tecnology vol 3, New York : Marcell Dekker hc.
The United State Pharmacopeia Convention.
(2007). The official compendia of
standards United States Pharmacopeia 30 – national formulary 25. New York: USP Convention.
Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi
Farmasi. (edisi V). Penerjemah: Noerono, S. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Cocrystal between Trimethoprim and
Sulfamehtoxazole by Solid State
Grinding. Proceeding Asean Scientific