• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI ACYCLOVIR DENGAN METODE SISTEM DISPERSI PADAT MENGGUNAKAN POLOXAMER 188

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENINGKATAN LAJU DISOLUSI ACYCLOVIR DENGAN METODE SISTEM DISPERSI PADAT MENGGUNAKAN POLOXAMER 188"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN LAJU DISOLUSI ACYCLOVIR DENGAN METODE

SISTEM DISPERSI PADAT MENGGUNAKAN POLOXAMER 188

Budi Setiawan1, Erizal Zaini2, Salman Umar2

1

Akfar Dwi Farma Bukittinggi

2

Fak. Farmasi Universitas Andalas Padang

ABSTRACT

A study on the solid dispersion system of Acyclovir with poloxamer 188 has been conducted a physical mixture formulation with a ratio of 1 : 1, 1 : 3, 1 : 5 and solid dispersion 1 : 1, 1 : 3, 1 : 5 and co-grinding 1 : 1 as a comparison. Solid dispersions made by the method of melting (fusion), which merged

with poloxamer 188 on the hot plate then acyclovir incorporated into the fused results in poloxamer 188

while stirring to form a homogeneous mass. All formulas are formed including poloxamer 188 acyclovir

pure and good analysis that test kerakterisasi with Differential Thermal Analysis (DTA), X-ray

Diffraction, Scanning Electron Microscopy (SEM), and Fourier Transform Infrared (FTIR), then performed retrieval (determination levels) by UV spectrophotometry at a wavelength of 257.08 nm and dissolution rate test with CO2-free aquadest using the paddle method. Retrieval results (determination of Kedar) found that all formulas meet the requirements set forth in United States Pharmacopeia 30, and the fourth edition of the Pharmacopoeia Indonesia 95-110%. While the dissolution rate test results for a physical mixture of 1 : 1, and solid dispersion 1 : 1, and co-grinding 1 : 1 experienced a significant increase when compared with pure Acyclovir. It also can be seen from the results of the statistical calculations using one-way analysis of variance SPSS 17.

Keywords: Solid dispersion, Acyclovir, Dissolution.

PENDAHULUAN

Pengaruh ukuran partikel obat terhadap laju disolusi dan bioavailabilitas ditinjau ulang secara komprehensif memperlihatkan bahwa obat-obat yang laju absorpsi pada saluran pencernaan dibatasi oleh disolusi, pengurangan ukuran partikel umumnya meningkatkan laju absorpsi dan bioavailabilitas total. Hal ini umum terjadi pada obat yang sukar larut dalam

air.Ketersediaan hayati suatu obat yang

diberikan per oral tergantung pada beberapa faktor diantaranya laju disolusi, kelarutan dan laju absorpsi obat dalam saluran cerna. Obat yang diberikan per oral, akan dilarutkan dalam

media berair di saluran cerna sebelum

diabsorpsi. Perbaikan kelarutan dan kecepatan disolusi untuk obat yang sukar larut merupakan

langkah pertama untuk meningkatkan

ketersediaan hayati obat.(Neha, 2012; Shargel, 1988).Untuk meningkatkan kelarutan suatu obat yang sukar larut dalam air, salah satunya dikembangkan melalui dispersi padat yang lebih

cepat larut dari obat itu sendiri. Kerena acyclovir dengan sifatnya agak sukar larut dalam air, sehingga dapat diperbaiki kecepatan disolusi, absorpsi, ketersediaan hayati dan stabilitas kimia dari acyclovir tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dispersi padat acyclovir dengan poloxamer 188 dapat meningkatkan kelarutan acyclovir dan karakteristik sifat kimia sistem dispersi padat terbentuk menggunakan difraksi sinar-X, DTA, SEM, laju disolusi dan FTIR. Selanjutnya membandingkan dengan campuran fisik dan co-grinding/penggilingan. Pada penelitian sebelumnya, acyclovir dibuat

dengan metode ko-kristal dan amorf yang dapat

meningkatkan kelarutan acyclovir empat kalinya

pada perbandingan 1 : 1 (Takaaki Masuda et al,

2011). Pada penelitian ini telah dicoba membuat peningkatan laju disolusi acyclovir dengan metode sistem dispersi padat menggunakan poloxamer 188 dengan perbandingan 1 : 1. Pembuatan dispersi padat secara peleburan

(2)

pembandingnya campuran fisik 1 : 1, serta co-grinding/penggilingan 1 : 1.

METODE PENELITIAN

Alat-alat yang digunakan : Peralatan gelas laboratorium, timbangan digital (Shimadzu-Aux 220), spatel, hotplate, sonikator, nanomilling

(Fritsch Premium Line Nano Milling

Pulverisette 7), spektrofotometer UV (

Shimadzu UV-1700), SEM (Jeol, Japan) dan alat uji disolusi (Hansen Research), serta DTA/DSC, FTIR, X-ray.

Bahan-bahan yang digunakan : Acyclovir (Samparindo), Poloxamer 188 (Merck), etanol 96 %, dan aquadest. Departemen Kesehatan RI (1995), meliputi pemeriksaan organoleptis, kelarutan, kadar, dan identifikasi.

Pembuatan Campuran Fisik Acyclovir dengan Poloxamer 188

Acyclovir dan poloxamer 188 ditimbang sesuai dengan formula yang telah ditentukan. Kemudian bahan dihaluskan dengan digerus secara terpisah terlebih dahulu, lalu dicampur

dan dihomogenkan selama 30 menit

menggunakan mortar dan spatula (Garg, et al.,

2009). Campuran fisik yang terbentuk disimpan dalam desikator sebelum digunakan.

Metode Penyiapan Dispersi Padat ( Peleburan )

Masing – masing formula ditimbang sesuai dengan komposisi, sistem dispersi padat acyclovir dan poloxamer 188 dibuat dengan metoda peleburan / pelelehan berdasarkan

perbandingan komposisi formula pada

tabel.Poloxamer 188 dilebur sampai meleleh, kemudian ditambahkan serbuk acyclovir di aduk homogen dan didinginkan di atas air mengalir. Sistem dispersi padat acyclovir di gerus dan dilewatkan melalui ayakan 425 mesh, serbuk yang di dapat lalu di simpan dalam desikator.

Pembentukan Co-grinding ( Penggilingan bersama )

Acyclovir dan poloxamer 188 dicampur

dengan perbandingan 1:1.Campuran ini

kemudian digiling dengan alat nanomilling dengan kecepatan 500 rpm. Waktu penggilingan selama 2 jam. Kemudian zat yang menempel

pada dinding nanomilling dan bola-bola

penggilingan dibersihkan sehingga didapatkan dispersi padat dengan poloxamer 188.Dispersi padat yang terbentuk disimpan dalam desikator sebelum digunakan.

Karakterisasi Dispersi Padat Acyclovir dengan Poloxamer 188

Analisa Difraksi Sinar-X

Analisa difraksi sinar-X sampel dilakukan pada suhu ruang dengan menggunakan alat tipe difraktometer. Kondisi pengukuran sebagai berikut : target logam Cu, filter Ka, voltase 40 kV, arus 40 mA, analisis dilakukan pada rentang

2 theta 5-350. Sampel diletakkan pada sampel

holder (kaca) dan diratakan untuk mencegah orientasi partikel selama penyimpanan sampel.

Differential Thermal Analysis ( DTA )

Analisis dilakukan menggunakan alat DTA. Suhu pemanasan dimulai 20 sampai

1500C, dengan kecepatan pemanasan 100C per

menit.

Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)

Sampel serbuk diletakkan pada sampel holder aluminium dan dilapisi dengan emas dengan ketebalan 10 nm. Sampel kemudian diamati berbagai perbesaran alat SEM (Jeol, Japan). Voltase diatur pada 20 kV dan arus 12 mA.

Fourier Transform Infrared ( FTIR )

Pembuatan spektrum infra merah serbuk acyclovir dan senyawa hasil interaksi dengan mendispersikan sampel pada pelet KBR yang dikempa dengan tekanan tinggi. Kemudian

diukur persen transmitan dari bilangan

(3)

Uji Disolusi dengan Metode Dayung (Anley, 1994)

Penentuan Panjang Gelombang Serapan Maksimum Acyclovir dalam Aquadest Bebas CO2 dengan Spektrofotometer UV 200 - 400 nm.

Pengukuran serapan maksimum acyclovir dalam aquadest pada panjang gelombang 200 – 400 nm, kemudian dibuat kurva serapan terhadap panjang gelombang yang diperoleh.

Pembuatan Kurva Kalibrasi Acyclovir dalam Aquadest Bebas CO2

Satu seri larutan standar acyclovir dalam aquadest dibuat dengan konsentrasi masing-masing ( 4, 6, 8, 10, 12 ) µg/mL. Kemudian serapan diukur pada panjang gelombang serapan maksimum 200 – 400 nm.

Analisa Data

Data yang didapatkan dari hasil penelitian dihitung dan di analisa dengan menggunakan perhitungan data statistik Anova satu arah sesuai homogenitas data dan keseragaman data pada masing – masing tingkat kebermaknaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pemeriksaan Bahan Baku

Pemeriksaan bahan baku acyclovir dan Poloxamer 188 yang dilakukan telah memenuhi persyaratan cara yang telah ditetapkan dalam United States Pharmacopeie 30 dan Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th edition.

Hasil analisis Thermal denganDifferential Thermal Analysis (DTA)

Gambar 1. TermogramAcyclovir Murni

Gambar 2. Termogram Campuran Fisik 1 : 1

Gambar 3. Termogram Dispersi Padat 1 : 1.

Gambar 4. Termogram Poloxamer 188 :

(4)

Gambar 5. Termogram Co-Gri 1 : 1.

Hasil penetapan pola difraksi sinar-X

Hasil analisa pola difraksi sinar-X acyclovir murni, acyclovir yang digiling, poloxamer 188, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b)dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b)dapat dilihat pada Gambar 6. Dari difraktogram tersebut terlihat bahwa pada acyclovir yang digiling puncak – puncak interferensi menjadi berkurang dibandingkan dengan acyclovir tanpa penggilingan.

Gambar 6. Pola difraksi sinar-X accyclovir

Gambar 7. Difraktometer Sinar-X Gabungan dari acyclovir murni, Poloxamer 188, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b), dispersi

padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1(b/b), dan co-gri 1 : 1

Hasil Pemeriksaan Scanning Electron Microscope (SEM)

Hasil pemeriksaan morfologi acyclovir murni,

acyclovir yang digiling, poloxamer 188,

campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b)dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM).

Gambar 8. SEM Acyclovir Murni (5000x).

Gambar 9. SEM Poloxamer 188 (5000x).

0 100 200 300 400

En

do

te

rm

ik

(∆

H)

w

/g

Temperatur (⁰C) Co-grinding A : P (1 : 1)

0 2000 4000 6000 8000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110

(5)

Gambar 10. SEM C.F 1 : 1 (5000x).

Gambar 11. SEM D.P 1 : 1 (5000x).

Gambar 12. SEM Co-Grinding 1 : 1 (5000x).

Hasil Analisa Spektrofotometer FT-IR Hasil analisa dengan spektrofotometer FT-IR acyclovir murni, acyclovir yang digiling, poloxamer 188, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1, serta co-grinding 1 : 1 (b/b).

Gambar 13. FTIR Acyclovir Murni.

Gambar 14. FTIR Poloxamer 188.

Gambar 15. FTIR Campuran Fisik (1 : 1).

(6)

Gambar 17. FTIR Co-Grinding (1 : 1).

Hasil Perolehan kembali zat aktif pada serbuk dispersi padat dan campuran fisik. Penentuan panjang gelombang serapan

maksimum Acyclovir dengan

spektrofotometri UV

Penentuan panjang gelombang maksimum acyclovir menggunakan spektrofotometri-UV diperoleh pada 257,08 nm.

Hasil Profil Disolusi

Hasil uji disolusi acyclovir murni,

acyclovir yang digiling, campuran fisik

(acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan co-grinding 1 : 1 selama 60 menit.

Gambar 18. Hasil uji disolusi Acyclovir

Analisa Data

Pengaruh waktu terdisolusi terhadap persentase zat terdisolusi untuk acyclovir murni,

acyclovir yang digiling, campuran fisik

(acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan sistem dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) selama 60 menit dianalisis secara statistik menggunakan Anova satu arah.

Pembahasan

Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan yaitu acyclovir dan poloxamer

188. Pemeriksaan bahan baku acyclovir

dilakukan berdasarkan persyaratan yang ada di

dalam United States Pharmacopeia 30. Dari

pemeriksaan organoleptis, acyclovir berbentuk serbuk kristal, tidak memiliki bau dan berwarna putih hingga kekuningan. Kelarutannya agak sukar larut dalam air dan sukar larut dalam etanol. Pada pengujian dengan spektrofotometer UV diperoleh nilai serapan maksimum pada panjang gelombang dalam NaOH 0,1 N 257,08 nm dan hampir sama dengan yang ada diliteratur yaitu pada panjang gelombang 258 nm. Pemeriksaan bahan baku poloxamer 188 dilakukan berdasarkan persyaratan yang ada di

dalam United States Pharmacopeia 30 dan

Handbook of Pharmaceutical Excipient 5th edition. Dari pemeriksaan organoleptis, poloxamer 188 berbentuk seperti lilin dan granul padat, tidak memiliki bau dan berwarna putih dan licin. Kelarutannya mudah larut dalam air

dan dalam etanol. Menurut United States

Pharmacopeia 30, acyclovir memiliki jarak

lebur antara 256,5 - 257 °C, dari hasil DTA yang

dilakukan acyclovir memiliki titik lebur 256,89

o sampai fomula yang ke lima titik lebur acyclovir mengalami peningkatan titik lebur dibandingkan dengan titik lebur acyclovir, sedangkan pada formula yang ke enam dan ke tujuh mengalami penurunan titik lebur dibandingkan dengan titik lebur acyclovir menjadi 249,72 ºC, , pada formula yang ke tujuh 249,50 ºC. Dari hasil analisis puncak difraksi sinar-X, acyclovir menunjukkan derajat kristalinitas yang tinggi karena adanya puncak - puncak yang khas dan tajam. Fase kristalin acyclovir memiliki puncak – puncak interferensi yang khas pada sudut difraksi 2θ yaitu pada 11,3⁰, 13,7⁰, 19,3⁰, 21,1⁰,

24,7⁰, 26,4⁰, 29⁰ dan 35,9⁰. Sedangkan pada

(7)

dan 29,2⁰. Hal ini dikarenakan energi mekanik yang dihasilkan pada proses penggilingan dapat menyebabkan difusi molekular disepanjang patahan kristal, sehingga meningkatkan luas permukaan kristal dan peleburan sebagian fasa padatan, sehingga memungkinkan reaksi padat-padat terjadi (Zaini, 2008). Hasil analisa difraktogram Poloxamer 188, memiliki puncak –

puncak interferensi pada sudut 2θ yaitu pada

13,6o, 19,1o, 23,2o dan 27,3o. Hasil Scanning

Electron Microscopys (SEM) acyclovir murni,

acyclovir yang digiling, poloxamer 188,

campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b). Hasil SEM dari acyclovir menunjukkan bentuk kristal seperti batang. Hal ini sangat berbeda dengan hasil SEM dari acyclovir yang digiling, dimana bentuk kristal dari acyclovir yang digiling berubah menjadi bentuk kristal yang baru yang berbentuk agregat hal ini disebabkan oleh adanya energi mekanik yang mengakibatkan perubahan partikel menjadi

lebih kecil. Pemeriksaaan spektrum

FT-IRacyclovir bahan baku memiliki transmitan

spektrum FT-IR yang relatif sama dengan

transmitan spektrum IR acyclovir yang tertera pada literatur. Hal ini dibuktikan dengan hampir

samanya transmitan acyclovir dengan

pembanding menggunakan spektroskopi

infrared pada bilangan gelombang 400 – 4000

cm-1( Swarbick,1990 ). Pada pemeriksaan

spektrum IR acyclovir memiliki beberapa bilangan gelombang diantaranya yaitu : 3528,42

cm-1 yang menunjukkan adanya gugus OH

dengan ikatan hidrogen yang mengalami

peregangan, 3084,5 cm-1dan 2972,4 cm-1yang

menunjukkan gugus aromatik dan alkena dengan

ikatan yang mengalami peregangan, 2698,8 cm

-1, 2620,6 cm-1dan 2464,3 cm-1menunjukkan

adanya gugus OH dengan ikatan yang

mengalami peregangan, 1708,9 cm

-1

menunjukkan adanya C=O dengan ikatan yang

mengalami peregangan, dan 1624,7 cm-1

menunjukkan adanya gugus NH dengan adanya

ikatan yang mengalami pengerutan (Sahoo, et

al., 2011). Setelah pemeriksaan DTA, analisis

difraksi sinar-X, SEM dan FTIRkemudian

dilakukan penetapan kadar perolehan kembali. Penetapan perolehan kembali acyclovir murni,

acyclovir yang digiling, campuran fisik

(acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1

(b/b). Penetapan kadar perolehan kembali

menggunakan NaOH 0,1 N dengan

spektrofotometer UV. Oleh karena itu maka perlu dicari terlebih dahulu panjang gelombang serapan maksimum dari acyclovir. Panjang gelombang serapan maksimum yang diperoleh yaitu pada panjang gelombang 257,08 nm sesuai dengan literatur yaitu pada panjang gelombang

258 nm (Rowe et al, 2006). Dari pembuatan

larutan seri 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm, didalam NaOH 0,1 N diperoleh data nilai y = 0,0074 + 0,0466 x dengan nilai r adalah 0,9983. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara konsentrasi dan serapan antara acyclovir dalam NaOH 0,1 N.

Interpretasi terhadap data disolusi dapat

dilakukan dengan mengamati profil disolusi acyclovir murni, acyclovir yang digiling, campuran fisik (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dan dispersi padat (acyclovir : poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) dalam medium air suling bebas

CO2. Sebelum disolusi terlebih dahulu dibuat

kurva kalibrasi dengan cara : pembuatan larutan seri 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, dan 12 ppm,

didalam medium air suling bebas CO2. Dari data

tersebut diperoleh nilai y = 0,0078 + 0,0567x dengan nilai r yaitu : 0,9994. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara konsentrasi dan serapan antara acyclovir

dalam air suling bebas CO2. Profil disolusi pada

(8)

poloxamer 188) 1 : 1 (b/b) diperoleh yaitu 45,970 %; 80,900 %; 79,310 %; dan 87,780 %.

KESIMPULAN

Dari hasil yang diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa:

a. Terbentuknya dispersi padat dengan

tipe campuran eutetik antara acyclovir

dengan poloxamer 188 pada

perbandingan 1 : 1 (b/b )dengan menggunakan metoda peleburan.

b. Profil disolusi dari dispersi padat

acyclovir dengan poloxamer 188

dengan perbandingan 1 : 1 (b/b)

mengalami peningkatan efisiensi

disolusi dari acyclovir murni. Efisiensi disolusi dispersi padat acyclovir dengan poloxamer 188 dengan perbandingan 1 : 1 (b/b) yaitu 87,780% mengalami

peningkatan dibandingkan dengan

efesiensi disolusi acyclovir murni yaitu 45,970 %.

c. Dari hasil karakterisasi sistem dispersi

padat yang terbentuk maka hasil

analisis Differential Thermal Analysis

(DTA) menunjukkan terbentuknya titik eutetik pada dispersi padat Acyclovir

dengan Poloxamer 188 dengan

perbandingan 1 : 1 (b/b), hal ini

didukung juga dengan hasil Scanning

Electron Microscope (SEM) dimana terbentuk habit kristal yang baru yang berbeda dengan acyclovir. Pada analisa sinar-X tidak terjadi perubahan puncak – puncak interferensi, begitu juga pada

analisa FT-IR tidak terjadi perubahan

bilangan gelombang yang menandakan tidak terjadi interaksi kimia.

Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melakukan pengujian ketersediaan

hayati dispersi padat acyclovir dengan

poloxamer 188 dengan perbandingan 1 : 1 (b/b).

DAFTAR PUSTAKA

Abdou, H. M. (1989). Dissolution, Biovability

and Bioeqivalency. Pennsylvania : Mack Publishing Company.

Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan

Farmasi (Edisi IV). Penerjemah:F. Ibarahim. Jakarta : UI Press.

Ainley, W & P. J. Weller, 1994, HandBook of

Pharmaceutical Excipient, Second

edition. The Pharmaceutical Press,

London.

Departemen Kesehatan RI (1995). Farmakope

Indonesia, Ed IV., Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Grag, A., Singh, S., Rao, V. U., Bindu, K., &

Balasubramaniam, J. (2009). Solid state interaction of raloxifene HCl with different hydrophilic carriers during co-grinding and its effect on dissolution

rate, Drug Development Industrial

Pharmacy, 35, 455-470.

Neha, Preeti, C., Atin, K., Rajan, P., Kumar, M. R., Santanu, M., Pardeep, K., Munsab, A.,

& Shamin, A. (2012). Approaches to

improve the solubility and bioavaibility of poorly soluble drugs and different parameter to screen them, Novel Science International Journal of Pharmaceutical Science, 1(4), 498-502.

Rowe, R. C, Paul J.S, Sian C.O (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipient, (5 th Ed). London : The Pharmaceutical Press.

Sahoo S,Chakraborti CK, Mishra SC, Nanda UN, Naik S. (2011). FTIR and XRD investigations of some Fluoroquinolones. Int J Pharmacy Pharm Sci; 3(3): 165-70. Shargel, L., B. C. Yu and Adrew.

(1988).Biofarmasetika Farmakokinetika

Serapan (Edisi 2 ). Penerjemah : Fasich. Surabaya : Unair Press.

Swarbick, J., and James, C. B. (1990). Copresipitates and Melt. Encyclopedia of Pharmaceutical Tecnology vol 3, New York : Marcell Dekker hc.

The United State Pharmacopeia Convention.

(2007). The official compendia of

standards United States Pharmacopeia 30 – national formulary 25. New York: USP Convention.

Voigt, R. (1994). Buku Pelajaran Teknologi

Farmasi. (edisi V). Penerjemah: Noerono, S. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

(9)

Cocrystal between Trimethoprim and

Sulfamehtoxazole by Solid State

Grinding. Proceeding Asean Scientific

Gambar

Gambar 2. Termogram Campuran Fisik 1 : 1
Gambar 6.
Gambar 13. FTIR Acyclovir Murni.
Gambar 17.  FTIR Co-Grinding (1 : 1).

Referensi

Dokumen terkait

(4) Hasil analisis Threats (Ancaman) dalam penerapan 8 SNP pada SMP Negeri 2 Dolopo adalah perencanaan, sosialisasi, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjut yang tidak

Investasi dalam saham dengan pemilikan 20% sampai dengan 50%, baik langsung maupun tidak langsung, atau Perusahaan memiliki pengaruh signifikan untuk berpartisipasi dalam

Gilang Rizky Dewanty 2013 dengan judul “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Jumlah Uang Beredar, Kurs Nilai Tukar Dollar Amerika/ Rupiah, dan Harga Emas Dunia Terhadap

Misalnya daya pisah sebuah teleskop adalah 2”, artinya teleskop tersebut bisa melihat dua benda yang jarak pisahnya minimal 2”, jika ada dua benda dengan jarak pisah

Perdagangan internasional berkaitan erat dengan transaksi pembayaran, sebagai akibat adanya berbagai macam transaksi ekonomi, seperti jual beli barang dan jasa, pemberian

Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati Tidak ada perubahan atau kerusakan Tidak signifikan 3.. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana

 Sekretariat Daerah Kota dipmpin oleh Sekretaris Daerah Kota yang berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Walikota.. Pengkoordinasian perumusan kebijakan

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan memberikan angket (kuesioner) yang meliputi angket tentang lingkungan kerja, stres kerja dan kinerja karyawan