RITUAL
BEDEKEH
SUKU AKIT DI PULAU RUPAT
KABUPATEN BENGKALIS PROVINSI RIAU
Suroyo
a, Gede Wirata
b, Kamaruddin
caDosen Stikom Pelita Indonesia, Pekanbaru Riau, Indonesia bDosen FISIP UNR, Denpasar, Bali, Indonesia
cDosen FKIP UNRI, Pekanbaru, Riau, Indonesia
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan strategi pengelolaan pariwisata budaya ritual
bedekeh sebagai daya tarik pariwisata budaya dan menyajikan beberapa persoalan mendasar terkait keberadaan suku Akit di pulau Rupat Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Metodologi yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum potensi budaya ritual bedekeh suku Akit cukup menarik dan unik. Beberapa permasalahan yang ada seperti belum optimalnya kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana, promosi. Hal tersebut dapat diatasi dengan peran serta aktif dari berbagai pihak terutama masyarakat setempat dan pemerintah daerah.
Kata Kunci: Strategi, Periwisata Budaya, Bedekeh, Suku Akit,
PENDAHULUAN
Globalisasi yang melanda
berbagai sendi kehidupan masyarakat
merupakan sebuah fenomena
transformasi budaya yang tak perlu
dihindari. Namun, harus mampu
menyeimbangkan bagaimana budaya
lokal dan budaya global terutama
budaya suku Akit saling mengisi
sehingga tercipta hubungan yang
saling menguntungkan. Di satu sisi
globalisasi menuntut keseragaman,
tetapi di sisi lain membutuhkan
perbedaan dan kekhasan sebagai
suatu identitas.
Budaya global mampu
menembus batas-batas dan
sekat-sekat lokalitas masyarakat mana pun
di belahan bumi ini. Dia menjadi agen
perubahan yang seolah-olah memiliki
remote control dalam mengendalikan
segala aktivitas masyarakat sesuai
dengan yang diinginkan. Anggapan ini
melekat dalam masyarakat bahwa
globalisasi memberikan ruang
terhadap penciptaan produk-produk
budaya yang universal sehingga
produk-produk budaya lokal akan
terserap ke dalamnya atau malah
sebaliknya sehingga terjadi tarik
Suroyo , Gede Wirata, Kamaruddin - Strategi Pengelolaan Pariwisata Budaya Ritual...
hal ini terjadi pertemuan antara
globalitas dan lokalitas.
Era globalisasi dengan
perkembangan teknologi dan
informatika semakin pesat membawa
perubahan signifikan bagi eksistensi
nilai tradisi lokal yang dimiliki oleh
masyarakat suku Akit. Hal tersebut
bukan lagi sebuah gejala perubahan
nilai, tetapi akan membawa
perubahan nilai tradisi ke arah
konteks kebudayaan global.
Terjadinya komersialisasi berbagai
bentuk kebudayaan leluhur yang
dilakukan oleh masyarakat
pendukung kebudayaan tampaknya
lebih memperhatikan nilai ekonomi
daripada filosofi nilai dan makna
tradisi tersebut.
Trend pariwisata mengalami
perubahan, dari yang sebelumnya
yaitu pariwisata konvensional
berubah menjadi pariwisata minat
khusus. Pada pariwisata minat
khusus wisatawan berkecederungan
lebih menghargai lingkungan, alam,
budaya dan atraksi secara spesial.
Dalam ilmu kepariwisataan,
strategi tersebut dikenal dengan
istilah Community-Based Toursim
Development (CBT). Konstruksi CBT
ini pada prinsipnya merupakan salah
satu gagasan yang penting dalam
perkembangan pariwisata modern
berbasis keunikan komunitas lokal
(Sunaryo, 2013:138). Pada
hakekatnya pembangunan pariwisata
tidak bisa lepas dari sumber daya dan
keunikan komunitas lokal, baik
berupa elemen fisik maupun non fisik
(tradisi atau budaya), yang
merupakan unsur penggerak utama
kegiatan wisata itu sendiri sehingga
semestinya kepariwisataan harus
dipandang sebagai kegiatan yang
berbasis pada komunitas setempat
atau biasa disebut berbasis kearifan
lokal masyarakat setempat.
Ritual suku Akit di Provinsi
Riau sebagai alternative solusi untuk
menjawab trend dunia pariwisata
masa kini yang sudah berubah dari
wisata konvensional ke wisata minat
khusus. Namun, di sisi yang lain
timbul berbagai persoalan di
antaranya kesiapan berbagai pihak
terkait keberadaan suku Akit,
kemasan potensi daya tarik desa
wisata budaya, permasalahan sarana
dan prasarana, permasalahan sumber
daya manusia, dan lainya.
PARIWISATA BUDAYA SUKU AKIT
International Council on
Monuments and Sites (ICOMOS)
(2012) menyatakan pariwisata budaya
meliputi semua pengalaman yang
didapat oleh pengunjung dari sebuah
tempat yang berbeda dari lingkungan
tempat tinggalnya. Dalam pariwisata
budaya pengunjung diajak untuk
hidup lokal, museum dan tempat
bersejarah, seni pertunjukan, tradisi
dan kuliner dari populasi lokal atau
komunitas asli1. Pariwisata budaya
mencakup semua aspek dalam
perjalanan untuk saling mempelajari
gaya hidup maupun pemikiran
(Goeldner, 2003).
Timothy dan Nyaupane (2009)
menyebutkan bahwa pariwisata
budaya yang disebut sebagai heritage
tourism biasanya bergantung kepada
elemen hidup atau terbangun dari
budaya dan mengarah kepada
penggunaan masa lalu yang tangible
dan intangible sebagai riset
pariwisata. Hal tersebut meliputi
budaya yang ada sekarang, yang
diturunkan dari masa lalu, pusaka
non-material seperti musik, tari,
bahasa, agama, kuliner tradisi artistik
dan festival dan pusaka material
seperti lingkungan budaya terbangun
termasuk monumen,
katredal,museum, bangunan
bersejarah, kastil, reruntuhan
arkeologi dan relief.
Suku Akit merupakan suku
asli yang mendiami wilayah Pulau
Rupat tepatnya di Kecamatan Rupat,
Kabupaten Bengkalis. Suku ini telah
lama mendiami pulau ini sebelum
suku-suku lainnya menjadikan pulau
ini sebagai tempat tinggal dan masih
tetap mempertahankan tradisi
temurun kepada generasi ke generasi
berikutnya.
METODE
Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan
menggunakan teknik participation
observation dan indepth interview.
Selanjutnya, digunakan teknik
snowballing yang ditemukan dan
diterapkan oleh Spradley (1997:61)
dan Benard (1994:61). Dalam teknik
ini, di mana penelitian dapat
dihentikan apabila data telah terulang
dan dirasakan data sudah mencukupi
atau data jenuh (di mana tidak
terda-pat informasi baru lagi).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Visi Riau 2020 adalah
”Terwujudnya Riau sebagai pusat
perekonomian dan kebudayaan
Melayu dilingkungan masyarakat
yang agamis sejahtera lahir batin di
Asia Tenggara pada tahun 2020”
(Perda Nomor 36, Tahun 2001). Visi
tersebut memosisikan bahwa Riau
pada tahun 2020 dalam bidang seni
budaya menjadi pusat pemeliharaan,
aktivitas, dan kreativitas, serta
even-even pembentangan dan diseminasi
(penyebaran) produk-produk seni
budaya Melayu dengan rentang
kawasan Nusantara (Asia Tengara).
Suroyo , Gede Wirata, Kamaruddin - Strategi Pengelolaan Pariwisata Budaya Ritual...
tempat pemeliharaan secara
berkesinambungan, sekaligus
aktivitas produksi seni budaya
Melayu, baik seni budaya Melayu
warisan/tradisional yang berupa
artifak atau benda-benda budaya,
seni bahasa/sastra, seni rupa, dan
seni pertunjukan (termasuk
upacara-upacara adat, pengobatan dan
keagamaan), maupun seni budaya
modern.
Dengan demikian, Riau
memiliki pangkalan data seni budaya
Melayu Nusantara dengan
dokumentasi lengkap dan menjadikan
pusat aktivitas penelitian dan
pengembangan seni berbasis
kebudayaan Melayu, baik di tingkat
Asia Tenggara khususnya maupun di
dunia pada umumnya.
Bedekeh, bedikie atau berdeker
merupakan salah satu pengobatan
suku Akit. Bedekeh ini merupakan
pengobatan besar atau ritual
pengobatan sakral. Bedekeh ada dua
jenis, yaitu upacara pengobatan
(bedekekh=bedekie,beobat) dan
upacara penyembuhan korban/tolak
bala (bedekeh bebedak). Ritual
bedekeh pada suku Akit diperkirakan
sudah ada sejak suku Akit mendiami
wilayah Rupat. Bedekeh berarti
berzikir dan berpikir, yaitu
bagaimana berpikir terhadap cara
pengobatan penyakit yang ada pada
suku Akit untuk mengusir roh-roh
jahat penyebab penyakit pada
kehidupan suku Akit.
Ritual bedekeh diadakan untuk
tujuan (1) mengobati sakit yang
melanda desa seperti panas, dingin,
demam, dan penyakit lainnya, (2)
memberikan makan binatang buas
yang mengamuk, (3) melanggar adat,
(4) membuang sial dari desa karena
ada yang berbuat salah atau bersih
kampung, (5) mengangkat pemimpin
Akit (batin atau bomoh) yang baru,
dan (6) membuang pantang atau
membersihkan tempat oleh
batin/bomoh karena melanggar
pantangan.
Ritual bedekeh dipimpin
langsung oleh pemimpin suku Akit
(batin) dengan dibantu oleh bomoh
kecik (kecil), bomoh menengah, dan
bomoh besar (batin) serta penabuh
gendang (pebayun) untuk mengetahui
penyebab serta mengobati penyakit
pada suku Akit.
Giddens (2003:72) bahwa
mempertahankan tradisi secara
murni atau tradisional berarti
menegaskan keterpisahaan.
Menurutnya, tradisi harus dikreasi
sehingga melahirkan corak baru yang
sesuai dengan konteks zaman
sehingga memiliki nilai tawar demi
kelangsungan tradisi tersebut.
Suku Akit dan masyarakat
pendukungnya telah memiliki
dalam mengatasi berbagai masalah
dalam komunitasnya, terutama
masalah kesehatan dan cara
mengobatinya apabila masyarakat
mengalami gangguan kesehatan.
Hal-hal yang terkait dengan tradisi lisan
dapat diaktualisasikan ke dalam
sastra dan seni pertunjukan, religi
dan upacara, pengetahuan tradisional
serta sistem kognitif lainnya, manusia
dan lingkungannya, dan sebagainya
(Pedoman KTL, 2009: 15--27).
Wisatawan yang mengunjungi
ke suku Akit berharap akan dapat
menikmati alam pedesaan yang masih
bersih dan merasakan hidup
disuasana desa dengan sejumlah adat
istiadatnya. Wisatawan tinggal
bersama penduduk, tidur dikamar
yang sederhana tapi bersih dan sehat,
makanan tradisional merupakan
hidangan utama yang hendak
disajikan selama di suku Akit,
wisatawan merasakan adanya
kepuasan karena adanya
penyambutan, dan pelayanan dari
penduduk Akit tersebut.
Menurut pengamatan di
lapangan masyarakat Akit belum
memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai dalam
mengelola wisata budaya. Hal ini
menjadi penting, sehingga
pembekalan peningkatan
pengetahuan tentang pengelolaan
keterampilan yang sebenarnya
dibutuhkan oleh masyarakat Akit
yang memiliki keunikan budaya ritual
bedekeh ataupun bagi masyarakat
yang ingin mengembangkan keunikan
budayanya.
Pengemasan budaya sebagai
destinasi wisata budaya tidak hanya
melibatkan komunitas tradisi, tetapi
juga secara bersama-sama semua
pihak terlibat di dalamnya.
Keterlibatan, partisipasi, dan
dukungan dari pemerintah dan dunia
usaha memungkinkan untuk
melahirkan destinasi budaya yang
secara tidak langsung akan
meningkatkan pendapatan daerah
dari sektor riil. Perbaikan dan
pembangunan infakstruktur untuk
menunjang destinasi perlu dilakukan.
Peningkatan sarana dan prasarana
pendukung, seperti jalan dan
akomodasi perlu disiapkan. Selain
itu, dengan adanya destinasi wisata
tetesan ekonomi juga dapat dinikmati
oleh masyarakat sekitar.
Harapan tersebut akan
terwujud jika semua menyadari
pentingnya peningkatan kualitas
sumber daya manusia terkait dengan
pengembangan pariwisata budaya.
Dibutuhkan peran pemerintah,
kalangan perguruan tinggi, dan
lembaga swadaya masyarakat untuk
Suroyo , Gede Wirata, Kamaruddin - Strategi Pengelolaan Pariwisata Budaya Ritual...
manusia dengan cara memberikan
pelatihan, menambah wawasan
tentang kepariwisataan agar
masyarakat dapat merasakan secara
langsung dampak dari pengembangan
pariwisata budaya melalui keunikan
suku Akit.
Selain itu diperlukan juga
peningkatan kualitas sumber daya
manusia di bidang bahasa yaitu
melalui pembelajaran bahasa asing
seperti bahasa Inggris, Bahasa asing
lainnya untuk mengantisipasi
kedatangan wisatawan-wisatawan
manca negara yang akhir-akhir ini
mengalami pengingkatan yang cukup
signifikan. Pembelajaran bagaimana
membuat paket-paket wisata terkait
dengan ritual bedekeh, karena
melalui paket-paket wisata inilah
wisatawan akan mengetahui dan
merasakan pengalaman perjalanan
dan keunikan seperti apa yang akan
dinikmati selama perjalanan.
Sebagai sektor yang memiliki
keterkaitan sektoral maupun regional
sangat tinggi, maka pengembangan
sector pariwisata memerlukan
koordinasi dan integrasi kebijakan
yang sangat intensif untuk
mendukung pencapaian visi, misi,
dan tujuan yang akan dicapai.
Koordinasi sinergi pengembangan
tidak saja dalam kerangka kerja sama
dan dukungan lintas sector atau
lintas kementerian, namun jauh dari
itu adalah koordinasi dan kerjasama
antar daerah bahkan antar
stakeholders dengan unsur swata dan
masyarakat sebagai pelaku penting di
lapangan.
Demikian juga
pelatihan-pelatihan di bidang guiding teknik
untuk melayani wisatawan selama
kegiatan wisata, peningkatan kuliatas
sumber daya manusia di bidang
pariwisata juga sedang menargetkan
agar SDM profesi di bidang Pariwisata
mempunyai sertifikat profesi, hal ini
sekaligus untuk menjawab tantangan
dunia pariwisata yang semakin
mengglobal khususnya dengan
kehadiran MEA (Masyarakat Ekonomi
Asean) yang sudah dimulai tahun ini.
KESIMPULAN
Pemanfaatan ritual bedekeh
untuk pariwisata harus
enguntungkan masyarakat lokal
dengan emperhatikan prinsip-prinsip
kode etik pariwisata. Beberapa
persoalan pun muncul terkait
dengan pengelolaan pariwisata
budaya bedekeh diperlukan
optimalnya kualitas sumber daya
manusia, belum optimalnya sarana
dan prasarana penunjang, dan
kendala dalam promosi.
Permasalahan tersebut dapat diatasi
dengan kerja sama dari berbagai
pihak,
swadaya masayarakat namun juga
yang lebih penting adalah peran
serta aktif dari masyarakat Akit
sebagai pemilik kebudyaan terhadap
kegiatan pariwisata.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih ditujukan
kepada Kemenristek Dikti sebagai
pemberi dana Hibah Penelitian,
Pemda Kabupaten Bengkalis,
Pemerintah Provinsi Riau, Asosiasi
Tradisi Lisan, Lembaga Adat Melayu
Riau, dan semua pihak yang
berkaitan dengan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Fakih, Mansour. 2003. Runtuhnya
Teori Pembangunan dan
Globalisasi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Giddens, Anthony. 2003. Masyarakat
Post Tradisional. Cetakan
Pertama. Diterjemahkan oleh: Ali Noer Zaman. Yogyakarta: IrCisod.
Goeldner, C., & Ritchie, J. R. (2003). Tourism Principles, Pracices and Philosophies. New Jersey: John Wiley & Sons.
Oktaniza Nafila. 2013. Peran
Komunitas Kreatif dalam
Pengembangan Pariwisata
Budaya di Situs Megalitikum
Gunung Padang Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No. 1, April 2013, hlm.65 – 80
Pudentia MPSS. (2008). Metodologi
Priyanto, Dyah Safitri.2016.
Pengembangan Potensi Desa
Wisata Berbasis Budaya
Tinjauan Terhadap Desa Wisata Di Jawa Tengah. Jurnal Vokasi Indonesia. Volume 4 Nomor1, pp 76-84.
Suroyo.2017. ”Ritual Bedekeh Suku Akit di Pulau Rupat Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Pada
Era Global.” (Disertasi).
Denpasar: FIB Universitas
Udayana Denpasar.
Spradley, James. 2007. Metode
etnografi. (Edisi II, Cetakan I). Judul Asli: The Ethnographic Interview. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Timothy, D. J., & Nyaupane, G. P.
(2009). Cultural heritage
and Tourism in Developing
World: A Regional