• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Setting

Pengamatan dilakukan terdapat dua setting yang terdapat di KRC. Kedua

setting tersebut berada pada dua kawasan yang berbeda. Setting pertama merupakan setting yang berada di kawasan koleksi yaitu Taman Sakura dan setting berikutnya

berada di kawasan rekreasi yaitu Lawn. Lokasi kedua setting dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 5).

(2)

5.1.1 Taman Sakura

Taman Sakura memiliki luas areal sebesar ± 7.000 m² dan berada di vak XX.B yang berdekatan dengan obyek wisata lainnya, yaitu Taman Rhododendron, Jalan Air, dan Air Terjun Cibogo (Gambar 6). Keunikan jenis koleksi serta lokasi Taman Sakura yang berdekatan dengan obyek wisata lainnya menyebabkan setting ini ramai dikunjungi oleh para wisatawan.

Gambar 6. Lokasi Taman Sakura

Aktivitas yang mendominasi setting ini adalah kegiatan rekreasi dan kegiatan piknik yang dilakukan oleh perorangan maupun berkelompok. Kegiatan rekreasi yang biasa dilakukan adalah bermain air, berenang, maupun mengabadikan gambar di

setting ini. Perancangan yang kurang tepat pada setting ini menyebabkan terdapatnya

pemusatan lokasi beraktivitas, sehingga terdapat bagian yang kelebihan daya dukung dan bagian yang jarang dikunjungi. Lokasi yang sering dimanfaatkan oleh para wisatawan berada di daerah timur hingga selatan setting dan lokasi yang jarang dikunjungi berada di sebelah utara setting (Gambar 7).

(3)

Gambar 7. Penyebaran Pengunjung pada Setting Taman Sakura

Koleksi sakura merupakan hal utama yang menjadi daya tarik setting dan merupakan tanaman utama penyusun yang menyusun lanskapnya. Terdapat sebanyak 250 pohon sakura pada setting ini. Setting Taman Sakura memiliki 5 spesies sakura, yaitu Prunus Cerasoides (121 pohon), Prunus Campulata (124 pohon), Prunus

Yamasakura (1 pohon), Prunus spp. (3 pohon), dan Prunus Xydoensis (1 pohon). Prunus Yamasakura, Prunus spp., dan Prunus Xydoensis merupakan spesies sakura

berasal dari Jepang dan dua jenis lainnya merupakan spesies lokal yang berasal dari Indonesia. Sakura memiliki bunga dengan warna merah muda yang menarik, namun pada saat penelitian ini berlangsung pohon sakura tidak pada musim berbunga. Pohon sakura pada setting ini, didominasi oleh tanaman muda yang tingginya dibawah 2 meter dengan tinggi rata-rata percabangan pertama pohon sakura dari tanah adalah 0,3 meter, sehingga ranting, daun, dan bunga berada pada ketinggian rata-rata antara 0,3 meter hingga 2 meter. Ketinggian ini merupakan ketinggian yang berada pada daerah jangkauan tangan manusia. Pohon sakura dengan ketinggian diatas 2 meter memiliki ketinggian rata-rata 3 meter dengan tinggi rata-rata percabangan pertama pohon sakura dari tanah adalah 0,7 meter, dan ketinggian ranting, daun, dan bunga juga berada pada daerah jangkauan tangan manusia.

(4)

Gambar 8. Peta Taman Sakura

Selain pohon sakura, juga didapati tanaman lain yang menjadi penyusun utama lanskap areal ini seperti pohon kecrutan (1 pohon), palem merah (14 pohon), pakis monyet (5 pohon), pangkas kuning (12 semak), cemara kipas (8 pohon), dan rumput paetan. Pohon kecrutan memiliki bunga berwarna jingga dengan ketinggian 8 meter. Palem merah yang berada di setting ini terdapat di tiga titik yang berbeda dimana disetiap lokasinya terdiri dari 4-6 pohon palem merah dengan ketinggian rata-rata 3 meter. Semak pangkas kuning yang berada di setting ini, hanya dapat ditemui pada ulangan pertama dan kedua kemudian dalam pengamatan diulangan selanjutnya obyek ini dipangkas habis oleh pihak pengelola kawasan, sehingga tidak didapati adanya aksi vandalisme yang menjadikan obyek ini sebagai sasaran pada ulangan selanjutnya. Pemangkasan ini dilakukan karena tanaman tersebut dalam kondisi yang tidak sehat sehingga nampak berupa ranting kering.

Hal lain yang menunjang daya tarik areal ini adalah sungai buatan yang aliran airnya berasal dari jalan air. Setting ini dilengkapi dengan beberapa fasilitas yang

(5)

disediakan untuk menunjang kenyamana para pengunjung, seperti gazebo, jembatan, media informasi, papan nama tanaman, besi untuk berjualan, tempat sampah, dan jalan setapak. Pada pengamatan lapang tidak ditemui tersedianya bangku taman yang diletakkan didalam setting.

Taman Sakura memiliki media informasi yang terbuat dari material seng dan dilapisin dengan cat besi dengan jumlah coretan sebanyak 5% dari keseluruhan permukaannya. Fasilitas lainnya adalah dua buah gazebo yang berada pada lokasi yang berbeda. Gazebo pertama berada didekat akses utama untuk masuk ke taman sakura, sedangkan gazebo yang lainnya berada jauh lebih dalam. Gazebo pertama terbuat dari material beton dan beratap genteng dengan tempat duduk yang terbuat dari material kayu. Gazebo ini memiliki coretan sebanyak 15% dari luas keseluruhan gazebo (37,50 m²). Material yang menyusun gazebo kedua seluruhnya terbuat dari beton dan beratap genteng dengan jumlah coretan sebesar 80% dari luas permukaan keseluruhan.

5.1.2 Lawn

Lawn terletak pada vak VI.B yang berseberangan dengan kolam besar dan

berada sekitar setengah kilometer dari guest house (Gambar 9). Luas areal sebesar ± 12.000 m² yang sebagian besar arealnya berupa padang rumput.

(6)

Areal ini merupakan areal yang sering digunakan untuk melaksanakan social

gathering dengan intensitas kunjungan yang tinggi banyak pengunjung yang

memanfaatkan areal ini sebagai areal piknik, maupun sebagai tempat untuk mengadakan acara-acara berkelompok, seperti acara tahunan kantor, acara perpisahan sekolah, dan lain-lain. Tingginya intensitas kunjungan disebabkan karena areal ini memiliki topografi yang sesuai untuk melakukan piknik dengan topografi yang relatif datar serta areal yang cukup terbuka dan luas.

Gambar 10. Peta Lawn

Pada Gambar 8 dapat terlihat bahwa kategori tanaman yang menyusun Setting

Lawn adalah pohon dan ground cover dan tidak didapati adanya kategori tanaman

semak. Tanaman yang yang terdapat pada areal ini adalah pohon bunya-bunya (19 pohon), pinus (6 pohon), cemara angin (11 pohon), cemara jupiter (2 pohon), pohon sakura (2 pohon), ki perak (8 pohon), rumput paetan, dan lantana. Ki perak

(7)

(Rhaphiolepis championi) yang terdapat pada setting ini merupakan tanaman muda yang belum mengalami pertumbuhan masksimal dengan tinggi rata-rata sebesar 0,6 meter sehingga tinggi tanaman masih berada dalam ketinggian yang mudah untuk dijangkau oleh tangan manusia. Sedangkan pohon sakura pada setting lawn memiliki tinggi rata-rata sebesar 5 meter dengan tinggi rata-rata percabangan pertama sebesar 0,8 meter. Seperti halnya pada setting taman sakura, pohon sakura pada setting lawn tidak mengeluarkan bunga karena saat pengamatan dilakukan pohon sakura tidak dalam masa berbunga. Tanaman lain yang menyusun setting ini adalah lantara. Lantana memiliki bunga dengan warna yang mencolok dan berwarna-warni (merah, merah muda, dan kuning) sehingga dapat menarik calon pelaku aksi vandalisme tipe 3 untuk melakukan aksi mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman tersebut. Selain itu, tanaman groundcover ini memiliki tinggi rata-rata 0,6 meter sehingga mudah untuk dijangkau oleh tangan manusia.

Fasilitas yang mendukung areal ini adalah besi berjualan, papan nama tanaman, bangku taman dan tempat sampah, namun jika para pengunjung membutuhkan dapat menyewa tenda dan panggung. Besi untuk berjualan ini hanya berupa kerangka besi yang tidak menempel pada tanah dan hanya diletakkan begitu saja pada lokasi tempat mereka biasa berjualan sehingga saat hari-hari tertentu dimana para penjaja makanan ini tidak berjualan, besi-besi ini digunakan sebagai sasaran dari aksi vandalisme. Pada setting ini terdapat 11 buah papan nama tanaman dengan dua jenis yang berbeda dimana jenis pertama berupa lempengan seng yang bertuliskan identitas tanaman yang peletakkannya dengan menempelkan papan nama tersebut pada tanaman dengan menggunakan paku, sedangkan jenis yang lainnya berupa papan seng yang peletakkan papan tersebut terpisah dari tanaman dan tergabung dengan tabung seng yang menempel pada tanah. Terdapat pula tiga buah bangku taman yang letaknya menyebar di tiga lokasi berbeda. Ketiga bangku taman ini terbuat dari material yang sama yaitu beton. Dua diantaranya ditemukan adanya tulisan yang dibubuhkan pada fasilitas ini dan satu fasilitas yang lainnya bersih dari coretan. Besarnya coretan yang terdapat pada kedua fasilitas tersebut adalah 5% dari keseluruhan permukaan untuk tiap fasilitas. Setting lawn memiliki 5 tempat sampah,

(8)

dimana satu diantaranya sudah rusak namun masih difungsikan sebagai tempat sampah. Vandalisme pada obyek ini masih dianggap ada namun dalam jumlah yang sangat kecil, hanya ditemukan satu tempat sampah yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini dengan banyak coretan sebesar 5% dari keseluruhan luas permukaan bangku taman.

5.2 Karakteristik Pelaku Vandalisme

Karakteristik pelaku vandalisme secara keseluruhan didominasi oleh pelaku dengan jenis kelamin laki-laki. Berdasarkan pada tingkat usia, pelaku vandalisme merupakan remaja dengan kisaran usia 14-20 tahun. Peran pendidikan dalam perilaku vandalisme didominasi oleh pelaku dengan jenjnang pendidikan SMP (Tabel 5).

Tabel 5. Karakteristik Pelaku Vandalisme

No. Karakteristik

Taman Sakura Lawn

Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Jenis Kelamin a. Laki-laki 26 65 28 70 b. Perempuan 14 35 12 30 2 Usia a. 7-13 tahun 0 0 7 17,5 b. 14-20 tahun 31 77,5 28 70 c. >20 tahun 9 22,5 5 12,5 3 Pendidikan a. SD 0 0 3 7,5 b. SMP 21 52,5 27 67,5 c. SMA 19 47,5 9 22,5 d. Akademi/ Perguruan Tinggi 0 0 0 0

(9)

Pelaku vandalisme didominasi oleh laki-laki dengan presentase lebih besar dari 50% (Tabel 5). Hal serupa juga ditemukan dalam Hindelang (1976); Mawby (1980); Murtiartini (1999); Smith (2003) yang menemukan bahwa tingkat partisipasi laki-laki dalam aksi vandalisme lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat partisipasi perempuan. Hal ini dapat disebabkan karena sifat dasar perempuan yang lebih menyukai keindahan sehingga menyebabkan minimnya tingkat partisipasi wanita dalam aksi pengrusakan. Sementara laki-laki yang lebih menyukai kegiatan rekreasi yang bersifat menantang atau berpetualang (Murtiartini, 1999) sehingga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan aksi perusakan.

Dari Tabel yang sama juga diperoleh bahwa pelaku vandalisme berusia 14 hingga 20 tahun dengan presentase diatas 25% (Tabel 5). Usia ini merupakan kategori remaja dimana tingkat keterlibatan mereka merupakan bagian dari perkembangan alami mereka untuk menunjukkan identitas, mengeksplorasi, dan memanipulasi lingkungan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Soemarwoto (2004) yang menyatakan bahwa vandalisme banyak dilakukan oleh remaja. Tingkah laku yang ditunjukkan oleh remaja sangat dipengaruhi emosi, sedangkan kebanyakan emosi remaja masih sangat labil sehingga bentuk-bentuk emosi mereka sering tampak sebagai tindakan yang kurang dapat dipertanggungjawabkan dampaknya (Mappiare, 1982).

Dalam hal peran pendidikan terhadap vandalisme, menurut Wijaya (1973) semakin tinggi pendidikan seseorang maka kesadaran akan lingkungan juga akan semakin besar karena cakrawala pengetahuannya akan semakin luas. Pernyataan ini juga berlaku dalam sikap yang ditunjukkan oleh seseorang dalam melakukan aksi vandalisme. Dalam penelitian ini, dapat dilihat adanya bukti yang mendukung pernyataan di atas dimana untuk keseluruhan setting dapat terlihat bahwa jenjang pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) merupakan pelaku vandalisme tertinggi pada kedua setting dengan tingkat presentase diatas 20%. Jenjang pendidikan pelaku vandalisme selanjutnya diikuti oleh jenjang SMA (Sekolah Menengah Akhir) dan Akademi atau Perguruan Tinggi.

(10)

5.3 Hubungan Setting dengan Frekuensi Obyek Vandalisme

Penempatan site furniture pada seluruh setting bertujuan untuk mendapatkan kenyamanan, kemudahan, informasi, kontrol sirkulasi, dan perlindungan bagi penggunanya. Desain dan penempatan site furniture dalam tapak memerlukan yang pertimbangan cermat agar tercipta kesesuaian antara site furniture, manusia, dan lingkungan binaanya (Harris & Dines 1998). Dalam penelitian ini dapat dilihat site

furniture dan tanaman yang menjadi sasaran aksi vandalisme merupakan akibat dari

pertimbangan yang kurang cermat dalam pemilihan desain dan penempatannya.

Gambar 11. Boxplot Hubungan Setting dengan Frekuensi Obyek Vandalisme

Pada penelitian ini dapat dilihat bahwa frekuensi obyek yang dikenai perilaku vandalisme pada setting lawn lebih banyak dibandingkan dengan frekuensi obyek yang dikenai perilaku vandalisme pada setting taman sakura. Pada keseluruhan

setting terdapat kesamaan tiga besar obyek yang paling banyak dijadikan sasaran aksi

vandalisme pada setting ini. Obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme tertinggi adalah groundcover, kemudian pohon dan semak.

(11)

Dengan melihat nilai median lawn yang bernilai tiga obyek vandalisme tiap ulangannya dapat terlihat bahwa frekuensi dilakukannya perilaku vandalisme terhadap obyek lebih tinggi dibandingkan dengan median data pada taman sakura yang bernilai dua obyek vandalisme tiap ulangannya. Tingginya obyek vandalisme pada setting lawn didominasi oleh aksi vandalisme membuang sampah sembarangan. Akumulasi sampah pada suatu tapak dapat memberikan gambaran akan penggunaanya dan dapat dihubungkan dengan ukuran pengguna (Gold, 1980). Aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya dapat dikaitan dengan aktivitas yang dilakukan pengunjung yang dilakukan pada setting lawn. Obyek vandalisme yang mendominasi adalah groundcover dimana obyek ini merupakan sasaran aksi vandalisme yang disebabkan oleh kegiatan social gathering yang sering dilakukan pada setting ini.

5.3.1 Hubungan Setting Taman Sakura dengan Obyek Vandalisme

Penelitian ini menunjukkan bahwa vandalisme pada Setting Taman Sakura hanya dilakukan terhadap enam dari sembilan obyek yang diamati dalam penelitian ini. Obyek yang menjadi sasaran perilaku vandalisme pada setting ini adalah pohon, semak, groundcover, gazebo, jembatan, dan media informasi. Selama penelitian ini tidak ditemukan pelaku vandalisme yang menjadikan papan nama tanaman, besi untuk berjualan, dan tempat sampah sebagai sasaran dari aksi vandalisme mereka dalam Setting Taman Sakura. Pada setting ini tidak ditemukan adanya bangku taman yang diletakkan didalam tapak.

Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa hanya terdapat tiga obyek yang nilai datanya dapat membentuk kotak, obyek tersebut adalah groundcover, pohon, dan jembatan. Kotak tersebut memberikan gambaran bahwa ketiga obyek tersebut sering menjadi sasaran vandalisme. Apabila pemusatan data berada pada nilai nol obyek maka akan terlihat boxplot berbentuk garis dengan beberapa nilai ekstrim seperti pada data obyek semak, gazebo, dan media informasi. Hal ini memberikan gambaran bahwa obyek-obyek tersebut hanya sesekali menjadi sasaran aksi vandalisme.

(12)

Gambar 12. Boxplot Jenis Obyek Vandalisme pada Taman Sakura Keterangan Gambar: 1. Pohon 2. Semak 3. Groundcover 4. Gazebo 5. Jembatan 6. Media informasi 7. Papan nama tanaman 8. Besi untuk berjualan 9. Bangku taman (N/A) 10. Tempat sampah

Tidak ditemukannya vandalisme pada papan nama tanaman, besi untuk berjualan, dan bangku taman menyebabkan boxplot yang terbentuk pada ketiga obyek ini hanya berbentuk garis yang seluruh datanya menyebar dan memusat pada nilai nol obyek. Data ini menunjukkan adanya ketepatan dalam pemilihan material dan penempatan obyek tersebut sehingga tidak menarik calon pelaku untuk melakukan aksi vandalisme. Keluaran serupa juga terlihat pada obyek bangku taman. Namun

(13)

nilai nol pada obyek ini disebabkan karena tidak terdapat faslitas tersebut pada setting taman sakura.

Tabel 6. Tata Urut Obyek Vandalisme pada Setting Taman Sakura

Tata Urutan Obyek Rata-rata

Tinggi Ground cover 6,50

Pohon 2,90

Gazebo 0,80

Jembatan 0,80

Semak 0,30

Media Informasi 0,10

Papan Nama Tanaman 0,00

Besi untuk Berjualan 0,00

Tempat Sampah 0,00

Rendah Bangku Taman N/A

Groundcover yang menutupi tapak pada setting taman sakura adalah rumput

paetan (Axonopus compressus). Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa obyek tersebut merupakan obyek vandalisme yang paling banyak dikenai perilaku vandalisme dalam

setting ini. Meskipun obyek ini merupakan obyek yang dalam segi jumlah paling

banyak dikenai perilaku vandalisme namun obyek vandalisme ini hanya dikenai satu aktivitas vandalisme yaitu membuang sampah tidak pada tempatnya. Berdasarkan

boxplot di atas (Gambar 12), pemusatan data terlihat asimetris dengan nilai tengah

data sebesar 6,5 obyek vandalisme, namun karena obyek yang diamati satuannya adalah fasilitas dan tanaman maka angka tersebut dibulatkan ke atas menjadi 7 obyek vandalisme. Penyebaran data untuk obyek ini simetris dengan range yang cukup jauh sebesar 12 obyek vandalisme.

Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 6) diketahui bahwa pohon merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan kedua terbanyak setelah

(14)

groundcover. Pohon yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme adalah pohon sakura

(Prunus sp.). Dalam pengamatan lapang, obyek pohon dikenai beberapa macam perilaku vandalisme antara lain mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman (aktivitas vandalisme 3) dan membuang sampah tidak pada tempatnya (aktivitas vandalisme 4). Bagian tanaman yang dipatahkan atau diambil oleh pelaku vandalisme tipe 3 adalah daun dan ranting. Sedangkan, aktivitas vandalisme membuang sampah pada bagian pohon dilakukan dengan meletakkan sampah pada bagian dari ranting pohon. Meskipun pohon sakura (Prunus sp.) memiliki bunga yang menarik dan dapat mengundang calon pelaku aksi vandalisme tipe 3 sehingga aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari pohon sakura karena tanaman tersebut memiliki bagian yang menarik memiliki kemungkinan yang kecil sebab saat pohon sakura tidak berbunga dan tanaman tersebut tampak seperti tanaman yang kering dengan daun yang minim dan didominasi oleh ranting saja. Jika melihat pada boxplot di atas (Gambar 12), obyek ini memiliki pemusatan data yang tidak simetris dengan pemusatan data yang cenderung kearah nilai-nilai rendah sehingga berlawanan dengan penyebaran datanya yang cenderung mengarah pada data yang bernilai besar. Pemusatan data berada pada data yang bernilai antara satu obyek vandalisme hingga empat obyek vandalisme.

Pada tabel diatas (Tabel 6) dapat dilihat bahwa gazebo merupakan yang menempati urutan ketiga terbanyak sebagai sasaran vandalisme. Dalam pengamatan lapang, obyek gazebo dikenai beberapa aksi vandalisme yaitu menulis atau menggambar pada fasilitas (aktivitas vandalisme 1) dan membuang sampah tidak pada tempatnya (aktivitas vandalisme 4). Pada boxplot di atas (Gambar 6), data terpusat pada nilai 0 (nol) obyek vandalisme dengan dua data pencilan pada ulangan keempat dan kedelapan. Pada ulangan keempat, data pencilan ini bernilai tujuh aksi vandalisme yang menjadikan gazebo sebagai obyek perilaku vandalisme. Sedangkan pada ulangan ke sembilan, data pencilan bernilai satu aksi vandalisme yang menjadikan gazebo sebagai sasaran aksi vandalisme.

Berdasarkan tabel di atas (Tabel 6) dapat dilihat bahwa obyek yang menempati urutan keempat terbanyak sebagai sasaran vandalisme adalah jembatan.

(15)

Dalam penelitian ini, obyek vandalisme jembatan hanya bisa ditemukan dalam

setting taman sakura dan tidak ditemukan pada setting lawn. Aktivitas vandalisme

yang menjadikan obyek ini sebagai sasaran dari aksi vandalisme adalah aktivitas vandalisme 4 (membuang sampah tidak pada tempatnya). Pada penyajian data di boxplot dapat terlihat bahwa pemusatan data pada obyek ini terpusat pada data dengan nilai kecil, yaitu pada data bernilai 0 (nol) obyek vandalisme hingga satu obyek yang dijadikan sasaran vandalisme. Terdapat satu nilai pencilan yang terlihat pada boxplot obyek vandalisme 5 ini, yaitu data dengan nilai enam obyek yang diperoleh pada ulangan kesepuluh.

Pada tabel 6 dapat dilihat bahwa obyek yang menempati urutan kelima terbanyak sebagai sasaran vandalisme adalah obyek 2. Obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme dengan label 2 adalah semak. Semak yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme adalah pangkas kuning (Duranta sp.). Obyek vandalisme ini merupakan sasaran dari aksi vandalisme mengambil atau mengambil bagian dari tanaman (aktivitas vandalisme 3). Bagian dari tanaman ini yang menjadi sasaran aksi vandalisme 3 adalah daunnya. Berdasarkan pada data yang tersaji dalam boxplot (Gambar 12), data untuk obyek vandalisme ini jarang ditemukan dalam setting taman sakura sehingga data terpusat pada nilai 0 (nol) obyek vandalisme dan hanya terdapat satu data pencilan yang bernilai enam aksi vandalisme yang menjadikan obyek ini sebagai sasaran aksi vandalisme. Data pencilan ini dapat dilihat pada ulangan pertama. Hal ini berarti bahwa obyek vandalisme ini tidak selalu dikenai perilaku vandalisme dan hanya sesekali menjadi sasaran perilaku vandalisme pada setting ini.

Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 6) diketahui bahwa obyek vandalisme ini merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan kedua terendah pada setting ini. Obyek ini menjadi sasaran dari aksi vandalisme menulis dan menggambar pada fasilitas (aktivitas vandalisme 1). Media informasi merupakan obyek yang tidak selalu dijadikan sebagai sasaran vandalisme dan hanya sesekali saja menjadi sasaran aksi vandalisme. Hal ini dapat terlihat pada penyajian data pada

boxplot (Gambar 12) dimana kesembilan data bernilai nol aktivitas vandalisme yang

(16)

vandalisme. Aksi vandalisme 1 yang dilakukan pada obyek ini dilakukan dengan menggunakan spidol yang dapat dihilangkan karena adanya lapisan cat besi sehingga tidak meninggalkan bekas pada fasilitas ini. Berdasarkan pada tabel tata urut obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme di atas (Tabel 6), diketahui bahwa terdapat tiga obyek yang memiliki nilai terendah dalam setting ini. Ketiga obyek tersebut adalah obyek 7 (besi penjual), obyek 8 (besi penyangga), dan obyek 10 (tempat sampah). Pada setting taman sakura tidak didapati adanya aksi vandalisme yang menjadikan ketiga obyek ini sebagai sasaran aksi para pelaku vandalisme, hal ini menyebabkan data yang disajikan pada boxplot di atas (Gambar 12) hanya berupa garis dengan pemusatan pada nilai nol tanpa adanya nilai ekstrim.

5.3.2 Hubungan Setting Lawn dengan Frekuensi Vandalisme

Pada Setting Lawn, tidak didapati beberapa jenis site furniture yang diamati dalam penelitian ini. Site furniture yang tidak didapati pada setting lawn namun terdapat pada setting taman sakura adalah gazebo dan jembatan. Selain site furniture terdapat juga kategori tanaman yang tidak didapati pada setting lawn, yaitu semak.

(17)

Keterangan Gambar: 1. Pohon 2. Semak (N/A) 3. Groundcover 4. Gazebo (N/A) 5. Jembatan (N/A) 6. Media informasi 7. Papan nama tanaman 8. Besi untuk berjualan 9. Bangku taman 10. Tempat sampah

Dengan melihat boxplot diatas (Gambar 13) dapat diketahui bahwa aktivitas vandalisme yang dilakukan pada setting lawn mengenai enam obyek yang diamati dalam penelitian ini. Obyek yang menjadi sasaran perilaku vandalisme pada setting ini adalah pohon, groundcover, papan nama tanaman, besi penjual, bangku taman, dan tempat sampah. Selama penelitian berlangsung, tidak ditemukan pelaku vandalisme yang menjadikan media informasi sebagai sasaran dari aksi vandalisme mereka dalam setting ini. Berikut ini adalah tata urutan rata-rata jumlah obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme pada setting lawn.

Tabel 7. Tata Urut Obyek Vandalisme pada Setting Lawn

Tata Urutan Obyek Rata-rata

Tinggi Ground cover 11,90

Pohon 2,50

Besi untuk Berjualan 0,30

Papan Nama Tanaman 0,10

Bangku Taman 0,10

Tempat Sampah 0,10

Media Informasi 0,00

(18)

Gazebo N/A

Rendah Jembatan N/A

Berdasarkan tabel di atas (Tabel 7) dapat dilihat bahwa obyek terbanyak yang menjadi sasaran aksi vandalisme pada setting lawn adalah groundcover. Seperti pada

setting taman sakura, groundcover yang mendominasi penutupan tapak pada setting

ini adalah rumput paetan (Axonopus compressus). Aksi vandalisme pada groundcover ditemukan pada tanaman rumput paetan (Axonopus compressus) dan lantana (Lantana camara). Obyek rumput paetan menjadi sasaran dari aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya sedangkan lantana merupakan obyek dari aksi vandalisme mengambil bagian dari tanaman. Pada boxplot diatas (Gambar 13), penyebaran data terlihat asimetris dan condong pada data bernilai besar dengan jangkauan. Penyebaran data untuk obyek ini simetris dengan range yang cukup jauh sebesar 12 obyek vandalisme.

Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 7) diketahui bahwa pohon merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan kedua terbanyak setelah

groundcover. Dengan melihat pada boxplot di atas (Gambar 13) diketahui bahwa

obyek ini memiliki pemusatan data yang tidak simetris dengan pemusatan data yang cenderung kearah nilai-nilai kecil. Pemusatan data berada pada data yang bernilai antara satu aksi vandalisme hingga tiga aksi vandalisme yang mengenai obyek vandalisme pohon.

Pohon yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme adalah ki perak (Rhaphiolepis championi) dan sakura (Prunus sp.). Dalam pengamatan lapang diketahui bahwa pohon dikenai aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman (Aktivitas vandalisme 3). Bagian tanaman yang dipatahkan atau diambil oleh pelaku vandalisme tipe 3 adalah daun dan ranting. Berdasarkan pada data dalam tabel di atas (Tabel 7) diketahui bahwa obyek vandalisme ini merupakan obyek vandalisme yang menempati urutan ketiga tertinggi pada setting ini. Besi untuk berjualan menjadi salah satu sasaran dari aksi vandalisme memindahkan fasilitas (aktivitas vandalisme 2). Sebagian besar pelaku vandalisme tipe 2 berada dalam

(19)

kategori usia anak-anak dan remaja sehingga seringkali besi ini dipindahkan sebagai alat untuk bermain. Dengan melihat pada boxplot di atas (Gambar 13) diketahui bahwa obyek ini memiliki pemusatan data yang tidak simetris dengan pemusatan data yang cenderung kearah nilai-nilai besar. Pemusatan data berada pada data yang bernilai antara 0 (nol) aksi vandalisme hingga satu aksi vandalisme yang mengenai besi untuk berjualan.

Berdasarkan pada tabel tata urut obyek yang menjadi sasaran aksi vandalisme diatas (Tabel 7) diketahui bahwa terdapat tiga obyek yang memiliki nilai kedua terendah dalam setting ini. Ketiga obyek tersebut adalah obyek 7 (papan nama tanaman), obyek 9 (bangku taman), dan obyek 10 (tempat sampah). Obyek vandalisme ini merupakan obyek vandalisme yang tidak selalu menjadi sasaran dari aksi vandalisme dan merupakan obyek yang jarang menjadi sasaran vandalisme.

Obyek papan nama tanaman merupakan sasaran dari aksi vandalisme memindahkan fasilitas di setting lawn. Dalam pengamatan lapang hanya terdapat satu dari 11 papan nama tanaman yang dapat dipindahkan karena sudah tidak menempel dengan baik pada tanaman. Hal ini dapat menggambarkan bahwa struktur papan tanaman yang terdapat pada setting lawn cukup kokoh sehingga dapat meminimalkan kemungkinan timbulnya aksi vandalisme memindahkan fasilitas. Aksi vandalisme pada obyek ini hanya terjadi satu kali dalam sepuluh kali ulangan yaitu pada ulangan ketiga dengan nilai satu aktifitas yang mengenai fasilitas papan nama tanaman.

Obyek bangku taman merupakan sasaran dari aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas. Aksi vandalisme pada obyek ini hanya terjadi satu kali dalam sepuluh kali ulangan yaitu pada ulangan kesepuluh dengan nilai satu aktifitas yang mengenai fasilitas bangku taman. Tempat sampah menjadi sasaran dari aksi vandalisme yang menjadikan obyek ini sebagai sasarannya adalah aksi vandalisme menulis dan menggambar pada fasilitas. Aksi vandalisme pada obyek ini hanya terjadi satu kali dalam sepuluh kali ulangan yaitu pada ulangan kedelapan dengan nilai satu aktifitas yang mengenai fasilitas tempat sampah.

(20)

5.4 Hubungan Setting Taman dengan Aktivitas Vandalisme

Perancangan pada setting lawn mengintroduksi lebih banyak tindak vandalisme dibandingkan dengan perancangan pada setting taman sakura. Pada

setting lawn terdapat sebanyak 150 orang yang melakukan tindakan vandalisme

sedangkan pada setting taman sakura terdapat sebanyak 114 orang yang melakukan tindak vandalisme. Perbedaan ini dipengaruhi oleh aktivitas pengunjung yang dilakukan pada kedua setting ini, dimana pada setting lawn aktivitas utama yang dilakukan adalah kegiatan social gathering dan piknik sedangkan pada setting taman sakura, kegiatan utama yang dilakukan adalah piknik dan bermain air. Meskipun salah satu kegiatan utama yang dilakukan pada kedua setting ini sama, yaitu piknik namun terdapat perbedaan dalam segi kuantitas orang yang melakukannya dimana rata-rata untuk tiap rombongan piknik pad setting lawn berisi 8-6 orang sedangkan pada setting taman sakura hanya berisikan 6-4 orang.

(21)

Setting taman yang berbeda akan menghasilkan kebutuhan penggunaan yang

berbeda menurut perilaku yang dihasilkan oleh setting tersebut (Wahyuni, 2004).

Setting yang kurang sesuai dapat menyebabkan terjadinya kesalahan penggunaan

yang dapat memicu pada tindakan vandalisme terhadap setting tersebut. Dalam hasil pengamatan lapang didapatkan bahwa terdapat perbedaan jumlah pelaku vandalisme pada setting taman sakura dengan setting pada areal lawn. Berdasarkan boxplot di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan dalam pemusatan data dan penyebaran data. Setting lawn memiliki pemusatan data yang lebih tinggi dibandingkan dengan

setting taman sakura, hal ini dapat menjelaskan bahwa rata-rata jumlah aktivitas

vandalisme yang dilakukan pada setting rekreasi (lawn) lebih banyak dibandingkan dengan setting koleksi (taman sakura). Pemusatan data pada setting taman sakura bersifat asimetrik yang ditandai oleh adanya kecondongan data pada nilai-nilai besar dimana median berada lebih dekat dengan Q1. Pemusatan data pelaku vandalisme pada setting taman sakura berada pada jumlah perilaku vandalisme 11 orang, dengan satu nilai ekstrim pada ulangan ke-10 yang bernilai 23. Nilai ekstrim ini terdiri atas 3 aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman dan 20 aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya. Pada saat data ulangan ke-10 diambil, sedang dilaksanakan kegiatan social gathering suatu perusahaan yang menyebabkan meningkatnya jumlah pengunjung pada setting ini dan diikuti oleh peningkatan jumlah aksi vandalisme, korelasi ini sejalan dengan penelitian Clarke et

al. (1978) yang menyatakan bahwa ukuran kerapatan manusia dalam suatu kawasan

merupakan variable yang paling pengaruh dengan kerusakan yang dialami oleh kawasan tersebut.

Ketidaksimetrisan pemusatan data juga ditemukan dalam setting lawn, hal disebabkan karena setting lawn memiliki kecondongan data pada nilai kecil dimana median data berada lebih dekat dengan Q3. Pemusatan data jumlah orang yang melakukan vandalisme pada setting taman sakura berada pada jumlah perilaku vandalisme 14 orang. Tidak hanya pemusatan data pada kedua setting yang bersifat asimetris namun penyebaran data dikedua setting ini juga bersifat asimetrik dengan penyebaran yang lebih banyak di nilai-nilai rendah pada setting taman sakura dan

(22)

penyebaran yang lebih banyak di nilai-nilai rendah pada setting lawn. Perbedaan pemusatan dan penyebaran data ini disebabkan oleh rasionalitas pelaku vandalisme yang dalam melakukan aksi vandalisme terkait dengan perancangan dan pengelolaan kawasan yang kurang memperhatikan desain perilaku penggunanya sehingga meningkatkan biaya pemeliharaan dan kerusakan fasilitas (Laurens, 2004).

Gambar 15. Boxplot Hubungan Setting Taman dengan Frekuensi Jumlah Jenis Aktivitas Vandalisme

Berdasarkan pada penyajian boxplot di atas (Gambar 15) diketahui bahwa frekuensi obyek yang menjadi sasaran vandalisme pada kedua setting adalah dua hingga tiga obyek. Meskipun penyebaran frekuensi obyek vandalisme di kedua

setting ini sama, namun setting lawn memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan

dengan setting taman sakura. Pada setting lawn ditemukan penyebaran kearah nilai rendah dengan satu obyek vandalisme yang menjadi sasaran vandalisme pada ulangan ke sembilan.

(23)

5.4.1 Hubungan Setting Taman Sakura dengan Aktivitas Vandalisme

Perancangan yang diterapkan pada setting taman sakura mendorong timbulnya tiga macam aktivitas vandalisme dari empat aktivitas vandalisme yang diamati. Ketiga aktivitas vandalisme tersebut adalah Aktivitas 1 (menulis atau menggambar/grafiti pada fasilitas), Aktivitas 3 (mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman), dan Aktivitas 4 (membuang sampah sembarangan). Pada setting ini tidak ditemui adanya aktivitas vandalisme 2 (memindahkan fasilitas).

Gambar 16. Boxplot Jenis Aktivitas Vandalisme pada Taman Sakura

Aktivitas vandalisme 1 memiliki nilai pemusatan data pada nilai 0 (nol) untuk aksi vandalisme ini, namun selama penelitian ini berlangsung terdapat nilai ekstrim yang muncul dalam dua kali ulangan yaitu pada ulangan kedelapan dan ketiga yang pada masing-masing ulangan ditemukan satu aktivitas vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas. Dalam pengamatan ini, tidak ditemukan Aktivitas vandalisme 2 pada taman sakura sehingga ukuran pemusatan data untuk

(24)

Aktivitas vandalisme 2 terdapat pada nilai 0 (nol) aktivitas vandalisme. Aktivitas vandalisme 3 memiliki pemusatan dan penyebaran data yang asimetris namun tidak terdapat pencilan nilai dari data yang diperoleh. Nilai aktivitas vandalisme 3 memusat pada nilai rata-rata 3 aktivitas per ulangan dengan pemusatan data yang condong kearah nilai-nilai kecil. Aktivitas vandalisme 4 merupakan aksi vandalisme dengan ukuran pemusatan data yang tertinggi dibandingkan dengan aksi vandalisme yang lainnya. Seperti halnya aktivitas vandalisme 3, aktivitas vandalisme 4 memiliki pemusatan dan penyebaran data yang asimetris. Nilai tengah untuk aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya sebesar 7 aktivitas vandalisme, dengan pemusatan data yang lebih condong pada data bernilai besar. Dalam boxplot dapat diketahui bahwa pada Aktivitas vandalisme 4 terdapat satu nilai ekstrim yang ditemukan pada ulangan ke-10 yang bernilai 20 aksi vandalisme. Nilai ekstrim ini disebabkan karena adanya kegiatan yang dilaksanakan diluar kebiasaan dari aktivitas yang biasa dilakukan pada setting ini.

Tabel 8. Sikap Pelaku Vandalisme pada Setting Taman Sakura Tipe Vandalisme Faktor Lingkungan Sangat Menunjang Cukup Menunjang Tidak Menunjang Aktivitas 1 a. Berada pada lokasi yang

sepi

30% 40% 40%

b. Keberadaan grafiti yang sebelumnya

70% 20% 10%

Aktivitas 2 a. Struktur fasilitas yang tidak permanen

20% 30% 50%

b. Material fasilitas yang rentan

(25)

Aktivitas 3 a. Dalam jangkauan tangan 70% 20% 10% b. Keindahan/keunikan

bagian dari tanaman

30% 20% 50%

Aktivitas 4 a. Minimnya ketersediaan tempat sampah 50% 40% 20% b. Keberadaan sampah sebelumnya 40% 60% 0% Keterangan:

Aktivitas1 : Menulis atau menggambar/grafiti pada fasilitas Aktivitas 2 : Memindahkan fasilitas

Aktivitas 3: Mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman Aktivitas 4 : Membuang sampah tidak pada tempatnya

Aktivitas vandalisme 4 merupakan aksi vandalisme yang paling banyak dilakukan selama pengamatan lapang berlangsung. Aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya di setting taman sakura dilakukan karena pengaruh dari perancangan setting yang kurang memenuhi kebutuhan pengguna setting ini. Salah satu ketidaksesuaian rancangan setting tersebut adalah minimnya ketersediaan tempat sampah pada kawasan ini (Tabel 8). Tingginya aktivitas pada setting ini, utamanya didominasi oleh kegiatan piknik keluarga atau kegiatan piknik berkelompok sehingga menyebabkan jumlah sampah yang dihasilkan dalam setting ini cukup tinggi. Namun tingginya produksi sampah dalam setting ini tidak ditunjang oleh ketersediaanya tempat sampah yang memadahi. Untuk faktor lingkungan yang kedua, dapat diketahui bahwa sikap terbanyak yang dinyatakan oleh pelaku vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya di Taman Sakura bahwa keberadaan sampah yang sudah ada lebih dulu pada setting ini cukup mendorong mereka untuk membuang sampah sembarangan (Tabel 8). Sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme di

(26)

kedua setting ini disebabkan karena terlalu tingginya jumlah sampah yang dihasilkan namun tidak berhasil diikuti oleh penanganan yang jauh lebih cepat terhadap pembersihan sampah sehingga jumlah sampah yang menumpuk pada tempat sampah melebihi kapasitasnya dan menyebabkan para pengunjung membuang sampah tidak pada tempatnya. Salah satu hal yang menarik pada Kebun Raya Cibodas adalah terdapatnya orang yang menyewakan alas duduk yang dinilai cukup membantu dalam penanganan cepat terhadap sampah yang dibuang sembarangan dalam setting ini. Orang yang menyewakan alas duduk ini tidak hanya menyewakan alas duduk yang mereka jajakan namun juga disertai oleh jasa membersihkan sampah yang berada di lokasi yang akan ditempati oleh para penyewa alas duduk, baik sampah yang terdapat sebelum para penyewa menempati lokasi tersebut maupun sampah yang dihasilkan oleh penyewa alas duduk tersebut.

Vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman dilakukan pada obyek sakura (Prunus sp.) dan pangkas kuning (Duranta sp.). Berdasarkan pada pengamatan lapang yang dilakukan, diketahui bahwa aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman pada setting taman sakura didukung oleh peletakan tanaman yang terlalu rapat dan berada di dalam jangkauan tangan manusia sehingga memudahkan para pelaku untuk melakukan aksi vandalisme ini. Selain itu, penggunaan spesies tanaman yang memiliki bagian yang menarik turut mengundang para pelaku vandalisme untuk mengambil atau mematahkan bagian dari tanaman tersebut (Tabel 8). Pelaku vandalisme menunjukkan sikap bahwa faktor lingkungan yang mendorong mereka untuk mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman adalah bahwa penempatan tanaman pada setting ini sangat menunjang mereka untuk melakukan aksi mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman (Tabel 8). Tanaman yang sebagai sasaran dari aksi vandalisme merupakan tanaman yang memiliki ketinggian cabang, daun, dan bunga yang berada pada daerah yang mudah dijangkau oleh manusia. Kondisi ini makin didukung oleh tingginya jumlah tanaman dan peletakannya yang berdekatan sehingga semakin meningkatkan interaksi antara manusia dengan tanaman yang menjadi pemicu terjadinya tindakan vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman pada setting ini. Berdasarkan pada

(27)

tabel di atas (Tabel 8), sikap yang dikemukakan oleh pelaku vandalisme untuk faktor lingkungan kedua bahwa bagian yang menarik dari suatu tanaman tidak mendorong mereka untuk melakukan tindak vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman tersebut. Pernyataan sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme pada

setting ini didukung oleh kenyataan dilapang dimana yang menjadi sasaran dari aksi

vandalisme ini adalah bagian tanaman yang kurang menarik dan tidak unik. Bagian tanaman yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini adalah ranting dan daun. Hal ini dapat menggambarkan bahwa aksi vandalisme 3 yang dilakukan pada setting ini bukan karena keindahan atau keunikan dari morfologi tanaman yang terdapat di

setting ini.

Aktivitas vandalisme 1 (menulis dan menggambar/grafiti pada fasilitas) merupakan aktivitas ketiga terbanyak yang dilakukan pada setting ini. Aksi vandalisme ini dilakukan terhadap obyek sasaran vandalisme yang berbeda, yaitu : gazebo dan media informasi. Berdasarkan pada pengamatan lapang yang dilakukan, rasionalitas yang mendukung para pelaku vandalisme untuk melakukan aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas di setting taman sakura karena fasilitas yang berada di taman sakura terletak pada lokasi yang sepi dan dipicu oleh tulisan atau gambar terdahulu yang ada pada fasilitas atau tanaman sehingga mendorong pelaku vandalisme untuk melakukan hal serupa (Tabel 8). Dalam wawancara diketahui bahwa sikap yang dinyatakan oleh para pelaku vandalisme pada

setting taman sakura adalah bahwa kondisi sepi pada setting ini cukup mendukung

dan tidak mendukung mereka untuk melakukan aksi vandalisme. Pernyataan para pelaku ini sesuai dengan kondisi lapang dimana setting ini merupakan salah satu

vantage point Kebun Raya Cibodas yang selalu ramai oleh pengunjung sehingga

dapat diketahui bahwa aksi vandalisme yang dilakukan pada kedua setting tersebut tidak dipengaruhi oleh keberadaan setting yang terletak pada lokasi yang sepi. Menariknya meskipun taman sakura merupakan area yang selalu ramai dikunjungi namun pada area ini terdapat fasilitas yang letaknya tersembunyi dan jarang diakses oleh pengunjung kebanyakan. Fasilitas tersebut adalah gazebo dimana coretan yang terdapat di areal yang sepi lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan coretan

(28)

yang berada di area ramai, hal ini disebabkan karena para pelaku vandalisme merasa jauh lebih mudah untuk melakukan perusakan obyek jika kurangnya pengawasan dari pihak lain. Hal ini sesuai dengan pernyataan Jacobs (1961) bahwa jalanan, taman, dan tempat umum lainnya yang berada pada lokasi yang sepi akan lebih banyak memicu para pelaku vandalisme untuk melakukan aksi vandalisme.Faktor lingkungan kedua yang ditanyakan kepada pelaku vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas di Taman Sakura bahwa keberadaan coretan terdahulu yang terdapat pada setting ini sangat mendorong mereka untuk melakukan vandalisme menulis atau menggambar yang serupa pada obyek tersebut. Tingginya persentase para pelaku yang berpendapat bahwa tulisan dan gambar yang sudah ada mempengaruhi mereka dalam melakukan tindakan vandalisme sejalan dengan banyaknya jumlah tulisan yang dapat ditemui di Taman Sakura, dimana semakin banyaknya coretan akan memicu lebih banyak lagi coretan pada obyek ini. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh dalam studi kerusakan mencoret-coret pada meja taman oleh Christensen dan Samdahl (1985) bahwa kehadiran kerusakan akan memicu kerusakan coretan yang lebih banyak pada obyek tersebut.

Aktivitas vandalisme 2 (memindahkan fasilitas) merupakan aktivitas vandalisme yang tidak didapati pada setting ini. Berdasarkan pada pengamatan lapang yang dilakukan terhadap para pelaku vandalisme di setting ini, diketahui bahwa tidak didapatinya aktivitas vandalisme 2. Tidak didapatinya aktivitas vandalisme tersebut ditunjang oleh struktur fasilitas yang kokoh dan kekuatan material site furniture yang digunakan pada setting ini sehingga menyulitkan para pelaku vandalisme untuk memindahkan fasilitas yang ada di dalam setting (Tabel 8). Pada tabel di atas (Tabel 8) dapat diketahui bahwa sikap yang dinyatakan oleh para pelaku vandalisme pada

setting taman sakura adalah bahwa fasilitas dengan struktur tidak permanen pada setting ini kurang mendukung mereka untuk melakukan aksi vandalisme. Meskipun

terdapat satu obyek yang tidak permanen (besi untuk berjualan) namun terdapat usaha dari pihak pengelola yang dapat mengurangi aksi vandalisme ini yaitu dengan cara menahan obyek tersebut dengan batu pada pondasi besi tersebut. Sikap yang ditunjukkan pelaku vandalisme memindahkan fasilitas terhadap faktor lingkungan

(29)

kedua untuk adalah bahwa mereka memindahkan fasilitas dikarenakan kerentanan material dari obyek vandalisme tersebut tidak menunjang sikap mereka untuk melakukan aksi vandalisme ini. Hal ini dapat dijelaskan karena materi yang digunakan pada setting ini memiliki sifat material fasilitas yang kokoh dan tahan lama, sehingga menunjang ikut menunjang pencegahan terhadap aktivitas vandalisme memindahkan fasilitas. Kesesuaian material yang dipilih dalam penggunaan fasilitas umum menyebabkan ditemukannya lebih sedikit kerusakan pada fasilitas tersebut (Mayhew et al. 1979).

5.4.2 Hubungan Setting Lawn dengan Aktivitas Vandalisme

Keseluruhan aktivitas yang diamati dalam penelitian ini dapat ditemukan pada

setting ini. Aktivitas yang dapat ditemui adalah aktivitas 1 (menulis atau menggambar

pada fasilitas), aktivitas 2 (memindahkan fasilitas), aktivitas 3 (mengambil atau mematahkan bagian dari tanaman), dan aktivitas 4 (membuang sampah tidak pada tempatnya). Hal ini dapat menggambarkan bahwa setting ini memiliki jumlah vandalisme yang lebih tinggi dibandingkan dengan setting taman sakura.

(30)

Aktivitas vandalisme tipe 1 (menulis atau menggambar pada fasilitas atau tanaman) memiliki nilai tengah yang bernilai 0 (nol) aktivitas vandalisme dengan dua frekuensi nilai ekstrim yang masing-masing bernilai satu aktivitas vandalisme. Nilai ekstrim ini merupakan aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas bangku taman dan tempat sampah. Dalam penelitian ini, aktivitas vandalisme 2 merupakan aktivitas vandalisme yang hanya ditemukan pada setting lawn. Aksi vandalisme ini hanya terlihat dalam empat kali ulangan yang masing-masing ulangan terdapat satu aktivitas memindahkan fasilitas yang berada pada setting ini, hal ini menyebabkan pemusatan data berada pada nilai perilaku vandalisme sebesar 0 (nol) aktivitas vandalisme hingga satu aktvitas vandalisme.

Pemusatan data yang terlihat dalam boxplot aktivitas vandalisme 3 tidak simetris karena terdapat pemusatan data yang lebih besar pada nilai-nilai kecil dengan nilai tengah data yang bernilai tiga aktivitas vandalisme. Aktivitas vandalisme 3 memiliki pemusatan data antara data yang bernilai satu aktivitas vandalisme hingga empat aktivitas vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman. Aktivitas vandalisme 4 memiliki penyebaran data kearah data yang bernilai besar dengan pemusatan data pada besaran jumlah perlaku vandalisme antara enam hingga 16 pelaku vandalisme tiap ulangan.

Tabel 9. Sikap Pelaku Vandalisme pada Setting Lawn Tipe

Vandalisme Faktor Lingkungan

Sangat Menunjang Cukup Menunjang Tidak Menunjang Aktivitas 1 a. Berada pada lokasi yang

sepi

30% 20% 50%

b. Keberadaan grafiti yang sebelumnya

20% 50% 30%

Aktivitas 2 a. Struktur fasilitas yang tidak permanen

(31)

b. Material fasilitas yang rentan

30% 20% 50%

Aktivitas 3 a. Dalam jangkauan tangan 20% 70% 10%

b. Keindahan/keunikan bagian dari tanaman

40% 30% 30%

Aktivitas 4 a. Minimnya ketersediaan tempat sampah 50% 40% 20% b. Keberadaan sampah sebelumnya 60% 30% 10% Keterangan:

Aktivitas1 : Menulis atau menggambar/grafiti pada fasilitas Aktivitas 2 : Memindahkan fasilitas

Aktivitas 3: Mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman Aktivitas 4 : Membuang sampah tidak pada tempatnya

Aktivitas vandalisme 4 (membuang sampah tidak pada tempatnya) merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan dalam setting ini. Tingginya aktivitas piknik dan social gathering yang dilakukan pada setting ini menyebabkan tingginya jumlah sampah yang dihasilkan dalam setting ini. Tingginya produksi sampah dalam setting ini serta minimnya ketersediaan tempat sampah dan juga keberadaan sampah yang sudah dibuang sembarangan pada setting ini, mendorong pelaku vandalisme untuk membuang sampah tidak pada tempatnya dalam setting lawn (Tabel 9). Pada setting ini, sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya adalah kurangnya ketersediaan tempat sampah sangat menunjang pelaku vandalisme untuk membuang sampah tidak pada tempatnya. Jumlah sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya ini dapat memberikan gambaran bahwa menurut para pelaku vandalisme, setting ini tidak memiliki jumlah tempat sampah yang dapat menampung jumlah sampah yang dihasilkan dari aktivitas pada kedua setting ini. Tingginya produksi sampah dalam

(32)

ketersediaan tempat sampah pada setting ini hanya berjumlah 3 buah tempat sampah. Berdasarkan pada tabel diatas (Tabel 9) dapat diketahui bahwa sikap terbanyak yang dinyatakan oleh pelaku aksi vandalisme adalah bahwa keberadaan sampah yang sudah ada lebih dulu pada setting ini sangat mendorong mereka untuk melakukan aksi vandalisme serupa pada setting ini. Tingginya aksi vandalisme tipe ini, salah satunya dipacu oleh kurangnya penanganan cepat atas keberadaan sampah. Menurut Wiesenthal dan Stehlin (1988) bahwa suatu tindak vandalisme akan menjadi pemicu dari aksi vandalisme yang selanjutnya. Tidak seperti taman sakura, wisatawan pada

setting lawn tidak banyak menggunakan jasa penyewa alas duduk karena lawn yang

berada pada setting ini cukup kering sehingga para pengunjung dapat duduk dengan nyaman dibawah tanpa menggunakan alas duduk. Hal ini menyebabkan dampak tidak langsung bagi jumlah sampah di setting ini. Dengan sedikitnya jumlah pengguna jasa penyewa alas duduk maka akan penanganan sampah pada setting ini hanya bergantung pada penanganan dari pihak pengelola kawasan saja.

Aktivitas vandalisme 3 dalam penelitian ini adalah aksi vandalisme mengambil atau mematahkan bagian tanaman. Aktivitas vandalisme ini merupakan aktivitas terbanyak kedua pada setting lawn setelah aktivitas vandalisme membuang sampah sembarangan. Tanaman yang menjadi obyek dari aksi vandalisme ini adalah tanaman sakura (Prunus sp.), ki perak (Rhaphiolepis championi), dan lantana (Lantana camara). Faktor lingkungan yang mendorong para pelaku vandalisme untuk melakukan aktivitas vandalisme mengambil atau mematahkan bagian dari tanaman pada setting ini adalah ada beberapa tanaman dalam setting ini yang berada dalam jangkauan tangan (Tabel 9). Sikap terbanyak yang dinyatakan oleh pelaku aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman bahwa penempatan tanaman pada setting ini cukup mempengaruhi mereka dalam melakukan aksi vandalisme. Dalam pengamatan lapang diketahui bahwa terdapat tanaman yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini merupakan tanaman yang berada dalam jangkauan tangan manusia. Jumlah tanaman yang tidak banyak dan penempatan tanaman yang tidak padat serta berada pada perbatasan setting menyebabkan tersedianya ruang yang cukup bagi wisatawan untuk beraktifitas sehingga dapat

(33)

meminimalkan interaksi antara manusia dengan tanaman. Meskipun dalam penempatan tanaman pada setting ini memungkinkan untuk memberi ruang beraktifitas yang cukup bagi wisatawan namun tingginya kunjungan wisatwan pada

setting ini menyebabkan terjadinya aksi vandalisme tipe ini memiliki jumlah yang

tidak jauh berbeda dengan aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman pada setting lawn. Berdasarkan pada tabel diatas (Tabel 9), sikap yang dikemukakan oleh pelaku vandalisme mengenai faktor lingkungan yang kedua adalah bahwa bagian yang menarik dari suatu tanaman sangat mendorong mereka untuk melakukan tindak vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman tersebut. Pernyataan sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme pada setting ini didukung oleh kenyataan dilapang dimana yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini adalah ranting, daun, dan bunga. Bunga yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini merupakan bunga yang memiliki warna yang mencolok sehingga menimbulkan keinginan bagi pelaku vandalisme untuk memiliki bunga tersebut.

Aktivitas vandalisme tertinggi ketiga yang dilakukan dalam setting ini adalah aktivitas vandalisme 2, yaitu memindahkan fasilitas. Faktor lingkungan yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas vandalisme memindahkan fasilitas yang dilakukan pada setting ini adalah struktur dari beberapa fasilitas yang berada di

setting lawn kurang kokoh sehingga mudah untuk dipindahkan (Tabel 9). Pada setting lawn, aksi vandalisme memindahkan fasilitas dilakukan terhadap dua obyek, yaitu

besi tempat berjualan dan papan nama tanaman, dimana besi tempat berjualan merupakan obyek yang paling sering dikenakan tindakan vandalisme memindahkan fasilitas. Tingginya tingkat vandalisme pada fasilitas taman terkait dengan kerentanan fasilitas yang berasal dari pemilihan konstruksi fasilitas tersebut (Chalingger 1992, diacu dalam Clarke 1997). Pernyataan tersebut mendukung sikap yang ditunjukkan oleh pelaku vandalisme ini dimana obyek yang menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini merupakan fasilitas yang memiliki struktur tidak permanen sehingga aksi vandalisme ini dapat terjadi. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 9. dimana sikap yang dinyatakan oleh para pelaku vandalisme pada setting lawn adalah bahwa fasilitas dengan struktur tidak permanen pada setting ini sangat mendukung mereka

(34)

untuk melakukan aksi vandalisme. Meskipun secara umum fasilitas yang terdapat pada setting ini memiliki struktur fasilitas yang permanen namun terdapat dua obyek yang tidak permanen, yaitu besi untuk berjualan dan papan nama tanaman. Besi untuk berjualan merupakan obyek vandalisme yang dominan menjadi sasaran dari aksi vandalisme ini. Meskipun ditemukan aksi vandalisme pada fasilitas papan nama tanaman namun nilai aksi tersebut sangat kecil nilainya hanya 1% dari keseluruhan aksi vandalisme pada setting lawn. Sikap yang dikemukakan oleh pelaku vandalisme terhadap faktor lingkungan kedua untuk aktivitas vandalisme memindahkan fasilitas adalah bahwa mereka memindahkan fasilitas dikarenakan kerentanan material dari obyek vandalisme tersebut tidak menunjang sikap mereka untuk melakukan aksi vandalisme ini. Hal tersebut disebabkan karena fasilitas materi yang digunakan pada

setting ini memiliki sifat material yang kokoh dan tahan lama, sehingga mengurangi

peluang kerusakan yang terjadi pada fasilitas tersebut dan mengakibatkan rendahnya aksi vandalisme pada setting ini. Penemuan ini sejalan dengan penelitian Clarke et al. (1978) yang menemukan bahwa kerentanan dari suatu obyek pengrusakan dapat mengintroduksi berbagai perilaku yang berujung pada kehancuran dari obyek tersebut.

Aktivitas vandalisme 1 merupakan aktivitas vandalisme yang paling jarang dilakukan dalam setting ini dan seperti yang terlihat dalam boxplot dapat terlihat bahwa kegiatan vandalisme ini tidak sering dilakukan dan hanya sesekali saja dilakukan pada setting ini. Data ini sesuai dengan kenyataan dilapang dimana hanya sedikit ditemukan tulisan maupun gambar yang terdapat pada setting maupun fasilitas yang berada di setting lawn. Dalam penelitian ini, kondisi tersebut dipengaruhi oleh penggunaan elemen penyusun setting dan penataan setting yang sesuai sehingga dapat meminimalkan aksi vandalisme menulis atau menggambar pada setting lawn, antara lain penggunaan fasilitas dan tanaman yang memiliki penampang yang tidak luas dan cukup keras untuk dicoret-coret sehingga meminimalkan aktivitas vandalisme 1. Pada Tabel 9 diketahui bahwa sikap yang dinyatakan oleh para pelaku vandalisme pada setting lawn adalah bahwa kondisi sepi pada setting ini cukup mendukung dan tidak mendukung mereka untuk melakukan aksi vandalisme. Seperti

(35)

pada taman sakura, setting ini merupakan salah satu vantage point Kebun Raya Cibodas yang selalu ramai oleh pengunjung sehingga dapat diketahui bahwa aksi vandalisme yang dilakukan pada setting ini tidak dipengaruhi oleh keberadaan setting yang terletak pada lokasi yang sepi. Tapak ini memiliki perancangan setting yang terbuka sehingga tidak ditemukan lokasi terpencil yang sulit umtuk diakses. Hal ini turut mendukung minimnya aksi vandalisme 1 yang dilakukan pada setting lawn. Tingginya jumlah kunjungan serta perancangan setting yang terbuka menyebabkan mempermudah dan meningkatkan pengawasan dari berbagai pihak. Aksi vandalisme lebih banyak dilakukan pada lokasi dengan pengawasan yang minim karena dapat meminimalkan rasa malu yang diperoleh pelaku vandalisme apabila terkena teguran akibat perilaku vandalisme mereka serta mengurangi kekhawatiran mereka untuk dilaporkan ke pihak yang berwenang. Sikap lainnya yang dinyatakan oleh pelaku vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas di setting lawn bahwa keberadaan coretan terdahulu yang terdapat pada setting ini cukup mendorong mereka untuk melakukan vandalisme menulis atau menggambar yang serupa pada obyek tersebut. Data ini merupakan gambaran bahwa pada setting lawn tidak banyak terdapat tulisan dan gambar terdahulu yang akan memicu calon pelaku vandalisme mencoret-coret lainnya, dan dapat menjelaskan bahwa faktor ini bukan faktor utama yang menjadi pendorong para pelaku vandalisme di setting ini untuk melakukan tindakan menulis atau menggambar pada fasilitas. Pernyataan sikap para pelaku vandalisme ini didukung oleh kenyataan dilapang dimana tidak didapatinya banyak coretan yang ditemukan pada fasilitas di setting ini, sehingga dapat meminimalisasi aksi vandalisme tipe 1 yang selanjutnya. Dalam pengambilan video diketahui bahwa jumlah aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas di setting Taman Sakura dan lawn sama besarnya, padahal berdasarkan kondisi dilapang diketahui bahwa vandalisme tulisan dan atau gambaran yang berada pada fasilitas di Taman Sakura lebih banyak dibandingkan dengan vandalisme tulisan dan atau gambaran yang berada pada fasilitas di Lawn. Perbedaan ini disebabkan oleh keterbatasan waktu penelitian sehingga didapatkan data vandalisme yang kurang menunjang.

(36)

5.5 Implementasi Pengelolaan

Dalam penelitian ini dapat diketahui perancangan setting yang kurang tepat pada taman sakura dan lawn yang mendorong para pelaku vandalisme untuk melakukan aksi vandalisme terhadap suatu setting. Untuk mengurangi jumlah aksi vandalisme yang dilakukan oleh pengunjung akibat kurang tepatnya setting dari kawasan ini maka hendaknya dilakukan suatu pengelolaan kawasan yang tepat. Dalam penanganan aksi vandalisme pada kedua setting ini dapat dilakukan pendekatan melalui aspek fungsi (function), bentuk (form) dan organisasi (organization) (Zahnd, 1999).

5.5.1 Fungsi

Penanganan aksi vandalisme melalui pendekatan dari aspek fungsi (function) dapat dilakukan dengan mengembalikan fungsi dari suatu peruntukan, baik itu peruntukan tapak maupun elemen taman yang menyusunnya. Dalam penelitian ini dapat dilakukan beberapa penangan vandalisme melalui pendekatan fungsi yaitu dengan cara:

1. Untuk aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas yang melakukan aksi karena terdorong oleh adanya fasilitas yang terletak pada lokasi yang sepi dapat di atasi dengan mendistribusikan tingginya kepadatan. Pada setting taman sakura, mendistribusikan kepadatan dapat dilakukan dengan mengarahkan pengunjung dari tingkat kepadatan yang tinggi dibagian barat dan utara setting ke bagian timur setting. Sedangkan pada setting lawn tidak perlu dilakukan pendistribusian kepadatan pengunjung karena kepadatan pengunjung pada setting ini sudah terdistribusi dengan baik.

2. Aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman yang dilakukan karena dorongan dari penempatan dan ukuran tanaman yang mudah dijangkau oleh tangan serta karena terdapat beberapa tanaman yang memiliki bagian yang menarik untuk dimiliki dapat di atasi dengan memberikan ruang pembatas antara tanaman dengan ruang aktivitas manusia. Ruang tersebut dapat menjadi “tanda” bahwa area tersebut tidak untuk didekati.

(37)

5.5.2 Bentuk

Aksi vandalisme dapat dikurangi bahkan diatasi dengan melalui pendekatan dari aspek bentuk (form) yaitu:

1. Untuk aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas yang aksi karena terdorong oleh adanya fasilitas yang terletak pada lokasi yang sepi dapat di atasi dengan menciptakan suatu obyek wisata ataupun elemen taman pada lokasi yang sepi yang dapat menarik minat pengunjung sehingga terjadi distribusi pengunjung yang merata pada seluruh bagian setting.

2. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas yang disebabkan karena fasilitas berada pada lokasi yang sepi adalah mengakomodir pergerakan pengunjung dengan menyediakan jalur sirkulasi agar tidak ditemukan adanya lokasi yang sepi yang menunjang aksi vandalisme ini.

3. Untuk mencegahan aksi vandalisme menulis atau menggambar pada fasilitas yang serupa pada setting ini, dapat disediakan suatu media yang diletakkan dalam

setting ini untuk menulis atau menggambar.

4. Untuk aksi vandalisme memindahkan fasilitas yang dilakukan karena terdorong oleh struktur dari fasilitas tersebut yang tidak permanen dengan cara menanam pondasi fasilitas besi penyanggah dalam tanah atau memberi perkerasan pada dasar dari fasilitas ini.

5. Penanganan aksi vandalisme mematahkan atau mengambil bagian dari tanaman yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan pembatas tanaman yang terbuat dari material yang kokoh, tahan lama, dan memerlukan pemeliharaan yang rendah.

6. Penangan terhadap aksi vandalisme membuang sampah tidak pada tempatnya pada kedua setting dilakukan dengan cara menambah ketersediaan tempat sampah di dalam setting. Tempat sampah tersebut hendaknya tersebar merata diseluruh bagian setting dan menempatkannya pada jarak yang tidak terlalu jauh sehingga mudah dijangkau.

(38)

5.5.3 Kelembagaan

Penanganan aksi vandalisme yang dapat dilakukan melalui pendekatan dari aspek kelembagaan (organization) adalah:

1. Menerapkan dan mensosialisasikan peraturan yang berkenaan dengan aksi vandalisme yang berlaku pada kawasan.

2. Menindak tegas pelaku vandalisme dengan sanksi atau hukuman yang telah ditetapkan.

3. Melakukan pengawasan kawasan yang dilakukan oleh pihak pengelola.

4. Melibatkan pengawasan langsung dari pengunjung agar mencegah perilaku vandalisme yang akan terjadi.

5. Melakukan pendidikan terhadap pengunjung yang bersifat penyuluhan terus-menerus yang dilakukan agar adanya kesadaran untuk sama-sama menjaga keberlangsungan kawasan ini dari ancaman vandalisme. Sasaran utama dari pendidikan ini adalah laki-laki dengan usia remaja (14-20 tahun). Penentuan sasaran utama ini tidak berarti bahwa pendidikan hanya ditetapkan bagi kategori tersebut namun juga perlu ditetapkan kepada pengunjung dari kategori yang lain. 6. Melakukan penganan cepat terhadap aksi vandalisme yang terjadi. Untuk aksi

vandalisme menulis atau menggambar hendaknya segera diatasi dengan suatu perbaikan atau penanganan cepat atas aksi pengrusakan ini. Pada kedua setting dapat dilakukan perbaikan segera dengan cara penghapus atau menghilangkan tulisan atau gambar pada fasilitas yang menjadi sasaran aksi vandalisme ini. 7. Melakukan pengangkutan sampah secara teratur dan lebih intensif terutama pada

Gambar

Gambar 5. Setting Penelitian
Gambar 6. Lokasi Taman Sakura
Gambar 7. Penyebaran Pengunjung pada Setting Taman Sakura
Gambar 8. Peta Taman Sakura
+7

Referensi

Dokumen terkait

Furthermore, Paulo Coelho described Veronika as young and attractive woman who had a perfect life because she had a loving family, friends, boyfriends, and a job

Karakterisasi FESEM menunjukkan bahwa lapisan yang dihasilkan terdiri dari partikel berbentuk nanoplate yang tersebar merata di permukaan substrat ITO.. Luas

Dari Rincian 704 Kolom (7) yang ada isian, jenis penangkapan ikan yang mempunyai nilai produksi paling besar adalah : ………… 705. Dari Rincian 704 Kolom (7) yang ada isian,

Hasil kajian menunjukkan bahwa secara ditinjau dari Indeks Kepuasan secara umum, mutu pelayanan di Program Diploma Pelayaran Universitas Hang Tuah Surabaya dari sisi kemampuan

Prioritas tersebut adalah proses service level management dan arahan IT Blueprint IPDN yang memuat proses service design yaitu merancang manajemen level layanan TI

meningkatkan sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan terjadi peningkatan metabolisme seiring dengan peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan

Oleh karena itu perlu adanya sistem pengendalian secara otomatis yang dapat dikendalikan secara jarak jauh, aman dan efisien pada proses powder coating sehingga operator

Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikatakan bahwa propaganda adalah suatu usaha yang sistematis dan terencana yang dilakukan