• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI SENIN, 14 JUNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI SENIN, 14 JUNI"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SINGKAT

RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI II DPR RI DENGAN

Plt. DIRJEN PEMERINTAHAN UMUM KEMENTERIAN DALAM NEGERI

SENIN, 14 JUNI 2010

---

Tahun Sidang : 2009-2010

Masa Persidangan : III

Rapat Ke : --

Sifat : Terbuka

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat (RDP)

Dengan : Plt. Dirjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri

Hari/Tanggal : Senin, 14 Juni 2010

Pukul : 10.00 WIB - Selesai

Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara/KK.III)

Ketua Rapat : Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Drs. Riyadi Santoso, M.Si/Kabag.Set Komisi II DPR RI

Acara : 1. Membahas Penyelesaian Permasalahan Perbatasan; dan

2. Masalah Aktual Lainnya.

Kehadiran : 38 dari 51 Anggota Komisi II DPR RI 13 orang izin

HADIR :

H. Chairuman Harahap, SH.,MH Ganjar Pranowo

DR. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA Muslim, SH

H. Abdul Wahab Dalimunte, SH Ignatius Mulyono

Rusminiati, SH

Khatibul Umam Wiranu, M.Hum Dr. H. Subyakto, SH.,MH.,MH Dra. Gray Koes Moertiyah, M.Pd Drs. H. Amrun Daulay, MM Ir. Nanang Samodra KA, M.Sc Drs. H. Abdul Gafar Patappe Mustokoweni Murdi, SH

Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM

Agustina Basik-Basik, S.Sos.,MM.,M.Pd Nurul Arifin S.IP.,M.Si

Drs. H. Murad U. Nasir, M.Si Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus

Drs. Taufiq Hidayat, M.Si Dra. Eddy Mihati, M.Si Irvansyah, S.IP

Dr. Yasona H. Laoly, SH.,MH Alexander Litaay

H. Rahardi Zakaria, S.IP.,MH H.M Gamari Sutrisno Drs. Mahfudz Siddiq, M.Si H. Tossy Aryanto, SE.,MM Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si H. Sukiman, S.Pd.,MM Wa Ode Nurhayati, S.Sos Drs. H. Nu man Abdul Hakim H. M. Izzul Islam

Dr. AW. Thalib, M.Si Hj. Masitah S.Ag.,M.Pd.I Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si Mestariany Habie, SH

Djamal Aziz, B.Sc, SH.,MH

IZIN :

Ir. Teguh Juwarno, M.Si Drs. H. Djufri

Kasma Bouty, SE.,MM

H. Tubagus Imam Ariyadi, S.Ag.,MM Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc.IP.,M.Si Dr. M. Idrus Marham

Arif Wibowo

Budiman Sudjatmiko, M.Sc.,M.Phill Agus Purnomo, S.IP

Aus Hidayat Nur Dra. Hj. Ida Fauziyah Abdul Malik Haramain, M.Si Miryam S. Haryani, SE.,M.Si

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

(2)

I. PENDAHULUAN

Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI dengan Plt. Dirjen Pemerintahan Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri dibuka pukul 10.30 WIB oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yth. Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA/F-PD.

II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN Dasar Hukum Pengelolaan Perbatasan :

1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara;

3. Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar;

4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2006 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah.

5. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP);

6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2010 tentang Organisasi & Tata Kerja Sekretariat Tetap Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan;

Latar belakang pengelolaan perbatasan antar negara:

1. 3 (tiga) kepentingan strategis nasional di wilayah perbatasan antar negara (Keutuhan & Kedaulatan NKRI, Kesejahteraan Masyarakat di perbatasan, Stabilitas Keamanan NKRI);

2. Kondisi masyarakat perbatasan yang masih sangat memprihatinkan dan berbagai bentuk kejahatan transnasional sering terjadi di wilayah perbatasan; 3. Pengelolaan wilyah Perbatasan antar negara belum terpadu dan menyeluruh.

(terdapat 37 Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian dan ditangani 75 Pejabat Eselon I).

Permasalahan Batas Antar Negara :

1. Belum optimalnya penyelesaian sengketa batas wilayah negara dengan negara tetangga, di darat (Malaysia, Papua New Guine, dan Republik Demokratik Timor Leste) serta di laut (India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filippina, Republik Palau, Australia, Republik Demokratik Timor Leste, dan Papua New Guine);

2. Pengelolaan pulau-pulau terluar (92 Pulau) perlu dijaga melalui pemberdayaan masyarakat dan pembangunan sarana prasarana pendukungnya;

3. Wilayah perabatasan perlu dikelola secara terpadu dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan;

4. Kondisi masyarakat perbatasan sangat memprihatinkan baik dari segi sosial ekonomi budaya dan banyaknya bentuk kejahatan transnasional di wilayah perbatasan (illegal logging, illegal fishing, human trafficking).

Terdapat 78 (tujuh puluh delapan) Pos Lintas Batas Tradisional dan 1 (satu) Pos Lintas Batas Internasional (Entikong, Kalimantan Barat-Tebedu, Malaysia) di darat dan laut yang tersebar di 6 (enam) Provinsi (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Riau, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, dan Papua)

(3)

Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Penanganan Pulau-Pulau Kecil Terluar sebanyak 92 (sembilan puluh dua) Pulau dan yang perlu mendapat perhatian 12 (dua belas) Pulau terluar, yakni sebagai berikut: Pulau Rondo (Nanggroe Aceh Darussalam), Pulau Berhala (Sumatera Utara), Pulau Sekatung dan Pulau Nipa (Kepulauan Riau), Pulau Marore, Pulau Miangas, dan Pulau Marampit (Sulawesi Utara), Pulau Batek dan Pulau Dana (Nusa Tenggara Timur), Pulau Fani (Papua Barat), Pulau Fanildo dan Pulau Bras (Papua).

Kegiatan yang telah dilakukan Direktorat Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri dalam pengelolaan perbatasan antar negara:

1. Menggalang kerjasama bilateral dengan negara tetangga untuk penegasan batas dan pemeliharaan tanda batas internasional, meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat perbatasan melalui pembukaan pintu-pintu perbatasan secara legal;

2. Meningkatkan kepastian hukum untak pengelolaan perbatasan internasional (Membuat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara) dan Pembentukan BNPP sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2010;

3. Meyakinkan stakeholder penentu untuk memprioritaskan pembangunan perbatasan;

4. Melibatkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan perbatasan melalui program dekonsentrasi dan tugas pembantuan;

5. Penanganan pengamanan perbatasan antar negara;

6. Pembangunan fasilitas umum pemerintahan di perbatasan;

7. Pengadaan sarana prasarana dan mobilitas di wilayah perbatasan. Latar belakang pengelolaan perbatasan antar daerah:

1. Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa daerah dibentuk dengan Undang-Undang Pembentukan daerah, antara lain mencakup : nama, ibukota, cakupan wilayah, batas. Pasal 198 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan setiap Undang-Undang Pembentukan Daerah Otonom Baru mengamanatkan bahwa penentuan batas wilayah daerah secara pasti di lapangan ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri;

2. Batas daerah harus memenuhi aspek yuridis dan teknis yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri;

3. Peraturan Menteri Dalam Negeri dilengkapi dengan peta batas sebagai lampiran yang memberikan informasi kejelasan cakupan wilayah yang berbatasan, koordinat titik batas, simbol posisi pilar batas dan unsur geografis lainnya (sungai, jalan), aspek fisik di lapangan di tandai dengan terpasang pilar batas dan teridentifikasinya koordinat posisi pilar batas.

4. Mencegah terjadinya konflik batas daerah yang dapat menimbulkan korban harta, benda dan jiwa serta ekonomi biaya tinggi (high cost economic);

5. Tertatanya kode wilayah administrasi pemerintahan;

6. Berjalannya secara optimal penyelenggaraan fungsi pemerintahan di daerah; 7. Pelaksanaan pembangunan daerah yang berjalan optimal;

8. Terlaksananya penyaluran dana perimbangan (DAK, Dana Bagi Hasil) yang tidak menimbulkan konflik.

(4)

Permasalahan Penataan Batas Daerah :

1. Batas daerah yang tidak jelas akan memicu konflik di wilayah perbatasan; 2. Pada umumnya permasalahan muncul terkait dengan pembentukan daerah

otonom baru, yang dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun (1999 s.d. 2009) mencapai 205 (dua ratus lima) daerah otonom baru (wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota). hal ini dikarenakan peta-peta lampiran pada Undang-Undang tentang pembentukan daerah pada umumnya belum memenuhi standar kaidah pemetaan secara kartografi.

sehingga dalam pelaksanaan penegasan batas daerah secara pasti di lapangan banyak menimbulkan multitafsir yang berdampak kepada :

a. Overlapping cakupan wilayah;

b. Duplikasi pelayanan pemerintahan atau tidak adanya pelayanan pemerintahan;

c. Perebutan untuk mengelola sumber daya alam; d. Overlapping perijinan lokasi usaha;dan

e. Daerah pemilihan ganda pada proses Pemilu dan Pemilu Kepala Daerah. Dari 33 (tiga puluh tiga) Provinsi, 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) Kabupaten/Kota, terdapat 946 (sembilan ratus empat puluh enam) segmen batas daerah yang harus ditegaskan, dan Menteri Dalam Negeri telah menegaskan sampai dengan Tahun 2010 sebanyak 101 (seratus satu) segmen batas daerah yang meliputi 4 (empat) Provinsi, 94 (sembilan puluh empat) kabupaten/Kota, terdiri dari 3 (tiga) Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang batas Provinsi dan 55 (lima puluh lima) Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang batas Kabupaten/Kota. Kegiatan yang telah dilakukan Direktorat Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri dalam pengelolaan perbatasan antar daerah:

1. Mendorong peran gubernur untuk memfasilitasi penyelesaian dimaksud dan perselisihan antar Provinsi, antara Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya, serta antara Provinsi dan Kabupaten/Kota di luar wilayahnya. Menteri Dalam Negeri memfasilitasi penyelesaian perselisihan dimaksud sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 198, yaitu:

a. apabila terjadi perselisihan dalam penyelenggaraan fungsi pemerintahan antar Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi, Gubernur menyelesaikan perselisihan dimaksud;

b. apabila terjadi perselisihan antar Provinsi antara Provinsi dan Kabupaten/Kota di wilayahnya, serta antara Provinsi dan Kabupaten/Kota di luar wilayahnya, Menteri Dalam Negeri menyelesaikan perselisihan dimaksud;

c. keputusan sebagaimana dimaksud bersifat final.

2. Untuk menghindari terjadinya permasalahan sengketa batas daerah, diusulkan Undang-Undang Pemekaran Wilayah harus mencantumkan/ mengidentifikasi :

a. cakupan wilayah desa-desa di wilayah perbatasan dengan titik-titik koordinat;

b. kejelasan kepemilikan pulau-pulau;

c. pembuatan peta lampiran harus merujuk pada peta yang dikeluarkan oleh instansi yg berwenang;

(5)

d. batas daerah yang tertuang dalam batang tubuh harus sesuai dengan yang tergambar di atas peta lampiran Undang-Undang Pemekaran Wilayah serta sesuai standar kaidah pemetaan secara kartografi;

e. proses utk menentukan hal tersebut, harus dikoordinasikan antara Provinsi dan Kabupaten yang berbatasan.

3. Upaya Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri dalam penyelesaian permasalahan batas daerah telah dibahas dengan Tim Kecil Komisi II DPR RI sejak Tahun 2007, sebagai berikut:

a. Permasalahan Kota Bukittinggi dengan Kabupaten Agam dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 tentang perluasan Kota Bukittinggi, telah diselesaikan dengan menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2009 tanggal 10 April 2009;

b. Permasalahan 6 (enam) Desa, di Kabupaten Halmahera Utara dan Kabupaten Halmahera Barat di Provinsi Maluku Utara, dimana sebagian masyarakat 6 (enam) Desa ingin masuk kembali ke Kabupaten Halmahera Barat. Permasalahan ini telah diselesaikan melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 146.3/111/SJ yang menyebutkan 6 (enam) Desa tetap masuk di Kabupaten Halmahera Utara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003.

c. Permasalahan batas daerah antara Kabupaten Banjar dengan Kabupaten Tanah Bumbu, sudah diselesaikan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2010;

d. Permasalahan ibukota Kabupaten Seram Bagian Barat (Dataran Honipopu) Kecamatan Seram Barat telah diselesaikan melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 135/75/SJ tanggal 14 Januari 2008;

e. Pemindahan ibukota Kabupaten Rokan Hilir dari Ujung Tanjung ke Bagan Siapi-Api dengan Revisi Undang-Undang Nomor 53 Tahun 2003;

f. Batas daerah Kab. Ogan Komering Ulu (OKU) dengan Kabupaten Muara Enim telah diselesaikan melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 136/694/PUM tanggal 15 Mei 2008;

g. Batas daerah Kabupaten Kepahiang dengan Kabupaten Rejang Lebong, sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2003 tidak ada masalah dengan batas daerah, tetapi Pemerintah Daerah Kabupaten Rejang Lebong ingin mengambil kembali wilayah Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang dengan alasan dipinjamkan saat Pemekaran. Sikap Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum tetap melaksanakan Undang-Undang Nomor 39 Thn 2003 dan telah ditegaskan kembali dengan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 136/1232/PUM tanggal 3 Agustus 2009;

h. Batas daerah Kota Bontang dengan kabupaten Kutai Timur sudah ditegaskan melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 25 Tahun 2005 tanggal 17 Juni 2005 yang belum direalisasikan perluasan Kota Bontang yang saat ini sedang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur karena Kabupaten Kutai Timur belum bersedia melepas wilayahnya (sesuai Pasal 198 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah);

i. Permasalahan batas daerah yang belum dapat diselesaikan adalah permasalahan Pulau Berhala yang disengketakan oleh Provinsi Kepulauan Riau dengan Provinsi Jambi. Permasalahan ini terkait dengan 3

(6)

Undang-Undang (Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sorolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau; dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga di Provinsi Kepulauan Riau). Penyelesaian permasalahan Pulau Berhala tersebut perlu merevisi 3 Undang-Undang tersebut dan kepastian status kepemilikan Pulau Berhala.

4. Permasalahan batas Provinsi Gorontalo dengan Provinsi Sulawesi Tengah terkait wilayah transmigrasi Sumalata melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor: 125.4/220/SJ, tanggal 25 Januari 2010.

5. Penyelesaian permasalahan batas Kabupaten Madiun dengan Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur terkait tanah stren yang merupakan lahan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Timur melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 135.4/213/SJ, tanggal 25 Januari 2010.

6. Batas daerah antara Kabupaten Seram Bagian Barat dengan Kabupaten Maluku Tengah, telah diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2010 tanggal 13 April 2010.

7. Permasalahan batas Kabupaten Bengkulu Utara dengan Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu diselesaikan melalui Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 136/1232/PUM, tanggal 3 Agustus 2009.

8. Cakupan wilayah 5 (lima) Desa yang disengketakan antara Kabupaten Rokan Hulu dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau telah difasilitasi dan diselesaikan melalui Surat Menteri Dalam Negeri kepada Gubernur Riau Nomor 136/1431/PUM tanggal 17 September 2009, perihal penyelesaian 5 (lima) Desa antara Kabupaten Rokan Hulu dengan Kabupaten Kampar Provinsi Riau.

9. Dalam rangka mempercepat penyelesaian batas daerah otonom (Provinsi, Kabupaten dan Kota) mulai Tahun 2010 s.d 2014 diprogramkan penyelesaian batas sebagai:

a. Tahun 2010 sebanyak 60 (enam puluh) segmen batas daerah; b. Tahun 2011 sebanyak 100 (seratus) segmen batas daerah;

c. Tahun 2012 sebanyak 150 (seratus lima puluh) segmen batas daerah; d. Tahun 2013 sebanyak 200 (dua ratus) segmen batas daerah;

e. Tahun 2014 sebanyak 250 (dua ratus lima puluh) segmen batas daerah. Untuk program selama 5 (lima) tahun tersebut diperlukan biaya sebesar Rp641 Miliar.

III. KESIMPULAN/PENUTUP

Setelah Plt. Dirjen Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri menyampaikan penjelasan atas pertanyaan dari Pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terkait penyelesaian persoalan perbatasan antar daerah, Komisi II DPR RI meminta Kementerian Dalam Negeri melakukan pembahasan kembali secara tuntas dan komprehensif baik intern maupun lintas instansi untuk menyelesaikan permasalahan batas wilayah, kemudian dibahas kembali bersama Komisi II DPR RI berdasarkan target segmen batas wilayah yang akan diselesaikan per tahun sampai dengan Tahun 2014.

(7)

2. Komisi II DPR RI meminta Kementerian Dalam Negeri c.q Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum untuk membuat prosedur, tatacara, standar operasional, aturan main dalam penetapan batas wilayah antar daerah dalam NKRI dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku khususnya sebelum diputuskan adanya usulan pembentukan Daerah Otonom Baru.

3. Komisi II DPR RI mendorong Pemerintah Pusat untuk turut mendorong Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk segera menyelesaikan berbagai masalah perselisihan batas daerah (menegaskan batas-batas daerah).

4. Terkait dengan belum beroperasinya Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Komisi II DPR RI mendesak Kementerian Dalam Negeri agar BNPP dapat segera diopersionalisasikan mengingat koordinasi dan konsolidasi perlu dilakukan dalam hal peningkatan kapasitas dan fungsi kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan secara nasional.

Rapat ditutup Pukul 13.30 WIB.

JAKARTA, 14 Juni 2010 PIMPINAN KOMISI II DPR RI

WAKIL KETUA, ttd

Dr. Drs. H. TAUFIQ EFFENDI, MBA A-533

Referensi

Dokumen terkait

• Imbaulah para remaja untuk meng- hafalkan sebuah frasa yang mereka temukan bermakna dalam “Kristus yang Hidup: Kesaksian dari Para Ra- sul .” Mintalah para remaja untuk

Saya bersyukur bahwa selain Perjanjian Lama dan Baru, Tuhan, melalui para nabi Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir, telah menambahkan tulisan suci lain

Komisi IV DPR RI meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar dalam menyusun rincian program dan anggaran lebih berfokus kepada kegiatan yang lebih berdampak

Pada kedua metode dilakukan proses deteksi tepi untuk mengurangi noise yang ada pada citra blur, selanjutnya mengalikan nilai iterasi atau pengulangan proses

Pada tampilan Gambar 4.5 ini adalah tampil menu dengan tombol materi kompang yang menjelaskan jenis pukulan kompang.. Tam- pilan materi ini di linkkan

Setiap masalah yang berkaitan dengan persiapan, pelaksanaan dan penulisan laporan Perancangan Pabrik harus dikonsultasikan dengan dosen pembimbing yang dibuktikan dengan

Permasalahan yang diteliti di dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan kalibrasi jam waktu salat di Masjid Agung Baitunnur Pati dan Masjid Jami’ Kajen serta

Dalam percobaan ini, durasi rendam 30 menit memberikan daya hidup yang paling tinggi pada tahap dehidrasi jaringan sebelum pembekuan dalam nitrogen cair.. Namun setelah