18
Volume 2 Nomor 3: 18-23
Agustus 2017
http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKM
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
Hubungan Derajat Keparahan Melasma dengan Kualitas Hidup
pada Pasien Melasma di Praktek Swasta Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin Kota Banda Aceh
Relationship of Severity Level of Melasma with Melasma Patient’s Quality of Life at
Private Dermato-Venerologist in Banda Aceh City
*Dina Tursina, Sitti Hajar, Cut Gina Inggriyani
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh-Indonesia
*Email: tursina.dina@gmail.com
ABSTRAK
Melasma adalah kelainan pigmentasi pada kulit yang didapat, umumnya simetris dan bersifat kronis pada area kulit yang terpajan sinar matahari, terutama terjadi pada area wajah. Melasma mempunyai banyak faktor pemicu yang dapat meningkatkan keparahan melasma. Kondisi ini menyebabkan keparahan melasma berpotensi memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara derajat keparahan melasma dengan kualitas hidup pada pasien melasma di praktek swasta dokter spesialis kulit dan kelamin Kota Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancangan penelitian cross sectional dan menggunakan metode accidental sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner Melasma Quality of Life Scale (MELASQOL) untuk mengukur kualitas hidup pasien melasma dan skor modified Melasma Area and Severity Index (mMASI) untuk menilai keparahan melasma. Data dianalisis dengan Uji Korelasi Spearman dengan menggunakan program SPSS. Berdasarkan hasil penelitian dari 33 pasien menunjukkan nilai r hitung = 0,512 dengan p value = 0,002 (p < 0,05). Kesimpulan dari penelitian, terdapat hubungan antara derajat keparahan melasma dengan kualitas hidup pada pasien melasma, semakin tinggi derajat keparahan melasma maka semakin buruk kualitas hidup penderitanya
Kata kunci: Kualitas Hidup, Melasma, MELASQOL, mMASI
ABSTRACT
Melasma is skin pigmentation disorder which is acquired, generally symmetric and chronic on sun-exposed areas of the skin, mainly occur on the face. Melasma has many triggering factors that can improve severity of melasma. This condition causes severity of melasma potentially affect patient’s quality of life. The purpose of this study is to know the corellation between the severity level of melasma with melasma patients’ quality of life at the private dermato-venerologist in Banda Aceh City. This study used observational method with cross sectional study design and taken by accidental sampling method. Melasma Quality of Life Scale (MELASQOL) questionnaire was used to measure patients’ quality of life and modified Melasma Area and Severity Index (mMASI) score was used to measure severity of melasma. The data was analized by Spearman Corellation using SPSS program. Based on the result of this study from 33 patients showed that r value = 0,512 with p value = 0,002 (p < 0,05). The conclusion of this study, there is a corellation between the severity level of melasma with melasma patient’s quality of life, the higher severity level of melasma is, the worse effect in the patient’s quality of life will be.
19
http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKM
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
PENDAHULUAN
Melasma merupakan kondisi hipermelanosis kronik, yang biasanya rekuren, dan seringnya sulit untuk ditangani yang telah memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia. Walaupun melasma tidak berhubungan dengan mortalitas, namun dapat memengaruhi morbiditas penderita terutama dalam hal psikologis.(1,2)
Prevalensi melasma tergantung pada etnik tertentu, tipe kulit, dan intensitas pajanan sinar matahari.(3)
Penyakit ini dapat menyerang semua ras, terutama pada penduduk yang tinggal di daerah tropis. Melasma lebih banyak ditemukan pada kulit yang lebih gelap seperti pada ras Hispanik, Latin-Amerika, Afro-Amerika, dan Asia.(4–6) Beberapa penelitian melaporkan bahwa melasma menyerang 5-6 juta orang di Amerika. Melasma
juga menjadi masalah kulit terbanyak di Irak, sekitar 26,6% perempuan Irak menderita melasma.(2,7,8)
Melasma lebih banyak diderita oleh wanita dibandingkan dengan pria, penelitian yang dilakukan pada ras Indian melaporkan perbandingan wanita dan pria adalah 6:1, sedangkan perbandingan wanita dan pria di Brazil adalah 39:1.(3,9,10) Perbandingan kasus wanita dan pria di Indonesia adalah 24:1 terutama pada wanita
usia subur.(4)
Melasma dapat dideteksi melalui pemeriksaan fisik, dan sering terdeteksi pada area wajah. Melasma umumnya simetris berupa makula yang tidak merata berwarna cokelat muda sampai cokelat tua, mengenai area kulit seperti dahi, pipi, hidung, daerah atas bibir, dan dagu.(2,4,5)
Penilaian derajat keparahan melasma yang paling sering digunakan adalah skor Melasma Area and Severity Index (MASI) yang dikembangkan pertama kali oleh Kimbrough-Green, et al. Skor MASI menilai 3 faktor yaitu area, intensitas pigmentasi atau kegelapan dan homogenitas. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Pandya, et al mengembangkan versi terbaru dari skor MASI yaitu Skor modified Melasma Area and Severity Index (mMASI), yang hanya menilai 2 faktor saja yaitu area dan intensitas pigmentasi. Penilaian derajat keparahan melasma direkomendasikan menggunakan skor mMASI, karena sudah teruji validitas dan reabilitas, stabil, konsisten, serta mudah untuk digunakan.(11)
Kualitas hidup dalam dermatologi menjadi penting belakangan ini. Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap kehidupannya yang salah satunya dipengaruhi oleh kondisi fisik individu. Beberapa penyakit kulit seperti melasma berpotensi memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Melasma dapat membuat penderitanya merasa malu, rendah diri, depresi akan kondisi kulit dan penampilan fisiknya serta dapat membuat penderita melasma kurang percaya diri terhadap lingkungan sosialnya.(1,12,13)
Kualitas hidup pada dermatologi umumnya diukur menggunakan instrumen DLQI, Skindex-16, dan masih banyak jenis lainnya. Namun pada tahun 2003 Balkrishnan et al mengembangkan instrumen kualitas hidup spesifik melasma yaitu Melasma Quality of Life Index (Melas-QoL). Kuesioner ini berfokus pada pengaruh melasma terhadap aspek emosional.
Penelitian di Brazil dan Prancis yang menilai kualitas hidup pasien melasma menggunakan instrumen Melas-QoL melaporkan bahwa melasma mempunyai dampak emosional dan psikologis yang kuat dalam kualitas hidup penderitanya.(1,14) Penelitian di Mesir juga melaporkan, melasma selain berdampak pada emosional,
melasma juga mempunyai dampak pada hubungan sosial dan aktivitas sehari-hari penderitanya.(15)
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan di Blora, Jawa Tengah melaporkan adanya hubungan antara melasma dengan kualitas hidup pada penderita melasma dengan menggunakan instrumen Dermatology Life Quality Index (DLQI).(16) Penelitian yang dilakukan di RSUD dr. H. Moeloek Lampung melaporkan adanya
hubungan antara derajat keparahan dengan kualitas hidup pasien melasma, dengan menggunakan kuesioner DLQI untuk menilai kualitas hidup dan Skor MASI untuk menilai derajat keparahan. Semakin tinggi derajat keparahan, semakin besar melasma berdampak pada kualitas hidup pasien melasma.(12)
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan derajat keparahan melasma dengan kualitas hidup pada pasien melasma di praktek swasta dokter spesialis kulit dan kelamin Kota Banda Aceh, menggunakan kuesioner Melas-QoL untuk menilai kualitas hidup dan Skor mMASI untuk menilai derajat keparahan melasma.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan derajat keparahan melasma dengan kualitas hidup pada pasien melasma di praktek swasta dokter spesialis kulit dan kelamin Kota Banda Aceh.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional, yaitu pendekatan pada satu waktu dan hanya diobservasi sekali saja. Penelitian ini dilakukan di Klinik Spesialis Cempaka Lima dan K&K Klinik Kota Banda Aceh pada bulan Oktober-November 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien melasma yang berobat. Besar sampel dalam penelitian adalah sebanyak 33 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel dengan metode non-probability sampling, yaitu dengan menggunakan teknik accidental sampling dilakukan dengan mengambil responden atau kasus yang kebetulan ada atau tersedia di suatu tempat sesuai dengan konteks penelitian dalam kurun waktu yang telah ditetapkan.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah responden yang telah didiagnosis melasma oleh dokter spesialis kulit dan kelamin, berjenis kelamin perempuan dan bersedia menjadi responden dengan menandatangani surat persetujuan penelitian setelah diberikan informed consent. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pengisian kuisioner yang tidak lengkap, wanita yang sedang hamil dan sedang menderita penyakit kronik lain, misalnya seperti diabetes melitus, jantung koroner, kanker serta pasien kemoterapi.
20
http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKM
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
Variabel penelitian terdiri dari variabel independen yaitu derajat keparahan melasma dan variabel dependen yaitu kualitas hidup pada pasien melisma. Kualitas hidup dalam penelitian ini dinilai menggunakan kuesioner Melasma Quality of Life Index (Melas-QoL) dan derajat keparahan melasma dapat dinilai menggunakan skor modifiedMelasma Area and Severity Index (mMASI). Peneliti membagi hasil skor Melas-QoL dalam tiga kategori yaitu kualitas hidup baik (10-29), sedang (30-49) dan buruk (50-70) dan skor mMASI dalam tiga kategori yaitu derajat keparahan ringan (0-7,9) sedang (8-15,9) dan berat (16-24).
Penelitian ini menggunakan analisa univariat dan bivariat. Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi setiap variabel. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi dan persentase. Analisa bivariat digunakan untuk menguji hipotesis pada α: 0,05. Analisa bivariat yang digunakan adalah uji korelasi Spearman.
HASIL PENELITIAN
Pengambilan data penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Oktober-November 2016, sedangkan penilaian dan perhitungan skor mMASI dilakukan pada bulan November 2016. Penelitian ini dilakukan dengan jumlah sampel 33 pasien yang memenuhi kriteria inklusi penelitian dari seluruh pasien melasma yang telah menjalani pemeriksaan dan pengobatan melasma.
Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik sampel penelitian dalam penelitian ini meliputi usia, pekerjaan, lama menderita, riwayat keluarga, dan riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal. Hasil karakteristik responden ditampilkan dalam tabel berikut ini.
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Frekuensi (n) Persentase(%)
Usia 17 - 25 tahun 1 3,0 26 - 35 tahun 5 15,2 36 - 45 tahun 12 36,4 46 - 55 tahun 13 39,4 56 - 65 tahun 2 6,1 Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga (I RT) 15 45,5
Pegawai 6 18,2
Wiraswasta 12 36,4
Lama Menderita
< 1 tahun 7 21,2
> 1 tahun 26 78,8
Riwayat Melasma dalam Keluarga
Ada 15 45,5
Tidak Ada 18 54,5
Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
Ada 18 54,5
Tidak Ada 15 45,5
Data karakteristik responden yang terlihat pada tabel 1 menunjukan bahwa berdasarkan usia, dari 33 orang responden penelitian, lebih banyak pada rentang umur 46-55 tahun yaitu sebanyak 13 responden dengan persentase 39,4%. Data karakteristik berdasarkan pekerjaan terlihat bahwa responden terbanyak pada pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 15 orang (45,5%). Berdasarkan lama menderita melasma terlihat bahwa responden yang menderita melasma lebih dari 1 tahun lebih banyak yaitu 26 orang (78,8%). Berdasarkan riwayat melasma dalam keluarga, responden yang tidak mempunyai riwayat melasma dalam keluarga lebih banyak yaitu 18 orang (54,5%). Data karakteristik responden yang menggunakan kontrasepsi hormonal lebih banyak dengan jumlah 18 orang (54.5%).
21
http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKM
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
Distribusi Frekuensi Derajat Keparahan MelasmaBerdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi frekuensi derajat keparahan penderita melasma pada responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Derajat Keparahan Melasma pada Responden
Derajat Keparahan Melasma Frekuensi (n) Persentase (%)
Ringan 8 24,2
Sedang 15 45,5
Berat 10 30,3
Total 33 100
Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan penilaian skor mMASI dari 33 responden melasma yang terbanyak ada pada kelompok responden dengan derajat keparahan sedang yaitu 15 orang (45,5%).
Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, distribusi frekuensi kualitas hidup pada responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kualitas Hidup pada Responden
Kualitas Hidup Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik 4 12,1
Sedang 20 60,6
Buruk 9 27,3
Total 33 100
Tabel 3 menunjukkan bahwa kualitas hidup pada responden terbanyak adalah kualitas hidup sedang dengan jumlah 20 orang (60,6%).
Hubungan Derajat Keparahan Melasma dengan Kualitas Hidup pada Pasien Melasma
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan variabel independen (Derajat Keparahan Melasma) dengan variabel dependen (Kualitas Hidup Pasien Melasma) dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman.
Tabel 4. Hubungan Derajat Keparahan Melasma dengan Kualitas Hidup pada Pasien Melasma
Derajat Keparahan Melasma Kualitas Hidup Total r hitung p value (p < 0,05)
Baik Sedang Buruk
n % n % n % n %
Ringan 3 37,5 5 62,5 0 0 8 24,2
Sedang 1 6,7 10 66,7 4 26,7 15 45,5
Berat 0 0 5 50 5 50 10 30,3
Total 4 12,1 20 60,6 9 27,3 33 100 0,512 0,002
Berdasarkan tabulasi silang data pada Tabel 4 di atas, menunjukkan bahwa responden melasma paling banyak memiliki derajat keparahan sedang yaitu sebanyak 10 orang (45,5%) dan cenderung memiliki kualitas hidup sedang yaitu sebanyak 10 orang (60,6%). Nilai r hitung pada koefisien korelasi bernilai 0,512 yang berarti kedua variabel yang diuji baik independen maupun dependen mempunyai hubungan. Nilai ini lalu diuji signifikansinya, dan didapatkan nilai signifikansinya adalah 0,002 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara derajat keparahan melasma dan kualitas hidup pada pasien melasma di praktek swasta dokter spesialis kulit dan kelamin di Kota Banda Aceh.
PEMBAHASAN
Karakteristik Sampel Penelitian
Berdasarkan data karakteristik responden yang telah dijabarkan secara univariat, responden melasma terbanyak ada pada kelompok usia 46-55 tahun sebanyak 13 orang dan dikuti kelompok umur 36-45 tahun sebanyak 12 orang. Hal ini dapat terjadi karena pasien melasma yang datang adalah pasien lama dan yang
22
http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKM
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
sudah menderita melasma bertahun-tahun. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa pasien yang menderita melasma lebih dari satu tahun (78,8%) lebih banyak dibandingkan dengan penderita melasma kurang dari satu tahun (21,2%). Melasma merupakan masalah kulit yang banyak diderita oleh wanita di usia subur.(4,17) Penelitian yang pernah dilakukan di Poliklinik Bagian Kesehatan Kulit dan
Kelamin RSUD Kota Semarang pada tahun 2012 melaporkan dari 43 responden melasma, usia penderita melasma terbanyak yaitu 41-50 tahun sebanyak 17 orang (39,5%).(18) Penelitian yang dilakukan di RSUD dr.
H. Moeloek Lampung melaporkan kejadian melasma terbanyak pada usia 32-47 tahun (60%).12 Penelitian yang
di lakukan di rumah sakit Siriraj, Bangkok, Thailand melaporkan bahwa usia rata-rata pasien melasma adalah 47,8 tahun.(19)
Data karakteristik responden melasma berdasarkan jenis pekerjaan, jumlah responden melasma pada ibu rumah tangga terbanyak yaitu 15 orang (45,%) lalu diikuti oleh pekerjaan sebagai wiraswasta dan pegawai. Hal ini diasumsikan oleh peneliti bahwa ibu rumah tangga lebih memiliki banyak waktu dan kesempatan untuk berkonsultasi dan melakukan pengobatan dari penyakit yang dideritanya.
Data karakteristik responden melasma berdasarkan lamanya menderita melasma lebih banyak pada pasien yang menderita melasma lebih dari satu tahun (78,8%) dibandingkan dengan kurang satu tahun. Hal ini kemungkinan terjadi karena penderita melasma yang kurang dari satu tahun mempunyai melasma yang tingkat keparahannya ringan sehingga belum terlalu mengganggu dengan melasma yang dideritanya. Berbeda dengan penderita melasma yang sudah menderita melasma lebih dari satu tahun yang kemungkinan datang dengan keadaan yang sudah parah dan sangat mengganggu penampilannya.
Berdasarkan anamnesis, faktor yang diduga memengaruhi timbulnya melasma pada responden paling banyak adalah adanya riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal (54,5%), lalu diikuti dengan riwayat melasma dalam keluarga. Namun dari hasil penelitian didapatkan pada pasien melasma, faktor yang berpengaruh pada dirinya sendiri dapat lebih dari satu, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya yang melaporkan bahwa pada pasien melasma, faktor yang memengaruhi melasma pada dirinya sendiri dapat lebih dari satu faktor.(17) Hal tersebut dapat terjadi karena melasma dapat timbul,
dipengaruhi, dan diperparah oleh banyak faktor, seperti warna kulit gelap terutama tipe kulit Fitzpatrick III dan IV pajanan sinar matahari, predisposisi genetik, kosmetik, obat-obatan, penggunaan hormon eksogen, kehamilan, disfungsi tiroid, bahkan idiopatik.(1,4,20)
Berdasarkan hasil penelitian riwayat melasma dalam keluarga sebanyak 45,5%, hal ini menunjukkan adanya peran komponen genetik pada melasma. Keberadaan riwayat melasma pada keluarga masing masing populasi memberikan hasil yang bervariasi.(20) Sebuah survei yang dilakukan oleh The Pigmentary Disorders Academy melibatkan 324 responden dari berbagai negara, melaporkan 48% pasien memiliki riwayat keluarga dengan melasma.(21) Penelitian di India melaporkan dari 312 pasien dengan melasma, 104 pasien (33,3%)
mempunyai riwayat melasma dalam keluarga.(10) Penelitian pada 197 pasien melasma di Tunisia melaporkan
41% pasien melasma mempunyai riwayat melasma dalam keluarga.(22) Hal ini menunjukkan adanya kaitan
antara predisposisi genetik dengan melasma dalam studi epidemiologi.
Hubungan Derajat Keparahan dengan Kualitas Hidup Pasien Melasma
Berdasarkan hasil uji statistik, yang didapatkan dari 33 responden penelitian nilai signifikansi yang didapat adalah p value = 0,002 (p < 0,05). Hal ini menggambarkan hubungan yang bermakna antara derajat keparahan dengan kualitas hidup pasien melasma di praktek swasta dokter spesialis kulit dan kelamin Kota Banda Aceh. Nilai r hitung pada koefisien korelasi bernilai 0,512 menunjukkan arah korelasi yang searah, artinya semakin tinggi derajat keparahan melasma maka semakin besar pula melasma memengaruhi kualitas hidup penderitanya.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Mesir yang melaporkan terdapat hubungan yang signifikan antara derajat keparahan dengan kualitas hidup pasien melasma dengan menganalisis hasil skor mMASI dengan MELASQOL-A dengan hasil Uji Korelasi Spearman didapatkan nilai r hitung pada koefisien korelasi bernilai 0,36 dan p value sebesar 0,0032 dimana nilai tersebut lebih kecil dari (p<0,05).(15) Penelitian
di India juga melaporkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara derajat keparahan dengan kualitas hidup pasien melasma dengan menggunakan skor MASI dan HI-MELASQOL dengan koefisien korelasi bernilai 0,809.(23)
Melasma merupakan penyakit hiperpigmentasi yang persisten dan telah memengaruhi jutaan orang di seluruh dunia.(11) Melasma mempunyai dampak emosional dan psikologis yang kuat pada kualitas hidup
penderitanya.(1) Melasma dapat membuat penderitanya merasa malu, rendah diri, depresi akan kondisi kulit
dan penampilan fisiknya serta dapat membuat penderita melasma kurang percaya diri terhadap lingkungan sosialnya.(1,12) Kondisi fisik ini membuat melasma sangat memengaruhi penderita dari segi penampilannya.
Responden melasma dengan derajat keparahan melasmanya rendah cenderung membiarkan melasma ada pada kulitnya, karena menurut mereka melasma yang ada tidak terlalu menganggu penampilannya sehingga kualitas hidup mereka baik. Berbeda dengan responden melasma yang derajat keparahan melasmanya tinggi, mereka merasa kondisi kulitnya buruk dan sangat mengganggu kualitas hidupnya. Responden dari penelitian ini mengaku merasa malu dan kurang percaya diri jika berada dalam lingkungan sosial dengan orang-orang yang tidak melasma.
23
http://www.jim.unsyiah.ac.id/FKM
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Medisia
KESIMPULAN
Berdasarkan data hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang sudah dilakukan, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa:
1.Terdapat hubungan yang signifikan antara derajat keparahan dengan kualitas hidup pasien melasma di praktek swasta dokter spesialis kulit an kelamin Kota Banda Aceh.
2.Semakin tinggi derajat keparahan melasma maka semakin buruk kualitas hidup penderita melasma di Banda Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Ikino JK, Priscilla V, Fröde TS. Melasma and Assessment of the Quality of Life in Brazilian Women. An Bras Dermatol. 2015;90(2):196–200.2. Sheth VM, Pandya AG. Melasma: A Comprehensive Update: Part I. J Am Acad Dermatol. 2011;65(4):689–97.
3. Handel AC, Miot LDB, Miot HA. Melasma: A clinical and epidemiological review. An Bras Dermatol. 2014;89(5):771–82.
4. Soepardiman L. Kelainan Pigmen. Dalam: Menaldi S, Bramono K, Indriatmi W, editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2015. 342-351.
5. Lee AY. An Updated Review of Melasma Pathogenesis. Dermatologica Sin. 2014;32(4):233–9.
6. Tamega AA, Miot LD, Bonfietti C, Gige TC, Marques ME, Miot HA. Clinical Patterns and Epidemiological Characteristics of Facial Melasma in Brazilian Women . J Eur Acad Dermatol Venerol. 2013;27(2):151–6. 7. Al-hamdi KI, Hasony HJ, Jareh HL. Melasma in Basrah: a Clinical and Epidemiological Study. Med Jounal
Basrah Univ. 2008;26(1):7–11.
8. Khoza N, Dlova N, Mosam A. Epidemiology and Global Distribution of Melasma. In: Sarkar R, editor. Melasma: A Monograph. 1st ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher; 2015. 1-3.
9. Hexsel D, Lacerda DA, Cavalcante AS, Machado Filho CA, Kalil CLP V, Ayres EL, et al. Epidemiology of Melasma in Brazilian Patients: A Multicenter Study. Int J Dermatol. 2013;53(4):440–4.
10. Achar A, Rathi SK. Melasma: a clinico-epidemiological study of 312 cases. Indian J Dermatol. 2011;56:380–2.
11. Pandya AG, Hynan LS, Bhore R, Riley FC, Guevara IL, Grimes P, et al. Reliability assessment and validation of the Melasma Area and Severity Index (MASI) and a new modified MASI scoring method. J Am Acad Dermatol. Elsevier Inc. 2011;64(1):78–83.
12. Hadiyati P, Sebero H, Apriliana E. Kualitas Hidup pada Pasien Melasma di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung. J Kedokt Univ Lampung. 2014;3(5):130–8.
13. Yuliati A, Baroya N, Ririanty M. Perbedaan Kualitas Hidup Lansia yang Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut Usia. E-Jurnal Pustaka Kesehatan. 2014;2(1):87–94.
14. Misery L, Schmitt A-M, Boussetta S, Rahhali N, Taieb C. Melasma: measure of the impact on quality of life using the French version of MELASQOL after cross-cultural adaptation. Acta Derm Venereol. 2010;90(3):331–2.
15. Abou-Taleb DAE, Youssef EMK, Ibrahim AK, Moubasher AEA. Reliability and validity of the Arabic version of the Melasma Quality of Life questionnaire: (MELAS-QoL) study. Clin Dermatology. 2014;2(3):121–7. 16. Said RN. Hubungan antara Melasma dengan Tingkat Kualitas Hidup pada Wanita. [Skripsi] Universitas
Muhammadiyah Surakarta; 2016.
17. Umborowati MA, Rahmawati R. Studi Retrospektif: Diagosis dan Terapi Pasien Melasma. BIKKK.
2014;26(1):56-63.
18. Oktarina PD. Faktor Risiko Penderita Melasma. [Karya Tulis Ilmiah] Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2012.
19. Leeyaphan et al.: Measuring Melasma Patients’ Quality of Life using Willingness to Pay and Time Trade-off Methods in Thai Population. BMC Dermatology 2011 11:16.
20. Melyawati, Suseno LS, Bernadette I, Legiawati L. Perkembangan Terbaru Etiopatogenesis Melasma.
MDVI. 2014;41(3):133-38.
21. Ortonne JP, Arellano I, Bernevurg M, Cestari T, Chan H, Grimes P, et al. A global survey of the role of ultraviolet radiation and hormonal influences in the development of melasma. J Eur Acad Dermatol Venereol. 2009;23:1254-62.
22. Guinot C, Cheffai S, Latreille J, Dhaoui MA, Youssef S, Jaber K. Aggravating factors for melasma: a prospective study in 197 Tunisian patients. J Eur Acad Dermatol Venerol. 2010;24:1060–9.
23. Sarkar R, Garg S, Dominguez A, Balkrishnan R, Jain RK, Pandya AG. Development and Validation of a Hindi Language Health-Related Quality of Life Questionnare for Melasma in Indian Patients, Indian J Dermatol Venerol Leprol. 2016;82:16-22