• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Hal tersebut disebabkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN. pada era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Hal tersebut disebabkan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Proses bisnis entitas usaha menunjukkan pola yang semakin kompleks pada era globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas. Hal tersebut disebabkan

karena peningkatan frekuensi transaksi dan penguatan integrasi

interperusahaan dalam satu grup bisnis pada beberapa proses bisnis, antara lain: riset dan pengembangan, pemanufakturan, penjualan dan pendistribusian produk. Berdasarkan sirkumtansi bisnis tersebut, transaksi hubungan istimewa tidak dapat dipisahkan dari proses bisnis entitas usaha yang tergabung dalam satu grup bisnis (Corlaciu dan Tudor, 2011; Gordon et al., 2004; Chen, 2006 dalam Huang dan Liu, 2010).

Transaksi hubungan istimewa adalah praktik bisnis yang normal sebab frekuensi transaksi bisnis antara entitas usaha dengan anak perusahaan, ventura, personil manajemen kunci, maupun asosiasi bisnis lainnya cukup signifikan (Corlaciu dan Tudor, 2011; Gordon et al., 2004; Wong et al., 2015). Selain itu, transaksi hubungan istimewa adalah praktik bisnis yang legal sebab telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 7 (Revisi 2009) tentang “Pengungkapan Pihak-Pihak yang Memiliki Hubungan

(2)

2 Istimewa” dan Keputusan Ketua BAPEPAM-LK nomor KEP-412/BL/2009 tentang “Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu”.

Transaksi hubungan istimewa dapat dijelaskan melalui dua teori hipotesis ekonomik rasional. Teori pertama adalah hipotesis transaksi efisien yang menyatakan bahwa transaksi hubungan istimewa dapat memenuhi kebutuhan ekonomik dasar dan meningkatkan performa entitas usaha dengan cara meminimalisasi biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi penggunaan aset (Zhuo dan Hu, 2001 dalam Chen et al., 2009). Hipotesis tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Khanna dan Palepu (2000), yang menyatakan bahwa transaksi hubungan istimewa dapat digunakan untuk mencapai target performa perusahaan dengan cara mereduksi biaya transaksi. Selain itu, transaksi hubungan istimewa dapat meminimalisasi biaya pengawasan manajemen dan memperkuat tata kelola perusahaan (Gordon et al., 2004). Sebagai contoh, transaksi hubungan istimewa bermanfaat untuk mendapatkan utang dengan bunga rendah yang tidak dapat ditawarkan oleh kreditor dalam transaksi lengan bebas. Dapat disimpulkan, berdasarkan teori hipotesis transaksi efisien, transaksi hubungan istimewa mampu menciptakan nilai ekonomik bagi perusahaan sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan pemegang saham (Gordon et al., 2004).

Kontras dengan hipotesis transaksi efisien, hipotesis konflik kepentingan menyatakan bahwa transaksi hubungan istimewa berpotensi meningkatkan praktik bisnis yang tidak sesuai dengan standar akuntansi

(3)

3 keuangan guna memenuhi kepentingan personil manajemen kunci maupun pemegang saham mayoritas sehingga memunculkan konflik keagenan (Berle dan Means, 1932 dalam Huang dan Liu, 2010). Beberapa penelitian mengonfirmasi bahwa transaksi hubungan istimewa digunakan sebagai bagian dari manajemen laba yang menurunkan performa dan nilai perusahaan (Huang dan Liu 2010; Chen et al., 2009; Gordon et al., 2004), ekspropriasi kekayaan pemegang saham minoritas secara ilegal (OECD, 2010; Gordon et al., 2004), dan meningkatkan biaya keagenan yang dimediasi oleh lemahnya tata kelola perusahaan (Gordon et al, 2004).

Beberapa skandal akuntansi menjustifikasi hipotesis konflik

kepentingan, antara lain: Enron Corporation (2001), Adelphia

Communications Corporation (2002), dan Pfizer Inc. (2009). Kasus-kasus tersebut membuktikan bahwa transaksi hubungan istimewa digunakan sebagai alat untuk memindahkan kekayaan (eksproriasi) secara ilegal dari pemegang saham minoritas kepada pemegang saham mayoritas atau personil manajemen kunci (Wong et al., 2015). Secara khusus, Huang dan Liu (2010) menyatakan bahwa transaksi hubungan istimewa mempunyai risiko inheren sebagai instrumen superior dalam praktik kecurangan keuangan. Penelitian yang dilakukan Jian dan Wong (2010) menyajikan fakta bahwa perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Shanghai, Tiongkok menggunakan transaksi penjualan kepada induk perusahaan untuk mencapai ambang batas minimum return on equity sebesar 6% yang telah ditetapkan oleh China

(4)

4 Securities Regulator Commision (CSRC), supaya terhindar dari delisting. Akan tetapi, transaksi pelunasan utang pembelian oleh perusahaan induk jarang dilaksanakan. Beberapa skandal akuntansi dan penelitian-penelitian terkait mengonfirmasi bahwa transaksi hubungan istimewa dapat menurunkan nilai perusahaan (Wong et al., 2015).

Hipotesis konflik kepentingan menyatakan bahwa transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa memperoleh perhatian serius dari regulator pasar modal, kalangan investor, dan pengamat tata kelola perusahaan (Huang dan Liu, 2010). Hal ini disebabkan karena transaksi tersebut mengandung ketentuan atau persyaratan yang rumit sehingga meningkatkan biaya keagenan terkait dengan hak pembuatan kebijakan perusahaan dan hak pengawasan. Peningkatan biaya keagenan tersebut distimulasi oleh informasi asimetris antara manajemen dan investor yang dimediasi oleh tingkat pengungkapan transaksi ekonomik dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Selain itu, kesepakatan bisnis yang ditimbulkan dari transaksi tersebut memberikan keuntungan maupun kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat (Berle dan Means, 1932 dalam Huang dan Liu, 2010). Berdasarkan IAS No. 24 / PSAK No. 7 (Revisi 2009) tentang Pengungkapan Pihak-Pihak Berelasi, manajemen wajib mengungkapkan sifat dan kondisi yang melingkupi transaksi ekonomik dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa supaya menghasilkan informasi kualitatif akuntansi yang handal dan relevan. Akan tetapi, penelusuran infomasi tentang

(5)

5 transaksi hubungan istimewa sulit dilakukan oleh pihak eksternal perusahaan karena manajemen cenderung berperilaku tidak etis dengan cara menyajikan informasi yang keliru untuk menutupi penyalahgunaan sumber daya perusahaan yang tertuang pada transaksi hubungan istimewa tersebut (Huang dan Liu, 2010).

Penyusun standar akuntansi dan regulator pasar modal tetap mengakomodasi praktik transaksi hubungan istimewa. Hal tersebut adalah sesuai dengan kondisi lingkungan bisnis entitas usaha yang semakin terintegrasi pada era globalisasi dan perdagangan bebas. Meskipun transaksi hubungan istimewa adalah praktik bisnis legal dan normal bagi perusahaan-perusahaan di Eropa Barat dan Asia, penelitian-penelitian terdahulu kurang memberikan perhatian pada konsekuensi ekonomik, performa, dan nilai perusahaan jangka panjang dari transaksi hubungan istimewa (Gordon et al., 2004). Secara khusus, Huang dan Liu (2010) menyatakan bahwa penelitian yang membahas konsekuensi transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan jangka pendek cukup banyak tetapi penelitian tentang konsekuensi transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan jangka panjang sangat minim. Wong et al. (2015) menyatakan bahwa hasil penelitian tentang konsekuensi transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan jangka pendek belum konklusif. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa belum terdapat hasil penelitian yang konklusif tentang konsekuensi

(6)

6 transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang.

Penelitian yang dilakukan oleh Huang dan Liu (2010) menunjukkan bahwa transaksi pembelian dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa berdampak negatif terhadap performa perusahaan pada perusahaan teknologi tinggi di Tiongkok. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa transaksi pembelian (penjualan) dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa meningkatkan (menurunkan) performa perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Tiongkok (Chen et al., 2009). Pada sisi lain, Wong et al. (2015) menyatakan bahwa transaksi penjualan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa meningkatkan performa perusahaan pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek Tiongkok. Penelitian-penelitian tersebut belum mempunyai satu hasil yang konklusif untuk menentukan hubungan kausalitas antara transaksi hubungan istimewa dengan nilai perusahaan jangka pendek. Penelitian yang dilakukan oleh Kohlbeck dan Mayhew (2010) menunjukkan bahwa investor bereaksi negatif terhadap pengungkapan transaksi hubungan istimewa. Akan tetapi, Buysschaert et al. (2004) dalam Kohlbeck dan Mayhew (2010) menyatakan bahwa investor bereaksi positif terhadap pengungkapan transaksi hubungan istimewa. Dua penelitian tersebut juga belum mengarah pada satu hasil yang konklusif.

Transaksi hubungan istimewa telah dipraktikan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Praktik bisnis tersebut sejalan dengan globalisasi

(7)

7 ekonomi, perdagangan bebas regional (ASEAN Free Trade Agreement), dan lingkungan bisnis perusahaan yang banyak berbentuk grup. Peningkatan integrasi, frekuensi transaksi, dan kompetisi bisnis mendorong manajemen perusahaan untuk melaksanakan transaksi dengan pihak-pihak yang

mempunyai hubungan istimewa supaya kinerja perusahaan dapat

dipertahankan maupun ditingkatkan (Corlaciu dan Tudor, 2011). Akan tetapi, secara teoretis dan empiris, pelaksanaan transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa belum dapat dijustifikasi kontribusinya terhadap nilai ekonomik perusahaan (Huang dan Liu, 2010; Wong et al., 2015).

Penelitian ini memberikan kontribusi untuk memperluas ranah penelitian terdahulu tentang implikasi transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan, khususnya nilai perusahaan jangka panjang yang sangat minim diteliti (Gordon et al., 2004). Kedua, penelitian ini tidak menggunakan sistem pengukuran kinerja tradisional sebagai proksi pengukur nilai perusahaan. Sistem pengukuran kinerja tradisional, seperti return on equity (ROE) dan return on assets (ROA), hanya mampu merefleksikan kinerja perusahaan dalam jangka pendek sehingga menciptakan bias persepsi di kalangan investor (Huang dan Liu, 2010). Penggunaan sistem pengukuran kinerja yang modern dan komprehensif, seperti economic value added (EVA) mampu meningkatkan akurasi pengukuran kinerja dalam jangka panjang. Selain itu, EVA mempunyai korelasi positif dengan perubahan nilai pasar

(8)

8 perusahaan, khususnya nilai kekayaan pemegang saham (Anthony et al., 2007). Dengan demikian, EVA dapat digunakan sebagai basis pengukur peningkatan atau penurunan kekayaan pemegang saham sehingga reaksi pemegang saham terhadap praktik transaksi hubungan istimewa dapat diamati dan dianalisis. Ketiga, penelitian ini memberikan kontribusi bagi pemangku kepentingan entitas usaha terkait dengan kebermanfaatan transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan, yaitu meningkatkan atau merusak nilai perusahaan. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan, bahan justifikasi, maupun pertimbangan manajemen dalam penggunaan transaksi hubungan istimewa bagi perusahaan-perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

Mayoritas penelitian terdahulu dilaksanakan pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Shanghai, Tiongkok. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Leuz et al. (2003) dalam Jiang dan Wong (2008), perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Shanghai, Tiongkok mempunyai insentif tinggi untuk melakukan manajemen laba sebab pencatatan return on equity yang kurang dari 6% dapat dikenai sanksi delisting. Regulasi tersebut tidak ditemukan di pasar modal Indonesia. Pada sisi lain Financial Market Development Index (World Economic Forum Report, 2012) menyatakan bahwa pasar keuangan Tiongkok (rangking 23) lebih kompetitif daripada Indonesia (rangking 52). Menurut Leuz et al. (2003) dalam Jiang dan Wong (2008), semakin rendah tingkat pembangunan pasar

(9)

9 keuangan dan semakin rumit regulasi pasar modal maka semakin tinggi frekuensi transaksi hubungan istimewa. Penelitian ini penting karena mempunyai konformitas tinggi dengan sirkumtansi pasar modal Indonesia. Secara implisit, penelitian-penelitian di luar negeri tentang transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan tidak dapat dijustifikasi maupun diterapkan secara langsung pada lingkungan bisnis di Indonesia.

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai sebuah tujuan penelitian yaitu

mengidentifikasi dan menginvestigasi pengaruh transaksi hubungan istimewa sebagai bentuk khusus dari real earnings management terhadap nilai perusahaan jangka panjang. Penekanan terhadap nilai perusahaan jangka panjang disebabkan karena ranah penelitian tersebut sangat minim diteliti (Gordon et al., 2004) sehingga belum dapat dikonfirmasi maupun dijustifikasi kebermanfaatan transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan (Wong et al., 2015).

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa manfaat antara lain:

1. Bagi pihak yang berkepentingan dengan riset dan literasi ilmiah

akuntansi

a. Penelitian ini memberikan deskripsi terkomprehensif tentang

(10)

perusahaan-10 perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode akuntansi 2010 – 2014 dan pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena riset akuntansi tentang pengaruh transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan di Indonesia belum ada.

b. Penelitian ini bermanfaat untuk mengonfirmasi hasil riset

tentang pengaruh transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan, yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Hal tersebut disebabkan karena hasil penelitian terdahulu belum komprehensif dan konklusif (Wong et al., 2015).

c. Penelitian ini memberikan khasanah baru dengan menekankan

investigasi dan analisis nilai perusahaan jangka panjang, yang selama ini masih minim diteliti (Gordon et al., 2004). Nilai perusahaan jangka panjang diukur dengan proksi economic value added, yang merupakan alat ukur terkomprehensif untuk mengukut nilai pasar perusahaan jangka panjang (Anthony et al., 2007; Huang dan Liu, 2010).

2. Bagi pihak yang mengelola entitas usaha

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan landasan

pertimbangan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola perusahaan terkait dengan kebermanfaatan transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan jangka panjang.

(11)

11 Dengan demikian, pengelola perusahaan dapat lebih selektif dalam melaksanakan transaksi hubungan istimewa supaya nilai perusahaan dapat dipertahankan atau ditingkatkan (Corlaciu dan Tudor, 2011)

1.4. Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini mempunyai sebuah rumusan permasalahan yaitu:

1. Bagaimana pengaruh transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai

hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan jangka panjang?

1.5. Relevansi Penelitian

Penelitian ini mempunyai kekhasan sebab mayoritas penelitian terdahulu menggunakan proksi return on equity (ROE) dan return on assets (ROA), untuk menjustifikasi korelasi antara transaksi dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan. Secara teoretis, proksi tersebut hanya mampu merefleksikan kinerja perusahaan dalam jangka pendek sehingga menciptakan bias persepsi di kalangan investor (Huang dan Liu, 2010). Penggunaan proksi yang modern dan komprehensif, seperti economic value added (EVA) mampu meningkatkan akurasi pengukuran kinerja dalam jangka panjang. Selain itu, EVA mempunyai korelasi positif

(12)

12 dengan perubahan nilai pasar perusahaan jangka panjang, khususnya nilai kekayaan pemegang saham (Anthony et al., 2007).

Penelitian ini berfokus pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, khususnya perusahaan yang bergerak pada sektor manufaktur periode akuntansi 2010 – 2014. Sebagai negara yang berpartisipasi dalam perdagangan bebas regional (AFTA) dan tergabung dalam Masyakarat Ekonomi ASEAN, integrasi bisnis dan frekuensi transaksi ekonomik interperusahaan Indonesia diprediksi semakin meningkat. Hal tersebut berimplikasi pada peningkatan transaksi hubungan istimewa. Dengan demikian, penelitian tentang pengaruh transaksi hubungan istimewa terhadap nilai perusahaan adalah esensial untuk dilaksanakan.

Mayoritas penelitian terdahulu dilaksanakan di pasar modal Tiongkok. Karakteristik pasar modal Tiongkok berbeda dengan Indonesia. Pertama, pasar modal Tiongkok menerapkan sanksi delisting bagi perusahaan yang mempunyai return on equity kurang dari 6%. Kedua, pembangunan pasar keuangan Tiongkok lebih baik daripada Indonesia menurut (Laporan World Economic Forum, 2012). Menurut Leuz et al. (2003) dalam Jiang dan Wong (2008), tingkat pembangunan pasar berkorelasi negatif dengan frekuensi transaksi hubungan istimewa. Berdasarkan dua hal tersebut, penelitian ini penting karena mempunyai konformitas tinggi dengan sirkumtansi pasar modal Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis regresi multivariat pada penelitian di RS Aisyiyah Bojonegoro diperoleh nilai signifikansi dari mutu pelayanan dokter dan perawat dari

155 Dengan tidak meninggalkan pantangan-pantangan yang sejak dulu sudah ada, maka salah satu permasalahan yang dihadapi oleh etnis Dayak Ot Danum di Desa Tumbang

h. besaran, masa berlaku dan penjamin yang dapat mengeluarkan jaminan. 10.5 Apabila dipandang perlu, Panitia pengadaan dapat memberikan penjelasan lanjutan dengan

Dalam kasus closed globe eye injury, zona I meliputi luka yang hanya melibatkan konjungtiva , sklera atau kornea , cedera zona II meliputi kerusakan pada bilik mata

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Jumlah Simpanan Dan Pinjaman Anggota

Segmen atau target audiens dari pelaksanaan kampanye ini adalah tim sukses Pemilu karena pada saat Pemilu, tim sukses inilah yang memaku poster-poster di

PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Pelayanan dan Jaringan Malang sudah baik dilihat dari jawaban responden yang sebagian besar menyetujui bahwa penempatan

Berdasarkan pada uraian yang telah diberikan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa estimator linier dalam bentuk umum untuk model linier pada kasus homoskedastik dan