628
PERBEDAAN KADAR MALONDIALDEHID PLASMA DARAH ANTARA PENDERITA KATARAK SENILIS IMATUR DAN MATUR PADA PASIEN KLINIK MATA RUMAH SAKIT MARGONO SOEKARJO
Previasari Zahra Pertiwi1, Wahid Heru Widodo2, Susiana Candrawati1
1Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Indonesia 2Bagian Mata RSUD Margono Soekarjo, Purwokerto, Indonesia
ABSTRACT
Senile cataract is the leading cause of blindness and one of the factor in pathogenesis of senile cataract is oxidative stress. Oxidative stress through lipid peroxidation can occur in the first phase of pathogenesis of senile cataract. Malondialdehyde is the secondary product of lipid peroxidation that used as a biomarker of oxidative stress. The aim of this study was to determine the difference of plasma malondialdehyde level between immature and mature senile cataract pastient in Ophtalmology Department of Margono Soekarjo Hospital. This study conducted in Ophtalmology Department of Margono Soekarjo Hospital, Purwokerto, starting in April until May 2015. This was a case control study with 20 subjects, 10 subjects in each group of immature and mature senile cataract. Bivariable analysis was done by using Independent t Test with significance rate p=0,05. The mean level of plasma malondialdehyde were 0,401±0,13µmol/L in immature senile cataract and 0,468±0,12µmol/L in mature senile cataract. Bivariable analysis showed that the difference of plama malondialdehyde between immature senile cataract and mature senile cataract (p>0,05) with p = 0,251 is statistically insignificant. The conclusion was there is no difference of plasma malondialdehyde of immature senile cataract and mature senile cataract patient in Ophtalmology Department of Margono Soekarjo Hospital.
Keywords : senile cataract, malondialdehyde level, lipid peroxidation, oxidative stress
PENDAHULUAN
Kebutaan merupakan penyebab
utama kecacatan pada kaum lanjut usia. Saat
ini terdapat sekitar 50 juta orang di dunia
yang mengalami kebutaan. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa
terjadi penurunan prevalensi kebutaan pada
penduduk di Indonesia usia ≥6 tahun dari 0,9% pada tahun 2007 menjadi 0,4% pada
tahun 2013. Meskipun mengalami
penurunan prevalensi kebutaan, Indonesia
tetap merupakan salah satu negara dengan
tingkat kebutaan tertinggi di dunia1.
Data terbaru dari World Health
Organization (WHO) tahun 2011
menyebutkan bahwa penyebab utama
629 dengan kelainan refraksi yang tidak
dikoreksi 18%, glaukoma 10%, age-related
macular degeneration 7%, dan sisanya
karena retinopati diabetik, penyakit mata
pada anak, trakoma dan onkosersiasis2.
Prevalensi katarak di Indonesia dari semua
penyakit mata pada tahun 2013 sebesar
1,8%, dimana prevalensi katarak di Jawa
Tengah sebesar 2,4%1.
Katarak adalah kekeruhan pada
lensa mata3. Terdapat banyak mekanisme
yang berperan dalam progresivitas
kekeruhan lensa.Salah satu teori tentang
mekanisme katarak senilis yang berkembang
saat ini adalah radikal bebas melalui
mekanisme stres oksidatif4.Mekanismenya
berawal dari peningkatan Reactive Oxygen
Species (ROS) yang dapat memicu proses
peroksidasi terhadap lipid. Peroksidasi lipid
dapat menimbulkan kerusakan membran sel
lensa yang nantinya menyebabkan
kekeruhan pada lensa5. Hasil utama
peroksidasi lipid adalah malondialdehid
(MDA) yang biasadigunakan sebagai
biomarker biologis untuk menilai stres
oksidatif 6.
Berdasarkan maturitasnya katarak
senilis dibagi menjadi beberapa stadium
yaitu stadium insipien, imatur, matur, dan
hipermatur3.Peran peroksidasi lipid dalam
progresivitas maturitas katarak senilis masih
menjadi perdebatan 7.Tingginya kadar MDA
menandakan bahwa terjadi peningkatan stres
oksidatif yang mempengaruhi kelarutan
lensa sehingga menyebabkan terjadinya
peningkatan kekeruhan pada lensa. Semakin
keruh lensa maka akan berpengaruh
terhadap maturitas katarak senilis4. Priyanti8
menemukan bahwa kadar MDA pada pasien
katarak senilis matur (5,4±0,4 µmol/L)
lebih tinggi dibanding katarak senilis imatur
(4,6±0,6 µmol/L). Hal ini semakin
membuktikan bahwa tinggi rendahnya kadar
MDA mempengaruhi stadium katarak
senilis.
Berdasarkan hal tersebut diatas,
maka peneliti tertarik melakukan penelitian
untuk mengetahui hubungan kadar MDA
dengan kejadian katarak senilis dan
perbedaan kadar MDA plasma darah antara
katarak senilis imatur dan matur sehingga
dapat dikembangkan strategi untuk
1
630 memperlambat perkembangan stadium
katarak senilis.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi
analitik observasional dengan pendekatan
case control. Sampel penelitian adalah
semua pasien katarak senilis imatur dan
matur di Klinik Mata Rumah Sakit Margono
Soekarjo yang memenuhi kriteria inklusi
dan ekslusi. Sampel diambil dengan
caraconsecutive samplingdengan besar
sampel sebesar 20 orang dan tiap kelompok
berjumlah sepuluh orang. Kriteria
inklusiantara laindidiagnosis katarak senilis
imatur atau matur, bersedia menjadi subjek
penelitian yang dibuktikan dengan informed
consent, visus mata <6/6 – 1/60 untuk
katarak senilis imatur dan 1/60 – 1/~ untuk
katarak senilis matur. Kriteria
eksklusinyayaitu menderita Diabetes
Melitus atau kadar GDS >200 mg/dl diukur
menggunakan glukometer, mendapat
pengobatan kortikosteroid, antiinflamasi non
steroid, dan obat imunosupresan lainnya
dalam satu bulan terakhir diketahui dari
kuesioner yang diisi oleh responden,
mengonsumsi suplemen vitamin antioksidan
(vitamin A, C, dan E) dalam satu bulan
terakhir diketahui dari kuesioner yang diisi
oleh responden, merokok dalam satu bulan
terakhir diketahui dari kuesioner yang diisi
oleh responden, menderita infeksi mata
seperti konjungtivitis, keratitis dan uveitis
diketahui dari diagnosis dokter.
Cara pengumpulan data penelitian
ini adalah memilih pasien baru yang
didiagnosis katarak senilis imatur dan matur
oleh dokter spesialis mata di Rumah Sakit
Margono Soekarjo yang memenuhi kriteria
pengambilan sampel dan diminta mengisi
informed consent.Pasien kemudian diambil
sampel darah vena sebesar 3 mL dan
dimasukkan ke dalam tabung EDTA.Sampel
darah lalu dibawa ke Laboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas
Jenderal Soedirman untuk diambil
plasmanya. Plasma darah tiap sampel diukur
kadar MDA plasmanya di Laboratorium
Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas
Gajah Mada. Uji normalitas menggunakan
Saphiro Wilk dan analisis bivariat
631
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan April - Mei 2015 bertempat di Klinik
Mata Rumah Sakit Margono Soekarjo,
Purwokerto.Analisis data univariat
digunakan untuk menggambarkan
karakteristik umum responden seperti usia,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
pekerjaan. Jumlah sampel sebanyak 20
responden dengan 10 kelompok kasus
(pasien katarak senilis matur) dan 10
kelompok kontrol (pasien katarak senilis
imatur).
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Responden Diagnosis
Katarak Senilis Imatur Katarak Senilis Matur
Usia (Rerata±SD) tahun 67,2±7,2 68,7±12,7
Jenis Kelamin {n(%)} Laki - laki Perempuan 6 (60) 4 (40) 5 (50) 5 (50) Pendidikan {n(%)} SD SMP SMA Perguruan Tinggi Tidak Sekolah 2 (20) 3 (30) 2 (20) 1 (10) 2 (20) 5 (50) 3 (30) 1 (10) 0 (0) 1 (10) Pekerjaan{n(%)} Petani Buruh
Ibu Rumah Tangga Pensiunan Wiraswasta 1 (10) 0 (0 ) 2 (20) 2 (20) 5 (50) 0 (0) 1 (10) 5 (50) 1 (10) 3 (30) Sumber : (Data Terolah)
Tabel 1.menunjukkan bahwa pada
kelompok katarak senilis imatur jenis
kelamin laki – laki ditemukan lebih banyak
yaitu 55% sedamgkan pada kelompok
katarak senilis imatur tidak ditemukan
perbedaan antara kedua jenis kelamin.Selain
karakteristik jenis kelamin, terdapat
karakteristik responden yang lainnya yaitu
umur. Pasien pada kelompok katarak senilis
matur memiliki rerata umur lebih tinggi
yaitu 68,7±12,7 tahun.Pada kelompok
katarak senilis matur, 50% pasien hanyalah
lulusan SD, berbeda dengan kelompok
632 tingkat pendidikannya lebih tinggi yaitu
SMP. Wiraswasta merupakan jenis
pekerjaan yang paling banyak pada
kelompok katarak senilis imatur, berbeda
dengan kelompok katarak senilis matur
dimana yang paling banyak adalah ibu
rumah tangga sebesar 50%.
Tabel2. Kadar MDA Responden
Variabel Diagnosis Beda
Rerata Katarak Senilis Imatur Katarak Senilis Matur
Kadar MDA (μmol/L) ±SD
0,401±0,13 0,468±0,12 0,067
Sumber : (Data Terolah)
Data pada Tabel2.menunjukkan
bahwa rerata kelompok katarak senilis matur
(0,468±0,12µmol/L) lebih tinggi daripada
kelompok katarak senilis imatur
(0,401±0,13µmol/L).
Tabel 3. Hasil Uji t Tidak Berpasangan
Variabel Diagnosis Beda
Rerata Nilai p CI 95% Katarak Senilis Imatur Katarak Senilis Matur Kadar MDA (μmol/L) ±SD 0,401±0,13 0,468±0,12 0,067 0,251 (-)0,186-0,052
SD = Standar Deviasi; P = signifikansi; CI = Confidence Interval (95%)
Nilai p untuk kedua variabel adalah
0, 251 yang berarti p>0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
kadar MDA yang bermakna antara katarak
633 Hasil analisis univariat menunjukkan
bahwa jumlah responden katarak senilis
dengan jenis kelamin laki – laki lebih
banyak dibandingkan perempuan, yaitu 55%
pria dan 45% wanita. Hasil ini sesuai -
dengan penelitian yang dilakukan oleh Kisic
et al9 dimana disebutkan bahwa laki – laki
lebih banyak ditemukan menderita katarak
senilis matur sebesar 58,6% dibanding
perempuan sebesar 41,4% dan pada
kelompok katarak senilis imatur laki – laki
berjumlah 55,2% dan 44,8% pada
perempuan. Laki – laki cenderung lebih
banyak melakukan aktivitas di luar ruangan
dibanding perempuan. Semakin lama
aktivitas di luar ruangan maka akan semakin
banyak paparan sinar ultraviolet yang
didapat10. Survei di Nepal menemukan
bahwa terdapat hubungan antara prevalensi
katarak dan jumlah paparan sinar matahari
setiap harinya 11.
Lensa manusia dapat terkena paparan
radiasi sinar matahari yang mengandung
sinar ultraviolet A dan sinar ultraviolet B.
Sinar ultraviolet akan diserap oleh protein
lensa terutama asam amino aromatik yaitu
triptofan, fenil alanin dan tirosin sehingga
menyebabkan reaksi foto kimia melalui
fotooksidasi protein lensa maupun
polimerisasi protein lensa. Fotooksidasi
dimulai dari residu asam amino yang
ditransformasikan ke dalam kromofor oleh
adanya pajanan sinar ultraviolet.Reaksi ini
menghasilkan fragmen molekul yang
disebut radikal bebas seperti anion
superoksida, hidroksil dan spesies oksigen
reaktif seperti hidrogen peroksida.Reaksi
oksidatif akan mengganggu struktur protein
lensa sehingga terjadi cross linking protein
dan menambah jumlah high molecular
weight protein sehingga terjadi agregasi
protein Jika hal ini terjadi dalam jangka
waktu lama akan menyebabkan kerusakan
beberapa makromolekul maupun sel epitel
lensa sehingga membuat kekeruhan pada
lensa 12,13,14.
Berdasarkan umur, didapatkan rerata
yang lebih tinggi pada kelompok pasien
katarak senilis matur sebesar 68,7±12,70
tahun dibanding pada kelompok pasien
katarak senilis imatur sebesar 67,2±7,21
tahun. Hal ini konsisten dengan penelitian
634 rerata umur pasien katarak senilis matur
lebih tinggi yaitu sebesar 64,73±8,39 tahun
dibandingkan pasien katarak senilis imatur
sebesar 62,25±7,49 tahun. Hasil yang sama
juga didapatkan oleh Priyanti 8 dimana
rerata umur pasien katarak senilis matur
lebih besar (65,3±9,4) tahun daripada
katarak senilis imatur (63,3±8,0) tahun.
Kejadian katarak sangat erat
kaitannya dengan usia. Katarak senilis
umumnya mulai terjadi pada usia lebih dari
50 tahun dan angka resiko relatif akan terus
meningkat dengan bertambahnya umur
diikuti dengan peningkatan maturitas atau
gradasi katarak senilis 5,13,16. Lensa mata
mengalami perubahan sesuai dengan
bertambahnya umur dimana akan terjadi
mekanisme yang menyebabkan perubahan
formasi serat lensa dan membuat lensa
menjadi lebih rentan terhadap proses
oksidasi yag merupakan awal mula
terjadinya stres oksidatif 9,17. Lensa
mengalami penurunan kadar glutation dan
kalium, peningkatan kadar natrium dan
kalsium serta peningkatan hidrasi.
Perubahan kimiawi lensa tersebut yang
menyebabkan terjadinya katarak senilis 13.
Selain itu penambahan usia juga
mengakibatkan lensa menjadi lebih berat
dan lebih tebal dimana lapisan baru serabut
lensa membentuk korteks dan serat yang
terbentuk lebih dahulu akan terdorong ke
tengah membentuk nukleus. Nukleus
menjadi padat, tertekan dan mengeras.Lensa
kristalina mengalami agregasi dan berat
molekulnya meningkat.Hasil agregasi
protein inilah yang mengakibatkan
penurunan kejernihan lensa dan perubahan
indeks refraksi serta penyebaran sinar 12,13.
Analisis mengenai tingkat pendidikan
pasien pada penelitian ini didapatkan bahwa
pada kelompok katarak senilis imatur
sebagian besar merupakan tamatan SMP
sebesar 30% sedangkan pada kelompok
katarak senilis matur paling banyak tamatan
SD sebesar 50%. Beberapa penelitian
menemukan angka prevalensi katarak senilis
lebih tinggi pada kelompok yang
berpendidikan rendah. Hal ini didukung
dengan penelitian Noran et.al18 yang
menemukan bahwa katarak senilis matur
memiliki status pendidikan yang lebih
rendah dibanding katarak senilis imatur
635 Pendidikan rendah disini dimaksudkan
adalah pendidikan ≤ 9tahun 13.
Kebanyakan tingkat pendidikan
dihubungkan dengan pemahaman pasien
tentang penyakitnya, pengobatan yang
dicari, higienitas, gaya hidup, status sosial
ekonomi dan status nutrisi 8. Pasien dengan
tingkat pendidikanyang tinggi biasanya
akanlebih cepat mencari pelayanan
kesehatan, sehingga kejadian katarak senilis
lebih banyak ditemukan pada stadium yang
lebih awal. Akan tetapi pasien dengan
tingkat pendidikan rendah sebagian besar
katarak senilis ditemukan sudah dalam
stadium matur, sehingga lebih berisiko
untuk terjadi komplikasi baik sebelum
maupun pada saat dilakukan tindakan
pembedahan katarak 9,19.
Berdasarkan tingkat pekerjaan, pada
kelompok katarak senilis imatur paling
banyak berprofesi sebagai wiraswasta
sebesar 50% berbeda dengan kelompok
katarak senilis matur yang lebih banyak
berprofesi sebagai ibu rumah tangga (IRT)
sebesar 50%. Beberapa peneliti menemukan
bahwa pekerjaan pokok yang bersifat
nonprofesional berhubungan dengan tingkat
sosial ekonomi yang rendah.Tingkat sosial
ekonomi yang rendah lebih mudah terkena
katarak 20.Orang dengan status sosial rendah
biasanya memiliki asupan nutrisi yang
rendah juga. Nutrisi ini antara lain vitamin
A, C, E, riboflavin dan beta karoten.
Rendahnya asupan nutrisi ini memicu
timbulnya katarak senilis yang lebih cepat
dan mempercepat progresivitas maturitas
katarak senilis 21,22.
Penelitian ini mengukur kadar MDA
plasma darah pasien. Terjadi perbedaan
rerata antara katarak senilis imatur dan
katarak senilis matur. Hasil yang didapatkan
lebih tinggi pada katarak senilis matur yaitu
0,468±0,12µmol/L dibanding katarak senilis
imatur sebesar 0,401±0,13µmol/L. Hal ini
konsisten dengan penelitian 8 yang
menemukan bahwa rerata kadar MDA
katarak senilis matur sebesar 5,4±0,4µmol/L
lebih tinggi dibanding katarak senilis imatur
sebesar 4,6±0,6µmol/L. Nilai normal MDA
adalah <2, 2-3 borderline atau belum
mempengaruhi secara klinik dan jika >3
sudah terdapat gangguan klinik. Nilai MDA
sampel pada penelitian ini masih dalam
636 bahwa kadar antioksidan sampel masih lebih
tinggi daripada kadar senyawa radikal bebas
tubuh 8,23.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan rerata kadar
MDA sebesar 0,067 dengan kadar lebih
tinggi pada katarak senilis matur yaitu
0,468±0,12µmol/L dan katarak senilis
imatur sebesar 0,401±0,13µmol/L.
Meskipun terdapat perbedaan rerata namun
kadar MDA sampel masih dalam batas
normal. Hal ini konsisten dengan penelitian
Deepa et.al 15 yang menemukan kadar MDA
serum pasien katarak senilis matur sebesar
6,830±0,451 µmol/L lebih tinggi dibanding
katarak senilis imatur sebesar
5,35±0,939µmol/L. Hasil yang sama juga
didapat oleh penelitian Priyanti 8 yang
menemukan kadar MDA pasien katarak
senilis matur lebih tinggi daripada katarak
senilis imatur dengan rerata 5,4±0,4 µmol/L
dan 4,6±0,6 µmol/L.
Menurut teori, kadar MDA katarak
senilis matur lebih tinggi daripada katarak
senilis imatur. Hal ini bermula dari stres
oksidatif yang berperan dalam progresivitas
maturitas katarak senilis.Stres oksidatif
merupakan keadaan dimana jumlah radikal
bebas dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh
untuk menetralisirnya. Hal ini menyebabkan
intensitas proses oksidasi sel – sel tubuh
normal menjadi semakin tinggi sehingga
menimbulkan kerusakan lebih banyak yang
lama kelamaan terjadi penumpukan radikal
bebas 14 .
Stres oksidatif melalui proses
peroksidasi lipid terjadi apabila ada reaksi
antara senyawa radikal bebas dan asam
lemak jenuh tak ganda, dimana nantinya
akan menghasilkan produk peroksidasi lipid
yang berupa diena terkonjugasi,
hidroperoksida dan senyawa aldehid yang
salah satunya adalah MDA 9. Proses
peroksidasi lipid dalam patogenesis katarak
senilis adalah adanya reaksi antara radikal
bebas dengan asam lemak tak jenuh ganda
yang terdapat pada membran sel lensa yang
kemudian menyebabkan terjadinya cross
linking lipid dan protein, agregasi protein
lensa dan peningkatan protein larut air dan
menyebabkan kejernihan lensa menurun dan
terjadi katarak 24. Penelitian Kisic et. al9
menyatakan bahwa katarak senilis stadium
637 pada lensa yang tinggi dan kadar MDA yang
rendah. Diena terkonjugasi merupakan
molekul produk primer peroksidasi lipid
yang ditemukan pada tahap awal peroksidasi
lipid. Hal sebaliknya ditemukan pada
katarak senilis matur dimana didapatkan
kadar MDA lensa yang tinggi dan kadar
diena terkonjugasi yang rendah. MDA
merupakan hasil akhir peroksidasi lipid
sehingga kadarnya akan lebih tinggi pada
stadium katarak senilis yang matur 7,9.
Uji analisis t tidak berpasangan pada
penelitian ini menunjukkan nilai p>0,05.
Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan kadar malondialdehid plasma
darah antara pasien katarak senilis imatur
dan matur. Hasil penelitian yang dilakukan
tidak bermakna secara statistik. Hal ini dapat
dikarenakan tidak dilakukannya food recall
sehingga tidak diketahui apakah responden
rutin mengonsumsi buah dan sayuran yang
banyak mengandung antioksidan. Bahan
makanan yang mengandung vitamin A, C,
E, dan beta karoten diketahui dapat
bertindak sebagai antioksidan non enzimatis
sehingga dapat memberikan proteksi
terhadap stres oksidatif 25. Vitamin E dan C
dapat menghambat proses autooksidasi
peroksidasi lipid dengan cara berbeda. Jika
peroksidasi lipid sudah terbentuk maka
antioksidan glutation peroksidase dapat
mendegradasinya dengan bantuan selenium
sebagai kofaktor 26.
Alasan lain yaitu tidak dilakukannya
pengukuran kadar antioksidan dalam tubuh.
Keseimbangan antara ketersediaan
antioksidan dan terbentuknya radikal bebas
mempunyai arti penting dalam menjaga
lingkungan di dalam sel 13. Antioksidan
tersebut antara lain superoksid dismutase
(SOD), katalase, glutation peroksidase, asam
askorbat, vitamin E dan karotenoid 4. SOD
merupakan salah satu antioksidan yang
berperan melawan stres oksidatif dan
sebagai barier fotooksidasi. SOD adalah
enzim yang mampu mencegah awal
terjadinya katarak9. SOD adalah antioksidan
yang amat penting bila dibandingkan dengan
antioksidan enzimatik lainnya karena
merupakan pertahanan pertama dalam
melawan radikal bebas 27. Tingginya
aktivitas SOD dapat digambarkan oleh
638 Selain itu juga disebabkan karena
pemeriksaan MDA melalui darah kurang
spesifik untuk katarak senilis, akibatnya
hasil dapat dipengaruhi oleh keadaan
homeostasis sistemik. Pemeriksaan yang
lebih spesifik yaitu langsung pada lensa
dapat memberikan gambaran lebih akurat
mengenai keadaan stres oksidatif pada
katarak senilis 9,28. Keterbatasan penelitian
ini antara lain food recall tidak mampu
laksana sehingga membuat peneliti tidak
mengetahui apakah responden rutin atau
tidak mengonsumsi buah dan sayuran yang
mengandung antioksidan. Hal ini sudah
diantisipasi dengan memberikan edukasi
pada pasien untuk tidak mengubah pola
makan ketika pengambilan
sampel.Kemudian peneliti tidak melakukan
pengukuran terhadap kadar antioksidan
dalam tubuh yang sebaiknya dilakukan
pemeriksaan kadar antioksidan untuk
mengetahui apakah kadar antioksidan dalam
tubuh dalam batas normal atau menurun.Hal
ini dikarenakan kendala biaya pemeriksaan
yang cukup mahal. Selain itu data variabel
perancu dieksklusi menggunakan kuesioner
yang dilakukan dengan wawancara langsung
ke pasien. Dikarenakan pasien sudah lanjut
usia, banyak yang sudah lupa untuk
menjawab beberapa poin pertanyaan.
Peneliti sudah meminimalkan bias dengan
melakukan wawancara juga pada keluarga
pasien. MDA darah kurang spesifik untuk
pemeriksaan pada katarak senilis karena
hasil dapat dipengaruhi oleh keadaan
homeostasis sistemik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan
kadar malondialdehid plasma darah antara
penderita katarak senilis imatur dan matur
pada pasien klinik mata Rumah Sakit
Margono Soekarjo.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan. Laporan Nasional 2013. Jakarta :Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013.
2. Graw J, Welzl G, Ahmad N, Klopp N, Heier M, et.al. The KORA EyeStudy: A Population-Based Study On Eye Diseases in Southern Germany (KORAF4). Investigative
639 Ophthalmology of Visual
Science2011.52: 7778–7786.
3. Ilyas, S..Ilmu Penyakit Mata.Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 2013
4. Ates, O., Hamit, H., Kocer, I., Baykal, O., Salman, I.A. Oxidative DNA Damage in Patients with Cataract. Acta Ophthalmologica,2010.88:891-5.
5. Kaur, J., Kukreja, S., Kaur, A., Malhotra N., Kaur, R. The Oxidative Stress in Cataract Patients. Journal of ClinicalDiagnosis
Research,2012.6(10) : 1629 – 1632. 6. Siswonoto, S. Hubungan Kadar
Malondialdehid Plasma dengan Keluaran Klinis Stroke Iskemik Akut.Semarang :Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik Dan Program Pendidikan DokterSpesialis Universitas Diponegoro. 2008. 7. Miric D., Kisic B., Zoric L.,
Dolicanin Z., Mitic R., dan Miric M. The Impact of Senile Cataract Maturity on Blood Oxidative Stress Markers and Glutathione-Dependent Antioxidant: Relations with Lens Variables. Journalof Medical Biochemistry. 2012. 31: 164-92 8. Priyanti, N.P.D.R. Kadar
Malondialdehyde Serum Pasien Katarak Senilis Matur Lebih Tinggi Daripada Katarak Senilis Imatur (Tesis). Denpasar :Universitas Udayana. 2013.
9. Kisic, B., Dijana, M., Lepsa Z., Aleksandra I. Role of Lipid Peroxidation in the Pathogenesis of Age Related Cataract. Clinic for Eye Diseases. 2009.21: 457-482.
10. Valero M.P., Fletcher A.E., Stavola B.L., dan Alepúz V.C. Years of Sunlight Exposure and Cataract: a Case-Control Study in a Mediterranean population. BMC Ophthalmology. 2007.7: 1-8.
11. Soehardjo. Kebutaan Katarak : Faktor – faktor Risiko, Penanganan Klinis,
dan Pengendalian.
Yogyakarta :Universitas Gajah Mada. 2004.
12. Pujiyanto, T.I. Faktor – faktor yang Berisiko terhadap Kejadian Katarak Senilis.(Tesis).Semarang : Program Pasca Sarjana FK Universitas Diponegoro. 2004.
13. Soehardjo. Kebutaan Katarak : Faktor – faktor Risiko, Penanganan Klinis,
dan Pengendalian.
Yogyakarta :Universitas Gajah Mada. 2004.
14. Yudaristy, H. Hubungan Antara Kadar Malondialdehid Pada Lensa Terhadap Patofisiologi Katarak Senilis. (KTI).Palembang : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2012.
15. Deepa K., Goud M., Nandini M., Kamoth A., Sudhir, dan Nayol B. Oxidative Stress and Calcium Levels in Senile ang Type 2 Diabetic
640 Cataract Patient.Biochemistry, 2011.
2: 109-115.
16. Sihota R. dan Tandan R. Parson’s Diseases of The Eye. Indian: Elsevier. 2007 :247-269.
17. Cekic, S., Zlatanovic, G., Cvetkovic, T., Petrovic, B. Oxidative Stress in Cataractogenesis.Bosnian Journal of Basic Medical Sciences, 2010.3 : 265 – 9.
18. Noran N.H., Nooriah S., dan Mimiwati Z. The Association between Body Mass Index and Age Related Cataract. Medical Journal of Malaysia, 2007.62:49-52.
19. Tabin G., Chen M., dan Espandar L. Cataract Surgery for the Developing World.Current Opinion in Ophthalmology, 2008.19(1) : 55-59. 20. Leske M.C., Wu S.Y., dan Nemesure
B. Risk Factors for Incidence Nuclear Opacities.Ophthalmology, 2002.109: 1303-1308.
21. Lindblad B.E. Risk Factors for Age-Related Cataract a Prospective Cohort Study.(Thesis).Stockholm : Karolinska Institute. 2008.
22. Nirmalan P.K., Robin A.L., Katz J., Tielsch J.M., Thulasiraj R.D., Krisnadas R., et. al. Risk Factors for Age Related Cataract in a Rural
23. Population of Southern India: The Aravind Comprehensive Eye Study. British Journal of Ophthalmology, 2004.88: 989-994.
24. Winarsi, H. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas.Yogyakarta :Kanisnus. 2007.
25. El Ghaffar, A.A., Aziz, M.A., Mahmoud, A.M., Al Bakini, S.M. Elevation of Plasma Nitrate and Malondialdehyde in Patient with Age Related Cataract. Middle East Journal of Ophtalmology. 2007.14: 13 – 5. 26. Putra, I.P.R. Penurunan Kadar
Superoksida Dismutase Lensa Berhubungan Dengan Peningkatan Derajat Kekeruhan Lensa Pada Katarak Senilis. (Tesis).Denpasar : Program Pasca Sarjana FK Universitas Udayana. 2014.
27. American Academy of
Ophthalmology Staff. Lens and Cataract. United State of America
:American Academy
ofOphthalmology. 2011.
28. Rajkumar S., Praveen M.R., Gajjar D., Vasawada A.R., Alapure B., Patel D., dan Kapur S. Activity Of Superoxide Dismutase Isoenzymes In Epithel Cells Derived From Different Types Of Age-Related Cataract.
641 Journal Cataract Refrat Surg,
2008.34: 470-474.
29. Zoric, L., Elek-Vlajic, S., Jovanovic, M., Kisic, B., Djokic, O., Canadanovic, V., et al. Oxidative
Stress Intensity in Lens and Aqueous Depending on Age Related Cataract Type and Bunescense. European Journal of Ophtalmology. 2008. 18(5) : 669 – 674.