• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGAWASAN DAN AUDIT PELAYANAN KESEHATAN I PENDAHULUAN - Pedoman Penyelenggaraan Pengawasan Dan Audit Pelayanan Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGAWASAN DAN AUDIT PELAYANAN KESEHATAN I PENDAHULUAN - Pedoman Penyelenggaraan Pengawasan Dan Audit Pelayanan Kesehatan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEDOMAN PENYELENGGARAAN

PENGAWASAN DAN AUDIT PELAYANAN KESEHATAN

I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan sebagai bagian untuk meningkatkan taraf hidup mereka, disamping mereka berupaya menerapkan pola hidup bersih dan sehat, mereka juga mendambakan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil, terjangkau dan merata serta aman. Dipihak lain para pemberi pelayanan kesehatan juga memiliki keinginan kuat dalam memberikan pelayanan kesehatan seperti yang diharapkan oleh masyarakat.

Pelayanan kesehatan yang bermutu baik merupakan hasil dari pendidikan, pelatihan, etik, tersedianya sarana dan prasarana yang cukup. Juga tersedianya pedoman dan petunjuk teknis didukung oleh peraturan perundang-undangan tentang sistem kesehatan nasional yang melandasi implementasi pelayanan kesehatan yang terstruktur.

Fakta dilapangan mengungkapkan bahwa masih banyak keluhan yang disampaikan oleh masyarakat baik melalui media masa, organisasi profesi, majelis kehormatan disiplin tenaga kesehatan, maupun melalui jalur hukum dalam bentuk tuduhan telah terjadi ‘malpraktik’. Bahkan keluhan tersebut tidak hanya datang dari masyarakat yang tinggal di daerah-daerah dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang masih kurang atau jauh secara geografik, tetapi juga terjadi di kota-kota besar dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang lengkap.

Dengan terjadinya banyak keluhan atau ‘malpraktik’ tentu saja tidak dapat dibiarkan tanpa diketahui penyebabnya, yang kemudian dicarikan solusi guna memperbaiki keadaan tersebut.

Sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter di Indonesia, salah satu peran IDI secara internal adalah membina dan memberdayakan secara berjenjang para anggotanya dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Salah satu wujud peran IDI antara lain IDI banyak menyelenggarakan pendidikan kedokteran berkelanjutan, juga berperan memfasilitasi registrasi dan registrasi ulang dokter oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

(2)

2

pengawasan dan audit pelayanan kesehatan yang lebih mengarah kepada pembinaan dan pemberdayaan anggota yang dilakukan secara berjenjang. Saat ini yang merupakan era menyongsong akan diimplementasikannya sistem jaminan sosial nasional khususnya dibidang kesehatan, merupakan saat yang tepat untuk memulai usaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sehingga secara positif berbeda dengan pelayanan sebelumnya. Mengenai kegiatan audit pelayanan kesehatan yang merupakan bagian dari manajemen mutu dan strategi penanggulangan risiko, audit pelayanan kesehatan perlu dilakukan sebagai bagian yang rutin dari praktik sehari-hari. Latar belakang pemikiran yang mendasari adalah bahwa hal tersebut memungkinkan staf dan pengguna pelayanan melakukan evaluasi dan mengukur praktik dibandingkan standar, mengembangkan dan memelihara budaya kerja dengan sebaik-baiknya (best practice) dan membangun struktur dan proses untuk memonitor dan mengevaluasi efektivitas audit pelayanan kesehatan yang dilakukan. 2. Tujuan

Lebih memantapkan peran IDI sebagai organisasi profesi dalam penyelenggaran pengawasan dan audit pelayanan kesehatan dengan menyusun pedoman pengawasan dan pedoman audit pelayanan kesehatan bagi anggota IDI sehingga lebih memahami bagaimana menyelenggarakan pengawasan dan audit pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang efektif, efisien, aman dan memuaskan pengguna pelayanan.

3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari naskah ini meliputi pedoman pengawasan pelayanan kesehatan dan pedoman audit pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan rujukan dan pelayanan kesehatan masyarakat

4. Pengertian

a. Pengawasan pelayanan kesehatan

(3)

3 b. Audit pelayanan kesehatan

Audit pelayanan kesehatan adalah penilaian kinerja terhadap standar klinik atau non klinik dalam suatu organisasi pelayanan kesehatan.

c. Standar

Standar adalah tingkat kinerja yang diinginkan dan dapat dicapai, untuk menilai hasil yang dicapai.

d. Penilaian oleh mitra bestari (peer review)

Penilaian oleh mitra bestari adalah penilaian kinerja seseorang atau kelompok oleh anggota dari profesi atau tim yang sama.

e. Kriteria

Kriteria adalah pernyataan yang dikembangkan secara sistematis yang digunakan untuk menilai kepatutan dari keputusan tentang pelayanan kesehatan tertentu, pelayanan-pelayanan yang dilakukan dan

hasil-hasil yang dicapai.

(4)

4

II

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGAWASAN PELAYANAN KESEHATAN

1. Umum

Dalam sebuah organisasi apakah itu organisasi pemerintahan maupun bukan pemerintah, masalah pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajemen biasa. Namun demikian pengawasan merupakan bagian yang sangat penting dalam mencapai tujuan organisasi dalam melakukan berbagai program dan kegiatan yang telah direncanakan. Dengan kegiatan pengawasan dapat diketahui apakah kegiatan yang dilaksanakan berhasil mencapai tujuan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Bila tercapai, apakah pencapaian tersebut terselenggara dengan penggunaan sumber daya yang efisien. Bila tidak tercapai, apakah terjadi kekeliruan dalam perencanaan atau penyimpangan dalam implementasinya. Dengan tidak adanya pengawasan atau pengawasan yang berjalan lemah, dapat dipastikan bahwa hasil pelaksanaan program dan kegiatan tidak memuaskan.

Dengan demikian pengertian pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh manajer dalam memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan ( Winardi ).

Pengertian lainnya, pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan (Basu Swasta).

Sedangkan menurut Komaruddin pengawasan adalah perbandingan antara pelaksanaan aktual rencana dan awal untuk langkah perbaikan terhadap penyimpangan.

2. Jenis Pengawasan

Terdapat beberapa jenis kegiatan pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu :

a. Pengawasan internal

(5)

5 b. Pengawasan eksternal

Pengawasan eksternal adalah adalah pengawasan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar organisasi yang diawasi. Misalnya pengawasan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap dinas kesehatan, pengawasan oleh dinas kesehatan terhadap puskesmas, rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan swasta. c. Pengawasan preventif

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilaksanakan, sehingga dapat mencegah penyimpangan. Pengawasan preventif akan lebih efektif bila dilakukan oleh atasan langsung.

d. Pengawasan represif

Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan tersebut dilakukan dan dilaporkan. Pengawasan represif dapat dilakukan oleh atasan langsung, satuan pengawasan internal maupun unit pengawasan eksternal.

e. Pengawasan aktif

Pengawasan aktif adalah pengawasan yang dilakukan ditempat kegiatan dilakukan.

f. Pengawasan pasif

Pengawasan pasif adalah pengawasan yang dilakukan dari jauh melalui penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggungjawaban disertai bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran. 3. Tujuan Pengawasan

Tujuan pengawasan adalah membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan rencana, mengurangi risiko kegagalan suatu rencana, mengetahui kelemahan pelaksanaan dan penyimpangan yang terjadi, memecahkan masalah dan membuat perbaikan.

4. Langkah-langkah Dalam Melaksanakan Pengawasan

Langkah-langkah pengawasan menurut G.R.Terry (Novia’s blog) adalah sebagai berikut :

(6)

6

Menetapkan standar dilakukan dengan menyusun rencana, dimana dalam rencana tersebut disebutkan kegiatan apa yang akan dilakukan, hasil yang diharapkan, sumber daya yang digunakan dan waktu yang diperlukan. Dari rencana ini dapat ditetapkan standar yang akan digunakan sebagai pembanding dengan hasil pelaksanaan yang dicapai.

b. Mengukur kinerja

Pada langkah ini dilakukan pengukuran kinerja atau mengevaluasi kinerja yang dicapai.

c. Membandingkan hasil pelaksanaan dengan standar dan menemukan perbedaan antara keduanya.

Membandingkan secara obyektif hasil pelaksanaan dengan standar merupakan kegiatan yang penting untuk menemukan penyimpangan

atau kelemahan yang ada dalam pelaksanaan. d. Memperbaiki penyimpangan yang terjadi

Pengawasan yang dilakukan haruslah dapat memperbaiki penyimpangan atau kelemahan dalam rencana maupun pelaksanaan suatu kegiatan, agar penyimpangan atau kelemahan tersebut tidak terulang di masa depan.

5. Pelaku Pengawasan

Tergantung jenis kegiatan pengawasan yang akan dilakukan, maka pengawasan dapat dilakukan oleh :

a. Atasan langsung

Atasan langsung dapat melakukan pengawasan internal yang bersifat melekat (built in control) yang dapat dilakukan sehari-hari atau secara periodik terhadap bawahannya sepanjang waktu kegiatan dilaksanakan.

Pengawasan jenis ini sangat berguna untuk untuk mencegah penyimpangan atau mendeteksi penyimpangan sejak awal sehingga dapat segera dilakukan perbaikan.

b. Satuan Pengawasan Internal (SPI)

(7)

7

maupun non struktural misalnya panitia atau tim agar dapat berjalan sesuai dengan rencana dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk SPI di rumah sakit sebenarnya tugas SPI termasuk melakukan pengawasan tentang hal yang bersifat teknis medis. Namun tugas pengawasan untuk hal-hal teknis medis dilakukan oleh Komite Medik, khususnya Subkomite Mutu Profesi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit, sehingga SPI melakukan tugas pengawasan untuk hal-hal yang bersifat administratif manajerial.

c. Inspektorat

Inspektorat merupakan unit pengawasan yang terdapat dalam suatu organisasi, misalnya departemen/kementerian/pemerintah daerah dapat melakukan kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas agar dapat berjalan sesuai rencana dan peraturan yang berlaku, baik tugas rutin maupun tugas pembangunan.

d. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK merupakan lembaga Negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Peraturan BPK No.4 Tahun 2010)

e. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

(8)

8

III

PERAN IDI DALAM DALAM PENGAWASAN

Sesuai dengan Anggaran Dasar IDI dalam Pasal 6 bahwa salah satu misi IDI untuk mencapai tujuan organisasi yang tersebut dalam butir b) adalah : Meningkatkan profesionalisme dokter.

Sedangkan pada Anggaran Rumah Tangga Pasal 31 disebutkan bahwa salah satu tugas dan wewenang Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian disebutkan pada butir b. adalah : Mempunyai kewenangan dalam pengembangan kebijakan , pembinaan pelaksanaan dan pengawasan pelayanan keprofesian yang bermutu. Dengan demikian lingkup peran IDI dalam pengawasan adalah kegiatan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keprofesian. Pada pembahasan sebelumnya kita mengetahui bahwa kegiatan pengawasan merupakan bagian dari fungsi manajerial biasa yang dilakukan dalam suatu organisasi, sebagai usaha pimpinan agar semua kegiatan dalam organisasi tersebut dapat dilakukan sesuai rencana dan mencapai tujuan yang diharapkan.

IDI sebagai organisasi profesi dalam melakukan kegiatan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan tidak dapat begitu saja melakukan kegiatan pengawasan terhadap satuan kerja yang berada diluar IDI, meskipun menyangkut pelayanan kesehatan. Dengan demikian diperlukan kerjasama dan pengaturan agar dalam melaksanakan tugas pengawasan dapat berjalan dengan efektif dan tidak menyalahi prosedur.

1. Pengawasan internal

IDI sebagai organisasi profesi melaksanakan pengawasan internal dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, dengan menyelenggarakan kegiatan :

a. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (Continuing Professional Development) agar sumber daya kesehatan khususnya dokter dapat senantiasa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya secara periodik. Dalam hal ini IDI menyelenggarakan pengawasan yang bersifat preventif.

(9)

9

c. Menetapkan standar pelayanan medik dokter spesialis dan dokter oleh perhimpunan masing-masing, sehingga setiap penyelenggaraan pelayanan kesehatan wajib memenuhi standar tersebut.

d. Memberikan rekomendasi setelah melakukan pengecekan kelengkapan persyaratan dalam rangka penerbitan surat izin praktik oleh dinas kesehatan.

e. Melakukan pemeriksaan terhadap anggotanya yang diadukan oleh pasien atau keluarganya tentang dugaan pelanggaran etik kedokteran dalam memberikan pelayanan kesehatan. Dalam hal ini IDI melalui Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) melakukan pengawasan yang bersifat represif yang menyangkut pelanggaran etik kedokteran..

2. Pengawasan eksternal

IDI sebagai organisasi profesi dapat melakukan pengawasan eksternal dengan tujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam hal-hal sebagai berikut :

a. IDI diminta oleh unit pelayanan kesehatan untuk memperbantukan anggotanya untuk duduk dalam tim pengawasan yang dibentuk oleh pimpinan unit pelayanan kesehatan tersebut ( misalnya kepala dinas kesehatan, kepala rumah sakit) untuk melakukan kegiatan pengawasan tertentu.

b. IDI dapat melakukan pengawasan eksternal dalam dugaan terjadi penyimpangan dalam pemberian pelayanan kesehatan oleh dokter yang melakukan pelayanan di institusi pelayanan kesehatan atau pada pelayanan kesehatan praktik mandiri, misalnya tentang :

1) Permintaan honorarium dokter atau menentukan tarif pelayanan medik diluar batas kewajaran

2) Terjadinya dugaan malpraktik misalnya tindakan sectio caesaria yang jumlahnya jauh diatas rata-rata, tindakan bedah yang sebenarnya tidak diperlukan, pemeriksaan laboratorium/ pemeriksaan penunjang tanpa indikasi, pemberian obat berlebihan tanpa indikasi klinis yang mendukung

3) Melakukan praktik pelayanan kesehatan dengan cara/ metoda yang tidak terbuka dan/atau cara yang belum melalui uji ilmiah teknis medis

4) Terjadinya dugaan pelanggaran etik kedokteran

5) Terjadinya dugaan kasus penyimpangan di institusi pelayanan kesehatan yang menjadi perhatian publik.

(10)

10

3. Prosedur Pengawasan oleh IDI terkait Sasaran Pengawasan

Dalam menyelenggarakan pengawasan perlu diikuti prosedur tertentu agar pengawasan dapat berjalan dengan lancar dan berhasil :

a. Bila kegiatan pengawasan akan dilakukan terhadap institusi kesehatan jajaran Kementerian Kesehatan, maka perlu dilakukan koordinasi dan kerjasama antara IDI, Kementerian Kesehatan dan institusi kesehatan tersebut.

b. Bila kegiatan pengawasan akan dilakukan terhadap institusi kesehatan jajaran Pemerintah Provinsi, maka perlu dilakukan kordinasi dan kerjasama antara IDI, Dinas Kesehatan Provinsi dan institusi kesehatan tersebut.

c. Bila kegiatan pengawasan akan dilakukan terhadap institusi kesehatan jajaran Pemerintah Kabupaten/Kota, maka perlu dilakukan koordinasi dan kerjasama antara IDI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Institusi Kesehatan tersebut.

d. Bila kegiatan pengawasan akan dilakukan terhadap institusi kesehatan swasta, diperlukan koordinasi antara IDI, Dinas Kesehatan Provinsi

dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan institusi kesehatan swasta tersebut.

4. Pembiayaan Kegiatan Pengawasan

Pembiayaan kegiatan pengawasan dibebankan kepada institusi sasaran pengawasan.

5. Laporan Hasil Pengawasan

Laporan hasil pengawasan wajib dilaporkan secara tertulis kepada para pemangku kepentingan sebagai dasar untuk melakukan tindak lanjut perbaikan.

6. Tindak Lanjut Pengawasan

Tindak lanjut pengawasan dilakukan sesuai dengan hasil temuan pengawasan sebagai berikut :

a. Bila pengawasan menghasilkan temuan yang bersifat pelanggaran kode etik kedokteran, maka Majelis Kehormatan Etika Kedokteran akan menindak lanjuti hasil temuan pengawasan.

(11)

11

(12)

12

IV

PEDOMAN PROSES PENYELENGGARAAN AUDIT PELAYANAN KESEHATAN

1. Umum

Audit pelayanan kesehatan merupakan kegiatan sehari-hari yang sudah cukup lama dilakukan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan. Sedangkan tujuannya adalah untuk memantau sejauh mana standar untuk kegiatan pelayanan kesehatan dipenuhi, mengidentifikasi sebab-sebab tidak terpenuhinya standar tersebut dan mengidentifikasi serta mengimplementasikan perubahan dalam praktik sehingga memenuhi standar.

Menentukan standar haruslah berdasarkan bukti atau evidence based.

Standar-standar ini dapat berupa standar klinis atau non klinis.

Merupakan kewajiban dari para dokter untuk memastikan bahwa mereka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien mereka. Setiap dokter wajib melakukan audit terhadap pekerjaannya melayani pasien dan menggunakan hasilnya untuk meningkatkan pelayanan klinik menuju pemberian pelayanan terbaik. Dengan demikian kegiatan audit merupakan alat yang sangat penting dalam usaha Perbaikan Mutu Berkelanjutan atau Continuous Quality Improvement (CQI), sehingga audit tidak dapat dilihat sebagai kegiatan yang berdiri sendiri. Tetapi ia harus merupakan bagian dari program peningkatan mutu dan manajemen risiko yang terstruktur dalam organisasi.

2. Siklus Audit Pelayanan Kesehatan

Dalam menyelenggarakan audit pelayanan kesehatan, perlu melalui proses untuk menyusun kriteria atau melakukan langkah-langkah tertentu dalam siklus yang disebut Siklus Audit Pelayanan Kesehatan (menurut

NICE 2002-National Institute of Clinical Excellence 2002) yang diadaptasi dari Siklus Audit Klinis) sebagai berikut :

a. Mempersiapkan pelaksanaan audit b. Memilih kriteria

c. Mengukur kinerja d. Membuat perbaikan

(13)

13

Mempersiapkan audit

Mendukung dan Memilih kriteria meneruskan perbaikan

Membuat perbaikan Mengukur kinerja

3. Tahap 1 : Mempersiapkan Pelaksanaan Audit

a. Diperlukan dukungan dan komitmen dari teman sejawat.

Tanpa dukungan dari teman sejawat dan komitmen mereka untuk berpartisipasi, maka audit yang akan dilakukan akan sulit dikerjakan. Merupakan hal yang penting bahwa petugas yang berkaitan dengan subyek yang akan diaudit dilibatkan, mengerti tujuan dari audit dan peran mereka didalamnya.

Manajemen perlu dilibatkan dalam proses audit, yang harus mencerminkan pernyataan tentang misi dan sasaran dari organisasi yang mereka pimpin. Dengan demikian kegiatan audit paling baik dilaksanakan dalam program yang terstruktur dengan kepemimpinan yang efektif, partisipasi dari seluruh petugas dengan penekanan pada dukungan dan kerjasama tim.

Beberapa kriteria yang penting adalah sebagai berikut:

1) Kriteria 1 : Bila kegiatan menyangkut audit standar klinik, maka diperlukan komitmen dari dokter/klinikus yang terkemuka dalam bidang tersebut. Komitmen tersebut tidak perlu sampai melibatkan dokter/klinikus tersebut secara langsung, tetapi mereka perlu paling tidak menyetujui kegiatan audit tersebut.

(14)

14

kepemimpinan , kepemilikan dan penanggung jawab dari manajemen dan rekomendasi hasil audit harus diperoleh pada tahap ini.

3) Kriteria 3 : Tanggung jawab setiap personil yang dilibatkan dalam pelaksanaan audit harus diklarifikasi dan disetujui oleh semua personil yang terlibat, sebelum pelaksanaan audit dimulai.

4) Kriteria 4 : Kegiatan audit perlu melibatkan atau berkonsultasi kepada pejabat yang berhak memberikan persetujuan tentang perubahan yang mungkin direkomendasikan sebagai hasil audit, terutama bila perubahan berpotensi implikasi penggunaan sumber daya atau berimplikasi untuk pelayanan atau bidang lain. 5) Kriteria 5 : Setiap personil yang terlibat dalam kegiatan audit harus

memiliki komitmen untuk perubahan bila diperlukan sebagai hasil dari audit.

6) Kritera 6 : Prioritas dari pengguna pelayanan kesehatan (pasien) dapat sangat berbeda dengan penyedia pelayanan kesehatan, oleh karena itu pengguna pelayanan kesehatan perlu dilibatkan dalam proses audit.

Direkomendasikan standar 10% dari audit melibatkan pengguna pelayanan.

7) Kriteria 7: Diperlukan pekerjaan multiprofesional yang lebih besar secara lintas disiplin klinis dan manajerial yang berbeda yang berperan dalam memberikan pelayanan sesuai dengan episode pelayanan. Direkomendasikan standar 50% dari audit adalah multiprofesional

8) Kriteria 8 : Pendekatan lintas institusi pelayanan perlu dilakukan, untuk pengguna pelayanan kesehatan (pasien) yang menerima pelayanan primer, sekunder dan pelayanan yang berkelanjutan. Hal ini penting khususnya dalam penanganan penyakit khronis dan kecacadan. Direkomendasikan standar 30% dari audit yang dilakukan bersifat lintas pelayanan.

Pedoman

(15)

15

a)Keterlibatan praktisi pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien

b)Siapa yang menerima, menggunakan atau memperoleh manfaat dari pelayanan yang diberikan tersebut

c)Bila pasien perlu dilibatkan, apakah misalnya kita akan

mempertimbangkan pengalaman pasien dalam menerima pelayanan yang kita berikan.

d)Bila perbaikan dalam pelayanan dapat dilakukan langsung oleh kelompok yang diusulkan untuk dilibatkan dalam pelaksanaan audit, atau perbaikan dapat terjadi hanya dengan melibatkan dukungan pihak lain.

Dengan demikian keterlibatan oleh pihak-pihak yang berkepentingan perlu dilakukan sejak awal dan beri kesempatan setiap orang untuk berkontribusi. Rasa memiliki merupakan hal yang esensial, khususnya bila diperlukan perubahan dalam praktik setelah audit dilakukan. e)Pihak-pihak yang perlu dilibatkan dalam audit :

1)Manajemen, staf medik, staf keperawatan, dokter umum,

profesional kesehatan terkait, staf perpustakaan untuk membantu menilai fakta- fakta/bukti, staf bagian rekam medik, dan lain-lain. 2)Staf pendukung audit pelayanan kesehatan.

3)Peneliti atau ahli statistik bila kita memerlukan analisis statistik yang kompleks dari data yang diperoleh, meskipun biasanya kita hanya memerlukan statistik deskriptif yang sederhana.

4)Pasien

5)Bila dikehendaki, gunakan alat analisis pemangku kepentingan (stakeholder analysis tool) - lihat Lampiran 1

6)Sepakat siapa perlu dilibatkan dan minta komitmen dari yang bersangkutan.

7)Pertimbangkan berbagai cara untuk memberi tahu pihak-pihak yang terlibat, misalnya dalam rapat pendahuluan, melalui surat, atau briefing.

b.Mengambil keputusan tentang hal apa audit akan dilakukan

(16)

16

1) Kriteria 1 :Topik audit harus memenuhi satu atau lebih kriteria-kriteria tersebut dibawah ini :

a) Apakah audit ini merupakan bagian dari program prioritas audit lokal,regional atau nasional.

b) Apakah topik audit memerlukan biaya, volume atau risiko yang cukup tinggi bagi staf dan pengguna pelayanan kesehatan/pasien.

Bila di rumah sakit, apakah sumber informasi data yang digunakan untuk mengambil keputusan berasal dari data kegiatan HIPE ( Hospital Inpatient Enquiry System ) atau register, data finansial atau data dari register risiko atau data dari insiden/keluhan.

c) Apakah dimiliki data/bukti yang baik, misalnya pedoman nasional tentang pedoman penanggulangan kanker payudara, atau pedoman manajemen pencatatan (record management).

d) Apakah terdapat fakta/bukti tentang masalah mutu pelayanan yang berat, misalnya keluhan pasien, kecelakaan, kejadian komplikasi yang tinggi, atau masalah perhatian staf (staff concern.)

e) Audit harus memasukkan penilaian dari proses dan hasil pelayanan .

Pedoman

Pendekatan lain dalam memilih topik untuk audit - Klasifikasi Donabedian (1996) yang terdiri dari struktur, proses dan hasil, dapat digunakan untuk memfokuskan wilayah praktik apa yang akan dijadikan topik untuk dipilih.

Struktur

Tatanan dan sumber daya (apa yang dibutuhkan- staf, bangunan dan peralatan yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pelayanan) misalnya :

a)Peralatan resusitasi untuk tindakan bedah oleh dokter umum b)Aksesibilitas pelayanan untuk individu dengan disabilitas Proses

Praktik-praktik/metoda pelayanan (apa yang akan dikerjakan) yang mungkin dilakukan secara khusus untuk :

(17)

17 pelayanan kesehatan jiwa

b)Proses pengorganisasian/administratif, misalnya sistem untuk mengingat pasien (patient recall), pelaksanaan pemulangan pasien dari rumah sakit

(discharge practice), waktu menunggu, manajemen catatan medik.

Hasil

Dampak dari pelayanan kesehatan terhadap status kesehatan pasien (apa yang kita harapkan) misalnya pengendalian tekanan darah, penambahan berat badan yang terjadi pada pasien dengan anoreksia, pasca pelayanan. Sumber informasi/indikator lain untuk topik audit dapat termasuk : a) Register/daftar risiko

b)Informasi tentang kegiatan, misalnya masuknya kembali pasien ke rumah sakit (re-admissions), daftar tunggu

c) Sinyal-sinyal kedaruratan yang terkait dengan pelayanan kita d)Audit nasional, misalnya tentang audit hygiene

e) Analisis umpan balik konsumen, misalnya keluhan, survei kepuasan,

focus groups, panel konsumen

f) Laporan audit, inspeksi, kunjungan, misalnya kunjungan kolegium, survei akreditasi, instansi pemberi izin, instansi pembuat peraturan

g)Laporan penyelidikan/pemeriksaan nasional atau lokal h)Hasil riset

i) Pertemuan tinjauan mitra bestari

j) Pertemuan tentang morbiditas dan mortalitas

k)Data dasar klinis, misalnya registri tentang kanker, data dasar kebidanan l) Hasil- hasil evaluasi

m) Data tentang klaim n) Laporan media

o) Catatan-catatan tentang pertemuan tim

p) Tinjauan tentang laporan pengawasan eksternal, misalnya laporan akreditasi, laporan otoritas kesehatan dan keselamatan, laporan ombudsman

q) Absensi karena sakit/ pergantian staf (staff turnover)

r) Perhatian staf s) Inspeksi visual

(18)

18

Topik apapun yang telah dipilih, merupakan hal yang penting bahwa kita harus mempertimbangkan beberapa hal yang bersifat praktis :

a) Apakah topik yang dipilih realistik

b) Apakah topik ini merupakan masalah yang sesungguhnya c) Apakah dapat diukur

d) Apakah terdapat standar/kriteria untuk mengukurnya e) Apakah perubahan dapat dilakukan

f) Apakah upaya yang dibutuhkan dapat diterima

g) Apakah terdapat sumber daya yang cukup untuk menyelesaikan kegiatan audit dan mengimplementasi perubahan

h) Apakah kelompok yang diikutsertakan dalam audit memiliki keahlian yang diperlukan dan semangat

i) Apakah audit ini akan menghasilkan perbaikan yang dapat diukur untuk pengguna pelayanan atau staf

j) Apakah audit ini relevan dengan tujuan bisnis organisasi

Alasan untuk menyelenggarakan audit harus dikaji secara sistematik sebelum kegiatan dimulai untuk menilai prioritasnya. Tidak semua topik dapat secara langsung diaudit, namun setiap bagian dapat merancang penyusunan rencana audit tahunan berdasarkan prioritas audit mereka masing-masing. Merupakan hal yang penting untuk memastikan bahwa pandangan dari pengguna pelayanan, staf klinik, staf pendukung dan para manajer diwakili dalam proses seleksi. Sistem skoring dapat bermanfaat untuk menyusun peringkat topik menurut pentingnya, seperti analisis dampak kualitas (Quality impact analysis) atau menggunakan proses kelompok nominal, proses Delphi atau pemungutan suara ganda

(multivoting).

2) Kriteria 2 : Apakah kita akan melakukan Audit atau Riset. Pastikan bahwa kegiatan yang akan kita lakukan adalah audit dan bukan riset. Pedoman

Audit klinik dan riset memiliki peran komplementer guna memastikan efektivitas dan perbaikan mutu namun masing-masing memiliki perbedaan. Harus dipastikan bahwa kegiatan yang akan dilakukan adalah audit klinik karena masing-masing memiliki tujuan dan fungsi sendiri dan khususnya menyangkut perbedaan tanggung jawab etik.

(19)

19

berkaitan dengan penemuan cara bagaimana mengerjakan secara benar, sedangkan audit klinis adalah memastikan bahwa sesuatu dikerjakan secara benar( BMA 1995).

Terdapat kesamaan antara audit dan riset :

Metoda audit dapat sama dengan metoda riset, misalnya prospektif atau retrospektif, kuantitatif atau kualitatif, keduanya memerlukan kajian yang terdisain baik. Tabel dibawah ini memperlihatkan ceklis sederhana tentang perbedaan audit dan riset yang berguna untuk kita pertimbangkan dalam rangka membahas topik.

Audit Klinik Riset

Menjawab pertanyaan: Apakah kita mengikuti praktik terbaik

Menciptakan pengetahuan baru tentang apa yang berhasil atau tidak

Ukur dengan standar Berdasarkan hipotesis

Merupakan rangkaian putaran tinjauan Merupakan rangkaian kegiatan yang selesai sekali dilakukan3

Biasanya Merupakan sampel kecil dalam waktu pendek

Lazimnya dikerjakan pada skala besar dalam waktu panjang

Pemilihan besarnya sample secara pragmatik

Mengumpulkan data yang kompleks

Mengumpulkan data rutin Dapat melibatkan pasien yang menerima pengobatan yang sama sekali baru

Tidak melibatkan pasien yang menerima pengobatan yang sama sekali baru

Dapat melakukan eksperimen pada pasien

Temuan mempengaruhi aktivitas klinikus dan tim lokal

Temuan mempengaruhi aktivitas praktik klinis secara keseluruhan

Biasanya tidak memerlukan persetujuan etik

Biasanya memerlukan persetujuan etik

Dalam keadaan tertentu batas antara audit dan riset kabur dan kegiatan dapat mengandung unsur audit maupun riset. Dalam keadaan seperti ini kita harus segera mengajukan persetujuan etik secara resmi untuk kegiatan ini. Audit klinik merupakan langkah final sebuah program riset klinik yang baik i.e. audit merupakan rangkaian dengan riset namun tidak paralel dengannya. Audit klinik dapat pula mengidentifikasi riset apa yang diperlukan lebih lanjut.

3) Audit dan Etik

(20)

20

Bagaimanapun kita perlu selalu mempertimbangkan isu etik dalam kegiatan kita.

Pedoman

Titik awal dalam membuat pertimbangan etik adalah dengan mengingat bahwa kegiatan audit harus terlaksana dengan baik dan tidak menyebabkan kerusakan. Kegiatan audit tidak perlu secara rutin meminta persetujuan komite etik riset. Komite audit perlu mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan etik yang muncul berkaitan dengan kegiatan audit. Bila dijumpai kesulitan dalam mencapai keputusan yang menyangkut etik, komite audit perlu menghubungi dan meminta pendapat komite etik riset setempat (research ethics committee). Pertimbangan pokok dalam kegiatan audit adalah masalah kerahasiaan (confidentiality)- kerahasiaan pasien, kerahasiaan staf dan kerahasiaan organisasi. Isu lain adalah berkaitan dengan izin atau persetujuan (consent). Walaupun persetujuan tidak diperlukan pada saat kegiatan audit sudah dikerjakan oleh anggota tim audit yang terlibat dalam pelayanan pasien, pasien harus diberitahu bahwa data dari rekam medik mereka digunakan dalam audit meskipun secara anonim. Bila audit dikerjakan oleh orang yang bukan profesional pelayanan kesehatan (non healthcare professional), maka persetujuan dari pasien harus diminta.

Pertimbangan etik lain termasuk memastikan bahwa metodologi audit adalah layak dan tepat.

Klinisi dan para manajer mempunyai kewajiban untuk menggunakan temuan dari audit untuk memperbaiki pelayanan klinis menuju tercapainya pelayanan terbaik (best practice). Audit merupakan alat yang esensial untuk melakukan perbaikan mutu secara berkelanjutan.

4) Siapa yang menyelenggarakan audit

Perlu diambil keputusan dari kelompok pemangku kepentingan yang ada, siapa yang akan menjadi penanggung jawab audit dan siapa yang sesungguhnya akan melaksanakan pekerjaan tersebut. Bila hal tersebut merupakan audit klinik, maka lazimnya para klinisi yang menjadi penanggung jawab audit yang mengumpulkan data yang diperlukan.

Pedoman

(21)

21 5) Menetapkan tujuan audit

Kriteria : Tujuan audit harus ditetapkan dan disepakati oleh kelompok yang akan melakukan audit.

Perlu didokumentasikan menggunakan form proposal audit. Pedoman

Tujuan harus dapat diukur dan dapat dicapai sesuai dengan strategi dan tujuan program audit dan organisasi secara keseluruhan. Sekali topik dipilih, maka anggota tim audit perlu menyepakati tujuan dari audit. Pada awal dimulainya kegiatan audit diperlukan kejelasan kegunaan audit yang akan dilakukan, dengan bertanya kepada diri sendiri :

- Apakah yang ingin saya ketahui dengan melakukan audit ini - Apakah yang akan saya capai dengan melakukan audit ini

Untuk mempermudah merumuskan tujuan, model SMART dapat membantu. Tujuan yang ditetapkan haruslah :

- Spesifik (Specific)

- Dapat diukur (Measurable) - Dapat dicapai (Achieveable) - Relevan (Relevant)

- Tepat waktu (Timely)

Dianjurkan beberapa katakerja dibawah ini dapat berguna dalam merumuskan tujuan sebuah audit :

- Memperbaiki (to improve), misalnya : memperbaiki keamanan peresepan obat

- Meningkatkan (to enhance), misalnya : meningkatkan kualitas pelayanan pasien dengan memperbaiki penilaian rasa sakit, meningkatkan kecepatan pemberian pertolongan mengatasi rasa sakit dan penggunaan obat analgesik yang tepat

- Memastikan (to ensure), misalnya : memastikan bahwa setiap bayi memiliki akses imunisasi terhadap difteri, tetanus, pertusis, polio, influenza B dan meningitis C sebelum berumur 6 bulan

- Mengubah (to change), misalnya : mengubah dan memperbaiki cara membuat perjanjian pasien.

6) Manajemen Kegiatan Audit

(22)

22

penyelesaian audit dan beri setiap anggota tanggung jawab melakukan tugasnya (Walshe and Spurgeon 1997)

4. Tahap 2 : Memilih Kriteria

Kriteria : Semua kegiatan audit harus memiliki kriteria yang disepakati dalam mengukur. Kriteria ini harus berasal dari bukti/kenyataan- baik dari pedoman-pedoman yang berkualitas, tinjauan-tinjauan literatur atau bila hal ini tidak ada, dapat menggunakan konsensus nasional atau lokal. Langkah berikutnya berkaitan dengan menyetujui standar dimana dalam kebanyakan kasus harus 100% atau 0% dengan mencantumkan daftar perkecualian.

Pedoman

Bila topik telah dipilih, maka kriteria yang valid untuk mengevaluasi dan standar kinerja harus dipilih. Kriteria dapat diklasifikasikan dalam hubungannya dengan :

a. Struktur (apa yang kita perlukan)

Contoh dari kriteria yang berhubungan dengan dengan struktur adalah jumlah staf dan keahlian yang diperlukan, penyediaan peralatan dan ruangan

b. Proses ( apa yang akan dikerjakan)

Kriteria proses menunjuk kepada kegiatan-kegiatan dan keputusan-keputusan yang diambil oleh praktisi dan para pengguna.

Sebagai contoh adalah penilaian tentang pendidikan, dokumentasi, peresepan, intervensi bedah dan terapeutik.

c. Hasil (apa yang diharapkan)

Kriteria hasil adalah mengukur respons fisik atau perilaku terhadap sebuah intervensi, status kesehatan yang dilaporkan, tingkat pengetahuan dan kepuasan. Malahan kadang-kadang digunakan indikator pengganti atau hasil antara.

Kriteria dan standar adalah dua istilah yang dapat menyebabkan kebingungan. Mungkin contoh dari bidang olahraga dapat membantu : - Kriteria : seorang atlit bisa jadi atlet lompat tinggi

- Standar atau tingkat penampilan adalah : tingginya palang

(23)

23

Kriteria : Standar target :

Pemberian diuretik pada pasien dengan 100% pasien mencapai pelayanan gagal jantung tingkat ini

Terdapat fasilitas yang cukup untuk 100% area kebersihan tangan misalnya 1 baskom

untuk setiap 6 tempat tidur atau area tertutup

Pemakaian kriteria yang obyektif dengan standar kinerja yang disepakati merupakan ciri yang sangat penting dari audit klinik.

Kriteria dan tingkat kinerja harus dapat diukur dan dapat diterima oleh para pemangku kepentingan yang terlibat dalam audit. Kriteria-kriteria ini merupakan pernyataan-pernyataan eksplisit yang menetapkan apa yang akan diukur, misalnya :

- Tanggal, batch vaksin dan jumlah vaksin yang diberikan harus dimasukkan dalam catatan pasien.

Kriteria yang ditetapkan secara tidak cermat akan menyesatkan. Terdapat 4 syarat bahwa kriteria yang ditetapkan adalah baik dan valid, yaitu :

1) Relevan

2) Didefinisikan/ditetapkan dengan jelas 3) Dapat diukur dengan mudah

4) Berdasarkan bukti/kenyataan

Tabel dibawah ini memperlihatkan hubungan antara kriteria dan standar dalam audit klinik :

Kriteria : Standar target : Tanggal, batch vaksin dan jumlah vaksin 100%

yang diberikan harus dimasukkan dalam catatan pasien

(24)

24

Beberapa saran tentang kriteria sumber-sumber informasi:

- Kolegium atau lembaga profesi - Literatur

- Organisasi-organisasi yang mengembangkan pedoman, misalnya NICE, SIGN (Scottish Intercollegiate Guidelines Network)

- Kepustakaan nasional atau internasional

- Kebijakan dan prosedur nasional dan lokal/setempat - Ketentuan peraturan perundang-undangan

- Pedoman klinik

- Dikembangkan sendiri

Kriteria harus berbasis kepada hasil riset dan kenyataan/bukti yang terbaru. Pencarian literatur yang kita lakukan akan memberi gagasan tentang kriteria dan standar apa yang direkomendasikan secara internasional dan nasional. Bila kriteria tidak diperoleh, dapat dibuat kriteria berbasis konsensus lokal. Dalam keadaan apapun semua standar harus disepakati oleh anggota-anggota tim.

Kalau pencarian dan atau melakukan tinjauan literatur dikerjakan sebelum standar disepakati, kita perlu mengikuti langkah-langkah pendekatan ke Pelayanan Kesehatan Berbasis Bukti/Kenyataan sebagai berikut :

-Mengubah kesenjangan pengetahuan ke pertanyaan yang dapat dijawab -Mencari dan menemukan bukti/kenyataan terbaik dengan menggunakan database yang sesuai dan sumber bukti/kenyataan lain

-Melakukan penilaian dengan kritis bukti/kenyataan yang ada -Menggunakan bukti/kenyataan tersebut

5. Tahap 3 : Mengukur Kinerja

a. Kriteria : Metodologi audit harus sesuai dengan tujuan audit dan kriteria yang akan diukur

Pedoman

(25)

25

Beberapa isu yang perlu dipertimbangkan adalah :

1)Peralatan pengumpul data (data collection tool) dan protokol untuk mengumpulkan data biasanya diperlukan, kecuali kita dapat membuat laporan audit dari sebuah database.

Hal ini akan memastikan validitas dan realibilitas dari temuan, karena bisa saja terjadi tidak selalu staf yang terlibat yang mengumpulkan data. Peralatan pengumpul harus disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan tujuan dan kriteria yang spesifik. Jangan

mengumpulkan informasi yang tidak ada hubungannya dengan audit hanya karena hal tersebut menarik. Lihat Lampiran 3 tentang Cara terbaik untuk mengembangkan peralatan pengumpul data audit.

Pemanduan perlu dilakukan untuk mengecek apakah peralatan tersebut dapat mengumpulkan informasi yang diperlukan bila kriteria dipenuhi atau tidak.

2)Dimana mencari data

Apakah data yang akan dikumpulkan secara rutin ada dalam catatan pasien atau database ? Bila demikian kita dapat melakukan audit retrospektif (mengumpulkan data masa lalu). Meskipun data dari rekam medik sering kali digunakan, namun sering kali tidak lengkap. Mengumpulkan data dari berbagai sumber dapat mengatasi masalah ini. Sumber-sumber penting yang yang patut dipertimbangkan adalah – Rekam medik pasien, Laporan laboratorium, Catatan obat, Laporan radiologi, Sistem administrasi pasien, Sistem pencarian keterangan tentang pasien rawat inap di rumah sakit (Hospital Inpatient Enquiry System -HIPE), Catatan tentang praktik umum, Catatan tentang pelayanan kesehatan komunitas.

Bila tidak, maka kita perlu melakukan data secara prospektif (seperti kapan pasien baru datang). Dalam keadaan ini kita memerlukan membutuhkan staf/keluarga pasien/pasien untuk melengkapi peralatan pengumpulan data. Metoda prospektif lain dalam pengumpulan data adalah melakukan observasi terhadap perilaku misalnya mencuci tangan. Bentuk pengumpulan data ini memiliki tantangan tersendiri, antara lain memakan waktu panjang, data yang terkumpul tidak selalu lengkap dan ketepatannya perlu dipastikan.

(26)

26 3)Pengumpulan sampel

Audit sering melibatkan pemilihan besarnya sampel audit secara pragmatik. Bila tidak ada keterbatasan sumber daya, seluruh populasi dapat di audit. Bagaimanapun bila jumlah pasien pada populasi lebih dari 100 orang, mungkin kita menginginkan mengambil sampel dari pasien-pasien tersebut. Hal ini hanya akan memberikan kita pandangan sekilas (snapshot) belaka, apakah standar dipenuhi atau tidak. Bila memilih sampel kita perlu mengajukan 2 pertanyaan yang perlu dijawab :

- Berapa banyak pengguna pelayanan kesehatan yang perlu kita pilih? - Bagaimana kita memilih sampel yang representatif ?

Jumlah sampel yang diperlukan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu : - Tingkat kepercayaan yang dikehendaki dalam temuan

- Keterbatasan sumber daya (waktu, staf, akses terhadap data, biaya). Audit klinik tidak perlu melibatkan pengumpulan data yang ekstensif. Audit bukanlah riset dan tidak membutuhkan jumlah kasus yang besar. Ini merupakan keseimbangan antara apa yang praktis untuk dikumpulkan dan apa yang akan mengkonfirmasi tingkat kinerja dibandingkan dengan standar.

Sebagai contoh :

- Jumlah sampel sebanyak 40-60 kasus adalah praktis, dapat dikumpulkan dalam waktu tidak terlalu lama dan biasanya memungkinkan dilakukan perbandingan yang berarti antara praktik saat ini dengan standar yang disepakati.

- Jenis kasus yang dimasukkan dan dikeluarkan harus ditetapkan dan disepakati oleh seluruh pemangku kepentingan sebelum pengumpulan data dimulai dan harus terkait dengan kriteria yang sudah dipilih. Batas waktu yang ditetapkan untuk mengumpulkan data juga perlu ditetapkan sebelum dimulainya pengumpulan data. Hal ini akan dipengaruhi oleh :

- Jumlah dan jenis kasus

- Kriteria pemasukan dan pengeluaran - Target penyelesaian audit

(27)

27

Pengumpulan sampel secara acak yang sederhana melibatkan pemilihan secara acak dari sebuah daftar penduduk untuk memperoleh sejumlah orang untuk mejadi sampel. Metoda undian, tabel bilangan acak (random number tables) atau komputer dapat digunakan. Ini akan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk diikutkan dalam sampel. Sistem Pencarian Keterangan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit menyediakan fasilitas untuk pemilihan sampel pasien secara acak dari daftar penduduk.

Convenience sampling kadang-kadang digunakan sebagai cara murah dan tidak bertanggung jawab dalam mengerjakan survei sampel. Ini tidak menghasilkan temuan yang representatif. Cara ini melibatkan pemilihan orang yang terdekat tempat tinggalnya dan paling tidak menyusahkan untuk berperan sebagai responden. Proses akan akan dilanjutkan sampai jumlah sampel yang dibutuhkan tercapai (Robson 1997).

Terdapat beberapa metoda pengumpulan sampel lain, dimana para pembaca dapat memperolehnya di buku tentang riset yang baik sebagaimana yang menjadi referensi disini.

b. Pemeliharaan Catatan

Catatan-catatan harus dijaga dengan baik sepanjang proyek audit berlangsung, dengan demikian kemajuan menuju tercapainya tujuan dapat dimonitor dan perubahan metodologi yang terjadi dapat dicatat. c. Peraturan tentang Perlindungan Data dan Kebebasan Informasi

Bila audit sedang dilakukan oleh seorang anggota dari tim pelayanan kesehatan, persetujuan tertulis tidak diperlukan. Namun merupakan suatu hal yang baik untuk memberitahu para pengguna pelayanan kesehatan bahwa sebagai bagian dari proses pelayanan mereka yang biasa, beberapa data pribadi mereka digunakan dalam audit dan dalam rangka perbaikan mutu pelayanan, misalnya penggunaan selebaran/leaflet untuk memberikan informasi kepada pasien bila mereka memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Pedoman

(28)

28

bersangkutan dan dimana audit diselenggarakan oleh fasilitas kesehatan itu sendiri.

Pada keadaan dimana audit diselenggarakan oleh orang yang tidak terlibat dalam pelayanan pasien, yaitu dalam hal ini petugas dari luar, maka persetujuan pasien diperlukan agar yang bersangkutan memiliki akses.

(Komisi Perlindungan Data 2007).

Data audit harus dibuat anonim untuk menjaga kerahasiaan informasi tentang pasien dan klinikus.

Laporan-laporan audit di beberapa negara dapat diakses berdasarkan Undang-Undang Kebebasan Informasi.

d. Analisis Data

Kriteria : Jenis analisis yang digunakan harus diidentifikasikan sejak tahap awal, karena akan mempengaruhi baik jenis maupun jumlah data yang akan dikumpulkan. Analisis dapat berupa perhitungan persentase yang sederhana sampai dengan teknik yang secara relatif canggih.

Pedoman

Kegunaan dari analisis data adalah untuk menetapkan kriteria apa yang memenuhi standar dan mengidentifikasi bidang-bidang praktik yang perlu diperbaiki. Dimana mungkin analisis data harus dibuat sesederhana mungkin. Pena, kertas dan kalkulator kerapkali sudah mencukupi untuk menghitung frekuensi dan persentase. Dalam menyelesaikan analisis data disarankan untuk dilakukan pengecekan hasil oleh orang kedua untuk menjaga ketepatan.

Memproses data merupakan proses tiga langkah : Langkah 1

Buatlah pedoman pembuatan kode (coding manual )- buatlah kode numerik sederhana untuk setiap jawaban yang mungkin pada setiap pertanyaan dalam sekumpulan data (data set).

(29)

29 Langkah 2

Buat tempat kosong dalam database/ lembarkerja (spreadsheet) untuk setiap pertanyaan dalam formulir pengumpulan data.

Langkah 3

Gunakan kode-kode yang telah dibuat dalam pedoman pembuatan kode untuk mencatat jawaban untuk setiap pertanyaan

Prinsip-prinsip umum dalam pembuatan kode data adalah sebagai berikut:

-Siapkan pengidentifikasian pasien yang unik -Gunakan kode angka, misalnya 1-9

-Angka 9 adalah kode umum untuk data yang hilang- bila pilihan angka lebih dari 9, gunakan angka 99.

-Siapkan pedoman pembuatan kode

-Pakailah skema pemberian kode secara konsisten termasuk kode untuk data yang hilang atau tidak didapatkan.

-Sedapat mungkin hindari penggunaan teks bebas.

-Buatlah kode penjelasan teks dengan memberikan kategori-kategori misalnya kelompok penyakit, kelompok obat terapeutik.

-Tingkatkan penggunaan pengumpulan data secara elektronik secara rutin dengan memakai komputer dalam membuat rekam medik pasien yang akan memberikan kemudahan dalam melakukan audit klinik.

-Sebagaimana halnya dengan metoda manual, data yang dinyatakan dengan jelas yang berkaitan dengan tujuan audit, kriteria dan standar dibutuhkan.

-Transfer data dapat dilakukan melalui komputer, yang akan memintas kebutuhan pemasukan data secara manual.

-Dengan perangkat lunak yang sesuai, analisis data dapat dikerjakan secara langsung.

-Sebagaimana dengan catatan yang tertulis dikertas, perlu perhatian kepada hal-hal detail untuk memastikan bahwa data yang diperoleh adalah lengkap, akurat, tepat waktu dan efisien.

e.Analisis penyebab utama (Root cause analysis)

Kriteria : Tentukan mengapa kriteria dan standar tidak bertemu.

Pedoman

(30)

30

Bagaimanapun, hasil itu perlu dipresentasikan kepada tim audit untuk menetapkan sebab-sebab mengapa hal ini terjadi. Hanya dengan melihat penyebab-penyebab utama kita bisa mengidentifikasi perubahan apa yang diperlukan dan dimasukkan dalam rencana perbaikan mutu. Terdapat beberapa peralatan untuk membantu kita untuk menganalisis penyebab utama seperti :

-Diagram duri ikan (fishbone diagram), yang dikenal juga sebagai Diagram Ishikawa atau diagram sebab akibat)- yang merupakan

peralatan penyelesaian masalah yang dapat membantu mengidentifikasi penyebab tertentu dari sebuah masalah atau akibat yang dikehendaki. Sebuah masalah atau sebuah akibat ditulis di kepala ikan. Sekumpulan kategori utama dari penyebab-penyebab ditulis pada bagian tulang- tulang ikan, seperti personil, metoda kerja/prosedur-prosedur, material dan peralatan.

-Pemetaan proses- setiap langkah dari sebuah proses dipetakan, sehingga

bidang yang bermasalah/bottlenecks dalam proses dapat diidentifikasi dan diperbaiki.

-Lima mengapa (the five why’s) - tanyakan mengapa suatu hal terjadi sebanyak lima kali-setiap kali kita mendalami lebih jauh untuk memperoleh penyebab utama dari masalah tersebut.

Dengan mengidentifikasi penyebab utama kita akan dapat melangkah maju untuk mengidentifikasi perubahan yang dibutuhkan untuk perbaikan.

f.Penulisan laporan

1) Kriteria 1 : Semua audit harus diselesaikan dengan membuat laporan audit tertulis.

2) Kriteria 2 : Laporan audit harus diserahkan kepada manajemen. Pedoman

Sebuah laporan audit harus melaporkan praktik sesungguhnya dibandingkan dengan standar. Laporan harus mengidentifikasi kekurangan/kelemahan yang membutuhkan perbaikan.

(31)

31 Laporan harus mengidentifikasikan :

-Kekurangan/kelemahan misalnya praktik yang tidak tercatat, praktik yang tidak dijalankan, tingkat kepuasan yang rendah.

-Penyebab-penyebab, misalnya dokumentasi yang buruk, tidak cukup staf, isu tentang pelatihan dan praktik.

-Perbaikan yang dibutuhkan, digunakannya penilaian yang terstruktur secara resmi, misalnya untuk pasien dengan asthma, sehingga semua data pasien yang relevan dan hasil-hasil pemeriksaan dicek.

-Informasi yang menjelaskan mengapa beberapa kasus tidak memenuhi standar.

-Informasi yang relevan, yang sangat berarti dan bermanfaatlah yang akan membantu mengidentifikasi dan menanggulangi isu-isu yang muncul dari audit.

Laporan haruslah : -Sederhana dan jelas

-Menggunakan bahasa yang sederhana

-Menggunakan pendekatan yang terstruktur dan sistematik, misalnya pendahuluan, metoda, hasil, analisis, pembahasan yang meliputi rekomendasi dan rencana tindak lanjut yang disepakati bila diperlukan

(IMRAD : introduction, method, results, analysis, discussion).

-Menyajikan grafik statistik deskriptif akan sangat berguna -Masuk akal dan mengikuti gerak maju yang logis

-Mudah dimengerti, juga oleh teman sejawat dari disiplin atau aspek lain dari pelayanan. Laporan yang baik akan memudahkan isu yang kompleks dimengerti oleh semua.

6.

Tahap 4 : Membuat perbaikan

a. Kriteria 1 : Semua audit harus disertai rencana perbaikan mutu.

(32)

32 Pedoman

Sekali perubahan yang dikehendaki untuk perbaikan telah diidentifikasi, rencana perbaikan mutu yang sifatnya terus-menerus harus dibuat.

Kelompok audit perlu mempelajari dan memutuskan : -Siapa yang bertanggung jawab

-Sumber daya apa yang dibutuhkan -Apa skala waktunya

-Struktur pertanggungjawaban

Sebuah tabel rencana tindak lanjut yang sederhana atau Gantt chart

dapat merupakan alat yang berguna dalam membantu untuk menjaga perubahan berjalan dengan baik.

Kegiatan Kebutuhan sumber daya

Penanggung jawab

Waktu Tanda

penyelesaian

Satu perubahan tidak akan mungkin menghasilkan perbaikan standar. Dalam audit penggunaan intervensi multifaset yang dipilih yang sesuai dengan keadaan tertentu akan lebih efektif dalam merubah kinerja daripada menggunakan intervensi tunggal saja . Bila memungkinkan bukti/kenyataan dalam bidang perubahan tersebut perlu ditinjau untuk menghasilkan strategi yang efektif untuk perubahan. Sebagai contoh pada audit antibiotik baru-baru ini ditemukan bahwa hanya dengan membuat pedoman saja ternyata tidak efektif. Edukasi dan pengawasan juga dibutuhkan untuk memastikan perbaikan yang efektif dalam praktik.

Beberapa instrumen perbaikan mutu sederhana seperti siklus Plan-Do-Check-Act dapat digunakan untuk mengimplementasikan perbaikan mutu.

(33)

33

Bila ingin membuat perubahan kita harus mengikuti langkah-langkah yang sudah kita lakukan dari awal audit. Identifikasi para pemangku kepentingan. Rasa memiliki perubahan adalah vital. Bila perubahan dalam praktik dibutuhkan, para peserta harus dapat merasakan mengapa diperlukan perubahan atau komitmen untuk perubahan tidak akan terjadi. Bentuk kelompok manajemen perubahan dengan pimpinan yang bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan/mengelola perubahan. Buat rencana proyek.

Buat catatan yang baik. Bila mungkin buat daftar dukungan dari staf pendukung perbaikan mutu dalam organisasi kita.

Bila memperkenalkan rencana perbaikan mutu, merupakan hal yang penting untuk menghubungi bagian manajemen risiko, staf perbaikan mutu, staf pengembangan praktik, staf akreditasi karena mereka mungkin telah mendapatkan metoda yang telah berhasil menanggulangi masalah isu yang sama, misalnya perbaikan dokumentasi, mengurangi angka kejadian infeksi dan lain-lain.

Juga merupakan hal yang penting untuk melibatkan manajemen dalam perencanaan perubahan dan tahap implementasi. Mereka dapat mengerahkan sumber daya untuk mendukung perbaikan mutu tetapi mereka juga diberi tahu kegiatan perbaikan mutu apa yang sedang berlangsung dalam wilayah tanggung jawab mereka.

7.

Tahap 5 : Mendukung dan Meneruskan Perbaikan

a. Monitor dan Evaluasi

1) Kriteria 1: Semua audit dan rencana perbaikan mutu harus merupakan bagian dari kegiatan monitor dan evaluasi yang sedang berjalan.

Pedoman

Ini adalah siklus audit yang terus-menerus berjalan. Jika rencana perbaikan mutu telah disepakati dan kemudian kita perlu untuk memonitor untuk melihat apakah hal-hal tersebut dijalankan sesuai dengan rencana proyek. Lihat Lampiran 5 sebuah ceklis sampel untuk memonitor perubahan.

(34)

34

untuk menilai efektivitas perubahan yang terjadi. Kita dapat menggunakan instrumen audit dan protokol yang sama. Seluruh langkah perlu untuk diikuti, dengan demikian identifikasi sumber daya merupakan hal yang sangat penting.

2) Indikator-indikator kinerja

Indikator kinerja dapat digunakan untuk memonitor perbaikan sebagai hasil dari kegiatan-kegiatan perbaikan mutu. Bagaimanapun, meskipun organisasi harus menginvestasikan fasilitas-fasilitas, personil dan pelatihan untuk memonitor indikator-indikator, merupakan hal yang penting untuk memahami bahwa hanya sejumlah minimum indikator esensial yang perlu dimasukkan dalam monitoring.

3) Kriteria 2 : Perbaikan audit harus diintegrasikan pada strategi perbaikan mutu secara keseluruhan dalam organisasi.

Pedoman

Rencana perbaikan mutu akan diidentifikasikan dengan menggunakan sejumlah metoda disetiap organisasi pelayanan kesehatan. Ini meliputi proses perencanaan pelayanan, penilaian kebutuhan, tinjauan keluhan dan kecelakaan , register risiko, pernyataan tentang kesehatan dan keselamatan, laporan pengawas eksternal dan sebagainya. Merupakan hal penting bahwa rencana perbaikan mutu mendapat prioritas dan dikelola secara terintegrasi sebagai bagian dari program perbaikan mutu yang terstruktur.

4) Kriteria 3 : Mengevaluasi kualitas audit

Kualitas sebuah program audit harus dievaluasi sebagai bagian dari agenda manajemen mutu dan risiko yang lebih luas

Pedoman

(35)

35 5) Kriteria 4 : Audit Eksternal

Audit eksternal akan dilakukan oleh beberapa institusi lain untuk memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, regulasi dan monitoring.

6) Kriteria 5 : Setiap Rumah Sakit/ Dinas Kesehatan setempat wajib membuat Laporan Audit Tahunan

8. Kapabilitas

a.Waktu Yang Disediakan (Protected Time)

Untuk ikut serta secara penuh dalam audit pelayanan kesehatan dalam program yang terstruktur dari perbaikan mutu dan keselamatan, namun staf memerlukan waktu untuk menjalankan tugas sehari-harinya. Seluruh pegawai yang terlibat dalam pemberian pelayanan kesehatan wajib berpartisipasi dalam audit dan wajib diberikan waktu dan fasilitas yang cukup untuk menyelesaikan persyaratan kontrak ini. Kenyataannya, ketentuan tentang jumlah waktu yang dikhususkan yang diperlukan untuk kegiatan audit masih lemah, dimana sebagian besar literatur hanya menyebutkan dalam kaitan tentang sejumlah waktu diperlukan untuk staf medik untuk berperan serta dalam audit, tetapi belum menyebutkan jumlah pasti waktu yang diperlukan.

(36)

36

Tingkat kebutuhan waktu yang disediakan harus ditinjau berdasarkan hal-hal yang sedang berlangsung.

Setiap orang yang terlibat dalam audit harus memelihara catatan kehadiran pada pertemuan-pertemuan dan presentasi. Hal ini merupakan bagian dari proses dan catatan-catatan harus disimpan di bagian audit klinik. Ini akan menyediakan bukti yang berharga bagi institusi pengawasan dan akreditasi.

Para manajer harus aktif memberikan anjuran untuk menghadiri pertemuan-pertemuan audit karena mereka turut bertanggung jawab untuk menjaga mutu pelayanan secara keseluruhan dan mempunyai peran kunci untuk membantu para klinikus untuk memperbaiki pelayanan dengan mengembangkan rencana tindak lanjut.

b.Staf Pendukung Audit Pelayanan Kesehatan.

Staf pendukung audit memiliki sejumlah peran penting meskipun antara satu organisasi dan organisasi lain dapat berbeda.

Mereka perlu memiliki pengetahuan yang baik tentang metoda-metoda audit, disamping memiliki ketrampilan organisatoris dan analitikal yang signifikan.

Staf audit setempat dapat memberikan bantuan keahlian yang dibutuhkan untuk membantu staf yang melaksanakan audit.

c.Pelatihan

Pendidikan dan pelatihan merupakan faktor kritis untuk dalam rangka aspek audit pelayanan kesehatan diperlukan oleh semua staf.

Ketiadaan pelatihan dan ketrampilan dalam melakukan audit akan menghambat audit yang berhasil.

Dalam tinjauan ditemukan bahwa dalam program yang dilakukan terus menerus dalam audit klinik untuk para klinikus tersedia bagi untuk para staf dari berbagai bidang spesialisasi dan disiplin.

Terdapat beberapa cara untuk memberikan pelatihan :

1) Pelajaran dasar selama 1-2 jam yang dilakukan untuk memberikan penjelasan tentang audit klinik kepada seluruh staf.

(37)

37

Kursus ini dapat diberikan ditempat kerja oleh staf pendukung audit atau secara eksternal dari institusi pendidikan. Kursus ini harus diakreditasi dan merupakan bagian dari program pengembangan profesi berkelanjutan (CPD).

3) Merupakan sebuah modul dari program pelatihan pasca sarjana untuk semua staf misalnya S-2 Keperawatan, S-2 Manajemen. 4) Pengenalan pada program pelatihan prasarjana (undergraduate)

sebagai bagian dari pendididkan manajemen mutu.

5) Pelatihan yang terakreditasi untuk staf pendukung audit klinik. d.Teknologi Informasi

Sistem informasi elektronik dapat menyumbang penyelenggaraan audit dengan berbagai cara, termasuk meningkatkan akses untuk mengetahui hasil riset, mengidentifikasi para pengguna, mengumpulkan data, memgganti dengan cepat melalui template

catatan dan memungkinkan revisi sistem pelayanan yang akan perkenalkan.

e.Kebutuhan sarana

1)Database dengan fungsi laporan audit

2)Database untuk mencatat aktivitas audit yang berjalan di bagian audit

3)Sistem pengumpulan data secara tersendiri seperti peralatan dan perangkat lunak tentang pengendalian infeksi dari asosiasi perawat. 4)Perangkat lunak analisis data dengan kemampuan statistik untuk Audit yang lebih kompleks.

f.Pembiayaan audit

(38)

38

V

PERAN IDI DALAM PENYELENGGARAAN AUDIT PELAYANAN KESEHATAN

1. Dasar Hukum

Dalam menyelenggarakan audit pelayanan kesehatan baik dalam rangka kendali mutu dan kendali biaya, IDI menggunakan sebagai dasar kegiatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang yang berlaku yaitu :

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dimana dalam :

a. Pasal 49 ayat (1) disebutkan bahwa : Setiap dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kendali mutu adalah suatu sistem pemberian pelayanan yang efisien, efektif dan berkualitas yang memenuhi kebutuhan pasien. Sedangkan yang dimaksud dengan kendali biaya adalah pembiayaan pelayanan kesehatan yang dibebankan kepada pasien benar-benar sesuai dengan kebutuhan medis pasien berdasarkan pola tarif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

b. Pasal 49 ayat (2) disebutkan bahwa : Dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan audit medis. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi medis.

c. Pasal 49 ayat (3) disebutkan bahwa : Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh organisasi profesi.

(39)

39

menjadi suatu keharusan agar masyarakat dapat menjangkau pelayanan kesehatan dengan aman dan memuaskan. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 24 ayat (3) disebutkan bahwa : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu pelayanan, sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa : Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menerapkan sistem kendali mutu dan kendali biaya untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan.

Dengan demikian menjadi suatu keharusan bahwa dengan diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional, untuk mendapatkan mutu pelayanan kesehatan yang baik dengan kendali biaya, diperlukan adanya kegiatan penyelenggaraan audit pelayanan kesehatan yang teratur secara berkala berdasarkan perencanaan yang baik, disamping kegiatan audit yang bersifat sewaktu sesuai keperluan.

e. Khusus untuk audit medik di rumah sakit telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit:

1) Dalam Pasal 11 ayat (3) disebutkan bahwa: Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medik komite medik memiliki fungsi yang disebutkan dalam butir a : melaksanakan audit medik. 2) Dalam Pasal 14 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas dan

fungsinya komite medik dapat dibantu oleh panitia adhoc, yang anggotanya berasal dari staf medik yang tergolong sebagai mitra bestari, yang dapat berasal dari rumah sakit lain, perhimpunan dokter spesialis/dokter gigi spesialis, kolegium dokter/dokter gigi, kolegium dokter spesialis/dokter gigi spesialis dan/atau institusi pendidikan kedokteran/kedokteran gigi.

3) Pada Bab IV tentang Penjelasan, disebutkan bahwa Subkomite Mutu Profesi dari Komite Medik berperan dalam menjaga mutu profesi medik, yang tugasnya melakukan pemantauan dan pengendalian mutu profesi antara lain melalui audit medik.

(40)

40

Anggaran Rumah Tangga pada Pasal 31 disebutkan bahwa salah satu tugas dan wewenang Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian yang disebutkan dalam butir e. adalah : Menetapkan kebijakan dan pengendalian sistem evaluasi pelayanan profesi kedokteran.

Salah satu cara evaluasi untuk meningkatkan profesionalisme dokter adalah menyelenggarakan audit pelayanan kesehatan.

2. Pelaksanaan Kegiatan Audit

Berdasarkan kewenangan yang dimiliki PB IDI dengan segenap jajarannya baik ditingkat pusat, wilayah maupun cabang maka IDI dapat melakukan kegiatan audit pelayanan kesehatan terhadap institusi pelayanan kesehatan dengan melalui proses pelaksanaan audit pelayanan kesehatan yang telah disebutkan diatas.

Kegiatan yang dapat dilakukan IDI adalah :

a. Memberikan advokasi agar institusi pelayanan kesehatan menyusun program audit tahunan di institusi masing-masing sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di institusinya masing-masing dan mengendalikan biaya, baik di institusi pelayanan kesehatan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan swasta.

b. Meminta,berkoordinasi dan bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, pimpinan institusi pelayanan kesehatan swasta dalam melakukan audit terhadap pelayanan kesehatan yang berindikasi telah terjadi penyimpangan dalam melakukan pelayanan kesehatan, misalnya :

- Terjadinya kasus infeksi nosokomial dengan angka yang tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata nasional/regional

- Terjadinya kasus kematian pasien yang tinggi atau kematian pasien dengan penyakit yang seharusnya tidak berakibat kematian

- Terjadinya banyak kasus pengaduan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di institusi tertentu

- Terjadinya banyak kasus pengaduan masyarakat terhadap penarikan biaya yang tinggi secara tidak wajar

- Terjadinya permintaan honorarium dokter kepada pasien rawat inap yang tidak sesuai dengan jumlah visite

(41)

41

- Terjadinya kasus-kasus pelayanan kesehatan dibawah kebutuhan pasien (under serviced)

- Terjadinya pembiaran terhadap pasien yang mengakibatkan kerugian pasien

- Terjadinya komplikasi suatu tindakan yang sebenarnya tidak perlu terjadi

3. Koordinasi, Kerjasama dan Sasaran Audit Pelayanan Kesehatan

Agar pelaksanaan audit dapat berlangsung dengan lancar, diperlukan koordinasi, kerjasama dari segenap pemangku kepentingan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dan kendali biaya pelayanan kesehatan, sebagai berikut :

a. Diperlukan koordinasi dan kerjasama antara IDI, Kementerian Kesehatan dan pimpinan institusi pelayanan kesehatan ybs. , bila yang akan diaudit merupakan institusi vertikal jajaran Kementerian Kesehatan

b. Diperlukan koordinasi dan kerjasama antara IDI, Dinas Kesehatan Provinsi dan Pimpinan institusi pelayanan kesehatan ybs. bila yang akan diaudit merupakan institusi pelayanan kesehatan milik Pemerintah Provinsi

c. Diperlukan koordinasi dan kerjasama antara IDI, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Pimpinan institusi pelayanan kesehatan ybs. bila yang akan diaudit merupakan institusi pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kabupaten/Kota.

d. Diperlukan koordinasi dan kerjasama antara IDI, Dinas Kesehatan Provinsi/Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Pimpinan institusi pelayanan kesehatan swasta, bila yang akan diaudit merupakan institusi pelayanan kesehatan swasta.

4. Pembiayaan Pelaksanaan Audit

Untuk pelaksanaan audit yang merupakan program audit tahunan dan audit sewaktu dibiayai oleh institusi yang bersangkutan :

a. Bila institusi tersebut merupakan institusi jajaran Kementerian Kesehatan, maka pembiayaannya dilakukan melalui mekanisme APBN.

(42)

42

c. Bila institusi tersebut merupakan institusi jajaran pemerintah Kabupaten/Kota, maka pembiayaannya dilakukan melalui mekanisme APBD Kabupaten/Kota.

d. Bila institusi tersebut merupakan institusi swasta, maka pembiayaannya dilakukan oleh institusi tersebut.

5. Hasil Audit Pelayanan Kesehatan

Hasil audit pelayanan kesehatan wajib dilaporkan dalam bentuk tertulis, yang berisi :

a. Proses pelaksanaan audit termasuk lamanya kegiatan

b. Temuan yang didapatkan dalam pelaksanaan audit dibandingkan dengan standar

c. Rekomendasi yang diusulkan dalam rangka perbaikan mutu pelayanan kesehatan dan kendali biaya pelayanan kesehatan.

Hasil audit disampaikan kepada para pemangku kepentingan guna ditindak lanjuti.

Referensi

Dokumen terkait

Terlihat pada Tabel 3, menunjukkan bahwa model penyediaan bahan baku agroindustri wijen dengan skor skala tinggi adalah kerjasama dengan petani, hal ini

Jika ditemukan 1 (satu) atau lebih tanda bahaya di atas bayi segera dibawa ke fasilitas kesehatan atau segera menelpon bidan. Menganjurkan ibu untuk selalu dekat atau

Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan ticetak pada wadah untuk kemudian dihitung nilai rendemennya dan diuji sifat fisiko-ki2mia (RSNI3 2010), yaitu warna

Tinggi Negara atau penerima pensiun meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai isteri/suami yang berhak menerima pensiun janda/duda atau apabila janda/duda yang bersangkutan

Hasil penelitian diatas membuktikan bahwa pemberian asetaminofen dosis bertingkat yaitu 1200mg/kg BB, 2400mg/kg BB, dan 4800mg/kg BB peroral

Hal ini tidak benar kecuali tempat atau ruang simpan dingin kondisinya lewat batas (suhu terlalu rendah, kelembaban terlalu tinggi) terutama bagi komoditi yang

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional (Lembaran Neg^a Repubhk Indonesia Tahun 1992 Nomor 69, Tambahan Lembaran

Pemahaman konsep IPA siswa Kelas VII.2 SMP Negeri 1 Rambah yang diajar dengan menggunakan model pembela- jaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray secara umum tergolong sedang,