• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT FISIKO-KIMIA ESTER GLISEROL GONDORUKEM HIDROGENASI MEIYANA WAHYUNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFAT FISIKO-KIMIA ESTER GLISEROL GONDORUKEM HIDROGENASI MEIYANA WAHYUNI"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIKO

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SIFAT FISIKO-KIMIA ESTER GLISEROL GONDORUKEM

HIDROGENASI

MEIYANA WAHYUNI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

(2)

RINGKASAN

MEIYANA WAHYUNI. E24060439. Sifat Fisiko-Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII dan BAMBANG WIYONO.

Gondorukem merupakan hasil hutan bukan kayu yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Selama ini gondorukem yang banyak digunakan masih dalam bentuk non modifikasi. Gondorukem non modifikasi memiliki beberapa kelemahan seperti sifatnya yang mudah mengkristal bila dilarutkan, mudah teroksidasi oleh oksigen pada udara bebas karena sifat ketidakjenuhannya, dan mudah bereaksi dengan logam-logam berat seperti dalam pemanfaatannya pada pernis (Kirk & Othmer 2007). Kelemahan-kelemahan gondorukem ini dapat diatasi dengan memodifikasi gugus karboksil dan ikatan rangkap yang ada pada senyawa asam dalam gondorukem tersebut, salah satunya dengan proses hidrogenasi dan esterifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol sebagai agen pada proses esterifikasi terhadap sifat fisiko-kimia produk derivat gondorukem yang dihasilkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan sifat fisoko-kimia ester gliserol gondorukem hidrogenasi, meningkatkan nilai tambah dan memperluas penggunaan dari produk derivat gondorukem yang dihasilkan.

Bahan yang digunakan yaitu gondorukem mutu WG (window glass), gas Hidrogen, katalis Nikel, Petroleum Benzene, Gliserol, dan bahan kimia untuk pengujian sifat fisiko-kimia ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Pembuatan gondorukem hidrogenasi dilakukan dengan mencampurkan gondorukem dengan Petroleum Benzene, kemudian dimasukkan ke dalam sebuah reaktor dan dilakukan proses hidrogenasi dengan menggunakan suhu 125 ⁰C, tekanan 6-8 bar selama 1 jam (US Patent 2,739,947). Gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan digunakan bahan baku dalam pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi yaitu dengan memanaskan 50 g gondorukem hidrogenasi dan ketika mencapai suhu 280 ⁰C ditambahkan gliserol pada taraf 2%, 4%, 6%, 8%, 10%, dan 12%, suhu akan turun kemudian naik kembali dan ketika mencapai suhu 280 ⁰C dipertahankan selama 2 jam. Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan ticetak pada wadah untuk kemudian dihitung nilai rendemennya dan diuji sifat fisiko-ki2mia (RSNI3 2010), yaitu warna dan penampakan, titik lunak, kelarutan dalam Toluena, kadar abu, bilangan asam, dan kadar logam (Pb dan As).

Esterifikasi gondorukem hidrogenasi dengan menggunakan gliserol menghasilkan rendemen 54,62-72,53%, warna yang gelap, larut dalam Toluena (1:1), titik lunak yang tinggi 102,67-116,50 ⁰C, kadar abu berkisar 154,07-510,38 ppm, menghasilkan bilangan asam yang rendah hingga 5,27-13,20 mg KOH/ g, kadar logam Pb ≤20 ppm dan kadar As ≤2 ppm. Penambahan gliserol mempengaruhi rendemen, titik lunak, bilangan asam, dan kadar abu. Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan belum mampu digunakan sebagai food

additive karena warnanya belum memenuhi standar produk China untuk ester

gliserol gondorukem hidrogenasi food additive.

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Sifat Fisiko-Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Meiyana Wahyuni NIM. E24060439

(4)

SIFAT FISIKO-KIMIA ESTER GLISEROL GONDORUKEM

HIDROGENASI

Karya Ilmiah

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

MEIYANA WAHYUNI

E24060439

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian :

Nama Mahasiswa : Meiyana Wahyuni

NRP : E24060439

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Tanggal Lulus:

Sifat Fisiko-Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi

Ketua,

Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr NIP. 19541017 198003 1 004

Mengetahui,

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 1966 0212 199103 1 002

Anggota,

Dr. Ir. Bambang Wiyono, M. For. Sc. NIP. 19590326 198703 1 004

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kasih sayang-Nya sehingga penelitian dan karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2010 ini adalah derivat gondorukem dengan judul Sifat Fisiko-Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya tulis ini. Penulis juga menyadari karya ini masih jauh dari sempurna. Segala kritikan dan saran penulis terima dengan senang hati. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Februari 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 19 Mei 1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Misar Ashari dan Muhini, S.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 1 Depok pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Pada tahun 2009 penulis memilih Bagian Kimia Hasil Hutan sebagai bidang keahlian.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada berbagai organisasi kemahasiswaan, yaitu Unit Kegiatan Mahasiswa Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB sebagai Staf Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2007-2008 dan Bendahara periode 2008-2009, Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) IPB sebagai Staf Departemen Peningkatan Mutu periode 2007-2008 dan Kepala Divisi Bidang Kewirausahaan periode 2008-2009 serta aktif pada berbagai kepanitiaan kegiatan. Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi. Penulis juga telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Rejowinangun Unit II Jawa Timur dan PT. Perhutani Anugerah Kimia (PAK) Jawa Timur. Selama masa kuliah, penulis pernah menerima Beasiswa dari Tanabe dan PPA.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan kegiatan praktek khusus (skripsi) dalam bidang derivat gondorukem dengan judul “Sifat Fisiko-Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr dan Dr. Ir. Bambang Wiyono, M. For. Sc.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak, Ibu, Adikku Ega dan seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, perhatian, doa, serta biaya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

2. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M. Agr dan Dr. Ir. Bambang Wiyono, M. For. Sc (Alm). selaku pembimbing yang telah memberi pengarahan dan nasihat dengan sabar kepada penulis.

3. Dr. Ir. Achmad, MS., Ir. Haryanto, MS., dan Ir. Nana Mulyana, MS selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktunya serta memberikan nasihat dan masukkan yang membangun kepada penulis.

4. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor.

5. Ibu Evi, Bapak Achmad,Ibu Fuji dan Ibu Umi yang telah banyak memberikan pengalaman dan membantu penulis selama melakukan penelitian di laboratorium.

6. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Kehutanan terutama Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis.

7. M. Adly Rahandi Lubis dan Murtini Ari Rachmawati atas suka, duka dan kerja samanya selama penelitian.

8. Hans Baihaqi, S. Hut yang telah memberikan semangat, doa dan perhatiannya kepada penulis.

9. Bateng 69 Crew : Poppy, Mira, Ria, Ayu, Syifa, A’yun, Mila, Tia, Renna, Asti, Nadya, Abhe, Asme, Asti dan Sri atas keceriaan dan kebersamaannya. 10. Sahabat-sahabat terbaikku Anjar, Depoy, Nova, Jule, Dita, Dimut, Wenny,

Anne, James, Ammar, Abet, Wulan, dan seluruh teman-teman THH 43 atas kebersamaannya selama ini, semoga kita selalu KOMPAK.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Gondorukem ... 3 2.1.1 Sifat-Sifat Gondorukem ... 3 2.1.2 Kegunaan Gondorukem ... 5 2.1.3 Klasifikasi Gondorukem ... 5 2.2 Gondorukem Modifikasi ... 7 2.2.1 Gondorukem Hidrogenasi ... 8

2.2.2 Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 9

2.3 Proses Hidrogenasi ... 11

2.4 Proses Esterifikasi ... 11

2.5 Gliserol ... 12

BAB III BAHAN DAN METODE ... 13

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.2.1 Alat ... 13

3.2.2 Bahan ... 13

3.3 Metode Penelitian ... 14

3.3.1 Pembuatan Gondorukem Hidrogenasi ... 14

3.3.2 Pembuatan Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 15

3.3.3 Rendemen ... 16

(10)

3.3.4.1 Uji Warna dan Penampakan ... 16

3.3.4.2 Uji Titik Lunak ... 16

3.3.4.3 Uji Kelarutan dalam Toluena (1:1) ... 17

3.3.5 Pengujian Sifat Kimia ... 17

3.3.5.1 Uji Kadar Abu ... 17

3.3.5.2 Uji Bilangan Asam ... 18

3.3.5.3 Uji Kadar Logam (Pb dan As)... 18

3.3.6 Analisis Data ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

4.1 Rendemen ... 21

4.2 Sifat Fisis Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 22

4.2.1 Warna dan Penampakan ... 22

4.2.2 Titik Lunak ... 23

4.2.3 Kelarutan dalam Toluena ... 25

4.3 Sifat Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 25

4.3.1 Kadar Abu ... 25

4.3.2 Bilangan Asam... 27

4.3.3 Kadar Logam (Pb dan As) ... 28

4.4 Hubungan Penambahan Gliserol dengan Sifat Fisiko-Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 30

4.5 Perbandingan Kualitas Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi yang Dihasilkan dengan Standar Produk China ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 35

5.1 Kesimpulan ... 35

5.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Klasifikasi Mutu Gondorukem Berdasarkan RSNI3 2010 ... 6 2. Persyaratan Khusus Mutu Gondorukem Berdasarkan RSNI3 2010 .... 6 3. Klasifikasi Kualitas Gondorukem Berdasarkan Standar Warna

Gardner ... 7 4. Persyaratan Umum Gondorukem Berdasarkan RSNI 3 2010 ... 7 5. Spesifikasi Gondorukem Hidrogenasi Non Food Grade ... 9 6. Spesifikasi Gliserol Ester Gondorukem Hidrogenasi Food Additive .. 11 7. Spesifikasi Gliserol Ester Gondorukem Hidrogenasi

Non Food Grade ... 11

8. Sifat Fisiko Kimia Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 32

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Struktur Kimia Asam-Asam Resin Tipe Abietat ... 4

2. Struktur Kimia Asam-Asam Resin Tipe Pimarat ... 5

3. Mekanisme Reaksi Hidrogenasi pada Gondorukem ... 8

4. Reaksi Pembentukkan Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 10

5. Struktur Kimia Gliserol ... 12

6. Urutan Kerja Penelitian ... 14

7. Pemasakan Gondorukem Hidrogenasi ... 15

8. Pemasakan Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 16

9. Pengujian Titik Lunak dengan Ring and Ball Apparatus ... 17

10. Histogram Rataan Rendemen Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 21

11. Gondorukem Hidrogenasi (atas), Dibandingkan Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi (bawah) ... 23

12. Histogram Rataan Titik Lunak Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 24

13. Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi Terlarut dalam Toluena ... 25

14. Histogram Rataan Kadar Abu Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 26

15. Histogram Rataan Bilangan Asam Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 27

16. Histogram Rataan Kadar Timbal (Pb) Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 29

17. Histogram Rataan Kadar Arsen (As) Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi ... 30

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) mulai gencar dilakukan karena terjadi kecenderungan penurunan produktivitas hasil hutan kayu baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jenis dan jumlah HHBK yang melimpah serta lebih kecilnya dampak kerusakan ekologi yang ditimbulkan dari pemanenan HHBK dibandingkan dengan pemanenan hasil hutan kayu juga menjadi penyebab pengolahan hutan di masa yang akan datang diarahkan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan HHBK. Selain itu, HHBK juga memiliki peranan penting bagi masyarakat sekitar hutan karena dapat meningkatkan kesejahteraan mereka (Arnold & Manuel 1998).

Salah satu produk HHBK yang memiliki peluang besar untuk dikembangkan di Indonesia adalah gondorukem. Indonesia menjadi negara ketiga terbesar produsen gondorukem setelah China dan Brazil, menyumbangkan lebih dari 8% produksi gondorukem dunia (±55.000 ton). Produksi gondorukem Indonesia hampir seluruhnya berasal dari hutan pinus di pulau Jawa. Areal hutan pinus sebagai penghasil getah yang menjadi bahan baku gondorukem di pulau Jawa adalah seluas ±476.000 Ha, namun yang baru disadap untuk diambil getahnya adalah ±145.000 Ha. Dari luasan tersebut rata-rata dapat dihasilkan getah pinus sebanyak ±85.000 ton per tahun. Dari getah tersebut menghasilkan produk gondorukem ±60.000 ton dan terpentin ±12.000 ton (Perhutani 2006).

Gondorukem yang merupakan residu penyulingan dari getah (oleoresin) yang disadap dari pohon pinus (Pinus merkusii) dapat dimanfaatkan secara konvensional atau non modifikasi maupun modifikasi. Selama ini penggunaan gondorukem non modifikasi atau gondorukem yang belum mengalami proses lanjutan lebih banyak dibandingkan dengan gondorukem yang telah dimodifikasi. Penggunaan gondorukem non modifikasi diantaranya untuk bahan pengisi pada pembuatan kertas (sizing agent), pabrik tinta cetak, dan perekat.

Perkembangan lebih lanjut ditemukan bahwa ternyata gondorukem non modifikasi mempunyai kelemahan dalam pemanfaatannya, dimana sifatnya yang

(15)

cenderung mengkristal bila dilarutkan, mudah teroksidasi dengan oksigen pada udara terbuka karena sifat ketidakjenuhannya, dan mudah bereaksi dengan logam-logam berat seperti dalam pemanfaatannya untuk pernis (Kirk & Othmer 2007). Kelemahan-kelemahan gondorukem non modifikasi dapat diatasi dengan memodifikasi ikatan rangkap dan gugus karboksil yang ada pada senyawa asam dalam gondorukem tersebut, sehingga sekarang gondorukem modifikasi lebih banyak digunakan dari pada gondorukem non modifikasi.

Salah satu proses modifikasi gondorukem yang dapat dilakukan yaitu dengan proses hidrogenasi yang kemudian dilanjutkan dengan proses esterifikasi. Modifikasi gondorukem ini bertujuan untuk menurunkan bilangan asam yang terdapat dalam gondorukem, menghasilkan warna gondorukem yang lebih pucat, memiliki titik lunak yang tinggi, tahan terhadap oksidasi dan memperluas penggunaan produk sehingga dapat digunakan dalam industri makanan, misalnya industri minuman ringan dan permen karet.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan gliserol sebagai agen esterifikasi pada proses modifikasi gondorukem hidrogenasi terhadap rendemen dan sifat fisiko-kimia ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan.

1.3 Manfaat

1. Memberikan informasi baru mengenai modifikasi gondorukem dalam upaya pengembangan ilmu di bidang kimia hasil hutan.

2. Meningkatkan nilai tambah produk derivat gondorukem dan memperluas serta meningkatkan penggunaan produk gondorukem.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gondorukem

Gondorukem merupakan resin padat yang secara alami terdapat dalam getah jenis-jenis pohon pinus. Gondorukem dihasilkan dari proses penyulingan getah pinus berbentuk padat dan berwarna kuning sampai kecokelatan (Kirk & Othmer 2007). Berdasarkan sumber dan cara memperolehnya gondorukem dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu gondorukem getah yang merupakan hasil destilasi getah yang diperoleh dari penyadapan pohon pinus, gondorukem kayu yang diperoleh dari ekstraksi tunggul pohon pinus tua, dan gondorukem tall oil yang merupakan hasil sampingan pabrik pulp kraft dengan bahan baku kayu pinus (Kirk & Othmer 2007).

2.1.1 Sifat-Sifat Gondorukem

Gondorukem merupakan senyawa kompleks yang larut dalam pelarut organik seperti etil alkohol, etil ester, dan benzena namun tidak larut dalam air (Kirk & Othmer 2007). Gondorukem getah dan gondorukem kayu terdiri dari 80-90% asam resin dan sekitar 10% komponennetral, sedangkan gondorukem tall oil terdiri dari 30-60% asam resin, 30% asam lemak, dan sekitar 10% komponen netral.

Asam resin dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu tipe abietat dan tipe pimarat. Asam resin tipe abietat mudah terisomer oleh panas dan mudah teroksidasi oleh oksigen dari udara, sedangkan asam resin tipe pimarat memiliki sifat yang lebih stabil. Asam resin tipe abietat terdiri dari asam abietat, levopimarat, neoabietat, palustrat, dan dehidroabietat (Gambar 1), sedangkan jenis-jenis asam resin yang termasuk tipe pimarat yaitu asam pimarat dan asam isopimarat (Gambar 2). Kedua tipe asam resin tersebut memiliki rumus empiris yang sama, yaitu C20H30O2 (Kirk & Othmer 2007). Jenis-jenis asam resin yang

tidak termasuk ke dalam tipe abietat dan pimarat dikelompokkan ke dalam asam resin tipe lain, misalnya asam elliotinoat, asam sandaracopimarat, dan asam merkusat, sedangkan jenis-jenis asam lemak yang terdapat pada tall oil rosin terutama terdiri dari asam oleat, asam linoleat, dan asam palmitat.

(17)

Komponen-komponen netral terdiri dari 60% ester asam lemak dan sisanya adalah sterol,

higher alcohol, dan hydrocarbon.

COOH H3C CH3 H H CH CH3 CH3 COOH H3C CH3 H H CH CH3 CH3 COOH H3C CH3 H CH CH3 CH3 COOH H3C CH3 H H C CH3 CH3 COOH H3C CH3 H CH CH3 CH3

Asam Abietat Asam Levopimarat

Asam Dehidroabietat Asam Neoabietat

Asam Palustrat

Gambar 1 Struktur kimia asam-asam resin tipe abietat. Sumber : Kirk & Othmer (2007)

(18)

COOH H3C CH3 H CH3 HC CH2 H COOH H3C CH3 H H CH CH Asam Isopimarat Asam Pimarat CH2

Gambar 2 Struktur kimia asam-asam resin tipe pimarat. Sumber : Kirk & Othmer (2007)

Warna gondorukem tergantung dari sumber dan metode pembuatannya. Warnanya sangat bervariasi mulai dari yang sangat pucat, merah gelap hingga hitam. Bila waktu pengolahan lama akan menghasilkan warna gondorukem yang lebih gelap, bilangan asam naik kemudian turun, sedangkan titik lunak turun kemudian naik. Biasanya produk ini tembus cahaya, rapuh pada suhu ruangan, serta mengandung bau dan rasa terpentin.

2.1.2 Kegunaan Gondorukem

Penggunaan Gondorukem bisa dalam bentuk non modifikasi maupun modifikasi. Gondorukem non modifikasi digunakan sebagai bahan pengisi pada pembuatan kertas, pabrik tinta cetak, perekat, varnish, dan insulator listrik, sedangkan gondorukem modifikasi digunakan dalam industri karet tiruan, perekat, tinta cetak, cat pelitur, pelapis pada permukaan kayu, permen karet, dan minuman ringan.

2.1.3 Klasifikasi Gondorukem

Syarat mutu gondorukem diklasifikasikan menjadi dua, yaitu klasifikasi mutu dan persyaratan (RSNI3 2010). Klasifikasi mutu gondorukem dibagi menjadi empat kelas mutu, sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.

(19)

Tabel 1 Klasifikasi mutu gondorukem berdasarkan RSNI3 2010 No Klasifikasi Mutu Tanda Mutu Dokumen Kemasan 1. Utama (U) X X 2. Pertama (P) WW WW 3. Kedua (D) WG WG 4. Ketiga (T) N N Sumber: RSNI3 (2010)

Persyaratan dibagi menjadi dua, yaitu syarat khusus dan syarat umum. Syara khusus kualitas gondorukem dapat dilihat pada Table 2.

Tabel 2 Persyaratan khusus mutu gondorukem berdasarkan RSNI3 2010

No Uraian Satuan Persyaratan

Mutu U Mutu P Mutu D Mutu T

1. Warna a. Metode Lovibond b. Metode Gardner - - X ≤ 6 WW ≤ 7 WG ≤ 8 N ≤ 9 2. Titik lunak °C > 78 > 78 > 76 > 74 3. Kadar kotoran % < 0,02 < 0,05 < 0,07 < 0,10 4. Kadar abu % < 0,02 < 0,04 < 0,05 < 0,08 5. Komponen menguap % < 2 < 2 < 2,5 < 3 Sumber: RSNI3 (2010)

Keterangan: U (utama) = kualita utama X (ekstra) = kuning jernih

P (pertama) = kualitas pertama WW (water white) = kuning

D(kedua) = kualitas kedua WG (window glass) = kuning kecoklatan

T(ketiga) = kualitas ketiga N (nancy) = kecoklatan

Gardner dalam Silitonga et al. (1973) mengklasifikasikan gondorukem berdasarkan warnanya. Warna pada standar gondorukem di atas mengikuti klasifikasi warna Gardner (Tabel 3).

(20)

Tabel 3 Klasifikasi kualitas gondorukem berdasarkan standar warna gardner

Kualitas Nama Standar Warna Warna

X Ekstra 6 – 7 Kuning Pucat

WW Water White 6 – 7 Pucat

WG Window Glass 7 – 8 N Nancy 8 – 9 M Mary 9 – 10 Sedang K Kate 10 – 11 I Isaac 10 – 11 H Harry 11 G George 12 – 13 F Frank 14 – 15 E Edward 16 – 17 Gelap

D Dolly 18 Hitam Kemerahan

Sumber : Gardner dalam Silitonga et al. (1973)

Selain persyaratan khusus, juga terdapat persyaratan umum gondorukem yang meliputi bilangan asam, bilangan penyabunan, dan bilangan iod yang tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Persyaratan umum gondorukem berdasarkan RSNI3 2010

No. Uraian Mutu U

1. Bilangan asam 160 – 190

2. Bilangan penyabunan 170 – 220

3. Bilangan iod 5 – 25

Sumber: RSNI3 (2010)

2.2 Gondorukem Modifikasi

Gondorukem non modifikasi merupakan gondorukem yang diperoleh dari hasil penyadapan getah pinus, hasil sampingan pabrik pulp kraft dengan bahan baku kayu pinus, serta hasil ekstraksi tuggul kayu pinus tua, sedangkan gondorukem modifikasi merupakan gondorukem yang diperoleh melalui perlakuan kimia pada ikatan ganda atau gugus karboksil dari asam yang terkandung dalam gondorukem (Kirk & Othmer 2007).

Modifikasi gondorukem dilakukan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan gondorukem non modifikasi serta untuk memperluas penggunaan dari

(21)

gondorukem, sehingga sekarang gondorukem modifikasi lebih banyak digunakan di industri dari pada gondorukem non modifikasi. Proses modifikasi gondorukem dapat dilakukan melalui hidrogenasi, disproposionasi, fortifikasi, polimerisasi, oksidasi, dehidrogenasi, dan esterifikasi atau kombinasi proses tersebut, seperti hidrogenasi ester, sedangkan produk yang dihasilkan namanya sesuai dengan proses yang digunakan. Secara umum pemanfaatan derivat gondorukem lebih banyak ke arah non foodgrade dan hanya sebagian kecil saja yang pemanfaatannya untuk food grade.

2.2.1 Gondorukem Hidrogenasi

Proses hidrogenasi pada gondorukem terjadi dengan adanya gas hidrogen (H2), cairan gondorukem, dan katalis nikel yang ditempatkan pada ketel yang

didisain sedemikian rupa di bawah kontrol tekanan dan suhu tertentu (Shahidi 2005). Gondorukem hidrogenasi diperoleh dengan menambahkan molekul hidrogen (H2) pada senyawa rantai tidak jenuh, asam abietat (termasuk isomerissi

dari asam palustrat dan asam neoabietat) yang terdapat pada gondorukem, dan akan menghasilkan molekul yang lebih stabil, yaitu asam dehidroabietat, dan asam hidroabietat (Gambar 3).

Gondorukem hidrogenasi merupakan campuran yang kompleks karena terjadi reaksi simultan yang meliputi saturasi ikatan rangkap asam resin, cis/trans- isomerisasi ikatan rangkap, dan penempatan lokasi ikatan rangkap biasanya ke energi yang lebih rendah.

H3C COOH CH3 CH H3C CH3 H H2 H3C COOH CH3 CH CH3 H3C H2 H H 3C COOH CH3 CH H3C CH3 Katalis Ni

Asam Dihidroabietat Asam Tetrahidroabietat Asam Abietat

Katalis Ni

Gambar 3 Mekanisme reaksi hidrogenasi pada gondorukem. Sumber : Kirk & Othmer (2007)

(22)

Proses hidrogenasi terutama bertujuan untuk membuat minyak atau lemak bersifat plastis. Produk ini memiliki sifat transparan dengan warna terang dan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap oksidasi oksigen di udara. Pemanfaatan produk ini digunakan secara luas di industri perekatan untuk meningkatkan daya rekat pada hot-melt adhesives, pressure-sensitives adhesives dan perekat lainnya. Selain itu gondorukem hidrogenasi ini digunakan juga pada industri makanan dan farmasi.

Tabel 5 Spesifikasi gondorukem hidrogenasi non food grade

Parameter HXB HXA HX

Penampilan Transparan

Warna

Gelas standar warna untuk

gondorukem Berhubungan dengan gelas standar warna

Lovibond Kuning (Maks) 4 8 12

Merah 0.7 1.0 1.6

Bil. Asam (mg KOH/g) (Min) 166

Titik lunak (R&B) (⁰C Min) 76

Kelarutan dalam alkohol (% Maks) 0.02

Bahan tak tersabunkan (% Maks) 7.0

Asam abietat (% Maks) 2.0

Asam dehidroabieatat (% Maks) 8.0

Tetrahydro rosin acid (% Min) 12

Sumber: Wuzhou (2003)

Adanya pelarut, asam aktif, dan penggunaan katalis akan membuat reaksi hidrogenasi menjadi lebih baik. Pelarut yang disarankan yaitu pelarut aromatik dan aliphatic hydrocarbons, ester serta alkohol. Asam aktif seperti hydrochloric,

acetic, formic, dan phosphoric, dan katalis yang biasa digunakan yaitu platinum,

palladinum, nikel raney, chromites of nickel, copper, dan zinc (Chatfield 1947). Penggunaan katalis bertujuan untuk mengurangi waktu reaksi dan untuk meningkatkan kualitas (Kirk & Othmer 2007).

2.2.2 Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi

Gondorukem esterifikasi merupakan produk yang diperoleh dari proses esterifikasi gondorukem dan derivat gondorukem, seperti gondorukem maleat,

(23)

gondorukem hidrogenasi, gondorukem fumarat, gondorukem polimerisasi, gondorukem disproposionasi, dan gondorukem dehidrogenasi.

Gondorukem esterifikasi diperoleh dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan gliserol atau alkohol yang membentuk ester dan melepaskan molekul air. Pembentukan ester ini dapat dilakukan dengan interaksi langsung antara alkohol dengan gondorukem saling tukar posisi ester (ester interchange) atau dengan mereaksikan gondorukem dengan phenol, monobuthyl ether, diethylen glycol, dan lainnya.

H2COH H2 COOCR

HCOH + 3RCOOH H2 COOCR + 3H2O

H2COH H2 COOCR

(gliserol) (asam resin) (gliserol ester) (air)

Gambar 4 Reaksi pembentukan ester gliserol gondorukem hidrogenasi.

Sumber : Kirk dan Othmer (2007)

Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang merupakan salah satu bentuk modifikasi gondorukem memiliki bilangan asam yang rendah. Tujuan lain dari modifikasi gondorukem, yaitu untuk mendapatkan gondorukem dengan warna yang lebih pucat dan memperluas serta meningkatkan penggunaan produk modifikasi, sehingga dapat digunakan dalam industri makanan, misalnya industri minuman ringan dan permen karet. Produk ini dapat digunakan sebagai agen pengemulsi karena menghasilkan sifat yang anti garam, asam, dan alkali yang dapat meningkatkan kemampuan emulsi dan kestabilan pada nilai pH yang berbeda, sedangkan sebagai tackifier berguna untuk memberi penampilan potongan permukaan yang lembut, kenyal, dan bagus dari gum base yang manis. Pada minuman ringan, produk ini digunakan untuk mengendapkan partikel penyusun, meningkatkan kestabilan terhadap penambahan protein dan mempertinggi rasa minuman ringan yang mengandung bahan penyusun padat dengan kelarutan yang rendah (Wati 2005).

(24)

Tabel 6 Spesifikasi ester gliserol gondorukem hidrogenasi food additive

No Parameter Satuan Syarat

1. Kelarutan dalam Toluen (1:1) - Larut Sempurna

2. Warna, Maks - 8

3. Bilangan Asam mg KOH/g (Maks) 5-8

4. Titik Lunak (R & B) ⁰C (Min) 78-88

5. Specific Gravity, 25⁰C/25⁰C - 1.060-1.070

6. Kadar Abu % (Maks) 0.1

7. Kadar Arsenik % (Maks) 0.0002

8. Berat Logam % (Maks) 0.002

Sumber: Wuzhou (2003)

Tabel 7 Spesifikasi ester gliserol gondorukem hidrogenasi non food grade

No Parameter Satuan Syarat

1. Kelarutan dalam Toluena(1:1) - Larut Sempurna

2. Warna, Maks - 3-6

3. Bilangan Asam mg KOH/g (Maks) 9

4. Titik Lunak (R & B) ⁰C (Min) 85

5. Specific gravity, 25⁰C /25⁰C - 1.060-1.090

Sumber: Wuzhou (2002)

2.3 Proses Hidrogenasi

Hidrogenasi merupakan proses pemutusan ikatan rangkap (double bond) menjadi ikatan tunggal dengan bantuan katalis. Katalis yang umum digunakan adalah Nikel, Alumunium, dan Silika. Menurut Shahidi (2005), proses hidrogenasi pada gondorukem terjadi dengan adanya gas Hidrogen (H2), cairan

gondorukem, serta katalis logam mulia yang terdapat pada periode IV, golongan VIII (unsur transisi dalam) sistem periodik yang kemudian ditempatkan pada reaktor yang didesain sedemikian rupa di bawah kontrol tekanan dan suhu tertentu. Variabel-variabel yang dapat mempengaruhi hasil dari hidrogenasi antara lain : suhu, derajat agitasi, tekanan dalam reaktor, konsentrasi katalis, jenis katalis, kemurnian gas hidrogen, feedstock source, dan feedstock quality (Shahidi 2005).

2.4 Proses Esterifikasi

Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan atau tanpa menggunakan katalis. Katalis yang umum digunakan adalah katalis asam, seperti asam sulfat dan asam

(25)

klorida, namun ada beberapa katalis yang disarankan penggunaannya dalam proses esterifikasi, seperti calcium oxide, oxide of zinc, lead, calcium, barium, dan magnesium, metal (zinc, cadmium, alumunium, magnesium, copper, dan cobalt) (Chatfield 1947). Reaksi tanpa katalis dapat dilakukan pada suhu di atas 250 ⁰C.

Produk ester yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kondisi pengolahannya, seperti suhu, tekanan, jenis dan jumlah katalis yang digunakan, sedangkan untuk kualitas gondorukem produknya dipengaruhi oleh proses lanjutannya seperti purifikasi.

2.5 Gliserol

Gliserol (gliserin; 1,2,3-trihidroksi propane; 1,2,3-propantriol) adalah salah satu agen esterifikasi yang merupakan senyawa alkoholtrihidroksi dengan rumus kimia C3H5(OH)3 bersifat tidak beracun, tidak berwarna, tidak berbau, berasa

manis, dan memiliki viskositas yang tinggi. Gliserol larut dalam air karena memiliki tiga gugus hidroksil (OH). Gliserol di alam terdapat sebagai lemak (gliserida), dapat diperoleh dari hidrolisis lemak dapat digunakan sebagai pelarut, bahan anti beku dan sebagai plastisier. Gliserol meleleh pada suhu 20 ⁰C, mendidih pada suhu 182 ⁰C (20 mmHg), dan mengurai pada suhu 290 ⁰C. Gliserol digunakan secara luas di industri pembuatan permen, pernis, dan tinta (Mulyono 2005). Struktur kimia gliserol terlihat pada gambar 4 di bawah ini.

OH OH OH

H C C C H

H H H

Gambar 5 Struktur kimia gliserol. Sumber: Mulyono (2005)

(26)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 Oktober–26 November 2010 di Laboratorium Pengolahan Hasil Hutan Bukan Kayu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan (PUSTEKOLAH), Kementrian Kehutanan, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Reaktor hidrogenasi 1000 ml, softening point ring and ball apparatus, termometer, Hot Plate, komper listrik, gelas piala 250 ml, pengaduk, sudip, Erlenmeyer 250 ml, timbangan analitik, oven, desikator, Water Bath, gegep, cawan porselen 100 ml, tanur listrik, pembakar Macker, buret 50 ml, pipet volumetrik dan labu ukur 100 ml.

3.2.2 Bahan

Gondorukem kualitas WG (window glass), Gliserol, Toluena, Alkohol 95%, gas Hidrogen (H2) dengan kemurnian 99,9%, katalis Nikel (Ni) berbentuk serbuk

dengan ukuran pori-pori 50 µm sebanyak 1:2000 dari jumlah gondorukem yang digunakan, Petroleum Benzene, larutan standar Kalium Hidroksida 0,5 N, larutan indikator Phenolphthalein 1% dalam Alkohol 95%, larutan Kalium Hidroksida 0,5 N dalam Alkohol 95%, larutan standar Asam Khlorida 0,5 N, Asam Nitrat 65%, Asam Khlorida 20%, dan aquades

(27)

3.3 Metode Penelitian

Urutan kerja penelitian disajikan

Gambar 6 Urutan kerja penelitian.

3.3.1 Pembuatan Gondorukem Hidrogenasi Pembuatan gondorukem

125 ⁰C, tekanan gas hidrogen sebesar 6

2,739,947). Untuk membuat gondorukem hidrogenasi disiapkan gondorukem kualitas WG yang telah dilarutkan dengan 10

Benzene kemudian dimasukkan ke dalam reaktor. K

1:2000 dari jumlah gondorukem ditambahkan ke dalam larutan g Panaskan pada suhu ±100

umpan tercampur merata dan

dimasukkan dengan laju 1 ml/s dan tekanan 6 dipertahankan selama 1

untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan ester gliserol

hidrogenasi. Sifat fisis

• Warna dan penampakan

• Titik lunak • Kelarutan dalam

Toluena

Pengujian kualitas ester gliserol gondorukem hidrogenasi Pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi Metode Penelitian

Urutan kerja penelitian disajikan pada Gambar 6.

Urutan kerja penelitian.

Pembuatan Gondorukem Hidrogenasi

Pembuatan gondorukem hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan suhu C, tekanan gas hidrogen sebesar 6-8 bar selama 1 jam

Untuk membuat gondorukem hidrogenasi disiapkan

gondorukem kualitas WG yang telah dilarutkan dengan 100 ml Petroleum dimasukkan ke dalam reaktor. Katalis Nikel (Ni) sebanyak 2000 dari jumlah gondorukem ditambahkan ke dalam larutan g

Panaskan pada suhu ±100 °C, setelah mencair agitator dinyalakan umpan tercampur merata dan pada saat mencapai suhu 125 ⁰C gas

dimasukkan dengan laju 1 ml/s dan tekanan 6-8 bar, kondisi seperti ini dipertahankan selama 1 jam. Gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan dicetak untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan ester gliserol

Warna dan penampakan

Sifat kimia • Kadar abu • Bilangan asam • Kadar logam (Pb dan As) • Rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi

Pengujian kualitas ester gliserol gondorukem hidrogenasi Pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi

Pembuatan gondorukem hidrogenasi Gondorukem mutu WG

akukan dengan menggunakan suhu 8 bar selama 1 jam (US Patent

Untuk membuat gondorukem hidrogenasi disiapkan 500 g

0 ml Petroleum atalis Nikel (Ni) sebanyak 2000 dari jumlah gondorukem ditambahkan ke dalam larutan gondorukem.

dinyalakan agar semua

gas Hidrogen mulai

8 bar, kondisi seperti ini jam. Gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan dicetak untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan ester gliserol gondorukem

Rendemen

Rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi

Pengujian kualitas ester gliserol gondorukem hidrogenasi Pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi

(28)

Gambar 7 Pemasakan gondorukem hidrogenasi.

3.3.2 Pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi

Pemasakan ester gliserol gondorukem hidrogenasi dilakukan dengan menyiapkan 50 g gondorukem hidrogenasi pada gelas piala 250 ml. Lelehkan gondorukem hidrogenasi tersebut pada suhu 150-170 ⁰C. Setelah gondorukem hidrogenasi leleh dan mencapai suhu 280 ⁰C, dilakukan penambahan gliserol yang terdiri dari 6 taraf konsentrasi, yaitu 2%, 4%, 6%, 8% , 10%, dan 12% dari berat gondorukem hidrogenasi yang digunakan (50 g). Larutan gondorukem hidrogenasi akan bereaksi dengan gliserol. Campuran larutan gondorukem hidrogenasi dengan gliserol diaduk agar suhu pemasakan merata. Selama proses pemasakan suhu akan terus meningkat dan ketika suhu pemasakan mencapai suhu optimum proses esterifikasi (280 ⁰C) dipertahankan selama 2 jam (Chatfield 1947). Produk akhir tersebut akan diuji sifat-sifat fisis dan kimianya berdasarkan RSNI3 tahun 2010, kemudian dibandingkan dengan standar produk dari China.

(29)

Gambar 8 Pemasakan ester gliserol gondorukem hidrogenasi.

3.3.3 Rendemen

Rendemen yang dihasilkan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Dimana :

A : Berat rosin hidrogenasi awal (g)

A’ : Berat ester gliserol gondorukem hidrogenasi (g) B : Berat gliserol yang digunakan (g)

3.3.4 Pengujian Sifat Fisiko

3.3.4.1Uji Warna dan Penampakan

Uji warna dan penampakan dilakukan dengan membandingkan langsung warna ester gliserol gondorukem hidrogenasi dengan warna gondorukem hidrogenasi secara visual.

3.3.4.2Uji Titik Lunak

Pengujian titik lunak dilakukan berdasarkan RSNI3 7636 tahun 2010 dengan softening point ring and ball apparatus. Contoh uji ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang telah dibuat serbuk halus dicairkan pada suhu rendah, masukkan ke dalam ring selanjutnya permukaan diratakan. Letakkan ring yang berisi contoh uji pada ring holder dan letakkan bola baja diatas contoh uji tersebut. Gelas piala volume 800 ml diisi aquades sampai

(30)

ketinggian 10,16–10,78 cm, panaskan perlahan-lahan sampai suhu awal + 40 ⁰C, masukan ring beserta bola baja dan termometer ke dalam gelas piala. Pemanasan dilanjutkan sampai gondorukem tersebut melunak dan bola baja turun menyentuh plat dasar. Titik lunak adalah suhu rata–rata dari hasil pembacaan pada waktu bola baja turun menyentuh plat dasar.

Gambar 9 Pengujian titik lunak dengan ring and ball apparatus.

3.3.4.3Uji Kelarutan dalam Toluena (1:1)

Pengujian kelarutan ester gliserol gondorukem hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan Toluena sebagai pelarut. Satu gram ester gliserol gondorukem hidrogenasi dimasukkan ke dalam gelas piala 30 ml, kemudian dilarutkan dengan Toluena murni sebanyak 1 ml. Contoh uji dikatakan larut apabila gondorukem hidrogenasi ester gliserol menyatu dengan Toluena membentuk larutan.

3.3.5 Pengujian Sifat Kimia 3.3.5.1Uji Kadar Abu

Pengujian kadar abu sesuai dengan RSNI3 7636 tahun 2010. Pengujiannya dilakukan dengan menimbang contoh uji ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang telah dibuat serbuk halus sebanyak ±5 g dalam cawan porselen 100 ml yang sudah diketahui beratnya. Contoh uji dipanaskan dengan pembakar macker selama ±1 jam. Sempurnakan pemijaran dengan jalan menempatkan cawan dalam tanur listrik pada suhu 625±5 °C sampai menjadi abu. Cawan dipanaskan kembali pada tanur listrik selama ±30 menit, kemudian dinginkan dalam desikator dan timbang

(31)

sampai berat tetap Lakukan pekerjaan duplo. Perhitungan kadar abu dengan rumus:

Keterangan :

W : adalah berat cawan kosong, dinyatakan dalam g. W1 : adalah berat cawan + contoh uji, dinyatakan dalam g.

W2 : adalah berat cawan + abu, dinyatakan dalam g.

3.3.5.2Uji Bilangan Asam

Timbang contoh uji ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang telah dibuat serbuk halus sebanyak ±4 g dalam erlenmeyer 250 ml yang sudah diketahui beratnya. Dalam erlenmeyer lain didihkan 100 ml alkohol, selama suhunya masih diatas 70 °C netralkan dengan larutan kalium hidroksida 0,5 N dan tambah indikator phenolphthalein sebanyak 0,5 ml. Tuangkan alkohol yang telah dinetralkan kedalam contoh uji. Dalam keadaan yang masih panas titrasi dengan kalium hidroksida 0,5 N. Titik akhir titrasi dicapai apabila penambahan 1 tetes basa menghasilkan sedikit perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda yang jelas dan dapat bertahan selama ±15 detik. Lakukan pekerjaan dua kali (duplo). Perhitungan bilangan asam dengan rumus :

Keterangan :

V = volume kalium hidroksida 0,5 N atau 0,1 N yang diperlukan, dinyatakan dalam mililiter.

N = normalitas kalium hidroksida.

W = berat contoh uji, dinyatakan dalam g. 56,1 = berat molekul KOH.

3.3.5.3Uji Kadar Logam

Pengujian kadar logam dilakukan di Laboratorium Bersama Departemen Kimia, FMIPA. IPB dengan menggunakan alat Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS) seri 7000 dengan merk Shimadzu.

AV= . ,

Kadar Abu ( % ) = 2

(32)

A. Persiapan Contoh Uji AAS

Satu gram ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang akan diuji dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml, 10 ml Asam Nitrat pekat (HNO3) 65%

ditambahkan, kemudian Erlenmeyer ditutup dengan plastik dan didiamkan selama satu malam di dalam ruang asam. Setelah sehari, Erlenmeyer dipanaskan di atas

hot plate pada suhu 100-110 ⁰C, akan timbul asap berwarna coklat. Angkat

Erlenmeyer setelah asap yang timbul berubah warna menjadi putih. Erlenmeyer

yang berisi contoh uji didinginkan beberapa saat lalu dibilas menggunakan aquades. Larutan contoh uji tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring

whatman 41, kemudian larutan contoh uji yang telah disaring dimasukkan ke

dalam labu ukur 100 ml. Filtrat hasil saringan dimasukkan ke dalam botol

polyetilen 100 ml dan siap untuk diuji. Lakukan hal yang sama terhadap blanko.

B. Kadar Timbal (Pb)

Pengujian kadar logam Pb dalam ester gliserol gondorukem hidrogenasi menggunakan alat Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS) seri AA7000 dengan merk Shimadzu. Parameternya pengujiannya yaitu panjang gelombang 217 Nano Meter, Slit Width (celah) 0.2 (paling sensitif), Lamp Current 10 mili Amper, Flameudara Acetilen (C2H2) udara sebagai Oksidan dan Acetilen sebagai

bahan bakar, laju alir gas untuk Acetilen 2 liter/ menit, dan laju alir udara 15 liter/ menit.

Metode pengujiannya yaitu parameter pada program komputer diatur sesuai dengan pengujian logam Pb. Setelah itu larutan contoh uji diinjeksi ke dalam alat uji AAS selama ±4 detik. Larutan contoh uji yang telah masuk akan dikonversi menjadi atom, kemudian atom tersebut diberikan energi dari lampu katoda Pb. Besarnya energi yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi. Atom yang telah diberi lampu katoda ditangkap oleh detektor lalu diperbesar di amplifier hingga hasilnya dapat dilihat pada layar komputer.

C. Pengujian Kadar Arsen (As)

Pengujian kadar logam As dalam ester gliserol gondorukem hidrogenasi menggunakan alat Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS) seri AA7000 dengan merk Shimadzu. Parameternya pengujiannya yaitu panjang gelombang

(33)

193,7 Nano Meter, Slit Width (celah) 0.2 (paling sensitif), Lamp Current 12 mili Amper, Flame udara Acetilen (C2H2) udara sebagai Oksidan dan Acetilen sebagai

bahan bakar, laju alir gas untuk Acetilen 2 liter/ menit, dan laju alir udara 15 liter/ menit.

Metode pengujiannya yaitu parameter pada program komputer diatur sesuai dengan pengujian logam As. Setelah itu, larutan contoh uji direduksi terlebih dahulu dengan campuran larutan Natrium Boroksida (NaBH4) dan

HCl 5 N dengan menggunakan alat Hydride Vapoor Generator (HVG). Laju alir campuran larutan NaBH4 dan HCl 5 N kea lat HVG 1 ml/ menit, sedangkan laju

alir larutan contoh uji 6,5 liter/ menit. Uap Arsen yang terbentuk masuk ke dalam alat AAS lalu dibakar dengan lampu arsen. Hasilnya pembakaran ditangkap oleh detektor lalu diperbesar di amplifier hingga hasil akhirnya dapat dilihat pada layar komputer.

3.3.6 Analisis Data

Analisis data yang dilakukan yaitu perancangan percobaan rancangan acak lengkap satu faktorial dengan faktor konsentrasi gliserol. Untuk mengetahui hubungan antara perlakuan dengan respon dilakukan analisis regresi linier sederhana satu faktorial. Model umum rancangan yang digunakan adalah :

Keterangan :

dimana : i =1,2,…,t dan j = 1,2,…,r

Yij : Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ : Rataan umum

τ : Pengaruh perlakuan ke-i

εij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

(34)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 2% 54 R e n d e m e n (% ) 4.1 Rendemen Rendemen adalah

jumlah bahan baku

gliserol gondorukem hidrogenasi yang d

(Gambar10).

Gambar 10 Histogram

Gambar 10 memperlihatkan bahwa penambahan gliserol hingga 8% dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi memberikan kecenderungan peningkatan rendemen, meskipun terjadi penurunan pada penambahan gliserol 10% dan 12%. Nilai rendemen yang m

disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah gliserol yang ditambahkan dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi.

Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% pada menunjukkan bahwa penambahan gliserol

terhadap nilai rendemen. Berdasarkan nilai R

73,12% variasi nilai rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebesar 8% menghasilkan rendemen yang paling tinggi, akan tetapi penambahan gliserol

2% 4% 6% 8% 10% 12%

54.62

68.34 72.50 72.53 68.67 68.23

Penambahan Gliserol

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen adalah perbandingan jumlah produk yang dihasilkan (output) dan

(input) yang dinyatakan dalam persen. Rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan berkisar antara 54,62

Gambar 10 Histogram rataan rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Gambar 10 memperlihatkan bahwa penambahan gliserol hingga 8% dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi memberikan kecenderungan peningkatan rendemen, meskipun terjadi penurunan pada penambahan gliserol 10% dan 12%. Nilai rendemen yang meningkat diduga disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah gliserol yang ditambahkan dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi.

Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% pada

menunjukkan bahwa penambahan gliserol memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai rendemen. Berdasarkan nilai R2 = 0,7312, ini menunjukkan bahwa 73,12% variasi nilai rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol.

l uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebesar 8% menghasilkan rendemen yang paling tinggi, akan tetapi penambahan gliserol

23

yang dihasilkan (output) dan . Rendemen ester ihasilkan berkisar antara 54,62-72,53%

rataan rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Gambar 10 memperlihatkan bahwa penambahan gliserol hingga 8% dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi memberikan kecenderungan peningkatan rendemen, meskipun terjadi penurunan pada eningkat diduga disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah gliserol yang ditambahkan dalam

Hasil analisis keragaman dengan selang kepercayaan 95% pada Lampiran 1

memberikan pengaruh yang nyata = 0,7312, ini menunjukkan bahwa 73,12% variasi nilai rendemen ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol.

l uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebesar 8% menghasilkan rendemen yang paling tinggi, akan tetapi penambahan gliserol

(35)

ini memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai rendemen dengan penambahan gliserol 4%, 6%, 8%, 10%, dan 12%, sedangkan pada penambahan gliserol 2% memberikan pengaruh yang berbeda.

Rendemen yang rendah dihasilkan pada penambahan gliserol sebesar 2% yaitu 54,62%, hal ini diduga pada penambahan gliserol 2% lebih banyak komponen yang menguap karena dengan suhu dan waktu pemasakan yang sama penambahan gliserolnya paling sedikit. Banyaknya komponen yang menguap juga menyebabkan tingginya kekentalan pada gondorukem hidrogenasi ester gliserol yang sedang dimasak sehingga pada saat penuangan ke wadah pencetak masih banyak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang menempel pada wadah gelas piala yang digunakan sebagai wadah pemasak sehingga dapat mengurangi rendemen. Selain itu, kandungan asam yang terdapat dalam gondorukem mudah terkristalisasi dan diduga dapat menghambat proses pemindahan tersebut. Semakin tinggi kandungan asam pada gondorukem menyebabkan semakin mudah mudah gondorukem terkristalisasi (Kustek 2005).

4.2 Sifat Fisiko Ester Gliserol Gondorukem Hidrogenasi 4.2.1 Warna dan Penampakan

Gondorukem memiliki warna yang bervariasi, mulai dari kuning pucat, merah tua, bahkan hampir hitam dengan sedikit warna merah (Kirk & Othmer 2007). Tingkat kesempurnaan pengolahan, kerapuhan atau sifat-sifat gondorukem lainnya dapat diketahui dari warna gondorukem yang dihasilkan.

Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan pada penelitian ini berwarna merah hampir hitam (gelap) dan penampakanya jernih. Warna ini kurang bagus jika dibandingkan dengan warna gondorukem hidrogenasi yang berwarna kuning kecoklatan (Gambar 11). Hal ini diduga karena gondorukem telah mengalami tiga kali proses pemanasan, yaitu pemanasan pada saat pemasakan getah menjadi gondorukem yang berlangsung pada suhu ±165-185 ⁰C selama ±2 jam, pemasakan gondorukem hidrogenasi pada suhu 125 ⁰C selama 1 jam, dan pemanasan pada proses pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi pada suhu ±280 ⁰C selama ±3-4 jam sehingga menyebabkan terjadinya browning. Browning dapat terjadi akibat suhu pemasakan yang tinggi 270-290 ⁰C dan tidak stabil serta waktu pemasakan yang lama yaitu 3-4 jam.

(36)

Kirk dan Othmer (2007) mengatakan bahwa pemanasan yang terlalu lama merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap pengotoran warna gondorukem. Selain itu pengotoran warna pada gondorukem juga diduga disebabkan karena pada asam resin terdapat senyawa-senyawa yang tidak tersabunkan dan senyawa yang memiliki berat molekul tinggi (Maeda & Yoshihiro 1989). Tingginya berat molekul dapat disebabkan oleh penambahan gliserol dalam proses pembuatan ester gliserol gondorukem hidrogenasi.

Gambar 11 Gondorukem hidrogenasi (atas) dibandingkan dengan ester gliserol gondorukem hidrogenasi (bawah).

4.2.2 Titik Lunak

Titik lunak adalah suhu saat gondorukem mulai melunak, diukur dengan cincin dan bola (softening ring and ball apparatus) yang dinyatakan dalam derajat Celcius (⁰C) (RSNI3 2010). Titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan berkisar antara 72,50-116,50 ⁰C. Nilai titik lunak secara lengkap tersaji pada Gambar 12.

(37)

95 100 105 110 115 120 2% 116.50 T iti k L u n a k (⁰⁰⁰⁰ C )

Gambar 12 Histogram rataan titik lunak

Berdasarkan gambar 12 diketahui bahwa titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi tertinggi diperoleh saat penambahan gliserol sebesar 2% dan terjadi kecenderungan semakin menuru

persentase gliserol. Besarnya nilai titik lunak ini diduga disebabkan karena suhu pemasakan tinggi dan waktunya lama, sehingga tingkat kemasakan yang

tinggi. Gliserol dalam gondorukem hidrogenasi dengan penambahan glis sebesar 2% jumlahnya sedikit sehingga diduga habis bereaksi dengan gondorukem hidrogenasi, selain itu juga diduga pada gondorukem ini terpentin yang tersisa sedikit. Hal ini menyebabkan nilai titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang diha

Titik lunak menunjukan sifat khas gondorukem dan tingkat kemasakannya. Tingkat kemasakkan berhubungan erat dengan kadar terpentin yang tersisa dalam gondorukem. Makin kecil kadar terpentin sisa, makin tinggi nila

gondorukem (Djatmiko

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa

lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan.

R2= 0,9163, ini menunjukkan bahwa 91,63% variasi nilai titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan

gliserol sebesar 2% dan 4% memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai titik

2% 4% 6% 8% 10% 12% 116.50 112.33 105.67 102.67 104.83 103.67 Penambahan Gliserol

Histogram rataan titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Berdasarkan gambar 12 diketahui bahwa titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi tertinggi diperoleh saat penambahan gliserol sebesar 2% dan terjadi kecenderungan semakin menurun seiring dengan bertambahnya persentase gliserol. Besarnya nilai titik lunak ini diduga disebabkan karena suhu pemasakan tinggi dan waktunya lama, sehingga tingkat kemasakan yang

tinggi. Gliserol dalam gondorukem hidrogenasi dengan penambahan glis sebesar 2% jumlahnya sedikit sehingga diduga habis bereaksi dengan gondorukem hidrogenasi, selain itu juga diduga pada gondorukem ini terpentin yang tersisa sedikit. Hal ini menyebabkan nilai titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan yang lain. Titik lunak menunjukan sifat khas gondorukem dan tingkat kemasakannya. Tingkat kemasakkan berhubungan erat dengan kadar terpentin yang tersisa dalam gondorukem. Makin kecil kadar terpentin sisa, makin tinggi nila

gondorukem (Djatmiko et al. 1973).

analisis keragaman (Lampiran 1) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penambahan gliserol berpengaruh sangat nyata terhadap titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan. Berdasarkan nilai = 0,9163, ini menunjukkan bahwa 91,63% variasi nilai titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan esar 2% dan 4% memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai titik

12% 103.67

ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Berdasarkan gambar 12 diketahui bahwa titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi tertinggi diperoleh saat penambahan gliserol sebesar 2% n seiring dengan bertambahnya persentase gliserol. Besarnya nilai titik lunak ini diduga disebabkan karena suhu pemasakan tinggi dan waktunya lama, sehingga tingkat kemasakan yang terjadi

tinggi. Gliserol dalam gondorukem hidrogenasi dengan penambahan gliserol

sebesar 2% jumlahnya sedikit sehingga diduga habis bereaksi dengan gondorukem hidrogenasi, selain itu juga diduga pada gondorukem ini terpentin yang tersisa sedikit. Hal ini menyebabkan nilai titik lunak ester gliserol silkan lebih tinggi dibandingkan yang lain. Titik lunak menunjukan sifat khas gondorukem dan tingkat kemasakannya. Tingkat kemasakkan berhubungan erat dengan kadar terpentin yang tersisa dalam gondorukem. Makin kecil kadar terpentin sisa, makin tinggi nilai titik lunak

pada selang kepercayaan 95% penambahan gliserol berpengaruh sangat nyata terhadap titik Berdasarkan nilai = 0,9163, ini menunjukkan bahwa 91,63% variasi nilai titik lunak ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan esar 2% dan 4% memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai titik

(38)

lunak sehingga penambahan gliserol yang paling efektif untuk menghasilkan titik lunak yang tinggi pada penambahan gliserol 2%.

4.2.3 Kelarutan dalam Toluena (1:1)

Kelarutan adalah kemampuan suatu zat terlarut untuk larut dalam suatu pelarut. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisik dan kimia zat terlarut dan pelarut. Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan larut dalam Toluena dengan perbandingan 1:1. Hal ini karena Toluena adalah hidrokarbon aromatik yang banyak digunakan dalam industri sebagai pelarut. Gondorukem larut dalam sebagian besar pelarut-pelarut organik, termasuk alipatik dan aromatik hidrokarbon, terpentin, keton, alkohol, ester, dan lainnya (Chatfield 1947). Kelarutan gondorukem dalam Toluena lebih lama dibandingkan kelarutannya dalam Etanol. Hal ini disebabkan karena sifat kepolaran dari pelarut tersebut. Toluena bersifat non polar dan Etanol bersifat polar sedangkan asam resin dalam gondorukem bersifat polar. Martin (1993) dalam Widyaningsih (2009) menyatakan bahwa pelarut polar dapat melarutkan zat polar atau senyawa polar lain, sedangkan zat polar tidak dapat larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut non polar. Widyaningsih (2009) menyatakan bahwa kelarutan suatu senyawa dapat dipengaruhi oleh kepolaran, jenis pelarut, volum pelarut, zat terlarut serta pengadukan.

Gambar 13 Ester gliserol gondorukem hidrogenasi terlarut dalam Toluena.

4.3 Sifat Kimia ester gliserol gondorukem hidrogenasi 4.3.1 Kadar Abu

Kadar abu merupakan sisa pembakaran gondorukem pada suhu 625 ± 5 °C dinyatakan dalam persen (RSNI3 2010). Kadar abu ester gliserol gondorukem

(39)

0 100 200 300 400 500 600 510.38 K a d a r A b u (p p m )

hidrogenasi yang dihasilkan berkisar lengkap tersaji pada Gambar 14.

Gambar 14 Histogram rataan kadar abu ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Gambar 14 memperlihatkan nilai kadar abu cenderung menurun seiring dengan meningkatnya persentase gliserol yang ditambahkan

tertinggi dihasilkan dari penambahan gliserol sebesar 2%. Nilai kadar abu pada gondorukem hidrogenasi yang tinggi diduga karena terdapat gliserol yang tidak bereaksi dan terperangkap pada produk gondorukem yang dihasilkan, sehingga

menjadi pengotor pada produk gondorukem. Kadar abu berkaitan dengan kadar kotoran, semakin kecil nilai kadar abu maka semakin baik kualitas ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan karena semakin sedikit kadar kotorannya. Tingginya nilai kadar kotor

kualitas getah yang digunakan dalam penyulingan gondorukem. Kualitas getah dipengaruhi kotoran yang terkandung di dalamnya baik yang dapat terlihat maupun yang tidak terlihat oleh mata tanpa alat pembantu. Kotoran ya

terlihat dapat terjadi sebagai hasil proses kimia dari getah dengan air dan logam yang mudah berkarat serta pengaruh sinar matahari (Sumadiwangsa 1974

Silitonga 1988).

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa

ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan. Berdasarkan nilai

R2= 0,8022, ini menunjukkan bahwa 80,22% variasi nilai kadar abu ester gliserol

2% 4% 6% 8% 10% 12% 510.38 326.54 284.48 154.07 308.74 259.77 Penambahan Gliserol

hasilkan berkisar 154,07-510,38 ppm. Nilai kadar lengkap tersaji pada Gambar 14.

Histogram rataan kadar abu ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Gambar 14 memperlihatkan nilai kadar abu cenderung menurun seiring dengan meningkatnya persentase gliserol yang ditambahkan. Nilai kadar abu tertinggi dihasilkan dari penambahan gliserol sebesar 2%. Nilai kadar abu pada gondorukem hidrogenasi yang tinggi diduga karena terdapat gliserol yang tidak bereaksi dan terperangkap pada produk gondorukem yang dihasilkan, sehingga i pengotor pada produk gondorukem. Kadar abu berkaitan dengan kadar kotoran, semakin kecil nilai kadar abu maka semakin baik kualitas ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan karena semakin sedikit kadar kotorannya. Tingginya nilai kadar kotoran dan kadar abu diduga akibat pengaruh kualitas getah yang digunakan dalam penyulingan gondorukem. Kualitas getah dipengaruhi kotoran yang terkandung di dalamnya baik yang dapat terlihat maupun yang tidak terlihat oleh mata tanpa alat pembantu. Kotoran ya

terlihat dapat terjadi sebagai hasil proses kimia dari getah dengan air dan logam yang mudah berkarat serta pengaruh sinar matahari (Sumadiwangsa 1974

analisis keragaman (Lampiran 1) pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa penambahan gliserol berpengaruh nyata terhadap kadar abu ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan. Berdasarkan nilai = 0,8022, ini menunjukkan bahwa 80,22% variasi nilai kadar abu ester gliserol 510,38 ppm. Nilai kadar abu secara

Histogram rataan kadar abu ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Gambar 14 memperlihatkan nilai kadar abu cenderung menurun seiring

. Nilai kadar abu tertinggi dihasilkan dari penambahan gliserol sebesar 2%. Nilai kadar abu pada gondorukem hidrogenasi yang tinggi diduga karena terdapat gliserol yang tidak bereaksi dan terperangkap pada produk gondorukem yang dihasilkan, sehingga i pengotor pada produk gondorukem. Kadar abu berkaitan dengan kadar kotoran, semakin kecil nilai kadar abu maka semakin baik kualitas ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan karena semakin sedikit kadar an dan kadar abu diduga akibat pengaruh kualitas getah yang digunakan dalam penyulingan gondorukem. Kualitas getah dipengaruhi kotoran yang terkandung di dalamnya baik yang dapat terlihat maupun yang tidak terlihat oleh mata tanpa alat pembantu. Kotoran yang tidak

terlihat dapat terjadi sebagai hasil proses kimia dari getah dengan air dan logam yang mudah berkarat serta pengaruh sinar matahari (Sumadiwangsa 1974 dalam

pada selang kepercayaan 95% penambahan gliserol berpengaruh nyata terhadap kadar abu ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan. Berdasarkan nilai

(40)

0 2 4 6 8 10 12 14 2% 13.20 B il a n g a n A s a m (m g K O H / g )

gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebesar 8% memiliki nilai kadar abu yang paling kecil. Persentase ini memberikan pengaruh yang sama dengan penambahan glis

10%, dan 12% terhadap nilai kadar abu sehingga penambahan gliserol yang efektif yaitu penambahan gliserol 4%.

4.3.2 Bilangan Asam Bilangan asam

diperlukan untuk menetralkan

senyawa gondorukem (RSNI3 2010). Bilangan asam ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilka

Gambar 15 Histogram rataan hidrogenasi. Gambar di atas memperl

gliserol gondorukem hidrogenasi cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya persentase gliserol. Penurunan bilangan asam gondorukem dalam proses esterifikasi diduga karena gugus karboksil asam resin pada ester gliserol gondorukem hidrogenasi bereak

H sebagai pembawa sifat asam dari gugus karboksil asam resin berikatan dengan OH dari gliserol. Hal ini menyebabkan jumlah atom H dalam asam resin berkurang yang berdampak pada penurunan bilangan asam gondoru

dihasilkan. 2% 4% 6% 8% 10% 12% 13.20 8.08 5.82 5.27 6.19 5.73 Konsentrasi Gliserol

enasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebesar 8% memiliki nilai kadar abu yang paling kecil. Persentase ini memberikan pengaruh yang sama dengan penambahan gliserol sebesar 4%, 6%, 10%, dan 12% terhadap nilai kadar abu sehingga penambahan gliserol yang efektif yaitu penambahan gliserol 4%.

Bilangan Asam

Bilangan asam didefiniskan sebagai banyaknya KOH dalam

diperlukan untuk menetralkan satu gram asam resin yang terkandung dalam senyawa gondorukem (RSNI3 2010). Bilangan asam ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan berkisar antara 5,27–13,20 mg KOH/ g (Gambar 15).

Histogram rataan bilangan asam ester gliserol hidrogenasi.

Gambar di atas memperlihatkan bahwa nilai bilangan asam pada ester gondorukem hidrogenasi cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya persentase gliserol. Penurunan bilangan asam gondorukem dalam proses esterifikasi diduga karena gugus karboksil asam resin pada ester gliserol gondorukem hidrogenasi bereaksi dengan gliserol membentuk ikatan ester. Atom H sebagai pembawa sifat asam dari gugus karboksil asam resin berikatan dengan OH dari gliserol. Hal ini menyebabkan jumlah atom H dalam asam resin berkurang yang berdampak pada penurunan bilangan asam gondoru

5.73

enasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebesar 8% memiliki nilai kadar abu yang paling kecil. Persentase ini erol sebesar 4%, 6%, 10%, dan 12% terhadap nilai kadar abu sehingga penambahan gliserol yang

dalam mg yang

sam resin yang terkandung dalam senyawa gondorukem (RSNI3 2010). Bilangan asam ester gliserol gondorukem 13,20 mg KOH/ g (Gambar 15).

ester gliserol gondorukem

ihatkan bahwa nilai bilangan asam pada ester gondorukem hidrogenasi cenderung mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya persentase gliserol. Penurunan bilangan asam gondorukem dalam proses esterifikasi diduga karena gugus karboksil asam resin pada ester gliserol si dengan gliserol membentuk ikatan ester. Atom H sebagai pembawa sifat asam dari gugus karboksil asam resin berikatan dengan OH dari gliserol. Hal ini menyebabkan jumlah atom H dalam asam resin berkurang yang berdampak pada penurunan bilangan asam gondorukem yang

(41)

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa penambahan gliserol memberikkan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai bilangan asam pada ester gliserol gondorukem hidrogenasi. Berdasarkan nilai R2 = 0,9997, ini menunjukkan bahwa 99,97% variasi nilai bilangan asam ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang dihasilkan disebabkan oleh faktor peningkatan penambahan gliserol. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan gliserol sebesar 4%, 6%, 8%, 10%, dan 12% memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai bilangan asam, akan tetapi penambahan gliserol 2% memberikan pengaruh yang berbeda pada nilai bilangan asam.

4.3.3 Kadar Logam Timbal (Pb) dan Arsen (As)

Logam Timbal adalah salah satu bahan logam berat yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (Suharto 2005). Timbal berwarna putih kebiru-biruan dengan pancaran yang terang. Timbal sangat lunak, mudah dibentuk,

ductile, memiliki resistasi tinggi terhadap korosi dan bukan konduktor listrik yang

baik (Mohsin 2006).

Keberadaan logam timbal di lingkungan sangat tidak diharapkan apalagi dalam makanan karena sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Ester gliserol gondorukem hidrogenasi yang merupakan hasil modifikasi gondorukem diharapkan dapat diaplikasikan sebagai tambahan dalam pembuatan makanan (minuman ringan dan permen karet) harus bebas dari logam berat seperti timbal (Pb) maupun Arsen (As). Pengujian kadar Timbal dan Arsen dalam ester gliserol gondorukem hidrogenasi dilakukan dengan metode Atomic Absorption

Sektrofotometer (AAS). Hasil pengujian menunjukkan nilai rataan kadar timbal

yang paling tinggi dihasilkan oleh ester gliserol gondorukem hidrogenasi dengan penambahan gliserol sebanyak 2% dan paling rendah pada penambahan gliserol 4% (Gambar 16).

Gambar

Gambar 1  Struktur kimia asam-asam resin tipe abietat.
Gambar 2  Struktur kimia asam-asam resin tipe pimarat.
Tabel 1  Klasifikasi mutu gondorukem berdasarkan RSNI3 2010  No  Klasifikasi Mutu  Tanda Mutu  Dokumen  Kemasan  1
Tabel 4  Persyaratan umum gondorukem berdasarkan RSNI3 2010
+7

Referensi

Dokumen terkait

Badan Legislatif DPRD Menurut Nama, Fraksi dan Kedudukan Di Kabupaten Klaten. Nama Anggota Fraksi Kedudukan

Untuk kelompok umur yang tidak mengalami kematian bayi dan anak yang memiliki persentase terbesar terdapat pada kelompok usia 17-23 tahun dengan persentase sebesar 61,11

Dari beberapa penelitian sebelumnya di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah yang sama yaitu tentang komunikasi interpersonal. Namun yang membuat penelitian yang berbeda

Dalam menganalisis kinerja manajemen perusahaan berdasarkan penilaian distributor, digunakan metode Importance Performance Analysis. Metode ini merupakan suatu teknik

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu bidang studi yang mempelajari dan mengkaji tentang mengkaji peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu

Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam menyebutkan “ ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan

2 Antena hasil perancangan tugas akhir ini dapat dilakukan penelitian selanjutnya dengan mengunakan frekuensi lain pada ESM atau metode lain dimana memiliki

“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 belah pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi