• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KORELASI ARSITEKTUR POHON MODEL RAUH DARI RASAMALA"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA

PHBM RPH GAMBUNG KPH BANDUNG SELATAN  

         

MARINA SURYA UTAMI

                 

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 

2011

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari jenis Kopi (Coffea arabica L.) Terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasala ataua dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Marina Surya Utami NIM G 353090061

(3)

(Coffea arabica L.) terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan.

Program pengelolaan hutan bersama masyarakat diharapkan dapat mengurangi terjadinya penurunan fungsi hutan, dengan demikian kerusakan hutan yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti erosi dan longsor dapat dihindari. Erosi merupakan indikator dari konservasi tanah. Konservasi tanah berhubungan dengan konservasi air. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu curah hujan, jenis tanah dan tumbuhan penutup tanah, serta kemiringan lereng. Curah hujan berkaitan dengan proses sampainya air hujan ke permukaan tanah yang meliputi laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang dan curahan tajuk. Laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang dan curahan tajuk dipengaruhi oleh model arsitektur tanaman. Setiap spesies tumbuhan mempunyai jenis arsitektur pohon yang khas.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada jenis pohon rasamala (A. excelsa Noronha.) berdasarkan curahan tajuk, aliran batang, aliran permukaan, dan tingkat erosi terhadap konservasi tanah dan air di area PHBM yang ditanami kopi di kawasan petak 28 RPH Gambung, KPH Bandung Selatan. Untuk menentukan jenis vegetasi yang dominan di area PHBM dan hutan dilakukan analisis vegetasi dengan metode kuadrat, pada lahan terbuka analisis vegetasi dilakukan dengan metode line intercept.

Hasil analisis vegetasi pada area hutan untuk tegakan pohon didominasi oleh rasamala (A. excelsa Noronha.) dengan model arsitektur rauh, tegakan tiang didominasi oleh seuseureuhan (Piper aduncum L.), tegakan sapihan didominasi oleh damar (Agathis damara L.), tumbuhan bawah pada area hutan didominasi oleh jampang piit (Oplismenus compositus (L.)P.Beauv.). Pada area PHBM, tegakan pohon didominasi oleh rasamala (A.excelsa Noronha.), sedangkan pada tegakan anakan didominasi oleh kopi arabika (Coffea Arabica L.) dan tumbuhan bawah yang dominan adalah rumput jampang piit (Oplismenus compositus (L.)P.Beauv.). Pada lahan terbuka hanya terdiri dari jenis tumbuhan bawah yang didominasi oleh babadotan (Ageratum conyzoides L.).

Curah hujan yang terukur selama pengamatan adalah 1203.81 mm, jumlah curahan tajuk pada pohon rasamala di area PHBM lebih kecil (966.08 mm) dari pada pohon rasamala di area hutan (976.80 mm). Pada model arsitektur yang sama (model rauh) dan pada jenis tumbuhan yang sama, individu berdiameter batang yang lebih besar memiliki jumlah aliran batang yang lebih rendah dari pada individu berdimeter batang yang lebih kecil. Namun demikian, jumlah aliran permukaan pada area hutan lebih tinggi dari pada jumlah aliran permukaan pada area PHBM. Hal ini berkaitan dengan adanya tanaman kopi dengan arsitektur pohon model roux yang berperan sebagai fase tiang dan sapihan di area tersebut. Sehingga kombinasi antara model arsitektur rauh pada rasamala dan model arsitektur roux pada kopi sangat baik untuk mengkonservasi tanah dan air.

(4)
(5)

MARINA SURYA UTAMI. Correlation between Rauh Model’s of Tree Architecture Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) and Roux Model’s of Coffee (Coffea arabica L.) with Soil and Water Conservation in CBFM (Community Based Forest Management) area of RPH Gambung KPH Bandung Selatan

Some factors influencing the occurrence of erosion including rainfall, soil type ground cover, and slope. Rainfall associated with translocation of water to the soil surface, that includes surface runoff, infiltration, stemflow and throughfall. Translocation of water was influenced by tree architecture model. This study was aimed to assess the level of erosion that occurred at CBFM area, forest and opened land related to soil and water conservation based on tree architecture model. The experiment was conducted from August 2010 to January 2011. Vegetation analysis at CBFM area and forest used a quadrate method, and line intercept used at opened land. Measurement of rainfall, throughfall, stemflow and runoff were conducted each rainfall. The results showed that throughfall of rasamala at CBFM areas is smaller (966.08 mm) than rasamala at forest area (976.80mm). Stemflow at CBFM area are 1146.47 mm and 1.35 mm at the forest area. The number of surface runoff at opened land is highest than CBFM areas and forests, it is 9611.42 liters. At opened land, the amount of soil erosion is highest 55.998 tons/ha/yr than CBFM area (1.53 tons/ha/yr) and forest (4.08 tons/ha/yr). Principle component analisys results showed that runoff is the most affected variable to the amount of soil erosion at PHBM area. The number of stemflow had a high effect to the soil erosion at the forest. While at open land, the most influential factor of soil erosion was runoff.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(7)
(8)

TERHADAP KONSERVASI TANAH DAN AIR DI AREA

PHBM RPH GAMBUNG KPH BANDUNG SELATAN 

           

MARINA SURYA UTAMI

        Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan  

     

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 

2011

(9)

Nama : Marina Surya Utami NIM : G353090061

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. Dede Setiadi, MS. Ketua

Ir. Lies Bahunta, M.Sc.forest trop Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

Irim Suryana S.Pd dan ibu Tati Maryanah. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kabupaten Tangerang dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA) Banten. Penulis memilih program studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar untuk mata pelajaran Biologi di MTs. Rudhatut tullab Tangerang sejak tahun 2005 hingga sekarang. Penulis melanjutkan studi pada tahun 2009 di IPB melalui program beasiswa Departemen Agama. Penulis memilih mayor Biologi Tumbuhan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(11)

melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang dilakukan memiliki tema Korelasi Arsitektur Pohon Model Rauh dari Jenis Pohon Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) dan Model Arsitektur Roux dari Jenis Kopi (Coffea arabica L.) Terhadap Konservasi Tanah dan Air di Area PHBM RPH Gambung KPH Bandung Selatan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, MS. dan Ibu Ir. Lies Bahunta, M.Sc. forest. trop. selaku pembimbing, serta Ibu Dr. Ir. Sulistijorini, M. Si sebagai penguji dan Bapak Dr. Ir. Miftahudin M.Si sebagai ketua mayor Biologi Tumbuhan yang telah banyak memberikan saran kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Administratur PERHUTANI KPH Bandung Selatan beserta staf, Bapak Ayi (Ketua LMDH Gambung), dan Bapak Lili Suhaeli (Litbang Tanah) yang telah banyak membantu mengenai teknis penelitian yang dilakukan, serta Departemen Agama yang telah mendanai seluruh kegiatan studi penulis.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan usulan penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

Marina Surya Utami

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan dengan komposisi tumbuhan yang beranekaragam memberikan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia dan hewan untuk dapat melaksanakan metabolisme tubuhnya. Selain menyediakan oksigen, hutan juga memiliki fungsi lain yang penting bagi kelangsungan kehidupan di bumi. Beberapa fungsi hutan yaitu, memberikan sumber air untuk dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup, mengurangi radiasi ultraviolet yang dalam kadar tertentu dapat merugikan kesehatan manusia, mencegah terjadinya bencana alam seperti longsor ataupun banjir. Namun, sejalan dengan perkembangan dan pertambahan jumlah penduduk, terjadi peningkatan kebutuhan hidup terutama kebutuhan primer, seperti sandang, pangan dan papan. Masyarakat pedesaan yang bermukim di sekitar kawasan batas hutan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya cenderung berpola ekstensif, dan banyak melakukan perambahan hutan sebagai bagian dari mata pencaharian, dengan demikian maka kawasan batas hutan (forest margin) merupakan daerah yang sangat rawan terjadi perambahan oleh penduduk di sekitar hutan tersebut. Perubahan hutan menjadi perkebunan sayuran maupun perkebunan teh dan bangunan rumah (villa) juga menyebabkan berkurangnya fungsi hutan, sehingga bencana alam seperti banjir dan longsor tidak dapat dihindarkan lagi.

Kegiatan eksploitasi hutan sudah dilakukan sejak zaman kolonial belanda. Pihak kolonial Belanda mengubah hutan di wilayah gunung terutama di Jawa barat menjadi area perkebunan teh, sehingga bencana alam banjir sudah terjadi sejak era tersebut. Kerusakan hutan semakin parah dengan adanya perambahan liar terhadap tumbuhan hutan oleh masyarakat yang tidak memperdulikan kelestarian lingkungan dan hanya mempertimbangkan keuntungan material. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan yang mengarah kepada pelestarian hutan yang akan mendatangkan keuntungan baik dari segi kelestarian lingkungan maupun dari segi ekonomi masyarakat.

(13)

Kelestarian hutan merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat, bukan hanya tanggung jawab instansi tertentu saja. Program penanaman kopi dibawah tegakan hutan yang dikoordinir dalam Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu usaha untuk menggugah kesadaran masyarakat bahwa kelestarian hutan merupakan tanggung jawab semua elemen masyarakat. Program PHBM diharapkan dapat mengurangi terjadinya penurunan fungsi hutan di wilayah tersebut, sehingga kerusakan hutan yang mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti erosi tanah dapat dikendalikan. Selain itu, dengan adanya program tersebut diharapkan masyarakat sekitar hutan menjadi petani kopi yang dapat meningkatkan taraf ekonominya. Dalam laporan penelitian yang dilakukan oleh Yuniandra et al. (2007) PHBM telah memberi kesempatan bagi masyarakat desa sekitar hutan untuk meningkatkan pendapatannya dan juga berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi yaitu curah hujan, jenis tanah, tumbuhan penutup tanah, serta kemiringan lereng. Hutan dan rumput tebal merupakan tipe vegetasi yang lebih efektif dalam menahan erosi jika dibandingkan dengan tanaman tumpang gilir, tanaman kapas dan tanaman jagung (Bennet 1995). Curah hujan berkaitan dengan proses sampainya air hujan ke permukaan tanah yang meliputi laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang, dan curahan tajuk. Laju aliran permukaan, infiltrasi, laju aliran batang, dan curahan tajuk dipengaruhi oleh model arsitektur tumbuhan. Setiap spesies tumbuhan mempunyai jenis arsitektur pohon yang khas (Halle et al. 1978).

Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Erosi merupakan indikator dari konservasi tanah. Dalam arti yang sempit, konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. Tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air. Setiap perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan tempat-tempat dibagian hilirnya (Arsyad 2006).

(14)

Air sungai yang meluap dan membanjiri kota dan pedesaan atau lahan pertanian pada musim hujan terjadi sebagai akibat tidak tertampungnya aliran permukaan, yaitu air yang mengalir di permukaan tanah oleh sungai dan saluran air lainnya (Arsyad 2006). Air merupakan salah satu indikator kualitas lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Pengelolaan wilayah yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan dapat menurunkan kualitas lingkungan, dan kemudian kualitas hidup makhluk yang ada di dalamnya. Pengaruh teknik konservasi tanah dan air yang sangat penting adalah berkurangnya aliran permukaan (aliran cepat) dan meningkatnya aliran dasar (aliran lambat), yaitu aliran yang berasal dari air bawah tanah.

Penelitian mengenai konservasi tanah dan air dengan parameter tingkat erosi, dan curah hujan yang berkaitan dengan model arsitektur pohon rasamala pada area PHBM KPH Bandung Selatan yang ditanami kopi penting untuk dilakukan, karena hal tersebut dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan dapat memberikan solusi untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air pada wilayah tersebut.

1.2 Perumusan masalah

Beberapa rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (Altingia

excelsa) terhadap konservasi air dalam bentuk variabel curahan tajuk,

aliran batang, dan aliran permukaan?

2. Bagaimanakah peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (A.

excelsa Noronha.) terhadap tingkat erosi yang terjadi di area PHBM yang

ditanami kopi di RPH Gambung KPH Bandung Selatan?

1.3 Tujuan penelitian

Beberapa hal yang menjadi tujuan dilaksankannya penelitian ini adalah: 1. Menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala (A. excelsa

Noronha.) terhadap konservasi air berdasarkan curahan tajuk, aliran batang, dan aliran permukaan, di area PHBM RPH Gambung, desa Cibodas KPH Bandung Selatan.

(15)

2. Menentukan peran arsitektur pohon model rauh pada rasamala terhadap tingkat erosi yang terjadi di area PHBM yang ditanami kopi di RPH Gambung, desa Cibodas, KPH Bandung selatan

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Perum Perhutani dalam melaksanakan upaya konservasi tanah dan air dengan mempertimbangkan model arsitektur pohon sebagai salah satu parameter yang dijadikan pilihan dan penentuan jenis tanaman yang dipilih di area PHBM KPH Bandung Selatan

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rasamala (Altingia excelsa Noronha.)

Rasamala (A. excelsa) tumbuh optimal hingga ketinggian 1.700 m dpl. Tinggi pohon rasamala (A. excelsa) dapat mencapai lebih dari 45 m. Tinggi bebas cabang mencapai 20-35 m, diameter batang 80-150 cm (http://clearinghouse. bplhdjabar.go.id). Rasamala tumbuh alami terutama pada daerah yang lembab dengan curah hujan 100 mm/ bulan dan tanah vulkanik. Rasamala merupakan kayu keras berbobot sedang. Warnanya merah muda agak gelap, merah atau coklat kemerahan yang berangsur-angsur menyatu dengan kayu yang kekuningan atau coklat kemerahan.

Rasamala merupakan pohon monoecius (berumah satu), evergreen, besar dan tingginya mencapai 50-60 m; batang utama bebas cabang 20-35 m; diameter 80-185 cm, sering agak bergalur dibagian pangkal; tajuk membulat tidak teratur, tajuk spesimen yang masih muda berbentuk kerucut dan lancip, cabang-cabang umumya mengarah ke atas secara tajam. Daun-daun tersusun spiral, helaian daun satu, jorong hingga lonjong, atau bundar telur hingga lanset. Perbungaan terdiri dari kepala jantan atau kepala betina bergagang. Rasamala merupakan unsur khas hutan hujan campuran perbukitan dan pegunungan. Jenis ini sering terdapat banyak sekali dan menjadi tulang punggung hutan pada ketinggian antara 550-1.700 m dengan curah hujan sekurang-kurangnya 100 mm selama bulan paling kering. Rasamala terdapat pada tanah-tanah vulkanik yang subur dan berdrainase baik atau kadang-kadang pada tanah yang lebih baik yang terletak di atas batuan sedimen. Rasamala terutama berasosiasi dengan jenis-jenis Eugenia, Sloanea, Schima, Castanopsis, Dysoxylum, Engelhardita, Magnolia, Michelia, dan Elaeocarpus (Sutisna et al. 1998).

2.2 Kopi Arabika (Coffea arabica L.)

Secara umum kopi merupakan tumbuhan dengan perawakan berupa semak atau pohon. Susunan daun pada kopi saling berhadapan. Sistem pembungaan terdapat dibagian aksilar, bunga biseksual, terkadang berwarna putih.

(17)

Letak stamen lebih rendah dari kepala putik. Kopi arabika (C. Arabica L.) merupakan pohon rendah dengan tinggi mencapai 4 m hingga 5 m. Panjang akar kopi arabika tidak lebih dari 1 dari 1 m, akar serabut pada kopi arabika terjalin pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah. Sistem pembungaan pada kopi arabika sama dengan kopi pada umumnya yaitu pada aksilar. Kopi merupakan tanaman tahunan yang memiliki perakaran pendek. Secara alami kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (grafting). Secara umum tanaman kopi membutuhkan tanah yang gembur, subur, dan kaya bahan organik. Kopi arabika dapat hidup pada tanah dengan pH antara 5 - 6,5 (Najiyati & Danarti 2005).

Pada area PHBM, kopi ditanam di bawah tegakan pohon pelindung. Pohon pelindung diperlukan oleh kopi untuk mengatur intensitas sinar matahari, karena tanaman kopi membutuhkan intensitas sinar matahari yang tidak penuh dengan penyinaran yang teratur. Selain sebagai pengatur sinar matahari, pohon pelindung juga mempunyai manfaat lain yaitu, menghasilkan bahan organik yang dapat menyuburkan tanah, dapat menahan erosi karena tajuk dan daun-daunnya menahan aliran permukaan, dan tajuk pohon pelindung dapat menahan angin.

Terdapat beberapa syarat untuk tanaman pelindung kopi yaitu tanaman mudah tumbuh, memiliki tajuk yang rindang dan tinggi, pertumbuhannya cepat dan tahan pemangkasan, perakarannya dalam, batang dan cabangnya keras sehingga tidak mudah patah serta tidak mudah terserang hama dan penyakit. Pohon rasamala (A.excelsa) merupakan tumbuhan utama hutan yang menjadi pohon pelindung tanaman kopi yang terdapat di KPH Bandung Selatan yang akan diteliti.

2.3 Model Arsitektur Pohon

Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu (Arrijani et al. 2006b). Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon (Arrijani et al. 2006a). Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju

(18)

aliran batang, air tembus tajuk (curahan tajuk), infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan vegetasi dalam mengurangi laju erosi pada daerah tersebut. Halle & Oldeman (1975) menggolongkan pohon-pohon yang terdapat di dalam suatu komunitas hutan alam tropika berdasarkan pada kemampuan arsitektur, ukuran, dan keadaan biologi pohon menjadi 3 golongan pohon, yaitu:

1. Pohon pada masa mendatang (trees of future), yaitu pohon-pohon yang mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada masa datang. Biasanya merupakan pohon kodominan dan akan menggantikan pohon yang sekarang dominan.

2. Pohon pada masa kini (trees of present), yaitu pohon-pohon yang sedang berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan.

3. Pohon pada masa lampau (trees of past), yaitu pohon-pohon yang sudah tua dan mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohon-pohon ini sudah tidak produktif lagi.

Di daerah tropika, dijumpai 23 model arsitektur yang meliputi berbagai jenis pohon dan tumbuhan hutan (Halle et al. 1978), beberapa bentuk model arsitektur pohon ditunjukkan pada Gambar 1.

(a) (b) (c) (d) (e)

(f) (g)

Gambar 1 Model-model arsitektur pohon (a) Rauh, (b) Roux, (c) Prevost, (d) Troll, (e) Aubreville, (f) Scarrone, (g) Massart (Halle & Oldeman 1975).

(19)

Untuk menentukan model arsitektur pohon maka perlu dikenali terlebih dahulu bagian-bagian pohon dan sifat-sifatnya, yang meliputi:

1. Perkembangan batang pokok: simpodial dan monopodial 2. Perkembangan cabang

a. Letak cabang: ritmik dan menerus

b. arah pertumbuhan cabang: ortotropik dan plagiotropik

c. pembagian meristem cabang atau ranting: Simpodial dan monopodial

3. Letak bunga atau perbungaan: bunga di ujung batang, cabang atau ranting (terminal) dan bunga di bagian samping batang, cabang atau ranting (bunga lateral)

Dari 23 model arsitektur pohon tersebut dapat diklasifikasikan lagi ke dalam 4 kelompok, yaitu:

1. Pohon yang tidak bercabang, yaitu bagian vegetatif pohon hanya terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh sebuah meristem soliter. Sebagai contoh yaitu model holtum dan model corner.

2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen dan orthotropik, contohnya model tomlinson, model chamberlain, model leuwenberg dan model schoute.

3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang non ekivalen, contohnya model rauh, model cook, model kwan-koriba, model fagerlind, model petit, model aubreville, model theoretical, model scharrone, model attim, model nozeran, model massart dan model roux.

4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekivalen dan non ekivalen. Contohnya model troll, model champagnant, dan model mangenot.

2.3.1 Model Arsiterktur pohon tidak bercabang

Model arsitektur pohon tidak bercabang terdapat dua macam yaitu model holtum dan corner. Model holtum terdapat pada tumbuhan dengan sistem perbungaan terminal, batang lurus, tidak becabang dan monoaksial. Meristem apikal disusun dari satu atau lebih meristem lateral. Model holtum terdapat pada

(20)

tumbuhan herbaseus dengan batang monocarpik (Halle et al. 1978). Beberapa tumbuhan yang memiliki model arsitektur Holttum yaitu tumbuhan Monocotyledon antara lain Avagaceae, Bromeliaceae, Musaceae, Palmae, dan lain-lain. Tumbuhan dicotil yang memiliki model arsitektur holttum antara lain, Boraginaceae, Lopeliaceae, dan Rutaceae.

Model arsitektur corner dimiliki oleh tumbuhan tropis modern. model arsitektur corner terdapat pada tumbuhan dengan batang monokarpik dengan pertumbuhan ritmik dan perbungaan lateral. beberapa famili tumbuhan yang memiliki model arsitektur corner antara lain: Cyatheaceae, Dicksionaceae, Cycadaceae, Liliaceae, Musaceae, Palmae, Phytelephasiceae, Anacardiaceae, Araliaceae, Cactaceae, Capparidaceae, Caricaceae, Compositaceae, Connaraceae, Flacourtiaceae dan lain-lain.

2.3.2 Model arsitektur pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif yang Ekivalen

Pada model arsitektur ini tidak terdapat pembaian antara batang dengan cabang sehingga homogen dan orthtotropik. Terdapat beberapa macam model arsitektur yang terdapat pada pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen yaitu:

1. Pohon dengan percabangan yang terjadi di bagian bawah module, umumnya di bawah permukaan tanah (basitoni), pertumbuhan kontinu dan aksis berupa hapaxanthy atau pleonanthy disebut dengan model tomlinson. Contoh tumbuhan yang tergolong dalam model arsitektur ini adalah famili Musaceae, Labeliaceae, dan Arecaceae.

2. Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen dan orthtotropik serta akrotoni (percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan dikotom) disebut dengan model schoute. Contoh tumbuhannya adalah

Nympha fraticans.

3. Pohon dengan percabangan simpodium (aksis tunggal yang terbentuk dari kumpulan meristem lateral dalam suatu rangkaian) dan monokaulus yaitu pohon dengan batang tunggal yang dihasilkan oleh satu atau lebih

(21)

meristem apikal yang berfungsi sebagai suatu rangkaian. Pohon dengan deskripsi seperti ini disebut dengan model chamberlain. Contohnya adalah

Cycas circinali (Cycadceae), Cordyline indivisa (Agavaceae) dan Talisia mollis ( Sapindaceae).

4. Model arsitektur pohon dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen, orthotropik, akrotoni dan percabangan terdiri dari dua atau lebih cabang, disebut dengan model leeuwenberg. Contohnya adalah Dracaena draco (Agavaceae), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae).

2.3.3 Model Arsitektur Pohon Bercabang Dengan Aksis Vegetatif Non Ekivalen

Tumbuhan dengan model arsitektur seperti ini kelihatan seperti tidak bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekivalen.

1. Model arsitektur Mc Clure. Contohnya adalah Bambosa arundinaceae (Poaceae) dan Polygonum cuspiolatum (Polygonaceae). Model Mc Clure aksis vegetatifnya homogen (plagiotropik) atau heterogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis vegetatif plagiotropik dan orthotropik) dengan percabangan basitoni.

2. Model Kwan-Koriba, contohnya adalah Alstonia macrophyllum (Apocynaceae), Grossera vignei Hoyle. (Cochlospermaceae), dan lain-lain. Model arsitektur ini mempunyai ciri-ciri poliaksial, aksis vegetatif tidak ekuivalen dan homogen atau heterogen, percabangan akrotoni dengan konstruksi modular, perbungaan terminal, percabangan terbatas dan simpodial.

3. Model Prevost. Contohnya Alstonia boonei (Apocynaceae), Cordia

abyssinica (Boraginaceae), Euphorbia pulcherrima (Euphorbiaceae).

Simpodial, batang pokok berbeda jelas dengan cabang, percabangan akrotoni dengan pola konstruksi modular, dan memiliki pola perbungaan terminal.

4. Theoretical Model I, yaitu pohon yang memiliki batang monopodial dengan pertumbuhan kontinyu, plagiotrop, dan perbungaan lateral.

(22)

5. Theoretical Model II, yaitu pohon yang pertumbuhan batangnya ritmik dan struktur artikulasi, plagiotropik, dan perbungaan lateral. Model arsitektur ini mirip dengan model arsitektur aubreville’s dan model arsitektur prevost. yang termasuk dalam theoretical model ii ini adalah model scarrone, contohnya Mangifera indica.

6. Theoretical model III, yaitu pohon dengan batang monopodial dan pola pertumbuhan kontinyu. Percabangan tersusun secara kontinyu, orthotropik, perbungaan apikal. Beberapa model arsitektur pohon yang termasuk dalam moel teoretikal III yaitu; Model rauh yang terdistribusi pada beberapa famili diantaranya adalah Araucariaceae, Pinaceae, Legumonceae, Hammamelidae, dan lain-lain; model roux yang terdistribusi pada famili Rubiaceae contohnya kopi arabika (C. Arabica) , famili Gnetaceae, dan lain-lain; model attim; model massart, model campagnant, model cook, model troll dan model mangenot.

2.3.4 Model Arsitektur Pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif Campuran Model arsitektur pohon ini memiliki aksis vegetatif campuran antara plagiotropik dan orthotropik dengan pola pertumbuhan primer. Aksis vegetatif campuran tersebut terjadi karena bentuk pertumbuhannya terjadi dalam dua tahap yaitu, tahapan permulaan terjadi pada bagian proksimal dengan bentuk orthotropik, dan tahapan kedua terjadi pada bagian distal dengan bentuk plagiotropik. Semua jenis tumbuhan seperti ini dinamai dengan model mangenot. Contohnya Dicranolepsis persei (Thymeleaceae) dan Gautteria sp. (Annonaceae).

2.4 Konservasi Tanah dan Air

Tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau terdegradasi. Arsyad (2005) menyatakan bahwa tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamis. Pendapat lain dikemukakan oleh Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan bahan organik di muka daratan bumi. Sebagai sumber daya alam, tanah mempunyai dua fungsi di bidang pertanian, fungsi pertama yaitu sebagai matriks tempat tumbuhnya akar

(23)

dan tempat tersimpannya air tanah, fungsi yang kedua yaitu sebagai unsur hara bagi tumbuhan.

Kerusakan tanah dapat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran

2. Terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya unsur atau senyawa racun bagi tumbuhan

3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging) 4. Erosi

Kerusakan sumber air yang terjadi berupa hilangnya atau mengeringnya mata air atau menurunnya kualitas air. Hilangnya atau mengeringnya mata air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh kandungan sedimen serta unsur yang terbawa masuk akibat erosi.

Konservasi tanah dalam arti luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai denga syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi.

Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah dan koservasi air merupakan dua hal yang berkaitan erat. Berbagai tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air.

Hutan memiliki peran penting dalam usaha konservasi tanah dan air. Tumbuh-tumbuhan yang terdapat pada kawasan yang tidak terganggu mempunyai peranan sebagai berikut, daya tahan dari daun-daunan dan ranting tumbuhan terhadap curah hujan dapat menahandaya tumbuk air hujan ke permukaan tanah dan menghambat aliran permukaan (run off), dengan adanya humus juga memperkecil laju aliran permukaan, akar-akar tumbuhan akan mengikat butir-butir tanah sehingga sulit dihancurkan dan porositas tanah terhadap air akan menjadi lebih besar sehingga mengurangi erosi (Kartasapoetra 2005).

(24)

2.4.1 Erosi

Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untu menyerap dan menahan air. Terdapat beberapa macam erosi, yaitu:

1. Erosi Geologi

Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk yang menyebabkan terkikisnya batuan sehingga terbentuk morfologi permukaan bumi yang seperti sekarang ini. Erosi ini tidak berbahaya karena lajunya seimbang dengan pembentukan tanah ditempat terjadinya erosi tersebut (Rahim 2006)

2. Erosi Normal

Erosi normal atau erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami.

3. Erosi Dipercepat

Erosi dipercepat merupakan pengangkutan tanah dengan laju yang lebih cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah, sebagai akibat perbuatan manusia.

Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Daerah yang paling banyak mengalami erosi umumnya terbatas pada daerah di dalam zona 40º lintang utara dan 40º lintang selatan. Di dalam zona ini, tanah-tanah di daerah tropika paling banyak tererosi. Keadaan iklim menentukan kecenderungan erosi karena mencerminkan tidak hanya besarnya dan pola curah hujan, tetapi juga menetukan jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah (Arsyad 2006).

Rahim (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi, hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2004) mengenai pengaruh hujan maksimum terhadap erosi dengan parameter curah hujan dan jenis tanah, diperoleh hasil bahwa curah hujan maksimum dan jenis

(25)

tanah memberi pengaruh efektif terhadap erosi. Dari beberapa faktor tersebut Morgan (1988) mengelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:

1. Kelompok Energi, merupakan kemampuan potensial hujan, limpasan permukaan, atau angin. Kemampuan ini disebut eriosivitas.

2. Kelompok kepekaan tanah (Erodibilitas) yang bergantung pada sifat fisika-mekanika dan kimia tanah.

3. Kelompok proteksi, bertitik tolak pada faktor-faktor yang berhubungan dengan penutupan tanah.

Arsyad (2005) menyimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan berikut:

E = f (i,r,v,t,m) Keterangan: E : Erosi f : faktor peubah i : iklim r : topografi v : vegetasi m: manusia

Faktor iklim yang mepengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi. Faktor topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur topografi lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Faktor vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui air hujan. Vegetasi merupakan lapisan pelindung antara atmosfer dan tanah.

2.5 Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu program pembangunan kehutanan. Latar belakang diadakannya program PHBM adalah untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari

(26)

dengan melibatkan peran masyarakat melalui sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat. Program ini dilakukan untuk mengoptimalkan kelanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan. Dengan adanya program PHBM diharapkan mampu memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat pada kawasan hutan dengan memperhatikan kondisi sumber daya hutan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (DEPHUT 2005). Area PHBM itu sendiri merupakan bagian dari hutan lindung yang dikelola bersama masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal. Sistem PHBM dibentuk untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional (www.cifor.cigar.pdf). Hasil penelitian Susilowati (2007) menyatakan bahwa sistem PHBM efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan melestrikan hutan. Jatminingsih (2009) semakin menguatkan pernyataan tersebut, berdasarkan penelitiannya bahwa dengan adanya sistem PHBM di KPH Kendal, terjadi penurunan gangguan hutan yang signifikan.

(27)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2010 hingga bulan Januari 2011, yang berlokasi di area hutan lindung dan area PHBM petak 28 RPH Gambung, serta di lahan terbuka milik masyarakat yang berada didekat petak 28 RPH Gambung Desa Cibodas, KPH Bandung selatan- Jawa barat.

3.2 Alat-alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan antara lain, meteran, tali plastik (tali rapia), patok, milimeter block, alat tulis, seng, bak penampung, drum, pipa/ pralon, selang plastik, abney level, ombrometer, kompas, mistar dan kamera. Sedangkan bahan atau objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah area PHBM dengan tegakan utama rasamala (A. excelsa Noronha.) dan yang ditanami kopi, hutan serta lahan terbuka.

3.3 Metode

3.3.1 Analisis vegetasi

Analisis vegetasi pada area PHBM dan hutan lindung dilakukan menggunakan metode kuadrat, dengan membuat petak-petak kuadrat berukuran 20 m x 20 m untuk pohon, 10 m x 10 m untuk tiang, 5 m x 5 m untuk sapihan dan 2 m x 2 m untuk anakan (Gambar 2). Penentuan jenis tumbuhan (pohon/ tiang/ sapihan/ anakan) dilakukan dengan mengukur diameter setinggi dada.

Keterangan: T : Trees (pohon) P : Pole (Tiang)

Sp : Sapling (Sapihan)

Sd : Seedling (Anakan)

Gambar 2 Petak kuadrat yang digunakan pada analisis vegetasi di area PHBM dan hutan.           T                  P        Sp  S

(28)

Pada lahan terbuka analisis vegetasi bawah (tumbuhan bawah) dilakukan dengan metode line intercept. Metode line intercept dilakukan dengan cara menarik garis transek sepanjang 20 m yang dibagi dalam 10 interval. Masing-masing interval berukuran 2 m. Setiap individu yang tersinggung garis transek dalam tiap interval dicatat nama jenis dan jumlahnya (Aththorick 2005).

Identifikasi untuk menentukan nama ilmiah dan nama lokal masing-masing tumbuhan yang ditemukan dilakukan secara langsung dilokasi penelitian. Untuk species tumbuhan yang belum diketahui nama latinnya, dilakukan koleksi terhadap sampel tumbuhan tersebut dan identifiaksai dilakukan di Herbarium Bogoriense. Selanjutnya dilakukan analisis data sehingga diperoleh nilai kerapatan jenis (KR), Frekuensi relatif (FR), dominansi relatif (DR) dan index nilai penting (INP) (Mueller & Ellenberg. 1974).

KM = J J

KR =

KK Χ 100

FM =

J J

FR =

F F Χ 100

DM =

Jumlah luas bidang dasar suatu jenis i

DR =

J J Χ 100

INP = KR + FR + DR

3.3.2 Identifikasi model arsitektur pohon

Penentuan model arsitektur dilakukan dengan mencatat ciri-ciri pohon yang sudah tumbuh dan diidentifikasi model arsitektur pohon menggunakan kunci identifikasi Halle et al (1978) (Lampiran 1). Metode identifikasi model arsitektur dilakukan dengan mencocokakan ciri-ciri morfologi pohon dengan kunci identifikasi model arsitektur pohon dengan memperhatikan beberapa parameter, yaitu:

1. Bentuk pertumbuhan batang

2. Bentuk dan susunan cabang pada batang

(29)

4. Posisi organ seksual (Perbungaan) 5. Tinggi batang bebas cabang

3.3.3 Pengamatan parameter konservasi tanah dan air 1. Pngukuran Curah Hujan

Curah hujan diukur menggunakan ombrometer (Gambar 3) yang ditempatkan pada lahan terbuka yang tidak terdapat tumbuhan tinggi, sehingga air hujan langsung tertampung dalam ombrometer.

Gambar 3 Ombrometer untuk mengukur curah hujan yang diletakkan di lahan tanpa tegakan pohon di area penelitian RPH Gambung.

2. Pengukuran laju aliran batang (stem flow)

Laju aliran batang diukur dengan membuat saluran berbentuk spiral yang melilit batang dengan selang yang bermuara pada bak penampungan (Gambar 4). Jumlah aliran batang diperoleh dari rumus berikut ini:

Sfi = Vi/Li Keterangan:

Sfi: Tinggi aliran batang ke-i Vi : Volume aliran batang ke-i Li : Luas tajuk pohon ke-i

(30)

Gambar 4 Pengukuran aliran batang pada pohon rasamala (A. excelsa) di area PHBM rasamala RPH Gambung.

3. Pengukuran curahan tajuk (trough fall)

Pengukuran curahan tajuk dilakukan dengan merentangkan plastik yang diletakkan di bawah tajuk pohon yang diamati. Plastik tersebut berukuran 1 m x 1 m yang ditumpu oleh 4 patok dengan tinggi masing-masing 1 m. Bagian tengah plastik diberi lubang sehingga air yang tertampung pada permukaan plastik dapat mengalir ke bak penampungan (Gambar 5).

Gambar 5 Pengukuran curahan tajuk pada pohon rasamala (A. excelsa) di area PHBM rasamala RPH Gambung.

(31)

Jumlah curahan tajuk dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Tfi = Vi/Li Keterangan:

Tfi : Tinggi curahan tajuk ke-i Vi: Volume Curah hujan ke-i Li : Luas penampungan ke-i

4. Pengukuran laju aliran permukaan (run of) dan laju erosi tanah Pengukuran laju aliran permukaan (run of) dan laju erosi dilakukan dengan membuat petak sampel dengan ukuran 4 m x 12 m yang memanjang searah lereng pada kemiringan lereng yang seragam yaitu lebih dari 36% (Gambar 6). Abney level digunakan untuk mengukur kemiringan lahan. Panjang petak searah lereng dan lebar petak memotong lereng atau searah kontur. Petak ini bermuara pada bak penampungan, sehingga tanah yang terbawa oleh aliran permukaan tertampung. Tanah dan air yang terbawa aliran permukaan ditampung pada bak penampungan yang sudah dilubangi dengan diameter sebanyak 11 pada area PHBM dan hutan, sedangkan untuk petak erosi pada lahan terbuka bak penampung diberi lubang sebanyak 15. Pemberian lubang pada bak penampungan bertujuan agar ketika curah hujan tinggi, air yang tertampung tidak meluap.

Gambar 6 Petak pengukuran erosi dan aliran permukaan pada area penelitian di RPH Gambung. 4 meter 12 meter Kemiringan lereng Bak penampung 1 Bak penampung 2

(32)

Laju aliran permukaan diukur dengan menjumlahkan volume air pada bak penampungan ke-1 dengan volume air pada bak penampungan ke-2 sebagaimana terlihat pada rumus berikut ini:

Vpu = V1 + 11V2 Keterangan:

Vpu : Volume aliran permukaan dari setiap petak ukur V1 dan V2 : volume aliran permukaan dari bak penampungan

ke-1 dan ke-2

Laju erosi tanah dilakukan dengan menimbang tanah yang terbawa pada laju aliran permukaan. Penimbangan bobot tanah dilakukan dengan mengambil contoh air dari drum pada masing-masing petak sebanyak 1 liter. Sebelum diambil, air yang tertampung dalam drum penampungan diaduk terlebih dahulu supaya homogen. Sampel air ditimbang untuk mengetahui bobot basahnya. Sampel air kemudian disaring dan dikeringkan dengan oven pada suhu 80 ºC sampai bobotnya konstan.

Bobot tanah yang tererosi dapat diketaahui melalui perhitungan berikut:

1 2 keterangan:

Wtc : Bobot tanah tererosi (g)

W1 : Bobot tanah dalam bak penampung 1 W2 : Bobot tanah dalam bak penampung 2

2 –

Vd : Volume air dalam drum (L) Vs : Volume air yang tersaring (L)

Wksc : Bobot kertas saring beserta endapan (g) Wks : Bobot kertas saring (g)

(33)

5. Analisis Tanah

Analisis tanah dilakukan di laboratorium analisis tanah Badan Penelitian Tanah Departemen Pertanian, Bogor. Analisis tanah dilakukan untuk mengetahui sifat fisika dan kimia tanah pada masing-masing area. Metode pengambilan sampel tanah dilakukan secara purposive.

3.3.4 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan metode analisis komponen utama/

Principle componen analysis (PCA) untuk mengetahui komponen utama yang

(34)

BAB IV

HASIL

4.1 Hasil Analisis Vegetasi

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan pada area PHBM menunjukkan bahwa rasamala (A. excelsa) merupakan tumbuhan yang dominan pada fase pohon, hal ini ditunjukkan dengan indeks nilai penting (INP) yang tinggi. Rasamala (A. excelsa) juga merupakan tumbuhan yang dominan pada area hutan. Terdapat perbedaan jumlah individu antara tumbuhan rasamala yang terdapat pada area PHBM dengan jumlah individu rasamala (A. excelsa) yang terdapat pada area hutan (Tabel 1).

Tabel 1 Hasil analisis vegetasi pada areal penelitian No Areal

Penelitian Tingkat vegetasi Jenis tumbuhan ΣN INP (%) Keterangan 1 Hutan

lindung Pohon Altingia excels Noronha. 4 Castanopsis argentea 114.11 Tertinggi

Korth. 1 20.30 Terendah

Tiang Piper aduncum L. 1 80.81 Tertinggi

Schima wallichii Korth. 2 73.96 Terendah

Sapihan Agathis dammara L 8 91.00 Tertinggi

Villebrunea rubescens

Blume. 2 47.48 Terendah

Anakan Aneilema nudiflorum

(L.)R.Br

1 28.57 – Tumbuhan

bawah Oplismenus compositus (L.)P.Beauv 42 44.91 Tertinggi

Bidens pilosa L. 1 4.60 Terendah

2 PHBM

Rasamala Pohon A. excelsa Noronha. S. wallichii Korth. 32 269.35 Tertinggi 1 30.65 Terendah

Anakan Coffea arabica L. 15 125 Tertinggi

A. nudiflorum (L.) R.Br. 5 75 Terendah

Tumbuhan

bawah O. compositus (L.)P.Beauv 203 43.39

Tertinggi

Crassocephalum crepidiodes Benth.

1 2.56 Terendah 3 Lahan

terbuka Tumbuhan bawah Ageratum conyzoides L. Saliara 1 28 50.20 Tertinggi 0.31 Terendah ΣN : Jumlah individu

(35)

Puspa (Schima wallichii) merupakan jenis tumbuhan pada fase pohon dengan INP yang rendah pada area PHBM yaitu 30.65% (Tabel 1). Pada area hutan Puspa (S. wallichii) memiliki INP tertinggi kedua setelah rasamala (A.

excelsa), sehingga puspa (S. wallichii) merupakan tumbuhan kodominan pada area

hutan. Sedangkan jenis tumbuhan dengan INP terendah pada fase pohon di area hutan adalah saninten (Castanopsis argentea) dengan INP 20.30% (Lampiran 2).

Pada area PHBM tidak terdapat tumbuhan pada fase tiang dan sapihan. Berbeda dengan area PHBM, pada area hutan terdapat tumbuhan pada fase tiang dan sapihan. Tumbuhan pada fase tiang yang dominan di area hutan yaitu Seserehan (Piper aduncum). Damar (Agathis dammara) adalah jenis tumbuhan yang dominan pada fase sapihan yang terdapat di area hutan (Tabel 1).

Pada area PHBM terdapat dua jenis tumbuhan pada fase anakan, yaitu kopi arabika (C. arabica) dan gewor (Aneilema nudiflorum). Dari dua jenis tumbuhan tersebut, kopi arabika merupakan jenis yang dominan dengan INP 125% (Lampiran 2). Sedangkan pada area hutan terdapat 7 jenis tumbuhan yang termasuk fase anakan dan memiliki INP yang sama (28.57%). Tumbuhan fase anakan pada area hutan tersebut adalah bubuay (Plectocomia elongate), gewor (Aneilema nudiflorum), huru (Litsea umbellate), kareumbi (Homalanthus

populneus), kihampelas (Ficus ampelas), kitoke (Archidendron clypearia), dan

suangkung (Caryota mitis) (Lampiran 3).

Hasil analisis vegetasi tumbuhan bawah pada area PHBM, hutan dan lahan terbuka menunjukkan hasil yang berbeda. Terdapat 23 jenis tumbuhan bawah pada area PHBM dengan jenis yang dominan adalah Jampang piit (Oplismenus compositus) yang memiliki INP sebesar 43.39% (Lampiran 4 dan 5). Jumlah jenis tumbuhan bawah pada area PHBM tersebut lebih banyak dari jumlah jenis tumbuhan bawah yang terdapat di area hutan dan lahan terbuka. Terdapat 18 jenis tumbuhan bawah pada area hutan, dan jenis yang dominan adalah jampang piit (O. compositus) dengan INP 44.91% (Lampiran 6). Tumbuhan bawah yang terdapat di lahan terbuka terdiri dari 20 jenis, dengan jenis yang dominan adalah babadotan (Ageratum conyzoides) yang memiliki INP 50.20% (Lampiran 7 dan 8).

(36)

4.2 Hasil Identifikasi Model Arsitektur Pohon

Berdasarkan hasil identifikasi model arsitektur pohon, hanya terdapat 1 jenis model arsitektur pohon pada area PHBM yaitu model arsitektur rauh. Tumbuhan rasamala (A. excelsa) pada area PHBM diketahui memiliki model arsitektur pohon jenis rauh. Begitu pula dengan pohon puspa (S. wallichii) memiliki model arsitektur jenis rauh. Pada area hutan terdapat 5 jenis model arsitektur pohon yang ditemukan, yaitu model arsitektur rauh, prevost, roux, attims, dan stone (Tabel 2).

Tabel 2 Model arsitektur pohon pada vegetasi di area hutan

Nama local Nama spesies Model arsitektur

Puspa S. wallichii Korth. Rauh

Kibancet Turpinia sphaerocarpa Hassk. Prevost Kokopian Plectronia glabra Benth.&Hook.f.ex Roux Kihonje Pittosporum ferrugineum W.T.Aiton Attims

Huru batu Litsea noronhae Blume. Rauh

Rasamala A. excelsa Noronha. Rauh

Saninten C. argentea Korth. Stone

Tumbuhan rasamala (A. excelsa) dan puspa (S. wallichii) memiliki model arsitektur pohon rauh karena memiliki batang monopodial dengan pola pertumbuhan ritmik, percabangan orthotropik, cabang yang tumbuh identik dengan batang (ekivalen), serta perbungaan lateral. Model arsitektur pohon jenis prevost yang ditemukan pada vegetasi di area hutan memiliki ciri-ciri batang yang simpodial, pola percabangan plagiotropik, memiliki aksis hapaxanthy (setiap module yang tumbuh memiliki perbungaan terminal). Model arsitektur roux pada pohon kokopian (P. glabra) memiliki ciri-ciri batang monopodial, pola percabangan kontinyu, plagiotrop, dan sistem pembungaan lateral. Pohon Kihonje (P. ferrugineum) memiliki model arsitektur jenis attims karena pohon kihonje memiliki cir-ciri batang monopodial, percabangan kontinyu, dan sistem pembungaan lateral. Model arsitektur pohon stone pada pohon saninten (C.

argentea) memiliki ciri-ciri batang monopodial namun percabangan simpodial,

(37)

4.3 Hasil Pengukuran Parameter Konservasi Tanah dan Air 4.3.1 Curah hujan

Total kejadian hujan yang terjadi pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 sebanyak 34 kali (Lampiran 9). Intensitas hujan untuk setiap kejadian hujan sangat beragam. Dari 34 kejadian hujan, Hanya terdapat beberapa kejadian hujan yang tergolong dalam hujan deras, sebagaimana terlihat pada Gambar 7.

33 30 27 24 21 18 15 12 9 6 3 80 70 60 50 40 30 20 10 K e jadian hujan C u ra h H u ja n ( mm)

Gambar 7 Curah hujan yang terjadi selama bulan Oktober 2010 hingga bulan Januari 2011.

Jumlah curah hujan yang terjadi pada 34 kali kejadian hujan adalah 1203.81 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember 2010, sedangkan curah hujan terendah terjadi pada bulan Oktober 2010. Curah hujan terendah terjadi pada kejadian hujan ke-6 dengan curah hujan 14.52 mm. Sedangkan curah hujan tertinggi terjadi pada kejadian hujan ke-24, 25, 26, dan 27, dengan curah hujan masing-masing 67.00 mm, 70.35 mm, 73.70 mm, dan 67.00 mm.

4.3.2 Curahan Tajuk

Curahan tajuk diukur setiap kejadian hujan, sehingga terdapat 34 data curahan tajuk yang diperoleh selama pengamatan. Pada curah hujan 1203.81 mm, curahan tajuk yang terjadi di area PHBM yaitu 966.08 mm dan rata-rata 28.41 mm. Curahan tajuk pada area PHBM lebih rendah dari pada curahan tajuk yang terjadi di hutan yaitu 976.8 mm dan rata-rata 28.73 mm (Lampiran 10 dan 11). Selisih antara curahan tajuk yang terjadi pada area PHBM dan hutan sebesar 0.34 mm (Tabel 3).

(38)

Tabel 3 Jumlah curahan tajuk pada area PHBM dan Hutan

4.3.3 Aliran Batang

Jumlah aliran batang yang terjadi pada pohon rasamala di area PHBM sebesar 1146.47 mm dan rata-rata 33.72 mm (Lampiran 10, 11, dan 12). Sedangkan jumlah aliran batang yang terjadi pada rasamala di hutan sebesar 1.35 mm dan rata-rata 0.04 mm (Tabel 4). Terdapat selisih yang cukup besar antara jumlah aliran batang pada area PHBM dengan jumlah aliran batang pada area hutan, yaitu sebesar 34.06 mm.

Tabel 4 Jumlah aliran batang pada area PHBM dan hutan Area Curah hujan (mm) Aliran batang (mm)

Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata PHBM 1203 35.41 1146.47 33.72 Hutan 1203 35.41 1.35 0.04

4.3.4 Aliran permukaan dan erosi

Aliran permukaan yang terjadi pada area PHBM sebesar 1450 liter dengan rata-rata 42.66 liter (Lampiran 13), pada area hutan sebesar 1748.5 liter dan pada lahan terbuka sebesar 3611.42 liter dengan rata-rata 106.22 liter. Jumlah aliran permukaan pada lahan terbuka lebih tinggi dari area PHBM dan hutan (Tabel 5). Jumlah aliran permukaan berbanding lurus dengan tingkat erosi yang terjadi. Jumlah tanah yang tererosi pada area PHBM yaitu 1.53 ton/ha/th (Lampiran 14), erosi yang terjadi pada area hutan yaitu 4.08 ton/ha/th, dan erosi yang terjadi pada lahan terbuka sebesar 56 ton/ha/th.

Area Curah hujan (mm) Curahan tajuk (mm)

Jumlah Rata-rata Jumlah Rata-rata

PHBM 1203 35.41 966.08 28.41

(39)

Tabel 5 Jumlah aliran permukaan dan erosi pada area PHBM, hutan dan lahan terbuka

Area Aliran permukaan (liter) Tanah tererosi

Jumlah Rata-rata Jumlah (g) Rata-rata ton/ha/th

PHBM 1450 42.66 3052 89.77 1.53

Hutan 1748.5 51.43 6472 190.36 4.08

Lahan terbuka 3611.42 106.22 89102.67 2620.67 56.00 4.4 Hasil Analisis Komponen Utama

Dari hasil analisis komponen utama pada data-data parameter konservasi tanah dan air diperoleh matriks korelasi pada masing area. Pada area PHBM terjadi korelasi yang sangat erat pada variabel aliran batang dengan aliran permukaan dengan nilai korelasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Nilai korelasi antar variabel pada area PHBM CH CT AB AP CT 0.88 – – – AB 0.88 0.89 – – AP 0.82 0.91 0.96 – ET 0.57 0.66 0.62 0.66 Keterangan: CH : Curah hujan CT : Curahan tajuk AB : Aliran batang AP : Aliran permukaan ET : Erosi tanah

Tabel 7 Hasil Eigenanalisis dari matriks korelasi

PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 Eigenvalue 4.1693 0.5128 0.1834 0.1075 0.027 Proportion 0.834 0.103 0.037 0.021 0.005

(40)

Tabel 8 Nilai komponen utama parameter konservasi tanah dan air pada area PHBM Variabel PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 CH 0.449 -0.295 0.747 -0.289 -0.263 CT 0.468 -0.121 0.075 0.843 0.223 AB 0.472 -0.211 -0.302 -0.442 0.668 AP 0.470 -0.105 -0.576 -0.051 -0.659 ET 0.368 0.918 0.115 -0.089 0.023

Tabel 8 menunjukkan nilai komponen utama yang paling tinggi terdapat pada variabel aliran batang. Terkait dengan matriks korelasi pada Tabel 6 yang menunjukkan terdapat korelasi yang sangat erat antara aliran batang dengan aliran permukaan, dengan demikian jumlah aliran batang merupakan komponen utama pada model arsitektur pohon jenis rauh untuk tumbuhan rasamala (A. excelsa) di area PHBM.

Matriks korelasi dari parameter konservasi tanah dan air pada area hutan menunjukkan terdapat korelasi yang sangat erat antara aliran batang dengan aliran permukaan. Nilai korelasi antara aliran batang dan aliran permukaan pada area hutan adalah 0.92 (Tabel 9).

Tabel 9 Matriks korelasi dari parameter konservasi tanah dan air di area hutan

CH CT AB AP

CT 0.81 – – –

AB 0.89 0.78 – – AP 0.88 0.84 0.92 – ET 0.70 0.58 0.74 0.74

Keterangan : CH : Curah hujan

CT : Curahan tajuk AB : Aliran batang AP : Aliran Permukaan ET : Erosi tanah

(41)

Tabel 10 Hasil Eigenanalisis dari matriks korelasi parameter konservasi tanah dan air di area hutan

PC1 PC2 PC3 PC4 PC5

Eigenvalue 4.159 0.437 0.206 0.127 0.071 Proportion 0.832 0.087 0.041 0.025 0.014 Cumulative 0.832 0.919 0.960 0.986 1.000

Tabel 11 Nilai komponen utama dari data parameter konservasi tanah dan air pada area hutan

Variabel PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 CH 0.462 -0.137 0.355 0.779 -0.188 CT 0.431 -0.530 -0.697 0.021 0.218 AB 0.467 0.001 0.484 -0.338 0.658 AP 0.471 -0.090 0.127 -0.521 -0.695 ET 0.401 0.832 -0.372 0.086 0.032

Hasil eigenanalisis sebesar 0.832 pada PC1 mampu menerangakan PC1 sebesar 83.2%. Nilai komponen utama pada Tabel 11 memperlihatkan aliran permukaan memiliki nilai kompoenen utama yang lebih tinggi dari parameter yang lain. Dengan demikian, hasil analisis komponen utama dari parameter konservasi tanah dan air pada area hutan juga menunjukkan bahwa pada model arsitektur rauh, jumlah aliran batang merupakan komponen utama yang mempengaruhi terjadinya aliran permukaan dan erosi.

Pada lahan terbuka, parameter konservasi tanah yang diamati hanya terdiri dari curah hujan aliran permukaan dan erosi tanah. Curah hujan yang terjadi pada lahan terbuka sangat berkorelasi erat dengan erosi tanah yang terjadi. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi yang tinggi antara curah hujan dengan erosi tanah yang terjadi, yaitu sebesar 0.71 sebagaiman ditunjukkan pada Tabel 12.

Tabel 12 Matriks korelasi parameter konservasi tanah dan air pada lahan terbuka

CH AP AP 0.63 - ET 0.71 0.63 Keterangan : CH : Curah hujan AP : Aliran permukaan ET : Erosi tanah

(42)

Tabel 13 Hasil analisis komponen utama parameter konservasi tanah dan air pada lahan terbuka

PC1 PC2 PC3 Eigenvalue 2.3119 0.4000 0.2881 Proportion 0.771 0.133 0.096

Cumulative 0.771 0.904 1.000

Tabel 14 Nilai komponen utama parameter konservasi tanah dan air pada lahan terbuka

Variabel PC1 PC2 PC3

CH 0.586 -0.377 -0.717

AP 0.560 0.828 0.022

ET 0.585 -0.415 0.697

Hasil eigenanalisis sebesar 0.771 (Tabel 13) mampu menerangkan komponen utama sebesar 77.1%. Selain itu, nilai komponen utama pada parameter curah hujan yang lebih tinggi dari aliran permukaan menunjukkan bahwa curah hujan merupakan komponen utama yang mempengaruhi terjadinya erosi pada lahan terbuka (Tabel 14).

(43)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Analisis vegetasi

Terdapat kesamaan jenis vegetasi yang dominan antara area PHBM dengan area hutan. Pada fase pohon jenis yang dominan pada area PHBM yaitu rasamala (A. excelsa), demikian pula dengan area PHBM. Selain memiliki kesamaan jenis vegetasi dominan pada fase pohon, terdapat kesamaan pada tumbuhan bawah (ground cover) yang dominan pada area PHBM dan area hutan yaitu rumput jampang piit (O. compositus).

Jumlah jenis pohon yang terdapat di area PHBM hanya terdiri dari dua jenis, yaitu rasamala (A. excelsa) dan puspa (S. wallichii). Pada area hutan terdapat 7 jenis pohon dengan total individu sebanyak 16 individu. Jumlah jenis pohon berkaitan dengan jumlah model arsitektur pohon.

5.2 Korelasi Model Arsitektur Pohon dengan Parameter Konservasi Tanah dan Air

Semakin banyak jumlah jenis vegetasi pada suatu area memungkinkan semakin banyak model arsitektur pada area tersebut. Pada area PHBM hanya terdiri dari dua jenis tumbuhan. Kedua jenis tumbuhan tersebut memiliki model arsitektur pohon yang sama yaitu rauh. Pada area hutan terdapat 7 jenis tumbuhan, dari 7 jenis tumbuhan tersebut ditemukan 5 jenis arsitektur pohon yaitu arsitektur pohon model rauh, roux, attims, prevost, dan stone. Hal ini semakin memperkuat pernyataan Halle et al. (1978) bahwa setiap jenis tumbuhan memiliki satu jenis model arsitektur yang yang khas, namun satu jenis model arsitektur pohon dapat dimiliki oleh banyak jenis tumbuhan.

Jenis arsitektur pohon berkaitan dengan proses translokasi air hujan pada suatu area. Masing-masing jenis arsitektur memiliki pengaruh yang berbeda pada proses translokasi air hujan tersebut. Kombinasi dari beberapa model arsitektur pada suatu area memungkinkan terjadinya perpaduan peran dari model arsitektur pohon.

(44)

Model arsitektur pohon berlaku bagi tumbuhan pada fase pohon. Walaupun demikian, model arsitektur pohon ditentukan dari pertumbuhan meristem apikal yang terjadi sejak tumbuhan pada fase anakan. Pada area PHBM terdapat vegetasi kopi arabika yang merupakan vegetasi dominan pada fase anakan. Kopi arabika memiliki ciri morfolgi batang yang monopodial dengan percabangan kontinyu, pola percabangan plagiotrop, pola perbungaan lateral, serta tajuk yang bertingkat (Gambar 8). Berdasarkan ciri morfolgi tersebut, kopi arabika memiliki model arsitektur jenis roux.

Gambar 8 Bentuk morfologi kopi arabika.

5.2.1 Curahan tajuk

Jumlah curahan tajuk pada area PHBM lebih rendah dari area hutan, walaupun dalam selisih yang kecil (0.34 mm). Banyaknya air yang menembus tajuk secara langsung dipengaruhi oleh jenis tumbuhan dan kerapatan tajuk tumbuhan (Arsyad 2006). Pohon rasamala dengan model arsitektur rauh mempunyai bentuk tajuk bulat (Sutisna et al 1998). Tajuk pohon rasamala tersebut menghalangi air hujan sehingga tidak langsung jatuh ke permukaan tanah (Gambar 9).

(45)

Gambar 9 Translokasi air hujan pada model arsitektur pohon jenis rauh (Athtorick 2000).

Jumlah pohon pada area PHBM lebih banyak dari jumlah pohon pada area hutan, sehingga tajuk tumbuhan pada area PHBM lebih rapat dari tajuk tumbuhan pada area hutan. Semakin rapat tajuk tumbuhan pada suatu area, maka curah hujan yang jatuh ke permukaan tanah semakin terhalang oleh tajuk tumbuhan tersebut. Dengan demikian jumlah curahan tajuk akan semakin kecil. Selain jenis tumbuhan dan kerapatan tajuk, kondisi cuaca terutama kecepatan angin juga turut mempengaruhi besarnya curahan tajuk yang terjadi (Amstrong & Mitchell, diacu dalam Arsyad 2006). Kondisi tajuk sebelum hujan juga turut mempengaruhi jumlah curahan tajuk yang terjadi. Selain itu, terdapat faktor iklim yang mempengaruhi terjadinya curahan tajuk yaitu, suhu dan kecepatan angin.

5.2.2 Aliran batang

Translokasi air hujan menjadi aliran batang berkaitan erat dengan keadaan tajuk suatu tumbuhan. Sebelum menjadi aliran batang, air hujan terlebih dahulu sampai ke lapisan tajuk yang kemudian mengalir melalui ranting hingga ke batang, sehingga apabila strata tajuk yang dimiliki suatu tumbuhan dan tajuk antar tumbuhan tidak terlalu rapat maka akan menyebabkan aliran batang yang terjadi juga tinggi, berbanding lurus dengan jumlah curahan tajuk. terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya jumlah aliran batang, yaitu jenis arsitektur pohon, kulit batang, struktur tegakan, bentuk batang, serta bentuk dan posisi daun (Kitteredge 1948 & Voigt 1960, diacu dalam Aththorick 2000). Model

(46)

terjadi lebih tinggi dari curahan tajuk (Firoroh 2009). Bentuk percabangan orthotropik pada model arsitektur rauh menyebabkan air yang tertahan pada lapisan tajuk mengalir melalui cabang menuju batang, sehingga jumlah aliran batang lebih tinggi dari curahan tajuk.

Pada kondisi curah hujan yang rendah, air hujan yang sampai ke tumbuhan terlebih dahulu mengisi pori-pori dan permukaan batang secara keseluruhan. Setelah permukaan batang mulai jenuh dengan air hujan, kemudian dialirkan ke permukaan tanah sebagai aliran batang (Arrijani 2006). Jumlah aliran batang dipengaruhi oleh kulit batang dan sudut antara batang dan cabang (Parker 1983). Tumbuhan rasamala pada area hutan yang diukur jumlah aliran batang dan curahan tajuknya memiliki keliling batang sebesar 270 cm, dengan demikian tumbuhan rasamala ini memiliki pori-pori yang sangat banyak untuk dapat terisi oleh air hujan. Hal tersebut menyebabkan jumlah aliran batang yang terjadi pada tumbuhan rasamala di area hutan sangat sedikit.

5.2.3 Aliran Permukaan

Proses terjadinya aliran permukaan merupakan akibat dari berbagai faktor, yaitu translokasi dan sumber air (Chang 2006). Proses translokasi aliran permukaan dipengaruhi jumlah aliran batang dan curahan tajuk yang dihasilkan oleh vegetasi yang terdapat pada suatu area. Pada area PHBM dengan tegakan utama pohon rasamala yang memiliki model arsitektur rauh memiliki nilai aliran batang yang tinggi. Sehingga aliran permukaan dipengaruhi oleh nilai aliran batang. Semakin tinggi nilai aliran batang maka semakin tinggi aliran permukaan yang terjadi. Namun dengan adanya tumbuhan kopi termasuk dalam tegakan anakan dengan model arsitektur roux pada area PHBM (Gambar 10), jumlah aliran permukaan yang terjadi berkurang. Hal tersebut diakibatkan curahan tajuk yang jatuh dari pohon rasamala tidak langsung mengenai tanah dan menjadi aliran permukaan, melainkan terlebih dahulu sampai ke tajuk vegetasi kopi. Model arsitektur roux pada kopi memungkinkan jumlah curahan tajuk lebih rendah dari aliran batang. Hal tersebut dikarenakan adanya tajuk yang berlapis pada tumbuhan kopi.

(47)

Gambar 10 Vegetasi rasamala dengan model arsitektur rauh dan kopi dengan model arsitektur roux pada area PHBM.

Sedangkan vegetasi yang terdapat pada lahan terbuka merupakan jenis tumbuhan penutup tanah (ground cover) berupa semak dan rerumputan. Pada dasarnya, tumbuhan penutup tanah berperan untuk menahan atau mengurangi daya perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah (Dariah 2004, Morgan 2005). Namun penutupan tajuk tumbuhan penutup tanah yang tidak terlalu rapat, menyebabkan tingginya jumlah aliran permukaan pada lahan terbuka. Air hujan yang turun, langsung jatuh ke tanah dan mengalir sebagai aliran permukaan. Pada hutan alami, perlintasan hewan biasanya meninggalkan jalan setapak yang menyebabkan penutupan groundcover menjadi jarang, dan merupakan pemicu pertama terbentuknya jalur aliran permukaan walaupun tingkatannya masih belum terlalu membahayakan (Van Noordwijk et al. 2004).

Berdasarkan santosa (1985) pengaruh vegetasi penutup tanah ditentukan oleh sifat-sifat berikut, yaitu sifat tajuk vegetasi dan serasahnya dalam menahan curahan air hujan, sifat serasah dalam membentuk humus, serta sifat pohon dan semak belukar dalam menghambat aliran permukaan. Pohon rasamala merupakan jenis tumbuhan daun lebar yang serasah daunnya mudah untuk didekomposisi, sehingga membentuk lapisan humus yang dapat meningkatkan daya serap tanah terhadap air curahan hujan yang jatuh. Oleh karena itu, pada area dibawah tegakan pohon rasamala seperti pada area PHBM aliran permukaan yang terjadi lebih rendah. Sedangkan pada area hutan, terdapat berbagai macam jenis tumbuhan

(48)

dengan daun yang memiliki kemampuan membentuk humus yang berbeda. Tumbuhan damar (Aghatis damara L.) yang terdapat pada area hutan memiliki daun yang relatif lebih tebal sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk membentuk lapisan humus. Sehingga kemampuan menyerap air pada area hutan lebih rendah dari area PHBM. Dengan demikian jumlah aliran permukaan yang terjadi pada area hutan lebih besar dari area PHBM.

Tekstur tanah juga mempengaruhi terjadinya aliran permukaan. Tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan kecil sehingga sulit menyerap atau menahan air dan dapat memperbesar terjadinya aliran permukaan (Harjdowigeno 2010). Sedangkan tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan besar sehingga kemampuan untuk menahan air lebih besar dan dapat memperkecil terjadinya aliran permukaan. Tanah pada area PHBM rasamala lebih rendah dari pada area hutan, lahan terbuka memiliki tekstur pasir yang lebih tinggi dari area PHBM rasamala dan area hutan. Oleh karena itu jumlah aliran permukaan pada area hutan lebih tinggi dari area PHBM rasamala, dan jumlah aliran permukaan pada lahan terbuka lebih tinggi dari area PHBM rasamala dan hutan.

5.2.4 Erosi Tanah

Kejadian erosi berkaitan dengan aliran permukaan yang terjadi pada suatu area. Selain itu, bentuk kanopi vegetasi pada suatu area juga turut mempengaruhi tejadinya erosi (Cameron 2007). Kehadiran tumbuhan bawah (groundcover) mempengaruhi jumlah tanah yang terbawa sebagai erosi oleh aliran permukaan. Semakin banyak tumbuhan bawah pada suatu area, partikel tanah yang terbawa aliran permukaan akan tertahan oleh tumbuhan bawah tersebut, sehingga jumlah tanah yang tererosi menjadi kecil (Tabel 11). Tumbuhan kopi berumur 2 tahun yang berada diantara tumbuhan rasamala pada area PHBM mengurangi jumlah aliran permukaan yang terjadi. Keberadaan tanaman kopi menyebabkan tanah yang terbawa aliran permukaan tertahan. Berdasarkan hasil penelitian (Hartobudoyo dalam Dariah et al. 2005), 90% perakaran tanaman kopi terkonsentrasi di lapisan tanah antara 0-30 cm. Sistem perakaran tersebut menyebabkan terbentuknya tenunan akar halus di lapisan permukaan yang

(49)

mengikat agregat tanah. Selain tumbuhan bawah, kehadiran tumbuhan berkayu juga dapt mengurangi daya rusak hujan (Yusmandhany 2002).

Jumlah aliran permukaan yang besar memungkinkan tanah yang tererosi juga besar (Hardjowigeno 2010). Sifat-sifat tanah berupa tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan bawah dan kesuburan tanah juga turut mempengaruhi kepekaan tanah terhadap erosi (Hardiyatmo 2006). Area terbuka ini memiliki tekstur debu (51%) yang yang lebih tinggi dari pada liat (39%) dan pasir (10%) (Lampiran 15). Berdasarkan Hardjowigeno 2010 semakin tinggi kandungan debu dalam tanah, maka tanah makin peka terhadap erosi. kekuatan air hujan yang jatuh juga langsung menghancurkan partikel tanah sehingga terjadi erosi.

5.3 Pengaruh Parameter Konservasi Tanah dan Air Terhadap Erosi

Berdasarkan hasil analisis komponen utama, curah hujan, curahan tajuk, aliran batang, aliran permukaan, dan erosi yang terjadi pada masing-masing area memiliki nilai korelasi yang berbeda. Pada area PHBM, terdapat korelasi yang sangat erat antara aliran batang dengan aliran permukaan. Nilai korelasi antara aliran batang dengan aliran permukaan sebesar 0.94. Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi erosi pada area PHBM ini adalah aliran permukaan dengan nilai korelasi 0.66. Keeratan korelasi antar variabel ini juga tercermin dalam Gambar 11(a). Pada area PHBM, aliran batang yang terjadi lebih tinggi dari curahan tajuk. Pada dasarnya air hujan yang jatuh mengenai tumbuhan akan jatuh ke tanah menjadi curahan tajuk dan aliran batang yang menyebabkan terjadinya aliran permukaan (Athtorick 2005). Dengan demikian besarnya aliran batang akan mempengaruhi besarnya aliran permukaan yang terjadi.

Pada area hutan, korelasi yang sangat erat terjadi pada variabel aliran batang dan aliran permukaan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai korelasi antara aliran batang dan aliran permukaan yang lebih tinggi dari variable yang lain, yaitu 0.92. Keeratan hubungan tersebut berarti bahwa semakin tinggi aliran batang yang terjadi, maka semakin tinggi pula jumlah aliran permukaan yang terjadi.

Gambar

Gambar 3   Ombrometer untuk mengukur curah hujan yang diletakkan di lahan  tanpa tegakan pohon di area penelitian RPH Gambung
Gambar 4 Pengukuran aliran batang pada pohon rasamala (A. excelsa) di area  PHBM rasamala RPH Gambung
Gambar 6  Petak pengukuran erosi dan aliran permukaan pada area penelitian di      RPH Gambung
Tabel 1  Hasil analisis vegetasi pada areal penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

DI KELURAHAN BUNGKUTOKO KECAMAT BUNGKUTOKO KECAMATAN AN ABELI ABELI KOTA KENDARI. KOTA

Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kedudukan hukum Lembaga Perkreditan Desa yang berbasis masyarakat hukum adat di Bali dalam sistem Lembaga Keuangan

Merupakan salah satu agent penyebab karies karena terdapat dalam jumlah banyak pada lesi karies enamel dan terlihat dalam prevalensi yang tinggi pada karies

ANALISIS LITERASI LINGKUNGAN SISWA SMA KELAS X DI SAMBOJA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Persoalan pertama yang dihadapi manajemen penjualan dalam kontek pengelolaan tenaga penjual ini adalah, bagaimana untuk dapat memperoleh tenaga penjual yang memiliki kemampuan

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye terdapat nilai pendidikan karakter berupa bersahabat dan komunikatif yang

Percobaan pertama dengan perluasan pada titik pusat (menambah pengamatan lima ulangan) digunakan untuk menduga model respons orde pertama, percobaan kedua

karakteristik sistem penganggaran khususnya partisipasi penyusunan anggaran dan evaluasi pelaksanaan anggaran pada organisasi jasa yang bermotif non profit ditemukan bahwa