TUGAS MATA KULIAH
TUGAS MATA KULIAH
HUKUM KEPAILITAN
HUKUM KEPAILITAN
“
“
Kedudukan Hukum Jaminan Utang Piutang Bagi Para Kreditur
Kedudukan Hukum Jaminan Utang Piutang Bagi Para Kreditur
Kepailitan”
Kepailitan”
DISUSUN OLEH
DISUSUN OLEH
Fakhri
Fakhri Mauludi
Mauludi
NPM:
NPM: 153112330050123
153112330050123
Irvan
Irvan Haris
Haris Ardian
Ardian
NPM:
NPM: 153112330050062
153112330050062
Fajri
Fajri Pradipto
Pradipto
NPM:
NPM: 153112330050099
153112330050099
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
UNIVERSITAS NASIONAL
2016/2017
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di dalam dunia bisnis kebutuhan akan dana merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha untuk mempertahankan dan menunjang kelangsungan kegiatan usahanya, sehingga untuk mengatasi persoalan kebutuhan dana tersebut pinjaman modal dalam bentuk utang piutang merupakan solusi yang sering ditempuh oleh pelaku usaha.
Dalam utang piutang terdapat dua pihak yaitu debitor selaku pihak yang berhutang dan kreditor selaku pihak yang memberikan utang atau yang memiliki piutang.
Debitor selaku pihak yang memerlukan dana akan melakukan pinjaman berupa utang kepada kreditor, seringkali terjadi debitor melakukan utang kepada lebih dari satu kreditor guna memenuhi kebutuhan dana tersebut.
Persoalan yang timbul kemudian adalah apabila dalam waktu yang telah ditentukan atau sudah dalam keadaan jatuh tempo utang debitor tersebut, akan tetapi debitor justru tidak memiliki kemampuan ataupun kemauan untuk mengembalikan pinjaman berupa utang beserta bunga yang telah ditetapkan tersebut kepada salah satu atau beberapa kreditornya, hal
ini jelas akan merugikan kreditor yang telah memberikan utang kepada debitor
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan hukum jaminan?
2. Sebutkan objek, ruang lingkup dan jenis-jenis jaminan!
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN HUKUM JAMINAN
Hukum jaminan ,meliputi pengertian ,baik jaminan kebendaan maupun jaminan perorangan hal ini disebutkan dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang
lembaga hipotek dan jaminan lainnya , yang diselenggarakan di Yogyakarta ,pada tanggal 20 sampai dengan 30 juli 1977.
Pengertian jaminan yang mengacu pada jenis jaminan, sebenarnya bukan bukan pengertian, sehingga definisi ini menjadi tidak jelas ,karena yang dilihat hanya dari penggolongan jaminan. Berikut pengertian hukum jaminan menurut para ahli :
1. Prof. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan
Hukum jaminan merupakan hukum mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai
jaminan.
2. J satrio
Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur jaminan-ja minan piutang seorang kreditor terhadap debitor. Pada defiisi yang diungkapkan oleh Satrio memfokuskan pada pengaturan pada hak-hak kreditor semata-mata,tetapi tidak memperhatikan hak-hak
debitor.
3. Salim H.S
Hukum jaminan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
4. Prof. M. Ali Mansyur
Hukum jaminan adalah hukum yang mengatur hubungan hukum antara kreditor dan debitor yang berkaitan dengan pembebanan jaminan atas pemberian kredit.
Dari pendapat diatas dapat ditarik benang merkesimpulan bahwa hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi ja minan dengan penerima jaminan dengan menjaminkan benda- benda sebagai jaminan.Terdapat sebuah asas
yang dijadikan pedoman pada hukum jaminan. Adapun asas-asas hukum jaminan, meliputi: 1. Asas publicitet
a. Asas ini bermaksut memberi pedoman bahwa semua hak dan tanggungan harus terdaftar degan tujuan supaya pihak ketiga dapat mengetahui apa saja yang sedang dilakukan pembebanan. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten / Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ,sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan pejabat pendaftaran dan pencatat balik nama yaitu Syahbandar
2. Asas specialitet
a. Hak tanggungan ,hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan ata s percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu, harus jelas, terperinci dan detail.
3. Asas tidak dapat dibagi-bagi
a. Asas dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan ,hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun tela h dilakukan pembayaran sebagian (benda yang dijadikan jaminan harus menjadi suatau
kesatuan dalam menjamin hutang). 4. Asas inbezittstelling
a. Yaitu barang jaminan harus berada ditangan penerima jaminan (pemegang jaminan)
5. Asas horizontal
a. Yaitu bangunan dan tanah tidak merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai ,baik tanah negara maupun tanah hak milik.
B. OBJEK, RUANG LINGKUP DAN JENIS JAMINAN
Objek kajian merupakan sasaran di dalam penyelidikan atau pengkajian hukum jaminan. Objek itu di bagi dua macam yaitu:
1. Objek materiil yaitu bahan (materiil)yang dijadikan sasaran dalam penyelidikan nya. Dalam hal ini adalah manuisa.
2. Objek formal yaitu sudut pandang tertentu terhadap objek materiilnya. Adalah bagaimana subjek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan
atau lembaga keuangan nonbank.
Ruang lingkup hukum jaminan meliputi jaminan umum dan khusus. Jaminan khusus terbagi 2: yaitu Jaminan kebendaan dan jaminan perorangan . Jaminan kebendaan terbagi dua yaitu benda bergerak meliputi gadai dan fidusi. jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia khususnya rumah susun, hipotik kapal laut dan pesawat udara. Sedangkan jaminan perorangan meliputiborg, tanggung-menganggung (tangung renteng), dan garansi bank
C. SISTEM DAN ASAS-ASAS HUKUM JAMINAN
1. Sistem Hukum Jaminan
Sistem pengaturan hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu sistem tertutup (closed system) dan sistem terbuka (open system). Sistem hukum jaminan di Indonesia adalah menganut sistem tertutup (closed system) artinya orang tidak dapat mengadakan hak-hak jaminan baru ,selain yang telah ditetapkan dalam undang-undang.
2. Asas-Asas Hukum Jaminan
a. Asas publicitet Bahwa semua hak tanggungan harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di
Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten / Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia ,sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan pejabat pendaftaran dan pencatat balik nama yaitu Syahbandar
b. Asas specialitet Hak tanggungan ,hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu, harus jelas, terperinci dan detail.
c. Asas tidak dapat dibagi-bagi Asas dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan ,hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian (benda yang dijadikan jaminan harus menjadi suatau kesatuan dalam menjamin hutang).
d. Asas inbezittstelling Yaitu barang jaminan harus berada ditangan penerima jaminan (pemegang jaminan)
e. Asas horizontal Yaitu bangunan dan tanah tidak merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai ,baik tanah negara maupun tanah hak milik .Bangunannya milik dari pemberi tanggungan ,tetapi tanahnya milik orang lain,berdasarkan hak pakai dapat dijadikan jaminan,namun dalam praktek perbankan tidak mau menerima prinsip ini,karena akan mengalami
kesulitan jika tejadi wanprestasi.[3]
D. JENIS JAMINAN
Jenis jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dalam pasal 24 UU No. 7 Th. 1992 tentang perbankan ditentukan bahwa; “ Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi ,kepemilikannya diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perk operasian yang berlaku”.
Jaminan dapat dibedakan 2 macam yaitu: 1. Jaminan kebendaan
Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun,selalu mengikuti benda dimana berada dan dapat dialihkan.
Jaminan kebendaan mempunyai cirri-ciri ”kebendaan“ dalam arti mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan dimanapun berada (droit de suite),dan memberikan hak revindikasi.Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5(lima) macam yaitu :
a. Gadai (pand) yang diatur dalam Bab 20 Buku II BW b. Hipotik kapal yang diatur dalam Bab 21 Buku II BW
c. Credietverband yang diatur dalam Stb.1908 no.542 sebagaimana telah diubah dengan Stb. No.1937 no.190
d. Hak tanggungan sebagaimana diatur dalam uu no.4 th.1996 e. Jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam uu no.42 th.1999[4]
2. Jaminan perorangan
Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu,yang hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta
kekayaan debitor pada umumnya. Jaminan perorangan dapat digolongkan menjadi 3 (empat) macam yaitu :
a. Penanggungan (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih b. Tanggung menanggung,yang serupa dengan tanggung renteng
c. Perjanjian garansi
E. KEDUDUKAN HUKUM JAMINAN UTANG PIUTANG BAGI PARA KREDITUR KEPAILITAN
Penentuan golongan kreditur di dalam Kepailitan adalah berdasarkan Pasal 1131 sampai dengan Pasal 1138 Kitab undang Hukum Perdata (KUH Perdata) jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang-Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU KUP”); dan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) (selanjutnya disebut sebagai “UU Kepailitan”).
Berdasarkan peraturan-peraturan di atas, golongan kreditur tersebut melip uti:
1. Kreditur yang kedudukannya di atas Kreditur pemegang hak jaminan kebendaan (contoh utang pajak) dimana dasar hukum mengenai kreditur ini terdapat di dalam Pasal 21 UU KUP jo pasal 1137 KUH Perdata;
2. Kreditur pemegang jaminan kebendaan yang disebut sebagai Kreditur Separatis (dasar hukumnya adalah Pasal 1134 ayat 2 KUH Perdata). Hingga hari ini jaminan kebendaan yang dikenal/diatur di Indonesia adalah:
a. Gadai; b. Fidusia;
c. Hak Tanggungan; dan d. Hipotik Kapal
3. Utang harta pailit. Yang termasuk utang harta pailit antara lain adalah sebagai berikut:
a. Biaya kepailitan dan fee Kurator;
b. Upah buruh, baik untuk waktu sebelum Debitur pailit maupun sesudah Debitur
pailit (Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004);[2] dan
c. Sewa gedung sesudah Debitur pailit dan seterusnya (Pasal 38 ayat (4)
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004);
4. Kreditur preferen khusus, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1139 KUH Perdata, dan Kreditur preferen umum, sebagaimana terdapat di dalam Pasal 1149 KUH Perdata; dan
5. Kreditur konkuren. Kreditur golongan ini adalah semua Kreditur yang tidak masuk Kreditur separatis dan tidak termasuk Kreditur preferen khusus maupun umum (Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata).
Dari lima golongan kreditur yang telah disebutkan di atas, berdasarkan Pasal 1134 ayat 2 jo. Pasal 1137 KUH Perdata dan Pasal 21 UU KUP, Kreditur piutang pajak mempunyai kedudukan di atas Kreditur Separatis. Dalam hal Kreditur Separatis mengeksekusi objek jaminan kebendaannya berdasarkan Pasal 55 ayat 1 UU Kepailitan, maka kedudukan tagihan pajak di atas Kreditur Separatis hilang. Pasal 21 ayat 3 Undang-Undang No. 28 Tahun 2008, menentukan :
“Hak mendahului untuk pajak melebihi segala hak mendahului lainnya kecuali terhadap :
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak.
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud, dan atau c. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu
warisan.”
Bagaimana dengan kedudukan tagihan buruh? Tidak demikian halnya untuk piutang para buruh karena upah buruh tidak termasuk hak dari kas Negara. Meskipun Pasal 95 ayat 4
UU Kepailitan menentukan bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau likuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya. Dan, penjelasannya menyebutkan yang dimaksud didahulukan pembayarannya adalah upah pekerja/buruh harus dibayar lebih dahulu daripada utang-utang lainnya. Kedudukan tagihan upah buruh tetap tidak dapat lebih tinggi dari kedudukan piutang Kreditur Separatis karena upah buruh bukan utang kas Negara.
Pasal 1134 ayat 2 jo. pasal 1137 KUH Perdata justru merupakan rambu-rambu agar tidak setiap undang dapat menentukan bahwa utang yang diatur dalam undang-undang tersebut mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari tagihan Kreditur Separatis maupun tagihan Pajak.
Dalam Pasal 39 ayat (2) UU Kepailitan telah ditentukan bahwa upah buruh untuk waktu sebelum dan sesudah pailit termasuk utang harta pailit artinya pembayarannya didahulukan dari Kreditur Preferen Khusus dan Preferen Umum yang diatur dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata.
Lalu, bagaimana dengan objek jaminan kebendaan yang termasuk harta pailit? Kreditur pemegang jaminan kebendaan/separatis bukan pemilik objek jaminan kebendaan, objek jaminan tetap milik Debitur pailit, jadi termasuk harta pailit hanya objek jaminan kebendaan tidak terkena sita umum. Kreditur pemegang jaminan kebendaan hanya mempunyai hak untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan/eksekusi objek jaminan kebendaan lebih dahulu dari Kreditur lain. Apabila setelah Kreditur pemegang jaminan kebendaan tersebut melunasi piutangnya, dari hasil eksekusi/penjualan objek jaminan tersebut masih ada sisa uang, maka Kreditur tersebut harus mengembalikan sisa uang tersebut kepada boedel pailit melalui Kurator. Sedangkan apabila
hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutangnya, maka sisa piutang yang tidak terbayar tersebut dapat diajukan/didaftarkan kepada Kurator untuk diverifikasi sebagai tagihan/piutang konkuren.”
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN
Kreditur pemegang jaminan kebendaan/separatis bukan pemilik objek jaminan kebendaan, objek jaminan tetap milik Debitur pailit, jadi termasuk harta pailit hanya objek jaminan kebendaan tidak terkena sita umum. Kreditur pemegang jaminan kebendaan hanya mempunyai hak untuk mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan/eksekusi objek jaminan kebendaan lebih dahulu dari Kreditur lain. Apabila setelah Kreditur pemegang jaminan kebendaan tersebut melunasi piutangnya, dari hasil eksekusi/penjualan objek jaminan tersebut masih ada sisa uang, maka Kreditur tersebut harus mengembalikan sisa uang tersebut kepada boedel pailit melalui Kurator. Sedangkan apabila hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutangnya, maka sisa piutang yang tidak terbayar tersebut dapat diajukan/didaftarkan kepada Kurator untuk diverifikasi sebagai tagihan/piutang konkuren.”
B. SARAN
Kami mungkin belum sempurna untuk membuat makalah ini, maka dari itu kami butuh saran atau kritik dari saudara bapak/ibu yang membangun guna memperbaiki makalah