• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman Pra-Hindu kehidupan orang-orang di Bali dipengaruhi oleh keadaan alam sekitarnya. Ritme alam mempengaruhi ritme kehidupan mereka. Tari-tarian meraka menirukan gerak-gerak alam sekitarnya seperti alunan ombak, pohon ditiup angin, gerak-gerak binatang dan lain sebagainya. Bentuk-bentuk gerak semacam ini sampai sekarang masih terpelihara dalam Tari Bali. Dalam zaman ini orang tidak saja bergantung kepada alam, tetapi mereka juga mengabdikan kehidupannya kepada kehidupan sepiritual. Kepercayaan mereka kepada Animisme dan Totemisme menyebabkan tari-tarian mereka bersifat penuh pengabdian, berunsurkan Trance (kerawuhan), dalam penyajian dan berfungsi sebagai penolak bala. Salah satu dari beberapa bentuk tari bali yang bersumber pada kebudayaan Pra-Hindu ialah sang hyang. Oleh karena itu, penulis ingin menjelaskan bahwa Tari Bali akan selalu di kenang sepanjang masa sehingga tarian bali tetap dilestarikan sebagai budaya dunia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah Tari Puspanjali ? 2. Apakah fungsi Tari Puspanjali ?

3. Apa saja Tata Rias dan Busana Tari Puspanjali ? 4. Apakah Nilai yang terkandung dari Tari Puspanjali

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah Tari Puspanjali. 2. Untuk mengetahui fungsi Tari Puspanjali.

3. Untuk mengetahui tata rias dan busana Tari Puspanjali. 4. Untuk mengetahui nilai yang terkandung dari Tari Puspanjali.

(2)

2 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tari Bali

Sejarah dimulai dari masyarakat feudal kemudian berlanjut ke masyarakat modern hingga sekarang. Pada masyarakat feodal perkembangan Tari Bali ditandai oleh elemen kebudayaan hindu. Pengaruh hindu dibali berjalan sangat pelan-pelan. Dimulai pada abad VII yaitu pada pemerintahan raja ugra sena di Bali. Kebudayaan bali yang berdasarkan atas penyembahan leluhur ( animisme dan totemisme) bercampur dengan Hinduisme dan budhisme yang akhirnya menjadi kebudayaan hindu seperti yang kita lihat sekarang catatan tertua yang menyebutkan tentang berjenis-jenis seni tari ditemui di jawa tengah yaitu batu bertulis jaha yang berangka tahun 840 Masehi. Pada zaman Feodal tari berkembang di istana, berkembang juga dalam masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kepentingan agama yang tidak pernah absen dari tari dan musik. Di dalam masyarakat modern yang dimulai sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, patromisasi dari kerajaan-kerajaan di zaman Feodal mulai berkurang. Pada masa ini banyak diciptakan kreasi-kreasi baru, walaupun kreasi baru itu masih berlandaskan kepada nilai tradisional; yaitu hanya perubahan komposisi dan interpretasi lagu kedalam gerak. Tari puspanjali adalah sebuah tari sambutan, yg melukiskan para wanita menyambut dengan rasa hormat bagi para tamu yg datang, juga sebagai tari hiburan yg indah dengan estetika seni tinggi Tarian ini menggambarkan beberapa wanita yg menyongsong beberapa tamu dng penuh rasa hormat. Tari Puspanjali kerap ditampilkan pada acara-acara resmi utk menyongsong tamu-tamu mutlak. Puspanjali di ambil dari kata "puspa" yg artinya "bunga", serta 'Anjali' yg artinya 'Menghormat' adalah sesuatu tarian penyambutan yg ditarikan oleh sekelompok penari putri ( umumnya pada 5-7 orang).

Menampilkan gerak-gerak lembut lemah gemulai yg digabungkan dng gerak-gerak ritmis yg dinamis, tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara rejang, serta melukiskan sebanyak wanita yg dng penuh rasa hormat menyambut kehadiran beberapa tamu yg datang ke pulau mereka. Salah satu persembahan para seniman lokal yang berkreasi dengan berbagai

(3)

3

imajinatifnya menghasilkan sebuah tari tradisional yang memiliki citarasa seni tinggi dengan sebuah persembahan dengan nama Tari Puspanjali. Tarian yang biasanya ditarikan oleh anak perempuan ini menampilkan seni gerak tubuh dan tangan yang dinamis dan lemah gemulai. Innspirasi gerakan ini diambil dari gerakan tarian rejang yang biasanya ditarikan pada saat upacara agama di pura. Tari puspajali ini ditarikan secara berkelompok antara 5-7 orang.

Tari Puspanjali diciptakan di tahun 1989 oleh N.L.N. Swasthi Wijaya Bandem dan dengan penata tabuh I Nyoman Windha, gerakan yang lembut, ritmis memang khas dan feminim sekali, gerakan-gerakan penari mudah dicerna, dan indah, sehingga para penari sepertinya wajib untuk bisa menarikan tarian ini, tarian ini merupakan sebuah tari sambutan, yang melukiskan para wanita menyambut dengan rasa hormat bagi para tamu yang datang, pada perkembangannya, sering ditampilkan pada acara-acara resmi menyambut tamu penting, dan sebagai tari hiburan yang indah dengan estetika seni tinggi.

2.2 Fungsi Tari Puspanjali

Puspanjali (puspa= bunga, anjali= menghormat) merupakan sebuah tarian penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok penari putri (biasanya antara 5-7 orang ). Menampilkan gerak-gerak lembut lemah gemulai yang dipadukan dengan gerak-gerak ritmis yang dinamis, tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara Rejang, dan menggambarkan sejumlah wanita yang dengan penuh rasa hormat menyongsong kedatangan para tamu yang datang ke pulau mereka.

2.3 Tata Rias dan Busana Tari Puspanjali

Tata Rias dan Tata Busana dua serangkai yang tidak dapat dipisahkan untuk penyajian suatu garapan tari. Seorang penata tari perlu memikirkan dengan cermat dan teliti tata rias dan tata busana yang tepat guna memperjelas dan sesuai dengan tema yang disajikan dan akan dinikmati oleh penonton. Untuk itu memilih desain pakaian dan warna membutuhkan pemikiran dan pertimbangan yang matang karena kostum berfungsi untuk memperjelas pemeranan pada tema cerita.

(4)

4 a. Tata Rias

Tata rias merupakan cara atau usaha seseorang untuk mempercantik diri khususnya pada bagian muka atau wajah, menghias diri dalam pergaulan. Tata rias pada seni pertunjukan diperlukan untuk menggambarkan/menentukan watak di atas pentas. Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan kosmetika untuk mewujudkan wajah peranan dengan memberikan dandanan atau perubahan pada para pemain di atas panggung/pentas dengan suasana yang sesuai dan wajar (Harymawan, 1993: 134). Sebagai penggambaran watak di atas pentas selain acting yang dilakukan oleh pemain diperlukan adanya tata rias sebagai usaha menyusun hiasan terhadap suatu objek yang akan dipertunjukan.

Tata rias merupakan aspek dekorasi, mempunyai berbagai macam kekhususan yang masing-masing memiliki keistimewaan dan ciri tersendiri. Dari fungsinya rias dibedakan menjadi delapan macam rias yaitu:

1). Rias aksen, memberikan tekanan pada pemain yang sudah mendekati peranan yang akan dimainkannya. Misalnya pemain orang Jawa memerankan sebagai orang Jawa hanya dibutuhkan aksen atau memperjelas garis-garis pada wajah. 2). Rias jenis, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan perubahan

wajah pemain berjenis kelamin laki-laki memerankan menjadi perempuan, demikian sebaliknya.

3). Rias bangsa, merupakan riasan yang diperlukan untuk memberikan aksen dan riasan pada pemain yang memerankan bangsa lain. Misalnya pemain bangsa Indonesia memerankan peran bangsa Belanda.

4). Rias usia, merupakan riasan yang mengubah seorang muda (remaja/pemuda/pemudi) menjadi orang tua usia tujuh puluhan (kakek/nenek). 5). Rias tokoh, diperlukan untuk memberikan penjelasan pada tokoh yang diperankan. Misalnya memerankan tokoh Rama, Rahwana, Shinta, Trijata, Srikandi, Sembadra, tokoh seorang anak sholeh, tokoh anak nakal.

6). Rias watak, merupakan rias yang difungsikan sebagai penjelas watak yang diperankan pemain. Misalnya memerankan watak putri luruh (lembut), putri branyak (lincah), putra alus, putra gagah.

(5)

5

7). Rias temporal, riasan berdasarkan waktu ketika pemain melakukan peranannya. Misalnya pemain sedang memainkan waktu bangun tidur, waktu dalam pesta, kedua contoh tersebut dibutuhkan riasan yang berbeda.

8). Rias lokal, merupakan rias yang dibutuhkna untuk memperjelas keberadaan tempat pemain. Misalnya rias seorang narapidana di penjara akan berbeda dengan rias sesudah lepas dari penjara.

Untuk dapat menerapkan riasan yang sesuai dengan peranan, diperlukan pengetahuan tentang berbagai sifat bangsa-bangsa, tipe dan watak bangsa tersebut. Selain itu diperlukan pula pemahaman tentang pengetahuan anatomi manusia dari berbagai usia, watak dan karakter manusia, serta untuk seni pertunjukan tari dibutuhkan pengetahuan tentang karakter dan tokoh pewayangan.

b. Tata Busana

Busana (pakaian) tari merupakan segala sandang dan perlengkapan (accessories) yang dikenakan penari di atas panggung.

Tata pakaian terdiri dari beberapa bagian

1) Pakaian dasar, sebagai dasar sebelum mengenakan pakaian pokoknya. Misalnya, setagen, korset, rok dalam, straples

2) Pakaian kaki, pakaian yang dikenakan pada bagian kaki. Misalnya binggel, gongseng, kaos kaki, sepatu.

3) Pakaian tubuh, pakaian pokok yang dikenakan pemain pada bagian tubuh mulai dari dada sampai pinggul. Misalnya kain, rok, kemeja, mekak, rompi, kace, rapek, ampok-ampok, simbar dada, selendang, dan seterusnya.

4) Pakaian kepala, pakaian yang dikenakan pada bagian kepala. Misalnya berbagai macam jenis tata rambut (hairdo) dan riasan bentuk rambut (gelung tekuk, gelung konde, gelung keong, gelung bokor, dan sejenisnya).

5) Perlengkapan/accessories, adalah perlengkapan yang melengkapi ke empat pakaian tersebut di atas untuk memberikan efek dekoratif, pada karakter yang dibawakan. Misalnya perhiasan gelang, kalung, ikat pinggang, kamus timang/slepe ceplok, deker (gelang tangan), kaos tangan, bara samir, dan sejenisnya.

(6)

6

Perlengkapan atau alat yang dimainkan pemeran di atas pentas disebut dengan istilah property. Misalnya, selendang, kipas, tongkat, payung, kain, tombak, keris, dompet, topi, dan semacamnya.

Tata rias dan busana ini berkaitan erat dengan warna, karena warna di alam seni pertunjukan berkaitan dengan karakter seorang tokoh yang dipersonifikasikan kedalam warna busana yang dikenakan beserta riasan warna make up oleh tokoh bersangkutan oleh karenanya warna dikatakan sebagai simbol. Dalam pembuatan busana penari, warna dapat juga digunakan hanya untuk mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan keindahannya saja dalam memadukan antara yang satu dengan lainnya. Dalam pembuatan kostum, warna menjadi syarat utama karena begitu dilihat warnalah yang membawa kenikmatan utama. Di dalam buku Dwimatra (2004: 28 – 29) warna dibedakan menjadi lima yaitu, warna primer, sekunder, intermediet, tersier, dan kuarter. a). Warna primer yaitu disebut juga warna pokok/warna utama, yang terdiri dari

warna merah, kuning, dan biru.. Warna merah adalah simbol keberanian, agresif/aktif. Pada dramatari tradisional warna tersebut biasanya dipakai oleh raja yang sombong, agresif/aktif. Misalnya: Duryanada, Rahwana, Srikandi. Warna biru mempunyai kesan ketentraman dan memiliki arti simbolis kesetiaan. Pada drama tradisional warna tresebut dipakai oleh seorang satria atau putri yang setia kepada Negara dan penuh pengabdian. Misalnya; Dewi Sinta, Drupadi. Warna kuning mempunyai kesan kegembiraan.

b). Warna sekunder adalah warna campuran yaitu hijau, ungu, dan orange.

c). Warna intermediet adalah warna campuran antara warna primer dengan warna dihadapannya. Misalnya warna merah dicampur dengan hijau, biru dengan orange, kuning dengan violet.

d). Warna tersier adalah campuran antara warna primer dengan warna sekunder yaitu warna merah dicampu orange, kuning dengan orange, kuning dengan hijau, hijau dengan biru, biru dengan violet, violet dengan merah.

e). Warna kuarter yaitu percampuran antara warna primer dengan warna tersier, dan warna sekunder dengan tersier yang melahirkan 12 warna campuran baru..

(7)

7

f). Warna netral yaitu hitam dan putih. Warna hitam memberikan kesan kematangan dan kebijaksanaan. Pada drama tradisional biasa dipakai oleh satria, raja, dan putri yang yang bijaksana. Misalnya Kresna, Puntadewa, Kunti. Sedangkan warna putih memberikan kesan muda, memiliki arti simbolis kesucian. Di dalam drama tradisional warna tersebut dipakai oleh pendeta yang dianggap suci.

Warna-warna tersebut di atas dapat digolongkan menjadi dua bagian sesuai dengan demensi, intensitas, terutama bila dikaitkan dengan emosi seseorang yang disebut dengan warna panas dan warna dingin. Warna panas yaitu merah, kuning, dan orange. Warna dingin terdiri atas hijau, biru, ungu, dan violet. Dalam pembuatan pakaian tari warna dan motif kain menjadi perhatian dan bahan pertimbangan, karena berhubungan erat dengan peran, watak, dan karakter para tokohnya.

Warna sebagai lambang dan pengaruhnya terhadap karakter dari tokoh (pemain). Penggunaan warna dalam sebuah garapan tari dihubungkan dengan fungsinya sebagi simbol, di samping warna mempunyai efek emosional yang kuat terhadap setiap orang.

Warna biru memberi kesan perasaan tak berdaya (tidak merangsang), terkesan dingin. Warna hijau memberi kesan dingin. Warna kuning dan orange memberi kesan perasaan riang, menarik perhatian. Warna merah memberi kesan merangsang, memberi dorongan untuk berpikir (dinamis). Warna merah Jambu mengandung kekkutan cinta. Warna Ungu memberi kesan ketenangan.

2.4 Nilai Yang Terkandung Tari Puspanjali

Puspanjali berasal dari kata Puspa = bunga dan Anjali = menghormat , merupakan sebuah tarian penyambutan yang ditarikan oleh sekelompok penari putri (biasanya antara 5 – 7 orang) menampilkan gerak-gerik lembut, lemah gemulai yang dipadukan dengan gerak-gerak ritmis yang dinamis. Tarian ini banyak mengambil inspirasi dari tarian-tarian upacara rejang, dan menggambarkan sejumlah wanita yang dengan penuh rasa hormat menyongsong kedatangan para tamu yang dating ke pulau mereka.

(8)

8 BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Tari Bali khususnya tari Puspanjali merupakan budaya peninggalan agama hindu yang tetap dilestarikan, kita sebagai generasi penerus harus menjaga tari-tari yang ada di Bali agar tidak di klaim oleh Negara tetangga sehingga budaya yang kita miliki tetap asri. Selain itu kita harus menjaga dan meningkatkan mutu tarian dengan memperhatikan struktur dan guna tarian tersbut, sehingga tari Bali tetap lestari.

3.2 Saran-Saran

1. Dengan telah dibuatnya paper kesenian khususnya mengenai tari Bali yaitu tari Puspanjali, semoga dapat bermanfaat bagi kami selaku penyusun dan para pembaca umumnya.

2. Disamping itu dengan adanya paper ini semoga para pembaca dapat mengembangkan sekaligus melestarikan kesenian tradisional dan tentunya dapat menyusun paper yang lebih baik dari paper yang kami buat.

3. Kebudayaan berharga yang patut kita jaga dan kita lestarikan sebagai aset dan kekayaan budaya bangsa Indonesia. Selain untuk menjaga identitas bangsa, jgn sampai pula kebudayaan negara kita di klaim oleh negara tetangga maupun Negara-negara lain. Oleh sebab itu, ada baiknya kita menghargai warisan budaya bangsa ini sebaik-baiknya. Dan dapat menanamkan rasa cinta terhadap kesenian tradisional Bangsa Indonesia, mempererat tali persatuan dan kesatuan.

(9)

9

DAFTAR PUSTAKA

http://purnamiap.blogspot.co.id/2013/09/makalah-tari-bali.html http://www.senitari.com/2015/10/sinopsis-tari-puspanjali.html

(10)

10

(11)

Gambar

FOTO  TARI PUSPANJALI

Referensi

Dokumen terkait

Sebelumnya dikatakan bahwa Kecamatan Reok lolos untuk menjadi Pusat Kegiatan Lokal dikarenakan memiliki pelabuhan kelas III dan jalan areteri yang mendukung

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Implementasi Pencarian Industri Pabrik Di Kemcamatan Caringin Dan Cibinong Berbasis

Lokasi tersebut dipilih secara purposif dengan alasan (a) ja- lan lintas Papua merupakan jalan yang mengikuti garis perbatasan antara Indonesia dan Papua New Guinea

Oleh karena itu, maka komunikasi penyuluhan yang dilakukan baik dari segi teknik, bahasa, dan sarana yang digunakan harus disesuaikan dengan daya nalar masyarakat yang dilihat

Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Puguh Harianto sebagai Ketua Pelaksana yaitu tugas dari dua divisi ini hampir sama dan sesuai dengan keputusan dari DPM agar

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan mengukur apa yang perlu diukur. Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi akan mempunyai tingkat kesalahan

Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Islam "Ibnu Sina" Yarsi Sumbar Bukittinggi menunjukkan bahwa 54,7% perawat memiliki kecendrungan turnover, dari

value Teks default yang akan dimunculkan jika user hendak mengisi input maxlength Panjang teks maksimum yang dapat dimasukkan. emptyok Bernilai true jika user dapat tidak