• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH KONSERVASI RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus PADA KAWASAN TAMBAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALAH KONSERVASI RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus PADA KAWASAN TAMBAK"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

KONSERVASI RUMPUT LAUT Gracilaria verrucosa (Hudson)

Papenfus PADA KAWASAN TAMBAK

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Individu Matakuliah Biokonservasi

Disusun Oleh:

Muhammad Ghozy Nailan Naja

24020112140115

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Biokonservasi yang berjudul “Konservasi Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus pada Kawasan Tambak ”.

Penyusunan makalah ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Biokonservasi di Universitas Diponegoro, Semarang. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Dr. Mochammad Hadi, M.Si, Dr. Sri Utami, MS, dan Dr. Fuad Muhammad, M.Si selaku dosen pengampu pada mata kuliah Biokonservasi yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungandalam proses penyusunan makalah yang berjudul “Konservasi Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus pada Kawasan Tambak ”.

Demikian makalah ini penulis susun, semoga dapat memberikan manfaat kepada para pembaca dan bisa dijadikan referensi.

Semarang, 17 Januari 2017

(3)

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan ... 2 1.4 Manfaat ... 2 BAB II PEMBAHASAN ... 3

2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa ... 3

2.2 Faktor-faktor dalam Budidaya Rumput Laut ... 5

2.3 Metode Penanaman Rumput Laut ... 8

2.4 Panen ... 10

2.4 Manfaat Rumput Laut ... 12

BAB IV PENUTUP ... 14

4.1 Kesimpulan ... 14

4.2 Saran ... 14

(4)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Morfologi Gracilaria verrucosa ... 4 Gambar 2.2 Desain Metode Rawai Panjang ... 9 Gambar 2.3 Desain Metode Sebaran... 10

(5)

v

DAFTAR TABEL

(6)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumput laut merupakan salah satu sumber daya laut di bidang perikanan. Rumput laut banyak dikembangkan di pesisir pantai Indonesia. Indonesia mempunyai panjang garis pantai Indonesia sepanjang 81.000 Km. Peluang budidaya rumput laut sangat besar. Rumput laut yang telah dimanfaatkan adalah jenis ganggang merah (Rhodophyceae) karena mengandung agar-agar, karaginan, porpiran, furcelaran dan pigmen fikoeritrin dan fikosianin. Rumput laut mengandung banyak karbohidrat (Alamsjah dkk., 2010). Jenis karbohidrat rumput laut salah satunya berupa serat. Serat rumput laut terdiri atas serat larut dalam air dan serat tak larut dalam air. Serat yang ada pada bahan pangan seperti umbi-umbian termasuk jenis serat yang tak larut dalam air. Serat yang larut dalam air memperlancar pencernaan karena dapat difermentasi oleh bakteri kolon (Dwiyitno, 2011).

Budidaya Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfuss saat ini belum mencukupi tingginya permintaan pasar terutama dalam industri agar-agar. Hal itu disebabkan rendahnya produksi G. verrucosa. Permintaan pasar dunia ke Indonesia yang setiap tahunnya mencapai rata-rata 21,8%. Pemenuhan permintaan hanya berkisar 13,1%. (Abdan dkk, 2013). Menurut Putra dkk (2011) usaha budidaya rumput laut G. verrucosa sering mengalami kegagalan dikarenakan kurangnya perhatian terhadap beberapa faktor dalam budidaya rumput laut diantaranya : lokasi budidaya, manajemen, bibit, musim, letak dan khususnya metode penanaman yang dipilih.

Metode penanaman yang dipilih dalam budidaya G. verrucosa mempertimbangkan kesesuaian lokasi budidaya. G. verrucosa lebih cocok ditanam pada perairan yang memiliki arus tenang, contoh tambak. Metode yang sering digunakan di tambak adalah metode rawai panjang dan sebaran (Mulyaningrum dkk., 2015). Metode rawai panjang dilakukan dengan mengikat rumput laut pada tali tambang dengan jarak 25 cm dan panjang tali tambang mencapai 50-75 m yang direntangkan pada tiang bambu. Kemudian kedua ujung tiang diikatkan pada jangkar,

(7)

2

batu karang, atau batu pemberat. Letak ikatan rumput laut berada 15 cm di bawah permukaan perairan. Keuntungan metode ini fleksibel dalam pemilihan lokasi, penyerapan cahaya matahari lebih optimal. Kelemahan dari metode ini biaya yang dikeluarkan cukup banyak di bandingkan metode sebaran (Poncomulyo dkk, 2008). Metode sebaran merupakan metode budidaya yang dilakukan dengan menyebar ikatan bibit rumput laut ke dasar perairan. Keuntungan dari metode ini adalah persiapan material sangat murah dan penanaman mudah dan efisien waktu, sedangkan kelemahan metode ini adalah bibit dimakan hewan predator dan bibit tertutupi oleh lumpur (Aslan,1995).

Oleh karena itu, akan bermanfaatnya rumput laut G. verrucosa dibuatlah makalah mengenai “Konservasi Rumput Laut Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfus pada Kawasan Tambak”. Makalah ini akan menjelaskan dan menyampaikan mengenai pelestarian dengan cara budidaya rumput laut G. verrucosa pada kawasan tambak.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimanakah karakteristik rumput laut G. verrucosa ? 1.2.2 Apa sajakah faktor-faktor dalam budidaya rumput laut ? 1.2.3 Apasajakah metode penanaman rumput laut ?

1.2.4 Bagaimanakah cara panen rumput laut ? 1.2.5 Apakah manfaat dari rumput laut ?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui karakteristik rumput laut G. verrucosa 1.3.2 Mengetahui factor-faktor dalam budidaya rumput laut 1.3.3 Mengetahui macam-macam metode penanaman rumput laut 1.3.4 Mengetahui cara panen rumput laut

1.3.5 Mengetahui manfaat rumput laut

1.4 Manfaat

1.4.1 Memberikan informasi pada masyarakat akan potensi rumput laut

1.4.2 Memberikan informasi pada masyarakat tentang bermanfaatnya rumput laut

(8)

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Gracilaria verrucosa

Gracilaria merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyta) dengan anggota kurang lebih 100 jenis, antara lain Gracilaria gigas Harv. dan Gracilaria verrucosa Huds. Rumput laut G. gigas dan G. verrucosa merupakan jenis rumput laut penghasil agar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan (Rasyid 2004). Klasifikasi Gracilaria menurut Anggadiredja et al. (2006) adalah sebagai berikut: Divisio : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae Bangsa : Gigartinelas Suku : Gracilariaceae Marga : Gracilaria

Jenis : Gracilaria verrucosa

G. verrucosa mempunyai talus berbentuk silindris, permukaan licin, berwarna kuning coklat atau kuning kehijauan. Percabangan memusat ke pangkal, berulang-ulang, berselang-seling tidak beraturan. Cabang-cabang lateral memanjang menyerupai rambut dengan ukuran panjang sekitar 25 cm dan diameter talus sekitar 0,2 – 1,5 mm dan jarak antar cabang talus relatif berdekatan sekitar 3 – 15 mm (Atmadja 1996).

G. verrucosa dapat tumbuh di berbagai kedalaman, namun pada umumnya pertumbuhan jenis ini lebih baik di tempat dangkal. Disamping itu, sebagian besar Gracilaria lebih menyukai intensitas cahaya tinggi (Soegiarto et al. 1978). Gracilaria dapat hidup pada perairan tenang atau di tempat tergenang (kolam atau tambak), bersubstrat dasar lumpur dan mempunyai toleransi tinggi terhadap kisaran salinitas. Keistimewaan rumput laut G. verrucosa dapat dibudidayakan di tambak (Ahda et al. 2005).

G. verrucosa hidup di daerah litoral dan sublitoral, sampai pada batas kedalaman yang masih dapat ditembus cahaya matahari. Beberapa jenis juga dapat

(9)

4

hidup di perairan keruh, dekat muara sungai. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada perairan estuarin dengan kedalaman antara 1-5 m pada saat pasang tinggi dan ditemukan juga pada dataran terumbu karang (Bold dan Wynne 1978).

Morfologi Gracilaria verrucosa dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Gracilaria verrucosa (http://www.niobioinformatics.in/seaweeds)

Menurut Sjafrie (1998) perkembangbiakan G. verrucosa terjadi 3 fase, yaitu gametofit, karposporofit dan tetrasporofit. Gametofit jantan dan gametofit berina merupakan hasil germinasi dari tetraspora. Gametofit jantan secara morfologis mempunyai warna lebih pucat dan thallus lebih panjang dari gametofit betina. Gametofit jantan akan menghasilkan spermatia dan gametofit betina menghasilkan karpogonia. Karpogonia terdiri 3 sel yaitu karpogonium, sel hipogenous dan sel basal. Karpogonium membentuk trichogyne yang berfungsi untuk menarik spermatia. Fase karposporofit diawali dari pembuahan karpogonium oleh spermatia. Karpogonium akan terus mengalami perkembangan membentuk bintil-bintil dipermukaan thallus yang di sebut sistocarp. Sistocarp yang sudah matang akan mengeluarkan karpospora. Fase tetrasporofit diawali dari keluarnya karpospora ke lingkungan. Karpospora akan bergerminasi menjadi tetrasporofit. Tetrasporofit akan menghasilkan tetraspora.

(10)

5

2.2 Faktor-Faktor dalam Budidaya Rumput Laut

Faktor-faktor dalam budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan budidaya, penyediaan bibit yang baik dan cara pembibitan, metode budidaya dan perawatan, panen, penyimpanan, dan pemetaan. Bibit rumput laut yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat pertumbuhan. Hal-hal dalam memilih bibit yang baik adalah fisik yang segar, talus kecil dan agak keras, bercabang banyak, rimbun dan berujung runcing, bibit berwarna cerah dan harus seragam (DKP 2008).

(a) Suhu

Suhu merupakan faktor penting untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput laut. Suhu mempunyai pengaruh terhadap kecepatan fotosintesis sampai suatu titik tertentu. Kecepatan fotosintesis akan meningkat dengan peningkatan temperatur (Fiter dan Hay 1992). Kemampuan adaptasi alga (Gracilaria) sangatlah bervariasi tergantung pada lingkungan dimana tumbuhan tersebut hidup. Chen dan Shang (1976) dalam Sjafrie (1990) menyatakan bahwa temperature optimum untuk budidaya Gracilaria adalah 20-25 oC, sedangkan menurut Kadi dan Atmadja (1988) suhu air untuk budidaya Gracilaria di Indonesia berkisar antara 20-28 oC.

(b) Salinitas dan pH

Salinitas merupakan faktor lingkungan penting bagi kehidupan organisme perairan. Setiap organisme memiliki toleransi berbeda terhadap kisaran salinitas. Chen dan Shang (1976) dalam Sjafrie (1990) menyatakan bahwa kisaran salinitas yang baik untuk budidaya Gracilaria adalah 15–20 o/oo,. Kadi dan Atmadja (1988) menyatakan bahwa kisaran nilai pH yang baik untuk usaha budidaya Gracilaria sp. di Indonesia adalah antara 8-8,5.

Menurut Trono dan Gavino (1990), Gracilaria sp. merupakan spesies euryhaline dan dapat tumbuh pada perairan payau dengan kisaran salinitas luas. Salinitas optimum berkisar antara 15 sampai 24 ppt. Peningkatan salinitas dapat terjadi selama musim panas dengan nilai hingga 35 dan menurun sampai 8 ppt selama musim hujan.

(11)

6 (c) Unsur hara

Unsur hara atau nutrien merupakan suatu elemen berfungsi dalam kehidupan organisme. Unsur hara perairan mempengaruhi proses reproduksi, perkembangan, morfologi dan distribusi rumput laut. Unsur hara perairan berasal dari perairan itu sendiri, antara lain akibat dekomposisi sisa pakan, zat hara yang masuk ke perairan melalui aliran air permukaan tanah (run off), arus, erosi tanah, dan limbah sekitar (Watson 1978). Zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembangbiak adalah nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3) dan fosfor dalam bentuk fosfat (PO4) (Nybakken 1988).

Fosfor (P) merupakan unsur penting bagi semua aspek kehidupan terutama berfungsi dalam transformasi energi metabolik. Fosfor tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Kandungan fosfor dalam sel alga mempengaruhi laju serapan fosfat, yaitu berkurang sejalan dengan meningkatnya kandungan fosfat dalam sel. Beberapa jenis alga mampu menyerap fosfat melebihi kebutuhannya dan mampu menyerap fosfat pada konsentrasi sangat rendah (Kuhl 1974). Senyawa fosfat merupakan penyusun fosfolipida penting sebagai penyusun membran dan terdapat dalam jumlah besar. Energi yang dibebaskan dari hidrolisis pirofosfat dan berbagai ikatan fosfat organik digunakan untuk mengendalikan berbagai reaksi kimia (Noogle 1986 dalam Patadjal 1993).

Nitrogen adalah salah satu unsur utama penyusun sel organisme yaitu dalam proses pembentukan protoplasma. Nitrogen seringkali berada dalam jumlah terbatas di perairan, terutama di daerah beriklim tropis. Kekurangan nitrogen dalam perairan dapat menghambat pertumbuhan tanaman akuatik, walaupun unsur hara lain berada dalam jumlah melimpah (Hunter 1990 dalam Patadjal 1993).

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organisme dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentuk protein. Di perairan nitrogen ditemukan dalam bentuk amonia, nitrit dan nitrat serta beberapa senyawa nitrogen organik lain (Wardoyo 1981). Nitrat adalah nitrogen utama di perairan alami dan merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan alga (Effendi 2000).

(12)

7

Pada tumbuhan tingkat rendah (rumput laut) penyerapan air dan zat hara yang terlarut di dalamnya dilakukan melalui seluruh bagian tubuh dengan cara difusi. Telah diketahui bahwa isi sel hidup adalah protoplasma yang merupakan satu larutan. Tubuh tumbuhan dibangun oleh sel-sel tumbuhan yang setiap selnya memiliki dinding sel dari selulosa. Dinding tersebut umumnya bersifat permeabel sehingga dapat dilewati air dan zat-zat telarut di dalamnya. Dinding sel alga terdiri dari selulose dan agar atau karagen (Lobban dan Harrison 1994).

Ketersediaan unsur hara ke tanaman, dapat juga terjadi karena melalui mekanisme perbedaan konsentrasi. Konsentrasi unsur hara pada tanaman lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi hara pada lingkungan. Peristiwa pergerakan unsur hara terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi unsur hara tersebut dikenal dengan mekanisme penyediaan hara secara difusi. Proses difusi ini dapat berlangsung karena konsentrasi beberapa ion dalam sitosol dipertahankan tetap rendah, karena begitu ion-ion tersebut masuk kedalam sitosol akan segera dikonversi kebentuk lain, misalnya NO3ˉ segera direduksi menjadi NH4ˉ, selanjutnya digunakan dalam sintesis asam amino dan protein. H2PO4ˉ dikonversi menjadi gula fosfat, nukleotida, RNA, atau DNA. Dengan demikian, konsentrasi ketiga anion ini di dalam sitosol cenderung tetap rendah dan menyebabkan proses difusi dapat berlangsung (Lobban dan Harrison 1994). (d) Kecerahan dan kedalaman

Kecerahan perairan sangat menentukan jumlah intensitas sinar matahari masuk ke suatu perairan. Kemampuan daya tembus sinar matahari ke perairan sangat ditentukan oleh kekeruhan perairan, kandungan bahan-bahan organik tersuspensi, kepadatan plankton, jasad renik dan detritus (Anggadiredja et al. 2006).

Air keruh dapat menghalangi cahaya matahari ke dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Disamping itu, kotoran dapat menutupi permukaan talus dan menyebabkan talus busuk dan patah. Secara keseluruhan kondisi ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan rumput laut (Ahda et al. 2005).

Cahaya matahari merupakan sumber energi dalam proses fotosintresis. Gracilaria sebagai tumbuhan berklorofil, maka fotosintesis merupakan proses utama penentu laju pertumbuhan. Hal ini dikarenakan fotosintesis merupakan proses

(13)

8

pengubahan zat anorganik menjadi zat organik dengan bantuan sinar matahari, kemudian digunakan untuk tumbuh dan berkembang secara normal (Rifai 2002).

2.3 Metode Penanaman Rumput Laut

Metode penanaman berkaitan dengan penerimaan sinar matahari yang merupakan faktor utama untuk kehidupan rumput laut. Rumput laut tidak tumbuh pada kedalaman yang tidak terjangkau sinar matahari. Bobot bibit yang digunakan dalam budidaya rumput laut berkaitan dengan ruang tumbuh dan persaingan antar talus dalam mendapatkan nutrisi. Nutrisi dalam proses kehidupan diperoleh dari media air laut yang diserap secara difusi oleh talus. Lama penanaman rumput laut berkaitan dengan penyimpanan hasil fotosintesis (Permata, 2010). Hal ini didukung dengan pernyataan DKP (2003), bahwa dari hasil fotosintesis rumput laut menghasilkan beberapa zat penting dan mempunyai nilai ekonomis. Rumput laut merah (Rhodophyceae) menghasilkan floridin starch, mannoglycerate dan floridosida. Lebih spesifik lagi dikenal dengan polisakarida berupa agar dan karaginan. Rumput laut coklat (Phaeophyceae) menghasilkan alginat. Rumput laut hijau (Chlorophyceae) menghasilkan kanji dan lemak. Produksi rumput laut selain dipengaruhi oleh syarat tumbuh juga dipengaruhi oleh pemilihan metode budidaya yang tepat. Metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan dibagi menjadi dua cara, yaitu metode rawai panjang, dan metode sebaran (Aslan 1998).

2.3.1 Metode Rawai Panjang

Metode rawai merupakan cara budidaya yang paling banyak diminati petani rumput laut karena fleksibel dalam pemilihan lokasi. Metode rawai panjang dilakukan dengan mengikat rumput laut pada tali ris dengan jarak 25 cm dan panjang tali ris mencapai 50-75 m yang direntangkan pada tiang bambu. Kedua ujung tiang diikatkan pada jangkar, batu karang, atau batu pemberat. Letak ikatan rumput laut berada 15 cm di bawah permukaan perairan (Poncomulyo dkk, 2008).

Keuntungan metode ini fleksibel dalam pemilihan lokasi, penyerapan cahaya matahari lebih optimal. Kelemahan dari metode ini biaya yang dikeluarkan cukup banyak bila dibandingkan dengan metode sebaran (Poncomulyo dkk, 2008).

(14)

9

Gambar 2.2 Metode Rawai Panjang (Salamah, 2016). Keterangan : = botol pelampung

= rumpun rumput laut

= batu pemberat

2.3.2 Metode Sebaran

Menurut Aslan dkk (1995) penanaman rumput laut dengan metode sebaran dilakukan dengan menyebarkan bibit di perairan yang diinginkan. Sebelum disebarkan bibit tanaman dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian dipotong-potong hingga beratnya 25-30 g, lalu diikat dengan tali rafia, setelah diikat potongan-potongan bibit tersebut disebarkan di perairan.

Keuntungan dari metode ini antara lain persiapan material sangat murah, penanaman mudah dan tidak banyak makan waktu dan baik untuk dasar perairan yang keras seperti perairan yang berbatu karang. Kelemahan dari metode ini diantaranya bibit banyak terbawa oleh arus atau ombak, tanaman dapat dimakan hewan predator dan metode ini tidak baik untuk tanah berpasir (Aslan dkk., 1995).

(15)

10

Gambar 2.3 Metode Sebaran (Salamah, 2016). Keterangan : = botol pelampung

= rumpun rumput laut

= batu pemberat

2.4 Panen

Kualitas rumput laut tidak hanya dipengaruhi oleh teknik budidaya tetapi juga dipengaruhi oleh umur tanam, cara panen, dan keadaan cuaca pada saat panen. Rumput laut siap dipanen pada umur 1,5-2 bulan setelah tanam. Apabila panen dilakukan kurang dari umur tersebut maka menghasilkan rumput laut berkualitas rendah. Hal ini dikarenakan kandungan agar masih rendah dan kekuatan gel (gel strength) juga rendah, tetapi memiliki kadar air tinggi. Kondisi seperti ini tidak dikendaki oleh industri pengolah rumput laut sehingga akan dihargai lebih rendah, atau bahkan tidak dibeli (Anggadiredja et al. 2006).

Menurut Sugiyatno dkk (2013), teknis pemanenan dilakukan dengan mendatangkan tenaga khusus yang telah memiliki keterampilan memanen.Tenaga pemanen yang dibutuhkan untuk memanen G. verrucosa umumnya terdiri atas 3-4 orang.Para tenaga pemanen tersebut harus menguasai teknik memanen karena tanpa penguasaan mekanisme panen yang benar diyakini petani hasil panen tidak bisa optimal.Para tenaga pemanen tersebut umumnya bisa membedakan rumput laut yang siap panen dan rumput laut yang belum siap panen, sehingga tenaga yang digunakan untuk memanen G. verrucosa ini tidak boleh dilakukan sembarang orang. Adapun langkah pemanenan rumput laut G. verrucosa adalah:

(16)

11 a). Pencucian

Pencucian Gracilaria verrucosa dilakukan saat pengambilan rumput laut dari lahan tambak. Teknis pencucian ini dilakukan dengan mencelupkan kembali Gracilaria verrucosa ke dalam air sembari dikucek sebelum ditiriskan pada tahap pengeringan.Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan lumpur yang ikut menempel pada rumput laut saat pengambilan. Lumpur tersebut perlu dicuci karena dapat menyebabkan Gracilaria verrucosa menempel satu sama lain sehingga mengganggu saat pengeringan.

b). Pengeringan

Teknis pengeringan dilakukan dengan cara menggelar alas (Waring) di atas tanggul tambak. Rumput laut hasil panen yang masih basah diratakan di atas waring yang telah dipersiapkan. Pemilihan waring sebagai alas pengeringan ini bertujuan untuk memudahkan proses penirisan rumput laut yang masih basah. Karakteristik waring yang berupa lembaran dengan lubang mess seperti saringan memungkinkan proses pengeringan berjalan optimal karena udara dapat melewati permukaan rumput laut secara merata.

c). Sortasi

Petani rumput laut melakukan sortasi dengan cara pengayakan manual menggunakan tangan. Proses sortasi ini dilakukan pada saat rumput laut telah benar-benar kering. Tujuan pengayakan rumput laut dalam kondisi kering yaitu untuk mempermudah membuang kotoran yang menempel biasanya berupa kerang, cangkang siput atau sejenisnya dan lumut. Jenis kotoran tersebut sulit dihilangkan ketika rumput laut masih basah dikarenakan hewan sejenis siput yang menempel umumnya masih hidup dan sulit lepas dari thallus rumput laut. Pada Tabel 2.1 tercantum standar mutu rumput laut kering untuk Gracilaria.

(17)

12

Tabel 2.1 Standar mutu Gracilaria kering (SNI No. 01-2690.1998)

Karakteristik Syarat (%)

- Kadar air maksimal 20

- Benda asing* maksimal 5

- Bau Spesifik rumput laut

* garam, pasir, karang dan kayu Sumber: BSN (1998)

2.5 Manfaat Rumput Laut 2.5.1 Sebagai Sumber Pangan

Rumput laut terutama digunakan sebagai sumber bahan pangan yang menghasilkan berbagai macam produk makanan yang berbasis hidrokoloid. Di samping itu, rumput laut juga digunakan sebagai bahan untuk produk-produk lain seperti pupuk dan pakan ternak. Produksi dunia rumput laut berkisar antara 7,5-8 juta ton rumput laut basah per tahun, baik berasal dari alam maupun budidaya (FAO, 2005). Saat ini usaha budidaya rumput laut sudah banyak berkembang karena sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat lagi mencukupi permintaan dunia.

Agar yang diekstrak dari rumput laut merah dari jenis Gracilaria atau Gelidium memiliki kemampuan membentuk gel yang sangat berguna sebagai bahan tambahan untuk makanan. Sedangkan jenis rumput lain seperti Eucheuma dan Chondrus menghasilkan karagenan yang populer sebagai bahan pengental dan rumput laut coklat seperti Sargassum dan Turbinaria menghasilkan alginat yang terkenal sebagai bahan untuk campuran cat tekstil.

Perkembangan penggunaan ekstrak rumput laut untuk industri menurut data dari FAO (2005) pada awalnya tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan karena sulitnya mendapatkan bahan baku. Baru setelah budidaya berkembang, hasil produksinya berhasil memasok sebagian besar kebutuhan rumput laut dunia sebagai bahan baku industri hidrokoloid. Tidak kurang dari 1 juta ton rumput laut basah dipanen setiap tahunnya dan diekstrak menghasilkan agar, karagenan, dan alginate yang jumlahnya mencapai 55.000 ton/tahun. Hidrokoloid yang dihasilkan rumput laut (agar-agar, karagenan, dan alginat) berfungsi di antaranya sebagai stabilisator,

(18)

13

pengental, pembentuk gel, dan pengemulsi. Karena sifatnya tersebut, bahan tersebut banyak dimanfaatkan oleh berbagai industri, seperti industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kulit, cat, pasta gigi, dan industri kimia.

2.5.2 Sebagai Sumber Non Pangan

Rumput laut juga sering digunakan sebagai bahan tambahan pakan ternak baik dari rumput laut merah maupun rumput laut coklat, biasanya rumput laut tersebut dikeringkan dan kemudian dibikin tepung. Di samping untuk pangan dan pakan, rumput laut juga digunakan untuk bahan dasar pupuk organik. Biasanya rumput laut yang digunakan adalah rumput laut coklat. Tingginya kandungan serat yang ada pada rumput laut dapat memperbaiki tekstur tanah dan membantu menahan air. Kandungan mineralnya berguna sebagai sumber mikronutrien. Ekstrak rumput laut juga dapat digunakan sebagai pupuk yang dapat digunakan langsung pada tanaman. Pupuk esktrak rumput laut ini cukup efektif dan banyak digunakan untuk industri hortikultura. Pada industri kosmetik yang memproduksi krim dan lotion banyak yang memakai rumput laut untuk formulasi produknya. Ekstrak rumput laut ditambahkan sebagai bahan tambahan pengental ataupau stabilizer juga dapat memperbaiki daya retensi air untuk produk pelembab kulit. Menurut FAO (2005), karagenan juga cukup berperan dalam memerangi HIV dan mencegah berkembangnya virus herpes pada hewan. Selain itu, ekstrak rumput laut coklat Undaria pinnatifida juga mempunyai aktivitas anti virus dan kanker. Pada masyarakat yang mengkonsumsi rumput laut Undaria ternyata infeksi HIV dapat ditekan sampai 25%.

(19)

14

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

G. verrucosa merupakan salah satu jenis rumput laut merah (Rhodophyta), talus berbentuk silindris, permukaan licin, berwarna kuning coklat atau kuning. Faktor-faktor dalam budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi yang memenuhi persyaratan budidaya, penyediaan bibit yang baik dan cara pembibitan, metode budidaya dan perawatan, panen, penyimpanan, dan pemetaan. Metode budidaya rumput laut berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan dibagi menjadi dua cara, yaitu metode rawai panjang, dan metode sebaran. Langkah pemanenan rumput laut G. verrucosa yaitu pencucian, pengeringan, dan sortasi. Manfaat rumput laut yaitu sebagai bahan pangan seperti agar, alginate, nori, pakan ternak.

4.2 Saran

Perlu diadakan pelestarian rumput laut salah satunya yaitu jenis G. verrucosa, dan perlu ditingkatkan proses pengoalahan pascapanen mengingat rumput laut mempunyai nilai ekonomis yang cukup besar untuk dijadikan berbagai macam produk.

(20)

15

DAFTAR PUSTAKA

Abdan., Rahman, A. dan Ruslaini. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Karagenan Rumput Laut ( Eucheuma spinosum) Menggunakan Metode Longline. Jurnal Mina Laut Indonesia. 3(12) : 3959.

Ahda A, Surono A, Iman BS, Batubara I, Ismanadji I, Suitha MI, Yunaidar R, Setawan, Kurnia N, Danakusumah E, Sulistijo, Zatnika A, Basmal J, Effendi I, Runtu BN. 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan.

Alamsjah, M.A., Oktavia, N. dan Subekti, S. 2010. Pengaruh Lama Penyinaran terhadap Pertumbuhan dan Klorofil a G. verrucosa pada Sistem Budidaya Indoor. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 2 (1).

Anggadiredja, J.T, Ahmad Z, Heri P, Sri I, 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.

Aslan, L.M,. 1995. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta. Aslan, L.M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Atmadja WS. 1996. Pengenalan Jenis Alga Merah. Di dalam: Pengenalan Jenis – Jenis Alga Rumput Laut Indonesia.Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

BSN Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1998. Rumput Laut Kering . 01-2802. 1995. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Bold HC, Wynne MJ. 1978. Introduction to the Algae Structure and Reproduction. New Delhi: Private Limited.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2003. Profil Rumput laut Indonesia. Jakarta: Direktorat Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan .2008. Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp. di Tambak. Jakarta: Direktorat Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya.

Dwiyitno, 2011. Rumput Laut sebagai Sumber Serat Pangan Potensial. Jurnal Squalen 6 (1).

Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan. Bogor: IPB.

FAO. 2005. The state of world fisheries and Aquaculture (SOFIA) 2004. Part 3: Highlights of special FAO studies. Scope of the seaweed industry. Fisheries

(21)

16

Department. FAO. Rome (http:\FAO Document Repository.htm; akses: 5 Desember 2005).

Fitter AH, Hay RKM. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Kadi A, Atmadja WS. 1988. Rumput Laut Jenis Algae. Reproduksi, Produksi, Budidaya dan Pasca Panen. Proyek Studi Potensi Sumberdaya Alam Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Khul A. 1974. Phosphorus. Di dalam Stewart WDP (editor).Algae Physiology and Biochemistry. p 639 – 653.

Lobban CS, Harrison PJ. 1994. Seaweed Ecology and physiology. USA: Cambridge University Press.

Mulyaningrum, S.R,. Parenrengi, A dan Suryati, E. 2015. Pertumbuhan dan Perkembangan Eksplan Rumput Laut G. verrucosa dan Gracilaria gigas pada Aklimatisasi di Tambak. Jurnal Ilmu Kelautan. 20(3):135-142 ISSN 0853-7291. Nybaken JW. 1988. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis (Alih Bahasa: Eidman HM, Koesbiono, Bengen DG, Hutomo M, Sukohardjo S). Jakarta: PT. Gramedia.

Patadjal RS. 1993. Pengaruh pupuk TSP terhadap petumbuhan dan kualitas rumput laut Gracilaria gigas Harv. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Permata, K.A. 2010. Karakteristik Fisiko Kimia Agar Tepung Gracilaria verrucosa dengan Metode Penanaman, Bobot Bibit, dan Umur Panen yang Berbeda. (Tesis) Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Poncomulyo, T. Herti M dan Lusi K, 2008. Budidaya dan Pengelolaan Rumput Laut. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Putra, B.D,. Riris dan Isnaini. 2011. Laju Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria sp. dengan Metode Penanaman yang Berbeda di Perairan Kalianda, Lampung Selatan. Maspari Journal 03: 36-41.

Rasyid A. 2004. Beberapa Catatan Tentang Agar. Jakarta: Puslitbang Oseanologi LIPI.

Rifai MA. 2002. Kamus Biologi. Cetakan ke-2. Jakarta: Balai Pustaka.

Salamah, N. 2016. Pengaruh Perbedaan Metode Penanaman Rawai Panjang dan Sebaran terhadap Pertumbuhan, Rendemen Agar, Klorofil a dan Fikoeritrin Gracilaria verrucosa (Hudson) Papenfuss.. (Skripsi). Universitas Diponegoro. Semarang.

(22)

17

Soegiarto A, Sulistijo, Atmadja WS, Mubarak H. 1978. Rumput Laut (Alga): Manfaat, Potensi, dan Usaha Budidayanya. Jakarta: LIPI.

Sjafrie NDM. 1990. Beberapa catatan mengenai rumput laut Gracilaria. Jakarta: Bidang Sumber Daya Laut, LIPI. Vol. XV (4): 147-155.

Sjafrie, N.D. 1998. Studi Perkembangan dan Pertumbuhan Kartospora Gracilaria Lichonoides (LINN) Rhodophuceae. (Tesis) Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sugiyatno, Izzati, M dan Prihastanti , E. 2013. Manajemen Budidaya dan Pengolahan

Pasca Panen Gracilaria verrucosa(Hudson) Papenfus. Study Kasus : Tambak Desa Mororejo,Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Kendal. Buletin Anatomi dan Fisiologi Volume XXI, Nomor 2, Oktober 2013.

Trono dan Gavino C. 1990. Review of The Production Technologies of Tropical Species of Economic Seaweeds. In: Technical Resource Papers Regional Workshop On The Culture and Utilization of Seaweeds Volume II. Philippines: Regional Seafarming Development and Demonstration Project RAS/90/002. Wardoyo STH. 1981. Kriteria Kualitas Air Untuk Keperluan Pertanian dan Perikanan. Training Analisis Dampak Lingkungan, PPLLH-UNDH-PSL. Watson DS. 1978. Serawak Inland Fisheries IDRC-Canada: Refference and Training

Manual On Lake and Revirine Survey Technique.

Gambar

Gambar 2.1 Gracilaria verrucosa (http://www.niobioinformatics.in/seaweeds)
Gambar 2.2 Metode Rawai Panjang (Salamah, 2016).
Gambar 2.3 Metode Sebaran (Salamah, 2016).

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi dari bangunan ramah lingkungan biasanya disebut juga dengan konstruksi hijau ( green construction ), yakni pada tahap perencanaan terlihat pada beberapa

keselarasan telah tercapai antara data output dari simulasi dengan data sejarah produksi, maka model tersebut dinggap telah valid karena sudah dapat menggambarkan profil dari

Penelitian ini bertujuan untuk menguji determinasi hubungan pengetahuan Dewan tentang anggaran dengan pengawasan Dewan pada keuangan daerah di DPRD Kabupaten Serang Banten

Belajar dari pengalaman sejak tahun 1993 dan kebutuhan di lapangan saat menjalankan 4 misi utama Tzu Chi dan bantuan bencana diIndonesia, Yayasan Buddha Tzu Chi

This thesis entitles AN EXPERIMENTAL STUDY OF CROSSWORD PUZZLE IN TEACHING VOCABULARY AT ELEVENTH GRADE STUDENTS OF SMA MUHAMMADIYAH 1 PALANGKA RAYA in the

R: Karena perubahan suhunya lebih tinggi, banyak P: Trus, kalor yang sama diberikan kepada dua buah benda dengan massa yang sama, suhu awal yang sama, tetapi kedua benda

• IEC/TS 62257-9-1 : Recommendations for small renewable energy & hybrid systems for rural electrification – Part 9-1: Micropower

Fuzzy Logic dapat diterapkan dalam penentuan nilai MD berdasarkan nilai MB yang didapat dari pakar kemudian dari kedua nilai tersebut digunakan pada perhitungan