• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi-Hubungan Kebahagiaan Dengan Kepuasan Hidup

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Skripsi-Hubungan Kebahagiaan Dengan Kepuasan Hidup"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang

Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Aristoteles Semua orang menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Aristoteles (dalam Bertens, 1993) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama (dalam Bertens, 1993) menyebutkan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan dari eksistensi manusia di dunia. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dan ada banyak cara yang ditempuh oleh terpenuhinya kebutuhan hidup dan ada banyak cara yang ditempuh oleh masing-masing individu. Orang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan pencapaian masing individu. Orang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan pencapaian karier. Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih karier. Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Begitu pula orang belajar untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu sayang. Begitu pula orang belajar untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu  pengetahuan.

 pengetahuan. Semua Semua kegiatan kegiatan tersebut tersebut dilakukan dilakukan untuk untuk memperoleh memperoleh satu satu tujuan,tujuan, yaitu kebahagiaan.

yaitu kebahagiaan.

Bagi masyarakat awam sendiri, kebahagiaan mempunyai arti yang berbeda Bagi masyarakat awam sendiri, kebahagiaan mempunyai arti yang berbeda  bagi

 bagi tiap tiap individu individu dan dan seringkali seringkali menjadi menjadi tumpang tumpang tindih tindih dengan dengan kepuasan kepuasan hiduphidup dan kualitas hidup. Hal ini bisa terlihat bila kita mengetikkan kata kebahagian, dan kualitas hidup. Hal ini bisa terlihat bila kita mengetikkan kata kebahagian, kepuasan hidup dan kualitas hidup di berbagai forum internet. Hasilnya kepuasan hidup dan kualitas hidup di berbagai forum internet. Hasilnya menunjukkan bahwa ternyata di masyarakat definisi ketiga istilah tersebut saling menunjukkan bahwa ternyata di masyarakat definisi ketiga istilah tersebut saling tumpang tindih satu sama lain. Bagi beberapa orang kebahagiaan mungkin berarti tumpang tindih satu sama lain. Bagi beberapa orang kebahagiaan mungkin berarti mempunyai kelimpahan materi atau mendapatkan semua yang diinginkan. Bagi mempunyai kelimpahan materi atau mendapatkan semua yang diinginkan. Bagi mereka, kebahagiaan diukur dengan pencapaian materi yang seringkali mereka, kebahagiaan diukur dengan pencapaian materi yang seringkali menganggap orang yang kaya akan merasa lebih bahagia dibandingkan dengan menganggap orang yang kaya akan merasa lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang hidup serba kekurangan. Namun bila ditanyakan lebih lanjut kepada orang yang hidup serba kekurangan. Namun bila ditanyakan lebih lanjut kepada orang yang kaya ternyata mereka pun belum tentu merasa bahagia dengan segala orang yang kaya ternyata mereka pun belum tentu merasa bahagia dengan segala kelimpahan materi yang dimilikinya. Selanjutnya ada pula yang akan merasa kelimpahan materi yang dimilikinya. Selanjutnya ada pula yang akan merasa  bahagia

 bahagia bila bila bisa bisa membuat membuat orang orang lain lain bahagia bahagia atau atau memberikan memberikan manfaat manfaat kepadakepada sesama manusia

sesama manusia ( ( http://www.kickandy.com /forum/viewtopic.phphttp://www.kickandy.com /forum/viewtopic.php ) ). Atau bagi. Atau bagi sebagian orang dengan menikmati dan mensyukuri apa yang dimilikinya dapat sebagian orang dengan menikmati dan mensyukuri apa yang dimilikinya dapat membuatnya merasakan kebahagiaan

membuatnya merasakan kebahagiaan ( ( http://www.edo.web.id/wphttp://www.edo.web.id/wp /2008/02/19/bahagia/). Pada pendapat terakhir terlihat bahwa kebahagiaan /2008/02/19/bahagia/). Pada pendapat terakhir terlihat bahwa kebahagiaan  berkaitan

 berkaitan dengan dengan rasa rasa puas puas terhadap terhadap hidup, hidup, yaitu yaitu dengan dengan mensyukuri mensyukuri apa apa yangyang dimiliki atau dengan kata lain akan bahagia bila merasa puas dengan hidupnya. dimiliki atau dengan kata lain akan bahagia bila merasa puas dengan hidupnya.

(2)
(3)

Kepuasan hidup itu sendiri merupakan istilah yang sering dikaitkan Kepuasan hidup itu sendiri merupakan istilah yang sering dikaitkan dengan kebahagiaan dan kualitas hidup. Bagi sebagian orang kebahagiaan diukur  dengan kebahagiaan dan kualitas hidup. Bagi sebagian orang kebahagiaan diukur  dengan cara melihat kepuasan akan hidupnya. Bila mereka merasa puas maka dengan cara melihat kepuasan akan hidupnya. Bila mereka merasa puas maka mereka juga akan mengatakan dirinya bahagia. Sedangkan untuk menilai mereka juga akan mengatakan dirinya bahagia. Sedangkan untuk menilai kepuasan hidup itu berbeda bagi tiap individu. Masing-masing individu kepuasan hidup itu berbeda bagi tiap individu. Masing-masing individu mempunyai batasan ideal sendiri yang digunakan untuk mengukur tingkat mempunyai batasan ideal sendiri yang digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan hidupnya. Oleh karena itu kepuasan hidup pun menjadi sangat subjektif  kepuasan hidupnya. Oleh karena itu kepuasan hidup pun menjadi sangat subjektif  sesuai dengan batasan ideal yang dimiliki oleh masing-masing individu. Bila kita sesuai dengan batasan ideal yang dimiliki oleh masing-masing individu. Bila kita  bicara

 bicara mengenai mengenai kepuasan kepuasan hidup hidup maka maka tidak tidak bisa bisa dilepaskan dilepaskan dari dari bagaimanabagaimana seseorang menilai kualitas hidupnya. Penilaian kualitas hidup biasanya dilihat dari seseorang menilai kualitas hidupnya. Penilaian kualitas hidup biasanya dilihat dari kepuasan individu terhadap hidupnya begitu pula sebaliknya. Orang akan merasa kepuasan individu terhadap hidupnya begitu pula sebaliknya. Orang akan merasa  puas

 puas bila bila kualitas kualitas hidupnya hidupnya baik. baik. Di Di lain lain pihak pihak orang orang mempunyai mempunyai kualitas kualitas hiduphidup yang baik karena merasa puas akan pencapaian yang diraihnya dalam hidup. yang baik karena merasa puas akan pencapaian yang diraihnya dalam hidup.

Tetapi pada kenyataannya dapat ditemui orang yang merasa puas dengan Tetapi pada kenyataannya dapat ditemui orang yang merasa puas dengan segala yang dimiliki dalam hidup, seperti materi, jabatan dan keluarga tetapi segala yang dimiliki dalam hidup, seperti materi, jabatan dan keluarga tetapi masih belum merasa bahagia dengan hidupnya. Ada juga yang merasa kualitas masih belum merasa bahagia dengan hidupnya. Ada juga yang merasa kualitas hidupnya buruk tetapi ternyata di dalam keterpurukannya itu masih bisa hidupnya buruk tetapi ternyata di dalam keterpurukannya itu masih bisa merasakan kebahagiaan. Maka dapat dikatakan bahwa bisa saja seseorang merasa merasakan kebahagiaan. Maka dapat dikatakan bahwa bisa saja seseorang merasa  puas

 puas tetapi tetapi tidak tidak bahagia, bahagia, merasa merasa bahagia bahagia tetapi tetapi hidupnya hidupnya buruk buruk atau atau merasamerasa  bahagia

 bahagia walaupun walaupun tidak tidak puas puas dengan dengan hidupnya. hidupnya. Hal Hal ini ini menjadi menjadi menarik menarik untuk untuk  diteliti mengenai batasan dan hubungan antara kebahagiaan, kepuasan hidup dan diteliti mengenai batasan dan hubungan antara kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup satu sama lain pada masyarakat.

kualitas hidup satu sama lain pada masyarakat.

Perbedaan pengertian yang tumpang tindih di dalam masyarakat mengenai Perbedaan pengertian yang tumpang tindih di dalam masyarakat mengenai kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup bukanlah menjadi suatu hal yang kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup bukanlah menjadi suatu hal yang mengherankan karena secara teoritis kedua hal tersebut masih menjadi perdebatan mengherankan karena secara teoritis kedua hal tersebut masih menjadi perdebatan di kalangan ahli. Kebahagiaan dapat diartikan sebagai sebuah penilaian di kalangan ahli. Kebahagiaan dapat diartikan sebagai sebuah penilaian menyeluruh tentang kehidupan secara lengkap, yang meliputi aspek kognitif dan menyeluruh tentang kehidupan secara lengkap, yang meliputi aspek kognitif dan afektif (Galati, Manzano & Sotgiu, 2006). Sedangkan yang dimaksud dengan afektif (Galati, Manzano & Sotgiu, 2006). Sedangkan yang dimaksud dengan kepuasan hidup adalah penilaian subjektif atas kualitas hidup seseorang (Sousa & kepuasan hidup adalah penilaian subjektif atas kualitas hidup seseorang (Sousa & Lyubomirsky, 2001). Lebih jauh lagi dapat diartikan sebagai kepuasan atau Lyubomirsky, 2001). Lebih jauh lagi dapat diartikan sebagai kepuasan atau  penerimaan

 penerimaan seseorang seseorang atas atas peristiwa peristiwa di di dalam dalam hidupnya hidupnya atau atau pemenuhanpemenuhan keinginan dan kebutuhan seseorang di dalam kehidupannya secara menyeluruh. keinginan dan kebutuhan seseorang di dalam kehidupannya secara menyeluruh.

(4)

Berdasarkan pengertian diatas saja terlihat bahwa antara kebahagiaan dan Berdasarkan pengertian diatas saja terlihat bahwa antara kebahagiaan dan kepuasan hidup ternyata saling berkaitan.

kepuasan hidup ternyata saling berkaitan.

Satu istilah lain yang juga berkaitan dengan kebahagiaan dan kepuasan Satu istilah lain yang juga berkaitan dengan kebahagiaan dan kepuasan hidup adalah

hidup adalah  subjective  subjective well-being well-being  (SWB). Van Hoorn (2007) secara spesifik (SWB). Van Hoorn (2007) secara spesifik  menyebutkan bahwa SWB terdiri dari dua komponen yang terpisah, yaitu bagian menyebutkan bahwa SWB terdiri dari dua komponen yang terpisah, yaitu bagian afektif yang merupakan evaluasi hedonis melalui emosi dan perasaan, serta bagian afektif yang merupakan evaluasi hedonis melalui emosi dan perasaan, serta bagian kognitif yang merupakan informasi berdasarkan penilaian seseorang akan kognitif yang merupakan informasi berdasarkan penilaian seseorang akan harapannya terhadap kehidupan ideal

harapannya terhadap kehidupan ideal. O‟Connor (1993) menyebutkan bahwa. O‟Connor (1993) menyebutkan bahwa istilah kepuasan hidup dapat juga mengacu pada SWB yaitu merupakan penilaian istilah kepuasan hidup dapat juga mengacu pada SWB yaitu merupakan penilaian individual akan kebahagiaan atau kepuasan yang menggambarkan penilaian individual akan kebahagiaan atau kepuasan yang menggambarkan penilaian global atas keseluruhan aspek dalam hidup seseorang.

global atas keseluruhan aspek dalam hidup seseorang.

Galati, Manzano & Sotgiu (2006) menyatakan bahwa pada kenyataannya Galati, Manzano & Sotgiu (2006) menyatakan bahwa pada kenyataannya ketiga istilah di atas sering digunakan untuk menjelaskan jenis fenomena yang ketiga istilah di atas sering digunakan untuk menjelaskan jenis fenomena yang sama. Sebagai contoh, kebahagiaan dapat dilihat sebagai komponen dari sama. Sebagai contoh, kebahagiaan dapat dilihat sebagai komponen dari  subjective

 subjective well-being well-being (SWB) dan komponen lainya adalah kepuasan. Lebih lanjut(SWB) dan komponen lainya adalah kepuasan. Lebih lanjut diutarakan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup berhubungan sangat erat tetapi diutarakan bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup berhubungan sangat erat tetapi tidak sama (Gundelach & Kreiner, 2004). Sedangkan Diener, et al (dalam tidak sama (Gundelach & Kreiner, 2004). Sedangkan Diener, et al (dalam Panggabean, 2006) menyebutkan bahwa kepuasan hidup merupakan satu faktor di Panggabean, 2006) menyebutkan bahwa kepuasan hidup merupakan satu faktor di dalam konstruk yang lebih umum, yaitu

dalam konstruk yang lebih umum, yaitu subjective  subjective well-being,well-being, yang terdiri dariyang terdiri dari tiga komponen yaitu dorongan afeksi positif, dorongan afeksi negatif, dan tiga komponen yaitu dorongan afeksi positif, dorongan afeksi negatif, dan kepuasan hidup. Saat ini hubungan antara kebahagiaan, kepuasan hidup dan kepuasan hidup. Saat ini hubungan antara kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup secara menyeluruh masih menjadi perdebatan dan setiap tokoh kualitas hidup secara menyeluruh masih menjadi perdebatan dan setiap tokoh memiliki pandangan yang berbeda mengenai istilah-istilah tersebut.

memiliki pandangan yang berbeda mengenai istilah-istilah tersebut.

Tidak hanya ketumpangtindihan definisi tetapi ternyata faktor-faktor yang Tidak hanya ketumpangtindihan definisi tetapi ternyata faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup pun nampaknya mempengaruhi kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup pun nampaknya sama dan saling berkaitan. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketiganya adalah sama dan saling berkaitan. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketiganya adalah kepribadian. Kepribadian orang berbeda-beda, maka penilaian hidup pun menjadi kepribadian. Kepribadian orang berbeda-beda, maka penilaian hidup pun menjadi  berbeda

 berbeda bagi bagi tiap tiap individu. individu. Orang Orang yang yang memiliki memiliki kepribadian kepribadian ekstravert, oekstravert, optimis,ptimis, harga diri tinggi dan

harga diri tinggi dan locus of control locus of control  internal dilaporkan memiliki tingkatinternal dilaporkan memiliki tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup yang lebih tinggi (Carr, 2004; Sousa & kebahagiaan dan kepuasan hidup yang lebih tinggi (Carr, 2004; Sousa & Lybormirsky, 2001). Hal ini dapat terjadi karena ia menilai kualitas hidupnya Lybormirsky, 2001). Hal ini dapat terjadi karena ia menilai kualitas hidupnya lebih baik yang ditandai pada setiap peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya. lebih baik yang ditandai pada setiap peristiwa yang terjadi di dalam hidupnya.

(5)

Selain kerancuan tersebut, sebenarnya ada pula yang menyebutnya sebagai konsep yang berbeda. Berdasarkan Indonesian Happiness Index (IHI) pada tahun 2007 yang merupakan indikator tingkat kebahagiaan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat kota besar, Jakarta berada di urutan kelima dari enam kota  besar yang diteliti. Tingkat kebahagiaan Jakarta lebih rendah bila dibandingkan dengan kota besar lainnya, yaitu Semarang pada urutan pertama dan diikuti oleh Makassar, Bandung, dan Surabaya (http://www.frontier.co.id/awardsdetail.  php?id=10). Walaupun tingkat kebahagiaan masyarakat Jakarta lebih rendah dibanding kota besar lainnya, tetapi ternyata kualitas hidup penduduk Jakarta adalah yang tertinggi di Indonesia bila dilihat dari karakteristik pendidikan, kesehatan, perekonomian, dan keluarga. Lima wilayah yang memiliki ranking kualitas hidup terendah adalah Propinsi Nusa Tenggara Timur, Irian jaya, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Di propinsi DKI Jakarta sendiri, Jakarta Timur menduduki peringkat tertinggi dalam hal kualitas hidup (Fadjri dalam http://www.digilib.ui.ac.id/). Berdasarkan kedua data diatas menunjukkan bahwa Kota Jakarta memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dibandingkan kota lainnya namun ternyata malah menjadi kota dengan ranking kualitas hidup terbaik di Indonesia. Membandingkan kedua hal tersebut membuat peneliti ingin melakukan penelitian mengenai hubungan antara kebahagiaan dan kualitas hidup masyarakat suatu kota.

Pada negara berkembang, kondisi perekonomian, kesehatan, keamanan dan aspek lainnya masih belum stabil dan masih mengandung persoalan seiring dengan pertumbuhan negara. Hal tersebut ternyata berhubungan dengan kepuasan hidup secara keseluruhan masyarakat di dalam negara tersebut. Menurut  penelitian yang dilakukan oleh Khizindar (2009) mengenai kua litas hidup di Saudi

Arabia yang merupakan salah satu negara berkembang menyebutkan bahwa kepuasan hidup secara keseluruhan didapatkan melalui domain kebahagiaan materi, emosional, komunitas, kesehatan dan keamanan. Beberapa keadaan demo-grafis juga berhubungan secara signifikan terhadap nilai kualitas hidup secara keseluruhan. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga tentunya memiliki kondisi yang berbeda dengan negara berkembang lainnya, maka

(6)

 penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh keadaan negara terhadap kepuasan hidup masyarakatnya.

Sebagai kota metropolitan, Jakarta telah mengalami banyak sekali kemajuan dan perkembangan ini berjalan sangat cepat. Kita dapat membandingkan keadaan kota Jakarta kini dengan sepuluh tahun lalu. Dalam sepuluh tahun terakhir, pembangunan berjalan sangat cepat. Sekarang banyak mal,  perumahan, sekolah hingga rumah sakit dan pekantoran yang baru dibangun di Jakarta. Pada tahun 2007, sebanyak 45 persen investasi dalam negeri ditempatkan di Jakarta sebagai pusat administratif, politis, ekonomi dan kebudayaan (Hadar, 2007). Maka tak heran bila banyak orang yang mencoba mengadu nasib di Jakarta karena kota ini menjanjikan segala macam fasilitas bagi masyarakatnya. Di Jakarta sendiri dapat ditemui masyarakat dengan bermacam-macam latar   belakang, seperti agama, suku, pekerjaan, pendidikan, dll.

Pembangunan yang pesat ini tentunya memberikan kemudahan dan kesenangan bagi masyarakatnya. Namun, selain mengalami kemajuan dalam  pembangunan, ternyata kota Jakarta ju ga menyimpan banyak masalah yang masih harus dibenahi. Persoalan pelik pertama yang dihadapai Jakarta adalah masalah transportasi. Kemacetan sudah menjadi hal yang wajar di Jakarta, masyarakat Jakarta pun sudah terbiasa dengan macet yang terjadi setiap harinya di jalanan ibukota ditambah dengan sarana transportasi yang kurang memadai (Hadar, 2007). Kemiskinan dan pengangguran juga menjadi masalah yang terus dihadapi oleh masyarakat Jakarta. Pada tahun 2007 jumlah pengangguran di Jakarta mencapai 12,57 persen atau meningkat bila dibandingkan dengan level 10 tahun yang lalu (http://www.antara.co.id/). Banyaknya tenaga kerja tidak seimbang dengan jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia. Hal ini menimbulkan banyaknya masyarakat yang mengalami kemiskinan. Di balik semua masalah dan pembangunan yang terjadi di Jakarta, tentunya akan mempengaruhi masyarakatnya yang tinggal di Jakarta.

Dengan melihat penjelasan mengenai kota Jakarta, terlihat bahwa masyarakat yang tinggal di Jakarta akan dihadapkan pada sebuah kehidupan yang dilematis, yaitu antara pesatnya pembangunan yang terus terjadi dengan semakin  banyaknya masalah yang juga tetap menyertainya. Misalnya ada banyak pusat

(7)

 perbelanjaan yang terdapat di Jakarta tetapi untuk mencapainya orang harus melewati kemacetan lalu lintas yang selalu terjadi di jalan raya. Atau kemewahan harta yang malah mengundang orang untuk melakukan tindakan kriminalitas. Berdasarkan pada kenyataan tersebut munculah suatu pertanyaan yang menarik, yaitu bagaimana kualitas hidup masyarakat yang tinggal di Jakarta sesuai dengan dinamika perkembangan dan masalah yang dihadapi? Selanjutnya apakah masyarakat yang tinggal di Jakarta ini tetap mampu merasa bahagia dan puas akan kehidupannya seiring dengan perkembangan kota Jakarta serta persoalan yang  juga menyertainya?

Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti ingin melihat lebih dalam mengenai gambaran kebahagian dan kepuasan hidup yang dimiliki oleh masayarakat Jakarta. Lalu bagaimana hubungannya satu sama lain dan kaitannya terhadap kualitas hidup secara menyeluruh pada masyarakat Jakarta dan sekitarnya sebagai salah satu kota di negara berkembang yang tentunya memiliki  banyak sisi yang menarik. Pada penelitian ini responden yang akan digunakan adalah masyarakat tingkat menengah kota Jakarta karena dianggap telah dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka sehingga dapat lebih menggambarkan kebahagiaan yang dimiliki terlepas dari masalah pemenuhan kebutuhan (Izawa, 2005). Selain masyarakat yang tinggal di Jakarta, peneliti juga mengambil sampel  pada masayarakat yang tinggal di sekitar Jakarta yang sebenarnya menggantungkan perekonomiannya di Jakarta tetapi karena terbatasnya lahan  perumahan membuat mereka tinggal di daerah sekitar Jakarta, seperti Bekasi,

Depok, Bogor, dan Tangerang.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai  berikut:

1. Bagaimana gambaran kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

2. Bagaimana hubungan antara kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup pada masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

(8)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran nilai kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup serta hubungannya satu sama lain  pada masyarakat kelas menengah kota Jakarta dan sekitarnya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan baru yang diharapkan dapat menjelaskan lebih dalam mengenai hubungan antara kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup. Penelitian ini juga dapat memperkaya penelitian-penelitian sebelumnya yang juga membahas aliran  psikologi positif yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Selanjutnya hasil  penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu informasi untuk penelitian selanjutnya mengenai kualitas hidup. Secara praktis diharapkan hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah Jabodetabek dalam membuat keputusan menyangkut kesejahteraan masyarakatnya.

1.5. Sitematika Penulisan

Laporan penelitian ini terdiri dari enam bagian. Pada bagian pertama merupakan pendahuluan dan sistematika selanjutnya adalah sebagai berikut: Bab II: Bab II mengulas dasar-dasar teori yang digunakan untuk mendukung

 penelitian yang akan dilakukan, yaitu teori mengenai kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup yang merupakan variabel dalam  penelitian ini.

Bab III: Bab III menguraikan mengenai permasalahan, hipotesis, dan variabel  penelitian, baik secara konseptual maupun operasional.

Bab IV: Bab IV memberikan penjelasan mengenai metode penelitian yang digunakan, yang terdiri dari tipe dan desain penelitian, partisipan  penelitian, teknik pengambilan sampel, instrumen penelitian, pengujian

instrumen penelitian, dan prosedur pelaksanaan penelitian.

Bab V: Bab V merupakan bagian hasil dan analisis hasil dari data penelitian. Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup pada masyarakat kelas menengah

(9)

Jabodetabek, serta hubungan menyeluruh antara ketiganya. Selain itu  juga disertakan hasil tambahan yang d idapatkan dari penelitian ini. Bab VI: Bab VI berisi kesimpulan yang menjawab permasalahan penelitian,

diskusi yang memuat perbandingan dengan temuan-temuan sebelumnya serta keterbatasan penelitian, saran metodologis untuk mengembangkan  penelitian, dan saran praktis yang dapat dilakukan berdasarkan hasil  penelitian.

(10)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian ini akan dijelaskan tinjauan pustaka yang digunakan dan sebagai acuan teoritis dalam penelitian ini. Terdapat tiga tinjauan utama, yaitu mengenai kebahagiaan, kepuasan hidup, dan kualitas hidup. Penjelasan ini meliputi definisi, faktor-faktor yang mempengaruhi serta bagaimana cara  pengukurannya. Kemudian juga dijelaskan mengenai gambaran masyarakat

Jebodetabek.

2.1 Kebahagiaan

2.1.1 Definisi kebahagiaan

Istilah happiness atau kebahagiaan seringkali dikaitkan dengan aliran baru di bidang psikologi, yaitu psikologi positif yang lebih menekankan pada aspek   positif karakteristik yang dimiliki manusia. Hingga saat ini terdapat banyak   pengertian mengenai kebahagiaan. Diener, Scollon dan Lucas (2003)

menyebutkan bahwa kebahagiaan tidaklah bisa didefinisikan dalam satu bentuk  cara saja. Kebahagiaan bisa berarti kesenangan, kepuasan hidup, emosi positif, kebermaknaan hidup atau rasa suka. Beberapa pengertian kebahagiaan adalah sebagai berikut:

 Galati, Manzano & Sotgiu (2006) mengartikan kebahagiaan adalah sebagai

sebuah penilaian menyeluruh tentang kehidupan secara lengkap, yang meliputi aspek kognitif dan afektif.

 Veenhoven (2007) mendefinisikan kebahagiaan sebagai apresiasi

keseluruhan tentang kehidupan seseorang sebagai suatu kesatuan.

Kedua pengertian tersebut mendefinisikan kebahagiaan sebagai penilaian subjektif  secara keseluruhan terhadap kehidupan masing-masing individu yang meliputi aspek kognitif dan afektif. Karena kebahagiaan sangatlah subjektif, maka para  para peneliti memilih untuk lebih menggunakan istilah  subjective well being 

(SWB) karena SWB lebih menekankan pada penilaian individu sendiri terhadap hidupnya dan bukan merupakan penilaian ahli. Kebahagiaan kadangkala digunakan sebagai sinonim dari SWB (Diener, Scollon dan Lucas, 2003). Carr 

(11)

(2004) bahkan memberi definisi yang sama antara kebahagiaan dan SWB, yakni sebuah keadaan psikologis positif yang dikarakteristikan dengan tingginya tingkat kepuasan terhadap hidup, tingginya tingkat afek positif, dan rendahnya tingkat afek negatif. Menurut Diener, Scollon dan Lucas (2003) SWB itu sendiri memiliki  beberapa komponen, yaitu afek positif, afek negatif, kepuasan hidup dan domain

kepuasan.

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka peneliti menganggap bahwa kebahagiaan dianggap sinonim dari SWB mengacu pada Diener, Scollon dan Lucas (2003) serta definisi yang digunakan adalah penilaian individu terhadap kehidupannya sendiri yang meliputi afek positif, rendahnya afek negatif, kepuasan hidup secara umum dan domain kepuasan. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai komponen-komponen Subjective Well Being .

2.1.1.1 KomponenSubjective Well Being 

Subjective well being (SWB) menggambarkan evaluasi yang menyeluruh mengenai kehidupan seseorang, namun secara lebih dalam dan tepat, SWB terdiri atas beberapa komponen, yaitu afek positif, afek negatif, kepuasan dan domain kepuasan yang cukup berkorelasi satu sama lain dan secara konseptual  berhubungan (Diener, Scollon dan Lucas, 2003). Lebih jauh lagi penjelasan

mengenai komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Afek positif dan negatif 

Afek  pleasant dan unpleasant merefleksikan pengalaman mendasar  atas peristiwa yang sedang terjadi di dalam kehidupan seseorang. Maka banyak penelitian yang menyebutkan bahwa penilaian afektif  ini merupakan bentuk utama dari penilaian SWB. Penilaian afektif  dapat berbentuk emosi dan mood . Emosi merupakan reaksi singkat yang berdasarkan pada peristiwa khusus atau stimulus eksternal, sedangkan mood merupakan perasaan yang lebih panjang atau menetap dan tidak didasarkan pada peristiwa khusus. Penilaian afektif penting karena dengan mengetahui jenis afeksi yang dialami oleh individu maka peneliti bisa memahami cara individu tersebut

(12)

mengevaluasi kondisi dan pertistiwa yang terjadi di dalam hidupnya.

2. Kepuasan hidup

Kepuasan hidup adalah penilaian individu terhadap kualitas kehidupannya secara global. Individu dapat menilai kondisi kehidupannya, menentukan kepentingan dari kondisi itu dan mengevaluasi kehidupannya pada skala yang berkisar dari tidak   puas hingga puas. Kepuasan hidup menrupakan komponen kognitif  dari SWB karena memerlukan proses kognitif, sedangkan afek   positif dan negatif merupakan ko mponen afektif.

3. Domain kepuasan

Domain kepuasan merefleksikan eveluasi seseorang mengenai aspek khusus dalam hidupnya. Domain kepuasan ini penting karena dengan mengukur kepentingan domain dari kehidupan seseorang, maka kita dapat mengkonstruk kembali penilaian kepuasan hidupnya secara global. Domain kepuasan ini dapat memberikan informasi mengenai bagaimana seseorang menyusun  penilaian globalnya mengenai kebahagiaan dan juga memberikan

informasi yang detil tentang aspek khusus kehidupan seseorang.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan

Diener (dalam Carr, 2004) menyebutkan bahwa untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi pada kebahagiaan bukanlah merupakan hal yang mudah. Tetapi pada kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa faktor  kepribadian dan demografis merupakan faktor utama yang menyebabkan dan  berhubungan dengan kebahgaiaan (Carr, 2004; Argyle, 1999). Berikut ini adalah  beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang (Argyle, 1999; Carr,

2004; Eddington & Shuman, 2005): 1. Kepribadian

Berdasarkan penelitian mengenai kebahagiaan menunjukkan  bahwa orang yang bahagia dan tidak bahagia memiliki profil

(13)

Hubungan antara trait kepribadian dan kebahagiaan tidak bersifat universal pada semua budaya. Pada budaya barat yang individualistik, orang yang bahagia adalah yang memiliki trait ekstraversi, optimis, harga diri yang tinggi dan locus of control  internal. Sedangkan orang yang tidak bahagia adalah orang yang memiliki tingkat neurotik yang tinggi. Hal tersebut berbeda dengan orang-orang di budaya timur yang menganut budaya kolektivistik  dimana faktor-faktor tersebut tidak berhubungan dengan kebahagiaan. Jadi nilai budaya menentukan trait kepribadian yang mempengaruhi kebahagiaan (Carr, 2004). Menurut Eddington & Shuman (2005) kepribadian menunjukkan peran yang lebih signifikan dibandingkan dengan peristiwa hidup spesifik lainnya dalam menentukan SWB.

2. Variabel demografis

Faktor lain yang juga mempengaruhi kebahagiaan adalah variabel demografis dan lingkungan (Eddington & Shuman, 2005). Faktor-faktor demografis itu adalah:

a. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin merupakan faktor yang sangat kecil dalam menentukan kebahagiaan dan kepuasan hidup seseorang (Inglehart & Michalos dalam Eddington & Shuman, 2005).

 b. Usia

Pada banyak penelitian dan survey menunjukkan bahwa  pengaruh usia terhadap kebahagiaan adalah kecil (Argyle,

1999). c. Pendidikan

Hubungan antara pendidikan dan kebahagiaan adalah kecil tetapi signifikan (Campbell, Cantril, Diener et al dalam Eddington & Shuman, 2005). Namun hubungan antara  pendidikan dan kebahagiaan merupakan hasil dari korelasi antara pendidikan dengan status pekerjaan dan pendapatan

(14)

(Campbell, Witter et al dalam Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999).

d. Pendapatan

Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pendapatan  berhubungan dengan kebahagiaan Diener et al (1999). Secara umum, orang yang lebih kaya akan merasa lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang lebih miskin (Eddington & Shuman, 2005).

e. Perkawinan

Orang yang menikah memiliki kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah menikah,  bercerai, berpisah, atau janda (Eddington & Shuman, 2005). Pada beberapa negara, pasangan yang hidup bersama (kohabitasi) secara signifikan lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tinggal seorang diri (Kurdek, Mastekaasa dalam Eddington & Shuman, 2005). Perkawinan sering ditemukan menjadi salah satu fakrot terkuat yang berkorelasi dengan kebahagiaan (Glenn & Weaver dalam Argyle, 1999), f. Pekerjaan

Orang yang bekerja akan lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja (Argyle, 1999; Eddington & Shuman, 2005). Orang yang tidak bekerja mempunyai tingkat stress yang lebih tinggi, kepuasan hidup yang lebih rendah dan kemungkinan bunuh diri yang lebih tinggi dibandinkan dengan orang yang bekerja (Eddington & Shuman, 2005).

g. Kesehatan

Hubungan yang kuat antara kesehatan dan kebahagiaan muncul  pada pengukuran kesehatan melalui self-report, tidak pada  penilaian secara objektif oleh ahli. Maka dapat disimpulkan  bahwa persepsi akan kesehatan menjadi lebih penting daripada kesehatan secara objektif dalam mempengaruhi kebahagiaan (Eddington & Shuman, 2005).

(15)

h. Agama

Banyak survey yang menunjukkan bahwa kebahagiaan  berkorelasi secara signifikan dengan agama, hubungan seseorang dengan Tuhan, pengalaman doa dan partisipasi di dalam aspek keagamaan (Eddington & Shuman, 2005).

i. Waktu luang

Veenhoven et al (dalam Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999) menunjukan bahwa kebahagiaan berkorelasi cukup tinggi dengan kepuasan waktu luang dan tingkatan aktivitas di waktu luang. Kegiatan yang dilakukan pada waktu luang dapat meningkatkan kebahagiaan, seperti aktivitas menyenangkan  bersama teman, kegiatan olah raga, dan liburan. Sedangkan kegiatan menonton televisi di waktu luang terutama tontonan yang berat kurang dapat meningkatkan bahagia (Eddington & Shuman, 2005; Argyle, 1999).

 j. Etnis

Etnis minoritas di suatu negara memiliki kebahagiaan yang lebih kecil karena berdasarkan pada rendahnya pendapatan,  pendidikan, dan status pekerjaan yang diperoleh (Argyle,

1999).

k. Peristiwa kehidupan

Intensitas peristiwa positif yang terjadi tidak banyak  mempengaruhi kebahagiaan sebagian karena jarang terjadi (Argyle, 1999 Eddington & Shuman, 2005).

l. Kompetensi

Penelitian menunjukkan bahwa korelasi antara kompetensi inteligensi dan kebahagiaan sangat kecil tetapi positif. Kebahagiaan juga berhubungan dengan kerja sama, kepemimpinan dan kemampuan heteroseksual (Argyle, 1999 Eddington & Shuman, 2005)

(16)

2.1.3 Cara mengukur kebahagiaan

Pada penelitian tentang kebahagiaan telah digunakan berbagai macam teknik. Di banyak survey digunakan satu pertanyaan dengan pilihan jawaban menggnakna skala untuk mengukur kebahagiaan (Carr, 2004). Secara umum para  peneliti lebih mengandalkan self-reports yang terkadang dilengkapi dengan data informasi, wawancara oleh petugas klinis yang terlatih, observasi ekspresi nonverbal dan pengukuran psikologis lainnya (Lepper &Lyubomirsky, 1997). Pada penelitian saat ini kebahagiaan atau SWB mengukur baik satu atau dua komponen (afektif atau kognitif) merupakan item tunggal penilaian global. Maka responden diminta untuk memberikan tingkatan dari afek positif dan negatif pada  periode waktu tertentu atau memberikan penilaian atas kualitas hidup secara

keseluruhan (Lepper &Lyubomirsky, 1997).

Penelitian akhir-akhir ini lebih banyak menggunakan skala multi item yang memiliki nilai validitas dan reliabilitas baik. Alat ukur yang sering digunakan adalah 29-item  Revised Axford Happiness Scale yang secara luas digunakan di Inggris, 5 item Satisfaction With Life Scale yang banyak digunakan di Amerika, dan 18 item well-being scale pada Personality Questionnaire. Selain itu juga sering digunakan skala afek positif dari  Positive and Negative Affect  Scales dan segi perasaan positif dari World Health Organisation Quality of Life Scale (Carr, 2004).

2.2 Kepuasan Hidup

2.2.1 Definisi Kepuasan Hidup

Kepuasan hidup merupakan sebuah penilaian subjektif atas kualitas kehidupan seseorang (Sousa & Luybomirsky, 2001). Tak jauh beda, menurut Veenhoven (dalam Dockery, 1987) definisi kepuasan hidup (life satisfaction) adalah derajat dimana penilaian individual terhadap kualitas keseluruhan atas hidupnya. Kepuasan sendiri menyatakan sebuah kesenangan atau penerimaan seseorang atas peristiwa di dalam hidupnya atau pemenuhan keinginan dan kebutuhan seseorang di dalam kehidupannya secara menyeluruh (Sousa & Lyubomirsky, 2001). Karena kepuasan hidup merupakan evaluasi, maka penilaian kepuasan hidup mempunyai komponen kognitif yang besar.

(17)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kebahagiaan atau SWB mempunyai dua komponen, yaitu afektif dan kognitif. (Diener et al dalam Sousa & Lybormirsky, 2001). Komponen afektif meliputi seberapa sering individu mengalami afek positif dan negatif sedangkan komponen kognitif meliputi kepuasan hidup. Komponen afektif meliputi seberapa sering individu mengalami afek positif dan negatif. Sedangkan kepuasan hidup dianggap sebagai komponen kognitif. Lebih jauh lagi bila dibandingkan dengan domain kepuasan, kepuasan hidup lebih luas karena meliputi penilaian individu secara lebih komprehensif atas hidupnya, dimana domain kepuasan hanya meliputi daerah khusus dalam kehidupan seseorang, misalnya pekerjaan, perkawinan, dan pendapatan.

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan hidup adalah penilaian kognitif seseorang yang  bersifat subjektif atas hidupnya secara menyeluruh dan merupakan aspek kognitif 

dari kebahagiaan.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan hidup

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kepuasan hidup tidak berubah  pada komponen trait kepribadian dan trait lingkungan (Sousa & Lybormirsky, 2001). Kepuasan hidup akan tetap sepanjang waktu dan konsisten pada beberapa situasi. Namun pada penelitian terakhir menyebutkan bahwa kepribadian mempunyai peran yang signifikan pada wanita dalam menilai kepuasan hidupnya. Penelitian lainnya menyebutkan bahwa variabel kepribadian seperti resiliensi, asertivitas, empati, locus of control internal, ekstraversi, dan keterbukaan terhadap  pengalaman berhubungan dengan kepuasan hidup. Bagaimanapun juga, faktor 

lingkungan dapat pula mempengaruhi penilaian kepuasan hidup pada jangka waktu yang singkat. Jadi dapat disimpulkan bahwa baik kepribadian dan lingkungan dapat mempengaruhi kepuasan hidup (Sousa & Lybormirsky, 2001). Berikut ini merupakan penjelasan mengenai variabel demografis yang mempengaruhi kepuasan hidup menurut Sousa & Lybormirsky (2001):

1. Budaya

Kepuasan tampak sebagai term yang universal dan lintas budaya karena para peneliti dapat dengan mudah mengalihbahasakan ke

(18)

dalam berbagai macam bahasa. Kepuasan juga bukan merupakan konsep barat tetapi juga sering digunakan di budaya timur. Negara dengan budaya individualisme memiliki kepuasan yang lebih besar  dibandingkan dengan budaya kolektivisme. Negara industri juga memiliki kepuasan keseluruhan yang sangat tinggai dibandingkan dengan negara miskin atau negara dunia ketiga.

2. Gender 

Secara teori wanita menunjukkan rata-rata depresi yang lebih

tinggi dibanding pria, tapi secara bersamaan juga memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Diener & Fujita (dalam Sousa & Lybormirsky, 2001) menunjukkan  bahwa pria dan wanita memiliki kepuasan hidup yang hampir sama dan sebagian besar berdasarkan penilaian kognitif. Beberapa  penelitian menunjukkan bahwa pria dan wanita memiliki kepuasan

hidup yang hampir sama berdasarkan penilaian kognitif. Tingkat kepuasan pria dan wanita diperoleh dari sumber kepuasan hidup yang berbeda.

3. Usia

Kepuasan hidup tidak menurun sejalannya usia dan secara umum tetap sepanjang kehidupan. Penelitian yang dilakukan oleh Diener  & Suh (dalam Sousa & Lybormirsky, 2001) terhadap 6.000  partisipan pada 40 negara menunjukkan bahwa kepuasan hidup secara umum stabil sepanjang hidup dan hanya terjadi peningkatan tipis antara usia 20 dan 80 tahun.Penelitian menunjukkan hanya terjadi peningkatan tipis antara usia 20 hingga 80 tahun.

4. Hubungan sosial

Tingkat dukungan sosial yang tinggi berhubungan kuta dengan tingkat kepuasan hidup yang tinggi pula. Pada negara barat,  perkawinan lebih mempengaruhi kepuasan hidup dibandingkan hubungan pertemanan dan keluarga. Pasangan kohabitasi yang tidak menikah, khususnya yang berasal dari budaya kolektivisme, mempunyai kepuasan yang lebih sedikit dibandingkan dengan

(19)

 pasangan menikah. Mempunyai anak tidak dapat meningkatkan kepuasan hidup seseorang. Namun hubungan orang tua dan anak   berhubungan tinggi dengan tingkat kepuasan hidup secara

keseluruhan. Kepuasan hidup akan menurun dengan meningkatnya  jumlah anak yang dimiliki.

5. Pendapatan

Secara umum individu yang lebih makmur memiliki kepuasan hidup yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang miskin.

6. Pekerjaan

Orang yang tidak bekerja secara signifikan tingkat kepuasannya  berkurang dibandingkan dengan orang yang bekerja. Hubungan

antara pekerjaan dan kepuasan hidup lebih besar pada pria dibanding wanita.

7. Pendidikan

Korelasi antara pendidikan dan kepuasan hidup adalah kecil dan korelasi tersebut akan menghilang bila secara statistik pendapatan dan pekerjaan sudah terkontrol. Hubungan ini lebih kepada bahwa tingkat pendidikan yang tinggi akan berhubungan dengan  pendapatan yang lebih tinggi pula.

2.2.3 Cara mengukur kepuasan hidup

Para peneliti memilih untuk mengukur kepuasan hidup melalui self-report . Pengukuran melalui self-report ini meminta responden untuk mengindikasikan tingkat kepuasan kehidupan mereka dengan memilih simbol (angka atau ekspresi wajah) dalam sebuah skala biasanya berkisar 1-7. Peneliti mengasumsikan kepuasan hidup sebagai sebuah penilaian, maka metode self-report  ini dipercaya sebagai metode yang paling akurat untuk mengukur kepuasan hidup tersebut (Sousa & Lybormirsky, 2001).

Banyak  self- report  yang mengukur kepuasan hidup dan dapat berbentuk   single-item atau multi-item. Namun secara keseluruhan para peneliti setuju bahwa

(20)

skala dengan multi-item lebih baik dibandingkan  single-item dalam mengukur  kepuasan hidup (Sousa & Lybormirsky, 2001). Sebagai tambahan, menurut Diener (dalam Sousa & Lybormirsky, 2001), skala dengan multi-item secara keseluruhan memiliki reabilitas dan validitas lebih besar dibandingkan dengan skala single-item. Skala yang paling banyak digunakan saat ini adalahSatisfaction With Life Scale (SWLS). Skala ini disusun oleh Ed Diener dkk yang berisi 5 item untuk mengukur kepuasan hidup secara global karena dalam skala ini hanya mengukur kepuasan hidup yang merupakan komponen kognitif dari kebahagiaan tanpa menyebut pada afeksi (Sousa & Lybormirsky, 2001).

Sousa & Lybormirsky (2001) menjelaskan bahwa secara individual seseorang akan menilai kepuasan hidupnya berdasarkan pada apa yang diinginkan dan apa yang telah dimiliki atau secara konseptual berdasarkan realitas dan ideal. Terdapat dua prosedur mengenai bagaimana seseorang menentukan kepuasan hidupnya, yaitu melalui prosedur „top-down‟ atau „bottom-up’ . Pada prosedur  „top-down‟ seseorang akan merefleksikan nilai kehidupannya sebagai suatu kesatuan dengan menggunakan intuisi untuk mengetahui seberapa bahagia dan  puas secara keseluruhan, kemudian menyimpulkan bahwa seharusnya ia memiliki hidup yang baik atau tidak. Misalnya seorang yang religious akan menilai hidupnya secara umum berdasarkan nilai-nilai religi yang dianutnya, kemudian ia akan menyimpulkan sendiri kehidupannya apakah ia sudah menjadi orang baik atu  belum. Sedangkan pada prosedur „bottom-up‟ seseorang akan berpikir terlebih

dahulu mengenai beberapa domain dalam hidupnya yang kemudian dapat menilai kepuasan hidupnya berdasarkan kepuasan rata-rata yang diperoleh pada tiap domainnya. Misalnya seorang ibu rumah tangga akan menilai terlebih dahulu  beberapa domain dalam hidupnya seperti pernikahan, anak-anak, pekerjaan, dan  pertemanan. Ia akan menilai terlebih dahulu masing-masing domain dan kemudian menentukan kepuasan hidupnya berdasarkan pada rata-rata nilai kepuasan yang diperolehnya dari tiap domain.

2.3 Kualitas hidup

(21)

Istilah kualitas hidup mempunyai banyak arti dan salah satunya mengacu  pada keadaan material, seperti kualitas hidup yang baik ditunjukkan dengan  baiknya kesehatan fisik, materi, keluarga dan teman-teman (O‟Connor, 1993).

Goodinson & Singleton (dalam O‟Connor, 1993) menyatakan definisi kualitas hidup sebagai derajat tingkat kepuasan atas penerimaan kondisi kehidupan saat ini. Sedangkan Ontario Social Development Council  (dalam Wardhani, 2006) mendefinisikan kualitas hidup sebagai respons personal mengenai perbedaan yang dirasakan antara kenyataan dan kegiatan yang diinginkan. Hal ini didukung pula oleh Bergner (dalam O‟Connor, 1993) yang menyatakan bahwa kualitas hidup dapat meningkat apabila jarak antara tujuan yang telah dicapai dengan tujuan yang ingin dicapai makin berkurang. Secara umum definisi kualitas hidup yang digunakan adalah penilaian subjektif seseorang akan kebahagiaanya yang diperoleh melalui pengalaman hidup secara keseluruhan (Donovan dkk dalam O‟Connor, 1993). Carr & Higginson (2001) mengatakan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh beberapa hal, yaitu:

 seberapa jauh kesesuaian antara harapan dan ambisi dilihat dari

 pengalaman

  persepsi individu mengenai posisi mereka dalam hidup dilihat dari konteks

 budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal dan hubungannya dengna tujuan, harapan, standard, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu tersebut.

 Penilaian mengenai keadaan seseorang bila dibandingkan dengan kondisi

ideal tertentu

 Hal-hal yang dianggap penting dalam kehidupan seseorang

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kualitas hidup adalah penilaian subjektif seseorang atas apa yang telah terjadi dengan apa yang diinginkan terjadi di dalam hidupnya yang diperoleh melalui  pengalaman-pengalaman.

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Goodinson dan Singleton (dalam O‟Connor, 1993) mengatakan ada  berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kualitas hidup yaitu keadaan

(22)

lingkungan fisik, lingkungan sosial, dan lingkungan personal individu. Kemudian Zhan (dalam Vallerand dkk, 1998) menjelaskan bahwa selain faktor tersebut, ternyata latar belakang kesehatan dan faktor budaya turut mempengaruhi kualitas hidup. O‟Connor (1993) menyebutkan bahwa beberapa faktor eksternal seperti  pendapatan, kekuatan untuk bertahan dan kesehatan dapat mempengaruhi kualitas

hidup. Lebih lanjut lagi, O‟connor juga menyebutkan bahwa faktor -faktor yang muncul dan da paat mempengaruhi kualitas tersebut sebaiiaknya diidentifikasi dengan kondisi fisik saja.

2.3.3 Cara mengukur kualitas hidup

Kualitas hidup sulitsah untuk dapat diukur karena bersifat personal dan subjektif ., Pperbedaan persepsi atas pemuasan dan perbedaan individual mempengaruhi bagaimana mereka menilai tingkat kesejahteraannya pada periode waktu tertentu (Benbow, 2008). Untuk mengukur kualitas hidup masyarakat suatu negara digunakan beberapa indikator seperti yang diutarakan oleh Organization of   Economic and Culture Development  (OECD), yaitu pendapatan, perumahan,

lingkungan, stabilitas sosial, kesehatan, pendidikan dan kesempatan kerja. Tiap  pemerintahan negara seperti negara komunis dan nonkomunis memiliki standar 

kualitas hidup yang berbeda dan sesuai dengan perkembangan jaman  perkembangan indikator mengarah pada indikator non fisik, misalnya

kebahagiaan, kenyamanan, kepuasan, dll (Faturochman, 1990).

Pengukuran lain terhadap kualitas hidup melihat persepsi subjektif  individu terhadap kehidupannya. Pada kuesioner yang tradisional sudah melibatkan sistem nilai eksternal yang menjadi bagian dari kuesioner yang telah terstandardisasi namun semua instruments dalam kuesioner didasarkan pada respon rata-rata sampel dan tidak berdasar pandangan subjektif tiap individu (Browne dkk, 1997). Hickey dkk (1996) juga menambahkan mungkin pengukuran melalui kuesioner ini dapat mengukur secara reliabel, namun tidak relevan dengan situasi kehidupan secara individual. Oleh karena itu dikembangkan The Schedule  for the Evaluation of Individual Quality of Life (SEIQoL) yang dapat mengevaluasi kualitas hidup secara individual berdasarkan perspektif

(23)

masing-masing individu. Dalam SEIQoL, individu memilih sendiri aspek-aspek yang ia  pertimbangkan sebagai prioritas u tama yang mempengaruhi kualitas hidupnya dan menggunakan sistem nilai mereka sendiri untuk mendeskripsikan status fungsional (kondisi/ posisinya saat ini dalam aspek kehidupan tersebut) dan derajat kepentingan relatif (sejauh mana ia menganggap aspek kehidupan tersebut  penting baginya) dari masing-masing aspek-aspek yang ia pilih (Browne dkk, 1997). Dengan demikian, SEIQoL sebagai alat ukur memungkinkan pengukuran kualitas hidup yang didasarkan pada perspektif individual itu sendiri (Hickey dkk, 1996) dan mampu memberi gambaran mengenai persepsi individu mengenai kualitas hidup dan aspek-aspek kehidupan yang mempengaruhinya.

2.4 Gambaran Masyarakat Jabodetabek 

DKI Jakarta adalah ibukota Indonesia dan dapat pula digolongkan menjadi salah satu kota metropolitan. Kota metropolitan sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kawasan yang merupakan aglomerasi dari beberapa kota yang  berdekatan dan terkait dalam satu sistem kegiatan sosial ekonomi, termasuk   prasarana dan sarana penunjangnya, dengan satu kota utama berperan sebagai inti

dan kota-kota lainnya sebagai satelit (http://www.pu.go.id). Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan Jakarta sebagai kota metropolitan dengan kota lainnya sebagai satelit, yaitu Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Bila dilihat secara demografis, kota metropolitan memiliki ciri berpenduduk besar dan mempunyai kepadatan tinggi (dikatakan tinggi bila mencapai 100 jiwa/km2) (http://www.pu.go.id). Jakarta bersama metropolitan Jabotabek dengan penduduk  sekitar 23 juta jiwa merupakan wilayah metropolitan terbesar di Indonesia dan urutan keenam di dunia (http://www.kependudukancapil.go.id).

Sebagai inti dari kota metropolitan Jabodetabek, kota Jakarta memiliki  jumlah fasilitas yang banyak dan lengkap untuk memenuhi kebutuhan hidup  penduduknya. Selain itu, pembangunan pun berpusat di Jakarta dengan adanya investasi dalam negeri sebesar 45% yang ditempatkan di Jakarta dan sekitarnya (Bodetabek) (Hadar dalam http://www.sinarharapan.co. id/berita/0706 /23/opi01.html). Jakarta memiliki berbagai macam fasilitas, seperti fasilitas

(24)

 pendidikan dari berbagai macam tingkatannya, badan usaha pemerintah maupun swasta, kesehatan, tempat peribadatan, hingga tempat hiburan.

Lengkapnya dan banyaknya fasilitas yang dapat memenuhi segala kebutuhan masyarakat, telah mendorong banyak orang dari luar Jakarta  berbondong-bondong mencari rezeki di ibu kota Indonesia ini. Hal ini membawa dampak pula bagi daerah-daerah di sekitar kota Jakarta yang kemudian menjadi daerah penunjang mengingat padatnya penduduk serta keterbatasan lahan yang dimiliki Jakarta. Maka pada Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1976 ditetapkanlah kota Bogor, Tangerang, Bekasi sebagai kota satelit Jakarta (Yudhistira dalam http://megapolitan.kompas.com/read /xml/2009 /03/16 /06484682). Oleh karena itu maka kehidupan masyarakat yang tinggal di kota-kota satelit tersebut pun tak jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal di Jakarta.

Seiring dengan pembangunan yang terjadi dan jumlah penduduk serta kepadatan Jakarta yang tinggi, seringkali menimbulkan beberapa dampak sosial yang sangat sulit tertangani. Masalah sosial tersebut antara lain seperti masalah  pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jakarta (http://www. datastatistik-indonesia.com), angka  pengangguran dan penduduk miskin di Jakarta setiap tahunnya mengalami  peningkatan. Pada tahun 2008, jumlah penduduk Jakarta yang tidak memiliki  pekerjaan (pengangguran) tercatat sejumlah 580.510 orang. Sedangkan angka  penduduk miskin di Jakarta pada tahun 2007 mencapai 4,48% dari total penduduk 

Jakarta. Seperti angka pengangguran dan kemiskinan, angka kriminalitas juga semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data pada Januari 2009, jumlah tindakan kriminal mengalami peningkatan sebesar 15,7% dari tahun sebelumnya. Masalah lain yang juga dialami oleh penduduk Jakarta adalah masalah transportasi yang kian meningkat jumlahnya hingga menimbulkan kemacetan, masalah ketersediaan air bersih, masalah sampah dan pencemaran udara (Hadar  dalam http://www.sinarharapan.co.id/berita /0706/23/opi01.html).

Masalah yang sama juga dihadapi oleh kota-kota penunjang Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Kota Depok yang mengalami  perkembangan pesat dengan dipindahnya kegiatan akademis Universitas

(25)

Indonesia pada tahun 1987 memiliki masalah yang berkaitan dengan lahan hijau, sampah, air bersih, transportasi dan area pemukiman (http://www2.kompas.com/ kompas-cetak/0311/19/otonomi/694818.htm). Begitu pula yang terjadi dengan kota lainnya, masalah yang dihadapi antara lain mengenai pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, transportasi, pendidikan, dan kesehatan (http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2009/03/16/06484682/).

2.5 Hubungan antara kebahagiaan, kepuasan hidup, dan kualitas hidup Kebahagiaan mempunyai arti yang abstrak bagi masing-masing individu dan ternyata hingga saat ini masih terdapat berbagai macam pandangan mengenai kebahagiaan. Secara umum kebahagiaan merupakan penilaian menyeluruh seseorang atas kehidupannya yang meliputi aspek afektif dan kognitif (Galati, Manzano & Sotgiu, 2006). Diener, Scollon, dan Lucas (2003) menyebut kebahagiaan identik dengan subjective well-being (SWB) dan lebih memilih untuk  memakai istilah SWB karena lebih menekankan pada penilaian individu sendiri dan bukanlah hasil dari penilaian ahli. Menurut Diener, Scollon, dan Lucas (2003) SWB itu sendiri terdiri dari beberapa komponen penting, yaitu adanya afek   positif, ketiadaannya afek negatif, kepuasan hidup dan domain kepuasan. Keempat komponen tersbut dapat digolongkan menjadi aspek afektif dan kognitif. Komponen afektif menyatakan seberapa sering individu merasakan afeksi positif  dan negatif, sedangkan komponen kognitif merupakan penilaian individu atas hidupnya secara menyeluruh atau yang disebut sebagai kepuasan hidup. Bila dilihat dari pemaparan diatas maka terlihat bahwa kepuasan hidup adalah bagian dari kebahagiaan (SWB) yang merupakan komponen kognitif.

 Namun berdasarkan penelitain yang dilakukan oleh Gundelach & Kreiner, (2004) menyebutkan bahwa kepuasan dan kebahagiaan merupakan dua variabel yang berbeda. Dengan kata lain, kebahagiaan dan kepuasan tidak bisa diberlakukan secara identik. Hal ini terjadi karena kepuasan merupakan  pengalaman kognitif atau penilaian sedangkan kebahagiaan mengacu pada  pengalaman perasaan atau afeksi (Campbell dalam Gundelach & Kreiner, 2004).

(26)

Sedangkan untuk kualitas hidup sendiri sangat dipengaruhi oleh tingkat kepuasan terhadap hidup karena kualitas hidup merupakan derajat tingkat kepuasan atas penerimaan kondisi kehidupan saat ini (Goodinson & Singleton dalam O‟Connor, 1993). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kualitas hidup dapat meningkat apabila jarak antara tujuan yang telah dicapai dengan tujuan yang ingin dicapai makin berkurang (Bergner dalam O‟Connor, 1993). Dengan kata lain  bahwa seseorang akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik apabila ia

merasa puas dengan hidupnya dan kepuasan itu sendiri merupakan bagian dari kebahagiaan yang merupakan komponen kognitif.

Selanjutnya bila dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi ketiganya ternyata juga mempunyai kesamaan. Seperti tipe kepribadian seseorang ternyata dapat mempengaruhi tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidupnya. Kepribadian  juga menentukan bagaimana orang tersebut memandang hidupnya dan menilai hidupnya secara subjektif yang berkaitan dengan kebahagiaan, kepuasan dan kualitas hidupnya secara menyeluruh. Kepribadian yang berbeda ternyata memberikan dampak yang berbeda pula dalam menilai kehidupannya. Misalnya  pada orang yang berkepribadian ekstravert dilaporkan akan memiliki kebahagiaan yang lebih tinggi (Carr, 2004). Selain memiliki kebahagiaan yang tinggi, ternyata orang yang ekstravert memiliki tingkat kepuasan hidup yang tinggi pula (Sousa & Lybormirsky, 2001). Hal ini menunjukkan bahwa dalam menilai kehidupannya, faktor kepribadian juga turut mempengaruhi di mana pada orang ekstovert yang lebih terbuka akan memandang peristiwa dalam hidupnya lebih positif.

Faktor lain yang juga turut mempengaruhi adalah faktor demografis, seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status perkawinan dan kesehatan. Faktor demografis berperan penting dalam mempengaruhi tingkat kebahagiaan dan kepuasan hidup. Sedangkan kondisi demografis juga menjadi aspek kehidupan yang juga dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dalam hal pencapaiannya. Misalkan saja pendapatan, orang yang berpenghasilan tinggi dilaporkan akan lebih merasa bahagia dan cenderung puas akan kehidupannya serta akan menempatkan keuangan sebagai salah satu aspek yang penting di dalam kehidupannya.

(27)
(28)

BAB 3

PERMASALAHAN, HIPOTESIS dan VARIABEL PENELITIAN

Bagian ini akan menjelaskan lebih lanjut mengenai permasalahan  penelitian kemudian hipotesis penelitian yang dibuat berdasarkan permasalahan

serta variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian.

3.1 Permasalahan Penelitian

Permasalahan merupakan sebuah kalimat atau pernyatanyaan yang menanyakan hubungan yang terjadi antara dua variabel atu lebih (Kerlinger dan Lee, 2000). Lebih lanjut juga dikatakan terdapat tiga kriteria dalam membuat  permasalahan yang baik, yakni permasalahan haruslah menunjukkan sebuah hubungan antara dua atau lebih variabel, permasalahan harus dinyatakan secara  jelas dan tidak ambigu dalam bentuk kalimat tanya, serta memungkinkan d iadakan  pengujian secara empiris. Permasalahan yang muncul dal am penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran kebahagiaan masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

2. Bagaimana gambaran kepuasan hidup masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

3. Bagaimana gambaran kualitas hidup masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

4. Bagaimana hubungan antara kebahagiaan dan kepuasan hidup masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

5. Bagaimana hubungan antara kebahagiaan dan kualitas hidup masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

6. Bagaimana hubungan antara kualitas hidup dan kepuasan hidup masyarakat kelas menengah Jabodetabek?

3.2 Hipotesis Penelitian

Sebuah hipotesis merupakan dugaan, asumsi, prasangka, pernyataan atau gagasan mengenai sebuah fenomena, hubungan, atau situasi kenyataan  berdasarkan pengetahuan yang dimiliki (Kumar, 1999). Kumar juga menyatakan

(29)

 bahwa hipotesis membawa kejelasan dan membuat peneliti menjadi fokus pada  permasalahan penelitian karena dapat memberikan arahan yang khusus. Menurut Seniati, Yulianto & Setiadi (2005) terdapat dua jenis hipotesis, yaitu hipotesis ilmiah dan hipotesis statistik. Berikut ini merupakan penjabaran lebih lanjut mengenai hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini.

3.2.1 Hipotesis Ilmiah

Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dibuat beberapa hipotesis ilmiah, yaitu:

H1: Terdapat korelasi antara kebahagiaan dan kepuasan hidup pada masyarakat kelas menengah Jabodetabek 

H2: Terdapat korelasi antara kebahagiaan dan kualitas hidup pada masyarakat kelas menengah Jabodetabek 

H3: Terdapat korelasi antara kualitas hidup dan kepuasan hidup pada masyarakat kelas menengah Jabodetabek 

3.2.2 Hipotesis Statistik 

Hipotesis statistik merupakan pernyataan yang dapat diuji secara statistik mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel penelitian (Seniati, Yulianto & Setiadi, 2005). Adapun hipotesis statistik memiliki dua  bentuk, yaitu hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan adanya hubungan

antar variabel dan hipotesis null (Ho) yang menyatakan tidak adanya

hubungan antar variabel. Berdasarkan pemaparan tersebut maka untuk   penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah sebagai beriku t.

1. Hipotesis alternative (Ha)

Ha1: Terdapat korelasi yang signifikan antara skor total Subjective

 Happiness Scale dengan skor Satisfaction With Life Scale

Ha2: Terdapat korelasi yang signifikan antara skor total Subjective

 Happiness Scale dengan skor Global SEIQoL-DW .

Ha3: Terdapat korelasi yang signifikan antara skor Global SEIQoL-DW 

(30)

2. Hipotesis Null (Ho)

Ho1: Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara skor total Subjective

 Happiness Scale dengan skor Satisfaction With Life Scale.

Ho2: Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara skor total Subjective

 Happiness Scale dengan skor Global SEIQoL-DW .

Ho3: Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara skor  Global 

SEIQoL-DW dengan skor Satisfaction With Life Scale.

3.3 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini digunakan tiga variabel, yaitu kebahagiaan, kepuasan hidap dan kualitas hidup. Berikut ini merupakan penjelasan masing-masing variabel.

3.3.1 Variabel I: Kebahagiaan

Definisi konseptual dari kebahagiaan adalah penilaian menyeluruh tentang kehidupan secara lengkap yang meliputi aspek kognitif dan afektif. Sedangkan untuk definisi operasional dari kebahagiaan adalah skor total dari alat ukur  Subjective Happiness Scale yang sudah diadaptasi secara budaya. Hal ini didapat dari mencari rata-rata dari masing-masing skor item yang memiliki rentang 1-6. Skor total yang didapatkan pun memiliki rentang 1-6 Semakin  besar skor, menunjukkan kebahagiaan yang semakin besar pula (Lyubomirsky

dan Lepper, 1997).

3.3.2 Variabel II: Kepuasan Hidup

Definisi konseptual dari kepuasan hidup adalah sebuah kesenangan atau  penerimaan seseorang atas peristiwa di dalam hidupnya atau pemenuhan keinginan dan kebutuhan seseorang di dalam kehidupannya secara menyeluruh. Sedangkan definisi operasionalnya adalah skor total dari alat ukur Satisfaction With Life Scale (SWLS) yang sudah diadaptasi secara budaya. Skor dari masing-masing item memiliki rentang 1-6. Skor total didapatkannya dengan menjumlahkan skor pada masing-masing item. Semakin besar skor  menunjukkan semakin besar pula kepuasan hidup yang dimilikinya.

(31)

3.3.3 Variabel III: Kualitas Hidup

Definisi konseptual kualitas hidup yang digunakan adalah  penilaian/evaluasi individu terhadap aspek spesifik kehidupannya yang dianggap penting. Hal ini dilihat dengan cara melihat aspek-aspek apa yang dianggap penting oleh individu dan penilaian mengenai kondisi individu pada aspek-aspek tersebut. Sedangkan definisi operasionalnya adalah dengan cara melihat lima aspek kehidupan yang dianggap penting oleh individu. Kemudian individu tersebut diminta untuk menilai kondisi hidupnya dengan skala 0-100, di mana angka 0 menunjukkan bahwa kondisi individu pada aspek tertentu  berada pada kemungkinan terburuk, sedangkan angka 100 menunjukkan bahwa

kondisi individu pada aspek tertentu berada pada kemungkin terbaik. Setelah itu tingkat kepentingan diukur dengan melihat proporsi masing-masing aspek  dengan  pie chart  sehingga bila dijumlahkan seluruh tingkat kepentingan masing-masing aspek adalah 100. Semakin besar skor menunjukkan semakin tinggi pula tingkat kualitas hidup.

(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan meliputi responden penelitian, desain penelitian, alat ukur, kemudian prosedur   penelitian dan metode pengolah an data.

4.12. Desain Penelitian

Kumar (1999) membagi desain penelitian berdasarkan tiga perspektif yang  berbeda, yaitu number of contacts, reference of period , dan nature of 

investigation. Berdasarkan number of contacts, penelitian ini tergolong sebagai  penelitian cross-sectional  karena hanya dilakukan sekali pengambilan data. Desain penelitian ini digunakan ketika ingin melihat gambaran mengenai suatu fenomena di saat penelitian dilakukan. Sedangkan bila berdasarkan reference of   period , penelitian ini tergolong sebagai penelitian retrospective karena penelitian

ini ingin melihat fenomena yang terjadi masa lalu sehingga responden diminta untuk mengingat siatuasi yang telah terjadi. Data yang digunakan pun merupakan data yang tersedia hanya pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan nature of  investigation, penelitian ini tergolong sebagai penelitian non-experimental , karena tidak adanya manipulasi perlakuan terhadap variabel yang digunakan untuk  melihat pengaruh dari suatu variabel (Kumar, 1999).

4.2.1 Responden Penelitian 4.21.1 Populasi penelitian

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah masyarakat kelas menengah yang tinggal di Jabodetabek pada rentang usia dewasa. Seperti yang telah diutarakan pada bab sebelumnya bahwa kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup seseorang tidaklah dipengaruhi oleh faktor usia (Argyle, 1999; Carr, 2004; Eddington & Shuman, 2005). Oleh karena itu pada penelitian ini kriteria dewasa diambil karena dianggap sudah melewati konflik identity versus identity confusion sehingga dapat mengevaluasi diri secara lebih baik (Miller, 1993). Hal ini dipilih untuk memudahkan dalam pengisian kuesioner yang

(33)

 berbentuk lapor diri (self report). Sedangkan kelas menengah dipilih karena pada kelas ekonomi ini diharapkan telah memenuhi kebutuhan dasar  physiological dan  safety  pada teori hirarki kebutuhan Maslow. Ketika kebutuhan dasar tersebut  belum terpenuhi, maka kebahagiaan individu cenderung dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya materialistis, seperti uang untuk memenuhi kebutuhan sandang,  pangan dan papan (Izawa, 2005). Selanjutnya populasi yang digunakan juga

minimal berpendidikan SMU karena diharapkan sudah memiliki berbagai macam  pemahaman yang diperoleh selama sekolah yang dapat membantu pengerjaan

kuesioner yang digunakan.

4.12.2 Karakteristik Responden

Berdasarkan pemikiran yang telah dijabarkan pada sub bab sebelumnya, maka karakteristik dari responden yang dapat mengikuti penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Pengeluaran keluarga lebih dari tiga juta rupiah perbulannya

Pemilihan batasan ini berdasarkan pada kriteria kelas menengah dari AC  Nielsen (dalam Harinowo, 2008).

 b. Berusia minimal 18 tahun

Karakteristik ini dipilih sesuai dengan batasan umur dewasa karena dianggap telah melewati konflik identity versus identity confusion (Miller, 1993). c. Pendidikan minimal SMU

d. Berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi

4.12.3 Teknik Pengambilan Sampel

Sampling merupakan pengambilan porsi dari populasi sebagai perwakilan dari populasi (Kerlinger dan Lee, 2000). Teknik pengambilan sampel yang dilakukan termasuk dalam non-random/non-probability sampling di mana seluruh individu di dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel (Kerlinger dan Lee, 2000). Menurut Kumar (1999) teknik ini digunakan  bila jumlah di dalam populasi tidak diketahui atau tidak dapat diidentifikasi secara individual. Jenis non-random/probability sampling yang dipakai adalah accidental   sampling , di mana  pemilihan partisipan didasarkan pada ketersediaan dan

(34)

kemudahan dalam mengakses populasi partisipan penelitian (Kumar, 1999). Pada  penelitian ini digunakan metode household survey dengan cara mendatangi rumah-rumah yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Metode ini digunakan untuk  mempermudah pengambilan data pada wilayah yang besar karena mampu memperoleh jumlah partisipan yang banyak dalam satu rumah.

4.12.4 Jumlah Partisipan

Kerlinger dan Lee (2000) mengatakan bahwa semakin besar jumlah sampel yang digunakan, maka kesalahan (error ) statistik yang terjadi akan semakin kecil. Hal senada juga diutarakan oleh Kumar (1999), secara umum semakin besar jumlah sampel semakin tepat estimasi yang diberikan. Tetapi secara praktis, besarnya anggaran menentukan besarnya jumlah sampel. Pada  penelitian ini sudah ditentukan dari awal bahwa sampel akan diambil dari 270 rumah yang tersebar di Jabodetabek. Masing-masing wilayah akan diambil sebanyak 30 rumah dan di tiap rumahnya diharapkan minimal terdapat satu orang yang menjadi responden sehingga memenuhi batas minimal sampel sebanyak 30 orang. Jumlah tersebut telah memenuhi batasan minimum dari tiga puluh orang sampel yang dapat mengakibatkan penyebaran data mendekati penyebaran distribusi normal (Guilford dan Fructher, 1981).

4.3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai metode untuk  mengumpulkan data. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang harus dijawab oleh subjek dengan menuliskan atau menandai jawaban yang dianggap tepat (Kumar, 1999). Peneliti memilih kuesioner sebagai alat pengumpul data karena biayanya relatif murah, tetapi dapat menjangkau subjek yang banyak  dalam waktu singkat. Kuesioner juga memungkinkan peneliti untuk menjaga anonimitas subjek, karena tidak semua subjek merasa aman dan nyaman untuk  membagi informasi yang mereka tulis di kuesioner tersebut. Selain itu, kuesioner  dapat menghindari interviewer bias, seperti kualitas interviewer, kualitas interaksi, dan lain-lain (Kumar, 1999).

(35)

Kumar (1999) menyatakan bahwa kuesioner juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain: kuesioner hanya dapat diaplikasikan pada populasi yang dapat membaca dan menulis, respon pengembalian yang rendah terutama bila diberikan secara individual, subjek tidak memiliki kesempatan untuk  mendapatkan klarifikasi dari pernyataan yang tidak dimengerti oleh mereka, subjek memiliki cukup banyak waktu untuk berefleksi sebelum memberikan  jawaban, respon terhadap sebuah pertanyaan dapat dipengaruhi oleh respon terhadap pertanyaan lain, subjek memiliki kemungkinan untuk berkonsultasi dengan orang lain, jawaban yang diberikan oleh subjek tidak dapat ditambahkan dengan informasi lain (Kumar, 1999).

4.4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah tiga buah kuesioner alat ukur  yang mengukur kebahagiaan, kepuasan hidup dan kualitas hidup. Di bawah ini merupakan penjelasan mengenai masing-masing kuesioner  alat ukur tersebut.

4.4.1 Alat UkurSubjective H appin ess Scale 

Subjective Happiness Scale dikembangkan berdasarkan teori dari  subjective well-being , bahwa kebahagiaan dinilai berdasarkan kriteria-kriteria subjektif yang dimiliki individu, sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber kebahagiaan bervariasi dari individu ke individu lain (Lyubomirsky dan Lepper, 1997).

Pengembangan Subjective Happiness Scale ini dilakukan karena ketidakpuasan pembuat inventory pada alat ukur yang mengukur  subjective well-being . Alat-alat ukur yang sudah ada, biasanya hanya melihat masing-masing komponen dari subjective well-being . Sedangkan alat ukur yang melihatnya secara global biasanya hanya terdiri dari satu item saja sehingga sulit untuk dilakukan  pengujian properti psikometri. Oleh karena itu, pembuat inventory ini merasa diperlukan adanya alat ukur yang mengukur  subjective well-being  secara global dan terdiri dari beberapa item sehingga dapat diuji properti psikometrinya (Lyubomirsky dan Lepper, 1997). Salah satu item yang terdapat dalam alat ukur 

Gambar

Tabel 5.9 Norma SEIQoL-DW
Tabel 5.23Tabel 5.23 Hasil Post-Hoc nilai
Tabel 5.24Tabel 5.24 Hasil

Referensi

Dokumen terkait

Data tiltmeter secara umum menunjukkan ada- nya penurunan trend pada sebelum terjadinya letusan dan mengalami peningkatan setelah ter- jadinya letusan yang mempunyai energi letusan

Di dalam Penelitian ini peneliti akan melihat bagaimana Pengelolaan website sebagai media informasi publik, Peneliti menggunakan Proses manajemen Humas Pemerintah

Metode pengukuran arah kiblat dengan alat bantu Google Earth di tanah kosong, yaitu: (1) Pengukuran arah kiblat dengan menghubungkan show ruler dari Kakbah

Jajar legowo (2 : 1) adalah cara tanam padi dimana setiap dua baris tanaman diselingi oleh satu barisan kosong yang memiliki jarak dua kali dari jarak tanaman antar baris

Judul : Pengembangan Model Pembelajaran Berorientasi CEP dengan media CET Melalui Perkuliahan Praktikum Kimia Dasar Berbasis Inquiri sebagai Upaya Peningkatan Penguasaan

Desi Dwi Kristanto, S.Ds., M.Ds., selaku Ketua Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Multimedia Nusantara sekaligus dosen pembimbing II yang sangat berjasa dalam

(ewaiban kontrak adalah kewaiban perusahaan untuk mentransfer barang atau asa kepada  pelanggan untuk perusahaan yang telah menerima pertimbangan dari

Dari berbagai permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka solusinya adalah dengan membangun aplikasi sistem pendukung keputusan dengan metode profile matching untuk