• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN HAMA DAUN TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri) DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA. Oleh: ANDI RAMLAH NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGAMATAN HAMA DAUN TANAMAN ULIN (Eusideroxylon zwageri) DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA. Oleh: ANDI RAMLAH NIM."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh: ANDI RAMLAH NIM. 110500002

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A 2014

(2)

Oleh: ANDI RAMLAH NIM. 110500002

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A 2014

(3)

Oleh

ANDI RAMLAH NIM. 110500002

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA

S A M A R I N D A 2014

(4)

Judul Karya Ilmiah : Pengamatan Hama Daun Tanaman Ulin (Eusideroxylon zwageri) Di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

N a m a : Andi Ramlah N I M : 110500002 Program Studi : Manajemen Hutan Jurusan : Manajemen Pertanian

Pembimbing, Penguji I, Penguji II,

Ir. Emi Malaysia. MP Ir. M. Nasir. MP Dwinita Aquastini. S.Hut. MP NIP. 196501011992032002 NIP. 196012201988031003 NIP. 197002141997032002

Menyetujui Mengesahkan, Ketua Program Studi Manajemen Hutan Ketua Jurusan Manajemen Pertanian

Ir. M. Fadjeri, MP Ir. Hasanudin, MP NIP. 196108121988031003 NIP. 196308051989031005

(5)

Malaysia).

Latar belakang dari penelitian adalah timbulnya hama merupakan salah satu permasalahan yang serius dalam pembangunan hutan, untuk jenis-jenis asli hutan Kalimantan misalnya jenis Ulin (E. zwageri) masih sedikit sekali diketahui tentang hama yang dapat menyerang, berdasarkan hal ini maka penulis melakukan penelitian.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tentang hama daun, gejala kerusakan daun, frekuensi dan intensitas kerusakan daun tanaman Ulin (E. zwageri) di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang hama daun, gejala kerusakan daun, frekuensi dan intensitas kerusakan daun tanaman Ulin (E. zwageri) di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

Penelitian ini dilaksanakan di Areal Jurusan Manajemen Pertanian dan di Laboratorium Konservasi Jurusan Manajemen Pertanian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Waktu yang diperlukan dalam penelitian lebih kurang selama 1,5 bulan terhitung mulai dari tanggal 06 Januari 2014 sampai dengan 22 Februari 2014, pelaksanaan penelitian meliputi kegiatan persiapan alat dan bahan, pengambilan data, dan dokumentasi penelitian. Pengambilan data sebanyak dua kali yaitu pagi pukul 07.00 – 11.00, siang pukul 13.00 – 17.00, pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus dengan jumlah tanaman sebanyak 83 tanaman Ulin berumur !4 tahun.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hama daun yang ditemukan ada 5 jenis, yang dapat diidentifikasi ada 3 jenis

yaitu, Ulat Graphium sarpedon dengan gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah sebagian daun dari pinggir daun dan tulang daun dimakan, Ulat kantong thyridopteryx sp dan ulat kantong Mahasena sp dengan gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah daun berlubang - lubang. Hama daun yang belum dapat diidentifikasi ada 2 jenis yaitu Ulat A dengan gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah daun berlubang – lubang dan Ulat B dengan gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah dari pinggir daun dan daun berlubang - lubang

2. Frekuensi tanaman yang sehat adalah 24,10 %, frekuensi kerusakan ringan adalah 55,42 %, frekuensi kerusakan sedang adalah 9,64 %, frekuensi kerusakan berat adalah 10,84 % serta frekuensi tanaman yang mati adalah 0 %.

3. Intensitas kerusakan adalah 26,81 %, berarti termasuk ke dalam kategori kerusakan sedang.

(6)

merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan dari Bapak Andi Rizal dan Ibu Marni

Memulai pendidikan formal pada tahun 1999 di Sekolah Dasar (SDN) 017 Harapan, Kec. Sebuku, Kab. Nunukan dan lulus pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Muktitama Kec. Sebuku, Kab. Nunukan dan lulus pada tahun 2008. Tahun 2008 melanjutkan ke SMA Negeri 01 Sebuku, Kab. Nunukan dan menerima ijazah pada tahun 2011. Pendidikan tinggi dimulai pada bulan September tahun 2011 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda pada Program Studi Manajemen Hutan Diploma III (D3) Jurusan Manajemen Pertanian.

Sebagai aplikasi dari teori yang telah diperoleh selama mengikuti program pendidikan, telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Instansi Dinas Kehutanan UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Provinsi Kalimantan Timur, mulai tanggal 01 Maret 2014 sampai 30 April 2014.

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan sholawat serta salam kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, keluarga dan pengikut-pengikut-Nya karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga Penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

Maksud penyusunan Karya Ilmiah ini adalah salah satu persyaratan menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Ahli Madya Diploma III (A.md) pada Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Keberhasilan dan kelancaran dalam penulisan Karya Ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian 2. Bapak Ir. M. Fadjeri, MP selaku Ketua Program Studi Manajemen Hutan 3. Ibu Ir. Emi Malaysia, MP selaku Dosen Pembimbing

4. Bapak Ir. M. Nasir, MP dan Ibu Dwinita Aquastini, S.Hut, MP selaku Dosen Penguji 1 dan Penguji 2 yang telah memberi masukan dan saran-saran perbaikan Karya Ilmiah.

5. Dosen – Dosen dan PLP Manajemen Hutan Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

6. Orang tua tercinta dan Keluarga yang selalu memberikan dukungan dan doa, secara moral maupun materil.

7. Teman-teman Manajemen Hutan angkatan 2011 Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

8. Seluruh teman-teman kampus, teman-teman kost yang selalu memberikan dukungan

9. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan Karya ilmiah ini. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata, manusia adalah tempat segala kekhilafan. Penulis mengharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan Karya Ilmiah ini.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Penulis

(8)

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Serangga 3

B. Penggolongan Hama Hutan 11

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga ...13

D. Gambaran Umum Ulin (Eusideroxylon zwageri) 16

BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 19

B. Alat dan Bahan 19

C. Prosedur Penelitian 20

D. Pengolahan Data 22

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 25

B. Pembahasan 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 35

B. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

(9)

1. Ulat Graphium sarpedon 26 2. Daun Tanaman Ulin Sebagian Daun yang Dimakan dari Pinggir

Daun dan Tulang Daun Dimakan Ulat Graphium sarpedon 26 3. Ulat Kantong Thyridopteryx sp dan Gejala Kerusakan Daun

Tanaman Ulin Berlubang 27 4. Ulat Kantong Mahasena sp dan Gejala Kerusakan Daun

Tanaman Ulin Berlubang 29

5. Ulat A 30

6. Ulat B dan Gejala Kerusakan Daun Tanaman Ulin dari Pinggir

(10)

1. Tally Sheet Pengamatan 21 2. Klasifikasi Derajat Kerusakan Tanaman 23 3. Cara Penentuan Tingkat Kerusakan Tanaman 24 4. Jenis Hama Daun dan Gejala Kerusakan Daun Tanaman

Ulin (E.zwageri) 25

5. Frekuensi Kerusakan dan Intensitas Kerusakan Tanaman Ulin

di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda 31 6. Kisaran Suhu dan Kelembapan 32

Lampiran

7. Data Pengamatan Hama Daun Tanaman Ulin di Politeknik

Pertanian Negeri Samarinda 40 8. Data Suhu dan Kelembapan di Lokasi Penelitian 44

(11)

1. Cara Perhitungan Frekuensi Kerusakan DaunTanaman Ulin di

Politeknik Pertanian Negeri Samarinda 44 2. Cara Perhitungan Intensitas Kerusakan Daun Tanaman Ulin di

(12)

BAB I PENDAHULUAN

Hutan sebagai sumber daya perlu dipertahankan, dibina dan dikelola agar diperoleh keseimbangan alam dan keserasian lingkungan hidup. Selain itu, pengelolaan sumber daya hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sebesar mungkin bagi kemakmuran bangsa, untuk mencapai tujuan tersebut maka usaha pengelolaan hutan perlu ditingkatkan.

Jenis Ulin (Eusideroxylon zwageri) merupakan salah satu jenis asli Kalimantan dan merupakan jenis yang banyak dimanfaatkan untuk kontruksi berat, balok dan sirap sehingga Ulin diekplotasi berlebihan menyebabkan jenis ini menjadi langka dan merupakan jenis yang dilindungi (Anonim, 2012).

Hama adalah hewan atau binatang yang merusak tanaman sehingga menyebabkan kerugian secara ekonomi. Beberapa kelompok hewan yang mampu berperan sebagai hama yang paling merugikan usaha pertanian dalam skala luas yaitu dari kelompok serangga dan invertebrata. Dalam menentukan serangan yang dilakukan oleh hama jenis tertentu maka identifikasi sangat diperlukan, identifikasi dapat dilakukan dengan melihat gejala serangan. Serangan yang disebabkan oleh hama seperti serangga akan meninggalkan gejala kerusakan yang khas pada tanaman tersebut (Djafarudin, 1995).

Timbulnya hama merupakan salah satu permasalahan yang serius dalam pembangunan hutan, terutama untuk jenis-jenis asli hutan Kalimantan masih sedikit sekali diketahui tentang hama yang dapat menyerang, sehingga masih perlu penelitian yang lebih intensif.

Menurut Suratmo (1982), kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh hama pada pohon atau tegakan hutan dapat berbentuk kerusakan langsung (misalnya

(13)

mematikan pohon, merusak sebagian pohon, menurunkan kualitas hasil hutan, menurunkan pertumbuhan pohon, merusak biji dan buah) dan tidak langsung (misalnya menurunkan umur tegakan, mengurangi nilai keindahan dan membawa penyakit). Oleh karena itu untuk membudidayakannya dan meningkatkan kualitas dan kuantitas yang baik, maka perlu dilakukan pengamatan tentang jenis serangga yang dapat merusak daun tanaman Ulin, agar dapat mengetahui langkah-langkah selanjutnya dalam usaha pencegahan dan pemberantasan serangga yang menyerang.

Penelitian tentang hama tanaman Ulin telah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu Safari (2012), tentang Serangan Hama Pada Tanaman Ulin (Eusideroxylon zwageri) Umur 2 tahun. berdasarkan hasil penelitiannya ditemukan hama yang menyerang adalah Ulat kantong A (belum teridentifikasi), Ulat Kantong (Thyridopteryx sp), Ulat (Euthalia sp), Ulat B (belum teridentifikasi), Jangkrik (Brachytrypes sp), dan Bekicot (Achatina fulica).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang hama daun, gejala kerusakan daun, frekuensi dan intensitas kerusakan daun tanaman Ulin (E. zwageri) di Politeknik Pertanian negeri Samarinda.

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang hama daun, gejala kerusakan daun, frekuensi dan intensitas kerusakan daun tanaman Ulin (E. zwageri) di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Serangga

Menurut ANONIM (1992), contoh klasifikasi serangga adalah sebagai berikut: Golongan : Animalia Phylum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Hymenoptera Famili : Apidae Genus : Apis

Spesies : Apis mellifera

Menurut Sumardi dan Widyastuti (2004), kerusakanhutandapat terjadi oleh adanya aktivitas berbagai serangga yang hidup di dalamnya dengan memanfaatkan tanaman hutan sebagai tempat berkembang dan sumber makanan.

Kerusakan oleh serangga hama dapat terjadi pada semua tumbuhan penyusun hutan, pada semua tingkat pertumbuhan dan organ tumbuhan akar, batang, daun, buah dan biji.

1. Anatomi Tubuh Serangga

Menurut Partosoedjono (1985), serangga mempunyai tubuh yang terdiri dari tiga (3) bagian yaitu: kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen) yang beruas-ruas.

(15)

Pada bagian kepala terdapat mulut, antena dan mata. Sedangkan pada serangga dewasa maupun nimpa pada umumnya mempunyai dua jenis mata yaitu mata tunggal dan mata majemuk.

Pada bagian dada terdiri dari 3 ruas yaitu : dada depan (prothorax), dada tengah (mesothorax), dan dada belakang (metathorax). Ketiga bagian ruas dada tersebut memiliki sepasang tungkai (kaki). Pada Prothorax terdapat sepasang tungkai depan, pada mesothorax terdapat sepasang tungkai tengah dan pada metathorax terdapat sepasang tungkai belakang. Pada mesothorax terdapat sepasang sayap depan dan pada metathorax terdapat sepasang sayap belakang. Pada jenis serangga yang hanya memiliki sepasang sayap maka sayap tersebut terletak pada mesothorax.

Pada bagian perut pada dasarnya terdapat 11 ruas tetapi ruas ke 11 mengecil, Jumlah ruas abdomen untuk setiap spesies serangga tidak sama akan tetapi pada umumnya tidak lebih dari 10. Setiap ruas dari abdomen pada umumnya memiliki lubang nafas (stigma/spiracle) yang terletak di bagian samping kiri kanan abdomen, biasanya berjumlah dua pasang terdapat pada thorax dan delapan pasang terdapat pada abdomen. Alat kelamin jantan biasanya terbentuk dari ruas ke 10, sedangkan alat kelamin betina biasanya terbentuk dari ruas ke 8 dan 9.

2. Metamorfosis Serangga

Menurut Partosoedjono (1985), metamorfosis adalah suatu perubahan bentuk yang dialami mulai dari telur sampai serangga dewasa.

Ada tiga metamorphosis serangga yaitu tidak ada metamorphosis (ametabola), metamorfosis sempurna dan metamorfosis sederhana.

(16)

a. Tidak ada metamorphosis (ametabola), serangga yang tidak mengalami metamorfosis, perubahan struktur ametabola. Serangga ametabola melanjutkan kehidupannya sambil berganti kulit. Golongan ametabola biasanya seranga-serangga yang primitif, contohnya yaitu Collemola, Thysanura, dan Diplura. Bentuk pradewasa ametabola disebut nymfa. b. Metamorfosis sempurna memiliki 4 (empat) fase dalam hidupnya dimulai

dari telur, larva (ulat), pupa (kepompong) dan berakhir serangga dewasa (imago). Beberapa ordo serangga yang mengalami metamorfosis sempurna antara lain: lebah (Hymenoptera), kumbang (Coleoptera), kupu-kupu (Lepidoptera) dan lalat (Diptera).

c. Metamorfosis sederhana memiliki 3 (tiga) fase dalam hidupnya yaitu dimulai dari telur, serangga muda (nimfa) dan serangga dewasa (imago). Beberapa ordo serangga yang mengalami metamorfosis sederhana antara lain: belalang (orthoptera), rayap (Isoptera), kutu (Homoptera), dan kepik (Hemiptera).

3. Serangga Berguna dan Merugikan

Menurut Partosoedjono (1985), serangga dibagi menjadi dua yaitu : a. Serangga Berguna

Sesuai dengan kehidupannya yang memberikan manfaat bagi manusia, maka berarti serangga ini dapat memberikan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Contoh serangga yang berdaya guna antara lain, lebah yang dapat memberikan madu, kupu-kupu yang membantu penyerbukan sehingga terjadi pembuahan, serta banyak larva serangga yang dijual untuk makanan burung ataupun ikan

(17)

b. Serangga Merugikan

Di Indonesia sangat banyak serangga yang merugikan terutama yang merugikan dibidang pertanian termasuk di dalamnya peternakan, kehutanan, perkebunan dan kesehatan baik manusia maupun hewan. Contoh pada bidang perkebunan banyak sekali jenis serangga yang menyerang tanaman seperti ngengat kubis Crocidolomia binotalis, serta ngengat Plutella spp, untuk tanaman buah-buahan ada pula hama perusak buah salak nedodemia sp, dan untuk tanaman kelapa ada juga jenis kumbang yang disebut kumbang badak. Dibidang kehutanan, rayap yang termasuk family Kalotermitidae, sering merusak pohon dan akar dari pohon jati.

Hampir semua tanaman yang berguna bagi manusia dapat dirusak oleh serangga. Serangga merusak tanaman dengan cara :

1) Memakan bagian tanaman dengan cara menggerek batang, cabang, ranting, buah atau biji.

2) Mengisap cairan daun,sehingga daun menjadi keriting. 3) Menyebabkan puru pada tanaman.

4) Mengorok daun,yaitu membuat terowongan di antara epidermis atas dan bawah daun.

5) Membawa serangga lain ke pertanaman, dan serangga tersebut lalu berkembang biak serta merusak tanaman.

6) Menularkan organisme penyebab penyakit tanaman,atau membuat luka pada tanaman sehingga organisme sekunder masuk ke dalam tanaman.

(18)

Selain merusak tanaman, serangga juga dapat merusak bahan simpanan. Tempat penyimpanan atau gudang merupakan lingkungan yang baik untuk perkembangan serangga hama gudang karna tidak ada musuh alaminya. Di samping itu perkembangan serangga di dalam gudang berlangsung lama tanpa diketahui oleh manusia.

4. Beberapa Ordo Serangga

Menurut Partosoedjono (1985) dan Anonim (1992), ciri-ciri umum beberapa ordo serangga yaitu :

a. Ordo Coleoptera (Coleo = keras, Ptera = sayap)

Sayap depan tebal dan keras disebut “elytra”, yang berfungsi untuk melindungi sayap belakang, sayap belakang membraneus. Mengalami metamorfosis sempurna. Larva Coleoptera disebut lundi atau uret, imago atau serangga dewasa disebut kumbang yang mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda serta warna yang bermacam-macam. Larva dan imago mempunyai tipe alat mulut menggigit dan mengunyah. Tipe antena bermacam-macam.

Pada umumnya dapat ditemukan di dalam tanah, sampah, kotoran hewan, kayu-kayu yang membusuk dan pada gudang-gudang penyimpanan hasil pertanian.

Banyak yang bertindak sebagai hama tanaman dan biasanya akan menyerang hampir semua bagian tanaman. Beberapa merusak bahan makanan di gudang dan sebagian bersifat predator atau sebagai pemakan serangga.

(19)

b. Ordo Hemiptera (Hemi = setengah, Ptera = sayap)

Sayap depan pangkalnya tebal sedangkan bagian ujungnya membraneus, tipe sayap yang demikian disebut “hemelytron”, sayap belakang membraneus. Mengalami meta metamorfosis sederhana. Tipe alat mulut penusuk pengisap. Antena pendek sampai panjang.

Hidup di berbagai habitat, di darat dan di air. Telur diletakkan dengan disisipkan di jaringan tanaman, di permukaan daun, dan ada yang dalam cekungan di tanah lalu ditutup dengan tanah. Ada yang bila diganggu mengeluarkan bau yang tidak enak.

Umumnya merupakan hama tanaman, ada yang sebagai predator, sebagai pengisap darah dan vector penyakit.

c. Ordo Homoptera (Homo = merata, ptera = sayap)

Pada umumnya mempunyai 2 pasang sayap, sayap depan lebih besar dan panjang serta memiliki struktur yang merata. Sayap ada yang membraneus dan ada yang tertutup bahan seperti tepung, pada waktu istirahat sayap disusun seperti atap genteng di atas tubuh. Mengalami metamorfosis sederhana. Tipe alat mulut penusuk pengisap. Antena bervariasi, kadang pendek kaku seperti rambut, kadang panjang seperti benang.

Hampir seluruh Homoptera adalah perusak tanaman. Perusak dilakukan dengan mengisap cairan tanaman. Beberapa sebagai vector (penular) penyakit dan ada jenis yang menguntungkan yaitu sebagai penghasil bahan lak dan pewarna.

(20)

d. Orto Isoptera (Iso = sama, Ptera = sayap)

Dalam satu koloni ada dijumpai individu yang bersayap dan ada yang tidak bersayap, yang mempunyai sayap ke 2 pasang sayapnya tipis, sayap depan dan sayap belakang baik bentuk, ukuran maupun ketebalannya sama. Mengalami metamorfosis sederhana. Tipe alat mulut menggigit dan mengunyah. Tipe antena moniliform (setiap ruas jelas dan sama besar).

Habitatnya bervariasi, ada koloni yang hanya membuat sarang pada kayu lembab dan mulai membusuk, ada yang pada kayu kering dan ada yang di dalam tanah kemudian membuat terowongan tanah dan mencapai permukaan tanah, merambat pada kayu atau bamboo sambil menutup alur jalan terowongan dan dapat mencapai ketinggian yang cukup tinggi serta ada yang di dalam tanah dan membuat gundukan tanah yang cukup tinggi.

Rayap dapat merusak bangunan terutama yang terbuat dari kayu atau produksi kayu lainnya, dapat juga menyerang pohon yang masih hidup.

Rayap hidup dalam kelompok sosial yang terdiri dari kasta reproduktif, kasta pekerja bertugas mengumpulkan makanan untuk ratu, prajurit, dan nimfa baru serta membuat sarang, sedangkan kasta prajurit bertugas untuk menjaga koloni.

e. Ordo Lepidoptera (Lepido = sisik, Ptera = sayap)

Mempunyai 2 pasang sayap yang bersisik, demikian juga dengan tubuh dan tungkainya, bila dipegang sisik tersebut mudah lepas dan menempel dijari menyerupai debu dan lembut. Mengalami metamorfosis

(21)

sempurna. Larva Lepidoptera disebut ulat mempunyai tipe alat mulut menggigit mengunyah, stadia larva merupakan penyebab utama kerusakan, dapat meyerang hampir semua bagian tanaman. Serangga dewasa mempunyai tipe alat mulut pengisap untuk mengisap makanannya yaitu nektar dari bunga tanaman. Antena panjang, ramping dan kadang-kadang plumose (banyak rambut) atau membonggol pada ujungnya.

f. Ordo Orthoptera (Ortho = lurus, Ptera = sayap)

Mempunyai 2 pasang sayap, sayap depan bentuknya lurus, panjang dan menyempit agak tebal, sayap belakang agak tipis dan melebar. Mengalami metamorfosis sederhana. Tipe antena pendek dan ada yang panjang serta ada yang melebihi panjang tubuhnya. Tipe alat mulut mengigit mengunyah. Beberapa jenis betina mempunyai ovipositor yang berbentuk seperti pedang berguna untuk meletakkan telur.

Nimfa dan dewasa hidup dalam habitat yang sama, telur diletakkan di dalam tanah, jaringan tanaman dan di bagian tanaman yang lain. Sebagian besar sebagai pemakan tanaman dan ada yang sebagai predator.

g. Ordo Hymenoptera (Hymeno = tipis, Ptera = sayap)

Mempunyai 2 pasang sayap yang bersifat membran, sayap depan lebih besar dari pada sayap belakang. Mengalami metamorfosis sempurna. Antena sedang sampai panjang. Jenis betina ada yang mempunyai ovipositor panjang, kadang mengalami modifikasi menjadi alat penyengat. Ordo ini hanya sebagian kecil familinya yang merupakan pemakan tanaman, banyak jenis sebagai serangga menguntungkan

(22)

karena sebagai parasit serangga hama dan ada yang dapat menghasilkan madu dan dapat membantu penyerbukan.

h. Ordo Diptera (Di = dua, Ptera = sayap)

Mempunyai 2 sayap (1 pasang), membraneus, sayap belakang hanya berupa bonggolan kecil yang di sebut “halters” yang berfungsi sebagai alat keseimbangan pada saat terbang. Mengalami metamorfosis sempurna. Antena pendek, mata majemuk besar. Tipe alat mulut penusuk pengisap, penjilat pengisap dan pengisap.

Ada yang merusak tanaman, sebagai penghisap darah manusia dan binatang, sebagai vektor penyakit bagi manusia, penyerbuk bunga dan sebagai predator atau parasit hama tanaman.

B. Penggolongan Hama Hutan

Menurut Suratmo (1982), ahli hama hutan membagi hama hutan diantaranya adalah: berdasarkan bagian pohon yang rusak dan berdasarkan jenis tanaman yang rusak. Pembagian hama hutan berdasarkan bagian pohon yang rusak adalah sebagai berikut:

1. Serangga perusak daun (defoliating insects), serangan serangga mengakibatkan sebagian atau seluruh bagian dari daun rusak karena dimakan. Biasanya serangga perusak daun ini termasuk di dalam ordo-ordo Lepidoptera, Hymenoptera, dan Diptera hanya stadium larvanya yang merusak daun, sedangkan dari ordo Coleoptera dan Orthoptera stadium larva dan stadium imagonya yang dapat merusak daun.

2. Serangga penggerek kulit pohon (inner bark boring insects), bagian yang dirusak adalah kulit pohon bagian dalam sampai ke kambium. Lubang gerekan serangga dapat merusak atau menutup jalan pengiriman bahan

(23)

makanan pohon yang di kirim dari daun ke akarnya. Apabila kerusakan yang ditimbulkan sampai melingkari pohon, maka akan dapat membentuk suatu terusan yang mengakibatkan terhalangnya pengiriman makanan dari daun ke akar, sehingga bila akar pohon sampai mati. Serangga pengebor kulit pohon ini biasanya termasuk di dalam ordo Coleoptera.

3. Serangga pengebor batang pohon dan kayu (wood boring insects), kerusakan berbentuk lubang-lubang yang mempunyai bermacam-macam ukuran dan bentuk. Lubang-lubang dapat dijumpai, baik pada batang dan cabang yang masih hidup ataupun pada balok-balok dan kayu-kayu kering. Tiap-tiap serangga pengebor kayu mempunyai spesifikasi tersendiri. Ada yang tinggal di dalam kayu sebagai tempat tinggalnya saja, tetapi kebanyakan hidup dengan makan batang kayu. Beberapa serangga ada yang hanya merusak pohon yang sehat, ada yang merusak pohon yang sedang merana. Serangga pengebor batang atau kayu termasuk ke dalam ordo Coleoptera.

4. Serangga pengisap cairan pohon (sapsucking insects), kerusakan yang ditimbulkan berbentuk noda-noda, perubahan warna (discoloration), bentuk yang membesar (malformation), atau terhentinya pertumbuhan bagian-bagian tertentu, misalnya daun-daun atau cabang-cabang. Serangga pengisap cairan pohon hampir semuanya termasuk ordo Homoptera, Hymenoptera, Diptera, dan Hiteroptera.

5. Serangga perusak pucuk dan cabang (bud and twig insects), kerusakan yang timbul akibat dari pucuk dan cabang yang dirusak merupakan tempat pertumbuhan dari pohon, maka serangga perusak pucuk dan cabang sangatlah merugikan. Penderitaan paling berat ialah bila serangganya

(24)

mengebor ke dalam pucuk pohon. Serangga yang merusak pucuk biasanya termasuk kedalam ordo Lepidotera, Coleoptera, Hemiptera, dan Hymenoptera. 6. Serangga perusak anakan (seedling insects), pada umumnya seluruh bagian dari anakan merupakan makanan yang digemari oleh bermacam-macam serangga karena bagian-bagian itu masih muda dan lunak. Pada umumnya serangga atau binatang perusak anakan merusak pada malam hari, sehingga pada siang harinya anakan telah putus-putus batang, akar atau daunnya, sedangkan kalau dicari serangga-serangga perusaknya sudah tidak ada lagi. 7. Serangga perusak akar (Root Insects), pada umumnya bagian akar yang

rusak adalah ujung akar tanaman muda yang merupakan bagian yang sangat lunak. Anak-anakan yang dirusak biasanya anakan yang masih berada di tempat persemaian. Di samping serangga, binatang perusak akar yang sering dijumpai adalah cacing bulat (Nematoda). Serangga perusak akar biasanya masuk dalam ordo Coleoptera.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Serangga

Menurut Jumar (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembang biakan serangga terdiri dari faktor biotik dan abiotik sebagai berikut:

1. Faktor Biotik

a. Daya Reproduksi dan Survival

Daya reproduksi adalah kemampuan reproduksi suatu serangga di dalam periode waktu tertentu dari setiap ekor serangga betina yang dewasa pada keadaan sekeliling yang optimum.

Sifat-sifat serangga yang menentukan daya reproduksi adalah : 1) Fecundity (kesuburan) adalah kemampuan reproduksi suatu serangga

(25)

2). Life cycle (siklus hidup) adalah panjang umur serangga dari mulai telur sampai menjadi imago.

3). Sex Ratio adalah perbandingan antara serangga jantan dan betina yang dihasilkan dari telur-telurnya.

4). Parthenogenesis adalah perkembangan tanpa pembuahan.

5). Polyembrioni adalah dua serangga atau lebih yang dapat dihasilkan dari telur.

Daya survival adalah kemampuan tumbuh, cara hidup dan sifat-sifat lainnya dari serangga untuk dapat tetap hidup dengan keadaan sekitarnya.

b. Parasit dan predator

Parasit adalah suatu organisme yang hidup di dalam atau di luar tubuh organisme lain, dimana organisme yang pertama mendapat kebutuhan hidupnya dari organisme kedua sehingga organisme kedua dirugikan.

Predator adalah suatu organisme yang hidup di alam, yang untuk hidupnya mendapatkan makanan denga memangsa dan membunuh mangsanya, baik berupa telur, pupa/nimfa ataupun imago. Biasanya selama hidup predator memerlukan lebih dari satu mangsa.

2. Faktor Abiotik a. Suhu

Serangga adalah binatang yang berdarah dingin artinya suhu badan sama dengan suhu badan di sekelilingnya, karena tergantung pada temperatur di sekeliling untuk hidup, tumbuh dan berkembang dari telur sampai dewasa suhu di sekitarnya harus berada pada daerah

(26)

temperatur yang cocok. Setiap serangga mempunyai jangka suhu masing-masing dimana serangga tersebut dapat hidup, dan pada umumnya jangka suhu yang efektif adalah sebagai berikut:

1) Suhu minimum 15°C 2) Suhu optimum 25 °C 3) Suhu maksimum 45 °C

Kisaran suhu terdiri dari

1) Daerah suhu maksimum, di daerah ini serangga atau hama tidak dapat lagi bertahan dan akan mati.

2) Daerah suhu inaktif (zona estivasi), dalam kondisi suhu ini, serangga masih dapat hidup bertahan, akan tetapi tidak aktif. Gejalanya disebut estivasi atau ‘diapauze’ atau tidur atau istirahat.

3) Daerah suhu optimum atau efektif, pada suhu ini serangga dapat hidup dengan normal, demikian pula aktivitas dan perkembangannya pun berlangsung normal (maksimum)

4) Daerah suhu rendah inaktif (zona hibernasi), di daerah ini serangga masih dapat bertahan, akan tetapi tidak aktif, karena keadaan suhu dingin, gejalanya disebut ‘hibernasi’, setelah suhu normal kembali, maka serangga akan aktif kembali.

5) Daerah suhu minimum, di daerah ini, serangga tidak dapat lagi hidup dan bertahan, maka matilah.

b. Hujan/kelembapan

Butiran air hujan yang kecil dan ringan tidak banyak berpengaruh pada serangga, tetapi untuk hujan deras dengan butiran yang lebih besar

(27)

dapat membunuh serangga, dapat mengancam serangga ke tempat yang banyak musuhnya atau ke tempat yang tidak ada makanan.

c. Angin

Pengaruh langsung dari angin misalnya karena angin suatu serangga dapat menyebar ke daerah yang jauh hingga dapat menentukan makanan dan tempat yang baru untuk kehidupan serangga tapi dapat juga karena angin suatu serangga dapat terbawa ke tempat yang tidak ada makanannya dan banyak musuhnya.

D. Gambaran Umum Ulin (Eusideroxylon zwageri)

Menurut Anonim (2009c) dalam Pramono (2009), hirarki klasifikasi dan data nama tanaman Ulin (E. zwageri) adalah sebagai berikut :

Golongan : Plantae

Divisio : Angiospermae Sub Divisio : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Laurales

Famili : Lauraceae Genus : Eusideroxylon

Spesies : Eusideroxylon zwageri T.et B. 1. Tempat Tumbuh

Tanaman Ulin merupakan salah satu pohon yang menjadi suatu ciri khas dari pulau Kalimantan, tanaman ini diperkirakan tumbuh di antara 5° LU- 3° LS. Namun di Palembang, jambi, dan Belitung ditemukan juga tanaman Ulin, tetapi hanya berkelompok yang luasnya mencapai 100 Ha. Tanaman ini

(28)

tumbuh pada dataran rendah pada daerah berpasir yang terletak dibatas perairan (Heyne, 1987)

Menurut Anonim (2009b) dalam Pramono (2009), habitat menyebar dikawasan hutan primer tua dan hutan campuran. Terkadang juga dijumpai di hutan sekunder tua sebagai sisa tebangan di tanah berpasir liat, di lahan yang mendatar atau pun miring pada ketinggian 20-600 meter di atas permukaan laut. Jenis ini juga tumbuh baik pada tanah podsolik merah kuning yang drainasenya cukup baik. Di Indonesia, pohon Ulin tumbuh liar di kawasan hutan Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat serta Sumatra bagian selatan termasuk Bangka Belitung, sedangkan di Pulau Jawa, Ulin telah dibudidayakan. Jenis ini juga di temukan di Filifina, yakni di Pulau Tawitawi, Sulu dan Palawan.

2. Habitus

Pohon Ulin memiliki tinggi 60 meter dengan diameter 1-1,5 meter. Batangnya lurus tegak dengan bagian bebas cabang 5 – 20 meter. Kulit luar batang berwarna coklat kemerahan sampai coklat keabuan, beralur kecil tanpa alur. Daun tersusun spiral, tungal, tebal, berbentuk lonjong. Permukaan atas gundul sedangkan urat-urat permukaan bawah berbulu halus. Daun muda berwarna ungu. Mahkota bunga berwarna kehijauan dan berbulu halus. Buah tergolong buah batu dengan tangkai berbentuk benjolan, elips dan berwarna hitam. Biji besar, berkulit keras beralur memanjang (Anonim, 2009b dalam Pramono 2009).

Menurut Kebler dan Kade (1999), Ulin (E. zwageri) termasuk ke dalam family Lauraceae, dengan nama lain Kayu besi.

(29)

3. Sifat-sifat botani

Pohon Ulin tinggi hingga 40 m, berdiameter ± 80 cm. Bulung menyilindir, kadang-kadang bergalar dangkal. Banir tidak ada. Pepagan halus agak mengeripih, cokelat kemerahan. Ranting mengalah, menjuntai. Tangkai daun panjang ± 1 cm. Daun spiral melonjong bundar telur atau menjorong, pajang 20-30 cm, pangkal membundar, ujung runcing hingga melancip, tulang daun sekunder 8-12. Bunga memalai diketiak, berkelamin ganda, tabung tajuk pendek, bercuping 6 hampir sama, benang sari 12, benang sari semu ada, bakal buah membulat. Buah melonjong, menyilinder, panjang hingga 15 cm, garis tengah hingga 8 cm.

4. Daerah penyebarannya

Daerah penyebaran pohon Ulin adalah di Sumatra, Borneo, Filifina. 5. Kegunaannya

Ulin yang dimanfaatkan untuk kontruksi berat, balok dan sirap. Karena eksploitasi berlebihan, kayunya hanya diperjual-belikan di pasar pedalaman

(30)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Areal Jurusan Manajemen Pertanian untuk menemukan serangga dan melihat gejala kerusakan yang ditimbulkan, untuk mengidentifikasi serangga yang ditemukan dilakukan di Laboratorium Konservasi. Waktu yang diperlukan dalam penelitian lebih kurang selama 1,5 bulan terhitung mulai dari tanggal 06 Januari 2014 sampai dengan 22 Februari 2014, pelaksanaan penelitian meliputi kegiatan persiapan alat dan bahan, pengambilan data dan dokumentasi penelitian.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada pengamatan ini terdiri dari : a. Alat tulis menulis

b. Higrometer untuk mengukur suhu dan kelembapan. c. Pinset, digunakan untuk menjepit hama.

d. Toples, digunakan untuk tempat menyimpan hama yang ditemukan. e. Papan perentang ukuran kecil untuk merentangkan hama yang

ditemukan.

f. Jarum pentul, untuk menjepit/menahan hama. g. Oven, untuk mengawetkan hama yang ditemukan. h. Kamera, untuk dokumentasi.

i. Mistar untuk mengukur besar kecilnya hama. j. Meteran untuk mengukur tinggi tanaman k. Califer untuk mengukur diameter tanaman.

(31)

l. Kalkulator, digunakan untuk mengolah data. 2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk pengamatan ini adalah :

a. Tanaman Ulin (E. zwageri) umur ± 4 tahun, diameter berkisar antara 1,20 cm – 3,61cm dan tinggi berkisar antara 60 cm – 253 cm

b. Alkohol 70% untuk mematikan hama. c. Kapas untuk membantu mematikan hama.

d. Kertas millimeter untuk latar belakang dokumentasi hama dan untuk mengetahui ukuran hama.

e. Label plastik untuk pemberian nomor tanaman. f. Buku literatur tentang hama untuk identifikasi hama. g. Benang tukang untuk menggantung label plastik

C. Prosedur Penelitian

Prosedur kerja pada pengamatan ini adalah sebagai berikut : 1. Orientasi Lapangan

Orentasi lapangan dilakukan untuk mengetahui lokasi pengamatan dan keadaan tanaman Ulin yang akan dijadikan sampel pengamatan.

2. Persiapan Alat dan Bahan

Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan selama kegiatan pengamatan baik pengamatan di lapangan maupun di laboratorium.

3. Pemberian Nomor Sampel Pengamatan

Pemberian nomor sampel pengamatan menggunakan label plastik dengan cara menggantungkan pada tanaman Ulin, pemberian nomor sampel untuk memudahkan dalam pengamatan.

(32)

4. Pengambilan Data dan Pengamatan

a. Pengambilan data pengamatan dilakukan dengan cara sensus yaitu mengambil dan mengamati semua tanaman Ulin yang ada di areal Jurusan Manajemen Pertanian yaitu sebanyak 83 tanaman Ulin.

b. Untuk mengetahui hama tanaman Ulin maka dilakukan pengamatan dan pengambilan data sebanyak dua kali dalam satu hari yaitu pagi pukul 07.00 – 11.00 dan siang pukul 13.00 – 17.00.

c. Pengamatan pada gejala serangan hama dilakukan dengan cara melihat perubahan fisik yang ditimbulkan oleh tanaman seperti daun berlubang, daun sebagian atau seluruhnya dimakan, pucuk terpotong, batang berlubang, dan lain-lain.

d. Pengamatan pada tanda serangan hama dilakukan dengan cara melihat tanda serangan hama seperti telur, ulat, serangga dewasa, cairan, sarang dan lain-lain

5. Pencatatan Data Pengamatan

Data yang diperoleh pada pengamatan dicatat dalam tally sheet sebagai berikut :

Tabel 1. Tally Sheet Pengamatan

No Tanaman

Gejala

kerusakan daun Tingkat kerusakan

Nilai Suhu (°C) Kelembapan

(%) Ket

(33)

6. Penangkapan Hama

Melakukan penangkapan hama yang ditemukan pada saat pengamatan (pagi hari pukul 07.00 – 11.00 dan siang pukul 13.00 – 17.00), menangkap dengan cara manual (menggunakan tangan) kemudian dimasukkan ke dalam toples berisi kapas yang telah diberi alkohol 70% untuk diawetkan.

7. Mengambil Gambar

Melakukan pengambilan gambar terhadap hama dan gejala kerusakan daun yang ditemukan pada tanaman Ulin.

8. Pengukuran Suhu dan Kelembapan

Mengukur suhu dan kelembapan di areal lokasi penelitian pada pagi hari pukul 07.30 dan pada siang hari pukul 13.30 dengan menggunakan Higrometer.

9. Mengidentifikasi Hama

Membawa hama yang ditemukan ke laboratorium Konservasi untuk diidentifikasi, dengan cara membandingkan hama yang ditemukan dengan buku literature konservasi dan koleksi yang ada.

D. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menghitung frekuensi serangan hama dan intensitas serangan hama terhadap kerusakan daun tanaman Ulin umur ± 4 tahun.

1. Frekuensi Serangan Hama

Menurut Sharma dan Sankaran (1996) dalam Susilo (2003), frekuensi serangan hama pada tanaman dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

(34)

F = ! X 100%

N Keterangan :

F = Frekuensi Serangan Hama N = Jumlah Tanaman Seluruhnya

n = Jumlah tanaman yang rusak pada masing-masing tingkat kerusakan

2. Intensitas Serangan Hama

Menurut Sharma dan Sankaran (1998) dalam Susilo (2003), kriteria derajat kerusakan pada tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Derajat Kerusakan Tanaman Tingkat

kerusakan Tanda kerusakan terlihat pada tanaman

Skor Sehat Tidak ada gejala serangan atau jumlah daun yang

terserang sangat sedikit

0

Ringan

Jumlah daun yang terserang relatif sedikit dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang sedikit atau daun rontok atau klorosis atau berlubang sedikit atau tanaman tampak sehat tetapi ada gejala lain seperti kanker batang berlubang

1

Sedang

Jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang relatif agak banyak atau daun rontok atau klorosis atau berlubang agak banyak atau disertai dengan gejala lain seperti kanker batang atau batang berlubang

2

Berat

Jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang relatif sangat banyak atau daun rontok atau klorosis atau berlubang sangat banyak atau disertai dengan gejala lain seperti kanker batang atau batang berlubang

3

Mati Seluruh daun layu atau rontok atau tidak ada

(35)

Menurut Sharma dan sankaran (1988) dalam Susilo (2003), untuk mengetahui intensitas serangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

I= "#$# % "2$2% "3$3% "4$4 x 100% "$4

Keterangan :

I = Intensitas serangan

X = jumlah seluruh tanaman yang diamati X1 = jumlah tanaman yang terserang ringan X2 = jumlah tanaman yang terserang sedang X3 = jumlah tanaman yang terserang berat X4 = jumlah tanaman yang terserang mati Y1 = skor 1

Y2 = skor 2 Y3 = skor 3 Y4 = skor 4

Menurut Sharma dan Sankaran (1988) dalam Susilo (2003), cara penentuan tingkat kerusakan tanaman dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Cara Penentuan Tingkat Kerusakan Tanaman Intensitas serangan % Tingkat Kerusakan

0 – 1 Sehat

1,1 – 25 Ringan

25,1 – 50 Sedang

50,1 – 75 Berat

(36)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Jenis Hama dan Gejala Kerusakan

Hasil pengamatan jenis hama dan gejala kerusakan dapat diketahui jenis hama daun dan gejala kerusakan daun tanaman Ulin (E. zwageri) dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Jenis Hama Daun dan Gejala Kerusakan Daun Tanaman Ulin (E. zwageri)

No Serangga Perusak Daun Gejala Kerusakan Daun

1 Ulat Graphium sarpedon Sebagian daun dari pinggir daun

dan tulang daun

2 Ulat Kantong (Thyridopteryx sp) Daun berlubang – lubang

3 Ulat Kantong (Mahasena sp) Daun berlubang – lubang

4 Ulat A Daun berlubang - lubang

5 Ulat B Pinggir daun dan daun berlubang

– lubang

Berdasarkan Tabel 4 di atas, ditemukan 5 jenis hama yang merusak daun tanaman Ulin (E. zwageri), ada 3 jenis hama perusak yang dapat diidentifikasi dan 2 jenis hama perusak yang belum dapat diidentifikasi.

a. Jenis Hama yang Dapat Diidentifikasi 1) Ulat Graphium sarpedon

Ulat Graphium sarpedon yang ditemukan pada saat pengamatan mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: panjang 4,5 cm, lebar 1 cm, berwarna hijau di seluruh tubuh dan di bagian atas kepala terdapat garis berwarna kuning. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

(37)

Menurut Linnaeus (1758), Ulat Graphium sarpedon berwarna hijau di seluruh tubuh dan di bagian atas kepala bergaris sekitar mata berwarna kekuningan.

Pada saat pengamatan ulat Graphium sarpedon yang ditemukan memakan sebagian daun dari pinggir dan tulang daun, hampir seluruh daun tanaman Ulin yang dimakan, kerusakan daun Ulin akibat dimakan ulat Graphium sarpedon lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 1. Ulat Graphium sarpedon

Gambar 2. Daun Tanaman Ulin Sebagian Daun yang Dimakan Dari Pinggir Daun dan Tulang Daun Dimakan Ulat

(38)

Menurut Linnaeus (1758), klasifikasi ulat Graphium sarpedon sebagai berikut : Golongan : Animalia Phylum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Papilionedae Genus : Graphium

Spesies : Graphium sarpedon

2) Ulat Kantong (Thyridopteryx sp)

Pada saat pengamatan ulat kantong Thyridopteryx sp yang menyerang memakan daun sehingga daun berlubang. Ulat kantong

Thyridopteryx sp yang menyerang daun tanaman Ulin, dan gejala

kerusakannya dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. (a) Ulat Kantong Thyridopteryx sp dan (b) Gejala Kerusakan Daun Berlubang - lubang

b

(39)

Menurut Suhyanto dan Sulthoni (1991) dalam Aquastini (2007), ulat kantong Thyridopteryx sp dari family Psychidae termasuk family dengan karakter yang unik, larva dari family ini tinggal dalam kantong yang mudah dibawa. Kantongnya menyerupai ranting yang berwarna coklat dengan saling berhimpitan dan melekat satu sama lainnya dari waktu kewaktu kantong ulatnya semakin membesar. Larva dan kantongnya menggantung pada tulang daun. Klasifikasi ulat kantong Thyridopteryx sp sebagai berikut :

Golongan : Animalia Phylum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Psychidae Genus : Thyridopteryx Spesies : Thyridopteryx sp

3) Ulat Kantong Mahasena sp

Ulat Kantong Mahasena sp yang ditemukan saat pengamatan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut kantong terbuat dari daun-daun, permukaan kantong agak kasar, warna kantong hitam. Menggantung pada daun dan memakan daun sehingga daun berlubang. Lebih jelas mengenai Ulat Kantong Mahasena sp dan gejala kerusakan daun tanaman Ulin dapat dilihat pada Gambar 4.

(40)

Menurut Pracaya (2004), telur ulat kantong menetas di dalam kantong, jumlah telur ulat kantong ini mencapai hingga tiga ribu butir yang diletakkan secara berkelompok di dalam kantongnya. Panjang ulat betina berkisar antara 5 cm sedangkan ulat jantan berkisar 3 cm. ruas dada ulat berwarna coklat kemerahan. Umur ulat dapat mencapai empat bulan. Ulat ini memakan daun tanaman dengan sangat rakus. Ulat berkepompong dalam kantong dengan posisi berubah, yaitu kepalanya di belakang. Pupa jantan akan menjadi ngengat bersayap, sedangkan yang betina bentuknya tetap sama seperti ulat, tidak berubah menjadi ngengat. Umur pupa kurang lebih satu bulan.

Menurut Triharso (1994), klasifikasi hama ulat kantong

(Mahasena sp) adalah sebagai berikut :

Golongan : Animalia

Phylum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Gambar 4. (a) Ulat Kantong Mahasena sp dan (b) Gejala Kerusakan Daun Berlubang - lubang

b

(41)

Ordo : Lepidoptera

Famili : Psychidae

Genus : Mahasena

Spesies : Mahasena sp

b. Jenis Hama yang Belum Dapat Diidentifikasi 1) Ulat A

Gejala kerusakan yang ditimbulkan Ulat A adalah daun dimakan sehingga daun berlubang-lubang. Ulat A yang ditemukan pada saat pengamatan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : panjang 4,5 cm, lebar 0,5 cm. dengan kepala berwarna hitam, seluruh badan berwarna hitam dan terdapat bintik – bintik berwarna orange dan biru dan memiliki duri yang berbulu di samping kiri kanan tubuh berwarna hitam. Lebih jelasnya Ulat A dapat dilihat pada Gambar 5.

2) Ulat B

Ulat B pada saat pengamatan ditemukan memakan daun tanaman Ulin sehingga daun berlubang-lubang. Ulat B memiliki ciri-ciri tubuh berwarna hitam dengan garis putih membujur pada tubuh

(42)

bagian atas dan garis putih melintang pada setiap ruas di sepanjang tubuh, kepala berwarna orange, mempunyai bulu-bulu putih di samping kiri dan kanan tubuh. Lebih jelasnya Ulat B gejala kerusakan daun tanaman Ulin dapat dilihat pada Gambar 6.

2. Frekuensi dan Intensitas Kerusakan

Data pengamatan kerusakan hama daun tanaman Ulin dapat dilihat pada Lampiran 1, sedangkan hasil perhitungan frekuensi kerusakan dan intensitas kerusakan pada daun tanaman Ulin umur 4 tahun di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dapat dilihat pada Tabel 5 dan cara perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Gambar 6. (a) Ulat B dan (b) Gejala Kerusakan dari Pinggir Daun dan Daun Berlubang - lubang

a

b

(43)

Tabel 5. Frekuensi Kerusakan dan Intensitas Kerusakan Tanaman Ulin di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

Tingkat Kerusakan Jumlah Tanaman

Frekuensi Kerusakan (%) Intensitas Kerusakan (%) Sehat 20 24,10 26,81 Ringan 46 55,42 Sedang 8 9,64 Berat 9 10,84 Mati 0 0 Jumlah 83 100 -

Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa frekuensi tanaman yang sehat adalah 24,10 %, frekuensi kerusakan ringan adalah 55,42 %, frekuensi kerusakan sedang adalah 9,64 %, dan frekuensi kerusakan berat adalah 10,84 % serta tanaman yang mati adalah 0 %. Intensitas kerusakan adalah 26,81 % termasuk ke dalam kategori kerusakan sedang.

Pada saat pengamatan dicatat keadaan suhu dan kelembapan, kisaran suhu dan kelembapan selama pengamatan hama daun tanaman Ulin dapat dilihat pada Tabel 6, sedangkan data harian suhu dan kelembapan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 6. Kisaran Suhu dan Kelembapan

No Keadaan Udara Pagi (07.30) Siang (13.30)

1 Suhu (°C) 27 - 30 31 – 34

(44)

B. Pembahasan

1. Jenis Hama dan Gejala Kerusakan

Hasil pengamatan hama tanaman Ulin di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda diketahui ada 5 jenis hama perusak daun, 3 jenis dapat diidentifikasi yaitu Ulat Graphium sarpedon, Ulat kantong Thyridopteryx sp, Ulat kantong

Mahasena sp dan 2 jenis belum dapat diidentifikasi yaitu Ulat A dan Ulat B. Hasil

pengamatan Safari (2012), tentang Serangan Hama pada tanaman Ulin (E.

zwageri) umur 2 tahun, ditemukan 6 jenis hama, ada 4 jenis yang dapat

diidentifikasi yaitu Ulat Kantong (Thyridopteryx sp), Ulat (Euthalia sp), Jangkrik

(Brachytrypes sp), dan Bekicot (Achatina fulica) dan 2 jenis yang belum dapat

diidentifikasi yaitu Ulat kantong A dan Ulat B.

Berdasarkan dari 2 hasil pengamatan dengan rentang waktu selama 2 tahun ternyata ada hama daun yang sama yaitu Ulat kantong Thyridopteryx sp. Hal ini menunjukkan bahwa Ulat kantong Thyridopteryx sp merupakan hama perusak daun. Tanaman Ulin selama itu pula ternyata terjadi penurunan hama yang menyerang dimana pada tahun 2012 terdapat 6 jenis hama sedangkan pada tahun 2014 hanya 5 jenis hama. Hal ini memungkinkan menurunnya jenis hama yang ditemukan pada tahun 2014 karena umur tanaman Ulin semakin bertambah

Lima jenis hama ini pada saat pengamatan menyerang daun tanaman Ulin dengan gejala yaitu Ulat A, Ulat B, Ulat kantong Thyridopteryx sp dan Ulat kantong Mahasena sp memakan daun sehingga daun berlubang-lubang, sedangkan Ulat Graphium sarpedon memakan daun sehingga daun dan tulang daun dimakan. Serangga menyerang daun artinya daun merupakan bagian tanaman yang disukai serangga, karena daun merupakan bagian – bagian

(45)

tanaman yang relatif lunak. Selain itu daun tanaman jumlahnya relatif banyak sehingga mencukupi untuk makanan serangga. Hal ini sesuai dengan pendapat

Jumar (2000), tersedianya makanan dengan kualitas yang sesuai dan kuantitas yang cukup bagi serangga, akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat, sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga dapat menurun. Selanjutnya Anonim (1992) dalam Prianto (1998), menyatakan bahwa pada umumnya seluruh bagian dari daun merupakan yang disukai oleh bermacam-macam serangga karena bagian-bagian daun masih muda dan lunak.

2. Frekuensi dan Intensitas Kerusakan

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dapat kita ketahui frekuensi tanaman yang sehat adalah 24,10 %, frekuensi kerusakan ringan adalah 55,42 %, frekuensi kerusakan sedang adalah 9,64 %, frekuensi kerusakan berat adalah 10,84 % serta tanaman yang mati adalah 0 %. Intensitas kerusakan tanaman Ulin di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda adalah 26,81 % maka tingkat kerusakan tanaman Ulin tersebut termasuk kategori sedang. Sedangkan dari hasil perhitungan (Safari, 2012) tentang frekuensi tanaman yang sehat adalah 22 %, frekuensi kerusakan ringan adalah 56 %, frekuensi kerusakan sedang adalah 18 %, dan frekuensi kerusakan berat adalah 0 %. Intensitas kerusakan adalah 26 % termasuk ke dalam kategori sedang. Hal ini memungkinkan meningkatnya intensitas kerusakan pada tahun 2014 karena umur tanaman Ulin semakin bertambah.

Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa diantara kedua hasil perhitungan yang telah dilakukan ada kategori yang sama yaitu kategori sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Sharma dan Sankaran (1988) dalam

(46)

Susilo (2003), yangmenyatakan bahwa termasuk kategori sedang bila intensitas serangan berkisar antara 25,1 – 50 %.

Melihat tingkat kerusakan yang sebesar 26,81 %, walaupun termasuk kategori sedang dan tidak menimbulkan kematian pada tanaman namun harus mendapat pengawasan yang cukup intensif karena mungkin saja tingkat kerusakan dapat meningkat menjadi kategori berat atau mati, karena adanya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan serangga yaitu faktor biotik dan abiotik. Saat pengamatan suhu di areal lokasi penelitian pagi hari berkisar antara 27 - 30 °C dan siang hari berkisar antara 31 – 34 °C, kisaran suhu ini termasuk dalam kisaran suhu efektif untuk perkembangan serangga. Hal ini sesuai dengan pendapat Jumar (2000), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan serangga terdiri dari faktor biotik dan faktor abiotik. Faktor biotik terdiri daya reproduksi dan survival, parasit dan predator, kualitas dan kuantitas makanan. Faktor abiotik terdiri dari suhu hujan/kelembapan dan angin. Suhu efektif untuk perkembangan serangga berkisar antara 15 - 38 °C. Kelembapan pada pagi hari berkisar antara 61 – 90 % sedangkan pada siang hari berkisar antara 55 - 79 %.

(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan hama daun tanaman Ulin (Eusideroxylon

zwageri) di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Hama daun yang ditemukan ada 5 jenis, yang dapat diidentifikasi ada 3 jenis yaitu : Ulat Graphium sarpedon dengan gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah sebagian daun dari pinggir daun dan tulang daun dimakan, Ulat kantong Thyridopteryx sp dan Ulat kantong Mahasena sp dengan gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah daun berlubang-lubang. Hama daun yang belum dapat diidentifikasi ada 2 jenis yaitu : Ulat A dengan gejala kerusakan yang ditimbulkan adalah daun berlubang-lubang dan Ulat B dengan gejala kerusakan daun yang ditimbulkan adalah dari pinggir daun dan daun berlubang – lubang.

2. Frekuensi tanaman yang sehat adalah 24,10 %, frekuensi kerusakan ringan adalah 55,42 %, frekuensi kerusakan sedang adalah 9,64 %, frekuensi kerusakan berat adalah 10,84 % dan frekuensi tanaman mati adalah 0 %. 3. Intensitas kerusakan adalah 26,81 %, berarti termasuk dalam kategori

(48)

B. Saran

Perlu adanya pengamatan lanjutan tentang serangga perusak tanaman Ulin yang lainnya (serangga perusak batang dan akar) di Areal Jurusan Manajemen Pertanian sehingga dapat memberikan informasi yang lebih lengkap tentang serangga yang merusak tanaman Ulin.

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Kunci Determinasi Serangga. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Anonim. 2012. Ulin (Eusideroxylon zwageri), (Di akses tanggal 27 Mei 2014) Aquastini, D. 2007. Identifikasi dan Pemberantasan Penyakit Pada Semai 3

Jenis Dipterocarpaceae Di Persemaian Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Tesis Program Pascasarjana Unmul. Samarinda.

Cramer. 1777,. Klasifikasi Ulat Doleschallia bisaltide http://en.wikipedia.org/wiki/Doleschallia_bisaltide (diakses tanggal 20 Juni 2014)

Djafarudin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Umum. Edisi 1. Bumi aksara. Jakarta.

Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II Jakarta. Yayasan Sarana Wanajaya.

Jumar. 2002. Entomologi Pertanian. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Kebler dan Kade. 1999. Pohon-Pohon Hutan Kalimantan Timur. Penerbit MOFEC – Tropenbos – Kalimantan Project 1999

Linnaeus. 1758, Butterfly of Singapore, Life History of the Common Bluebottle. (diakses tanggal 20 Juni 2014).

Partosoedjono. 1982. Mengenal Serangga. Agromedia Bogor.

Pracaya. 2004, Hama dan Penyakit Tanaman (Edisi Revisi). Penebar Swadaya, Jakarta

Pramono, DA. 2009. Studi Tentang Kehadiran Permudaan Alam Jenis Ulin (Eusideroxylon zwageri) Tingkat Semai Di Areal PT. Hanurata Unit Sangkulirang Sub Unit Mandu/Kelolokan. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda

Prianto, A. 1998. Pengamatan Serangga Perusak Daun Acacia mangium Umur 15 Bulan Di Arboretum Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda.

Safari. 2012. Tentang Serangan Hama Pada Tanaman Ulin (Eusideroxylon zwageri) Umur 2 Tahun Di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda

Sumardi Dan Widyastuti. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Hutan. Penerbit Gajah Mada University press, Yogyakarta 2004

(50)

Suratmo, G. 1982. Diktat Perlindungan Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Susilo, E. H. 2003. Pengamatan Serangga Hama Perusak Daun Sengon Umur 3

bulan Di persemaian Kebun Agung Lempake Samarinda. Karya Ilmiah Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Samarinda.

Triharso. 2004. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Penerbit Gadjah Mada University Press.

(51)

Lampiran 1.

Tabel 7. Data Pengamatan Hama Daun Tanaman Ulin di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda No Tanaman Diameter (cm) Tinggi

(cm) Gejala Kerusakan Daun

Tingkat

Kerusakan Nilai Keterangan

1 1,35 103 Daun dan tulang daun

dimakan Berat 3

Ulat Graphium sarpedon

2 1,70 133 Daun berlubang-lubang Ringan 1 3 1,91 158 Daun berlubang-lubang Ringan 1 4 2,81 194 Daun berlubang -lubang Sehat 0

5 2,19 164 Daun berlubang-lubang Sehat 0

6 1,94 133 Daun berlubang-lubang Sehat 0

7 1,96 153 Daun berlubang-lubang Sehat 0

8 1,94 131 Daun berlubang-lubang Sedang 2 Ulat Graphium

sarpedon

9 1,93 120 Daun dan tulang daun

dimakan Berat 3

Ulat Graphium sarpedon

10 1,96 130 Daun berlubang-lubang Ringan 1

11 1,92 151 Daun berlubang-lubang Sedang 2 Ulat Graphium

sarpedon

12 2,57 216 Daun berlubang -lubang Sehat 0

13 2,64 179 Daun berlubang-lubang Sehat 0 14 2,99 150 Daun berlubang-lubang Sehat 0 15 2,41 227 Daun berlubang-lubang Ringan 1 16 2,17 136 Daun berlubang-lubang Sehat 0

17 1,18 88 Daun berlubang-lubang Berat 3 Ulat A

18 1,81 174 Daun berlubang-lubang Sehat 0 19 2,08 169 Daun berlubang-lubang Berat 3 20 1,41 180 Daun berlubang-lubang Ringan 1 21 2,50 162 Daun berlubang -lubang Ringan 1

22 2,02 150 Daun berlubang-lubang Ringan 1 23 2,80 231 Daun berlubang-lubang Sehat 0 24 2,36 171 Daun berlubang-lubang Ringan 1 25 2,29 187 Daun berlubang-lubang Ringan 1 26 2,04 143 Daun berlubang-lubang Sehat 0 27 1,96 133 Daun berlubang –lubang Ringan 1

28 2,05 147 Daun berlubang-lubang Ringan 1 29 2,45 250 Daun berlubang-lubang Sehat 0 30 2,73 189 Daun berlubang -lubang Ringan 1

31 1,94 157 Daun berlubang-lubang Sehat 0 32 1,68 157 Daun berlubang-lubang Ringan 1 33 2,79 223 Daun berlubang-lubang Sehat 0 34 2,29 171 Daun berlubang-lubang Sehat 0 35 2,93 141 Daun dan tulang daun

dimakan Sedang 2

Ulat Graphium sarpedon

36 2,29 176 Daun berlubang-lubang Sehat 0 37 2,35 200 Daun berlubang-lubang Ringan 1 38 1,14 96 Daun berlubang-lubang Ringan 1 39 1,29 94 Daun berlubang -lubang Ringan 1

(52)

40 2,41 165 Daun berlubang-lubang Sehat 0

41 2,94 150 Daun berlubang-lubang Sedang 2 Ulat Graphium

sarpedon

42 2,58 260 Daun berlubang -lubang Ringan 1

43 2,54 219 Daun berlubang-lubang Ringan 1 44 1,52 149 Daun berlubang-lubang Ringan 1

45 1,40 85 Daun berlubang-lubang Sedang 2 Ulat A

46 1,72 127 Daun berlubang-lubang Ringan 1 47 2,30 171 Daun berlubang-lubang Ringan 1 48 2,48 214 Daun berlubang-lubang Ringan 1 49 2,04 221 Daun berlubang-lubang Sehat 0

50 1,24 150 Daun berlubang -lubang Berat 3 Ulat kantong

Mahasena sp 51 1,80 133 Daun berlubang-lubang Sehat 0

52 2,01 148 Daun berlubang-lubang Ringan 1 53 1,85 127 Daun berlubang-lubang Berat 3 54 1,45 134 Daun berlubang-lubang Ringan 1 55 1,45 127 Daun berlubang-lubang Ringan 1

56 1,24 85 Daun berlubang-lubang Sedang 2 Ulat B

57 2,06 163 Daun berlubang-lubang Ringan 1 58 2,24 143 Daun berlubang-lubang Ringan 1 59 2,36 185 Daun berlubang -lubang Ringan 1

60 3,26 240 Daun berlubang-lubang Sehat 0 61 3,15 241 Daun berlubang-lubang Ringan 1 62 1,68 131 Daun berlubang-lubang Ringan 1 63 1,40 171 Daun berlubang-lubang Berat 3 64 2,14 157 Daun berlubang-lubang Ringan 1 65 1,20 60 Daun berlubang –

lubang Berat 3

Ulat Kantong

Thyridopteryx sp 66 2,32 153 Daun berlubang-lubang Ringan 1

67 2,41 175 Daun berlubang-lubang Ringan 1 68 1,92 168 Daun berlubang -lubang Ringan 1

69 1,42 115 Daun berlubang-lubang Ringan 1 70 2,35 164 Daun berlubang-lubang Ringan 1 71 1,83 164 Daun berlubang-lubang Ringan 1

72 2,3 144 Daun berlubang-lubang Ringan 1

73 2,64 186 Daun berlubang-lubang Ringan 1 74 1,82 107 Daun berlubang-lubang Sedang 3 75 2,01 152 Daun berlubang-lubang Ringan 1 76 2,60 173 Daun berlubang-lubang Ringan 1

77 2,24 151 Daun berlubang -lubang Sedang 2 Ulat kantong

Mahasena sp 78 3,61 253 Daun berlubang-lubang Ringan 1

79 1,75 123 Daun berlubang-lubang Ringan 1 80 1,78 133 Daun berlubang-lubang Ringan 1 81 2,43 187 Daun berlubang-lubang Ringan 1 82 2,14 152 Daun berlubang-lubang Ringan 1 83 1,71 137 Daun berlubang-lubang Sedang 2

(53)

Lampiran 2. Cara Perhitungan Frekuensi Kerusakan Daun Tanaman Ulin di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

F! "# $ 100 % Keterangan :

F : Frekuensi Serangan Hama N : Jumlah Tanaman Seluruhnya

n : Jumlah tanaman yang rusak pada masing-masing tingkat kerusakan

Frekuensi Kerusakan Pada Tanaman Ulin a. Sehat F!20 83$ 100 %!24,10 b. Ringan F!46 83$ 100 %!55,42 c. Sedang F! 8 83$ 100 %!9,64 d. Berat F ! 9 83$ 100 %! 10,84 e. Mati F! 0 83 $ 100 %!0

(54)

Lampiran 3. Cara Perhitungan Intensitas Kerusakan Daun Tanaman Ulin di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda

I!X1Y1 &X2Y2&X3Y3&X4Y4

XY4 $ 100 %

I !46 $ 1 &8 $ 2&9 $ 3&0 $ 4

83 $ 4 $ 100 %

I !46& 16&27&0

332 $ 100 %

I! 89

332 $ 100 %

(55)

Lampiran 4.

Tabel 8. Data Suhu dan kelembapan di Lokasi Penelitian

Hari Tgl/Bln/Thn Suhu (°C) Kelembapan (%)

Pagi Siang Pagi Siang

1 24/01/2014 28 32 90 74 2 25/01/2014 29 31 89 79 3 27/01/2004 28 31 90 78 4 28/01/2014 30 34 75 74 5 29/01/2014 28 32 70 63 6 30/01/2014 29 31 87 69 7 01/02/2014 29 34 76 63 8 03/02/2014 29 33 73 55 9 04/02/2014 28 33 82 62 10 05/02/2014 30 32 61 56 11 06/02/2014 29 31 66 62 12 07/02/2014 29 31 72 60 13 08/02/2014 29 33 76 67 14 10/02/2014 29 32 82 62 15 11/02/2014 28 31 83 79 16 12/02/2014 29 32 87 77 17 13/02/2014 29 31 82 63 18 14/02/2014 27 31 88 70 19 15/02/2014 28 31 85 77 20 17/02/2014 29 32 84 75 21 18/02/2014 28 32 86 74 22 19/02/2014 29 34 80 73 23 20/02/2014 29 31 88 73 24 21/02/2014 28 34 76 65 Kisaran - 27 - 30 31 - 34 61 - 90 55 - 79 Keterangan : Pagi : 07.30 Siang : 13.30

Gambar

Tabel 1. Tally Sheet Pengamatan
Tabel 2. Klasifikasi Derajat Kerusakan Tanaman  Tingkat
Tabel 3. Cara Penentuan Tingkat Kerusakan Tanaman   Intensitas serangan %  Tingkat Kerusakan
Tabel  4.  Jenis Hama  Daun dan Gejala Kerusakan Daun Tanaman Ulin  (E.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa siswa di SMA Negeri Kecamatan Tangerang Kota Tangerang memiliki kebutuhan yang tinggi akan layanan online self-help dengan menampilkan

Organ tersebut berperan penting pada proses absorpsi cairan yang berasal dari  tubulus seminiferus testis, pematangan, penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke  ductus

c) Koordinasi dalam monitoring dan pengawasan umum terhadap bidang perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian rencana kerja Sat sabhara yang meliputi

Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1960

Data yang diambil selama penelitian adalah 22 hari dan panel surya digunakan mulai dari pukul 07.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB. Pada tabel 3 menunjukkan hasil dari kebutuhan

pertanyaan dengan pola Yes-No Question dalam konteks kegiatan sehari- 65 70 65 66,7 hari diperagakan dan dijawab dengan benar.. pertanyaan dengan pola Question Tags dalam

Tetapi 22% petani lainnya memiliki tenaga kerja selain keluarga sebanyak 3 – 4 orang untuk membantu petani dalam melakukan panen dan distribusi buah mangga ke lembaga

Perusahaan non regulated, dengan alasan pada umumnya perusahaan milik pemerintah ( regulated ) cenderung membagikan deviden yang konstan, berapapun besarnya keuntungan