• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembagian Harta Melalui Hibah di Desa Kertasana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Pembagian Harta Melalui Hibah di Desa Kertasana"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS

A. Pelaksanaan Pembagian Harta Melalui Hibah di Desa Kertasana

Bentuk pelaksanaan pembagian harta melalui hibah memiliki berbagai macam bentuk. Setelah melakukan penelitian di Desa Kertasana Kecamatan Kedondong, terdapat adanya sampel yang melakukan pelaksanaan pembagian dengan menggunakan sistem musyarawah dengan mauhub, 1 dalam hal ini adalah anak kandung yang mendapatkan bagian harta hibah yang diberikan mauhub yaitu ayah kandung mereka.

Musyawarah di lakukan di rumah orang tua sebagai pemberi hibah, dengan di hadiri semua anaknya wahib memberikan penjelasan mengapa mereka di kumpulkan. Setelah memberikan penjelasan kepada mauhub, lalu surat tanah yang telah di tentukan oleh wahib setiap bagiannya di berikan kepada masing-masing anaknya.2 Dengan demikian hak kepemilikan tanah sudah beralih kepada pihak ke dua yaitu mauhub.

Sampel lain dalam pelaksanaan pembagian hibah dilakukan dengan mempercayakan kepada anak yang paling tua,3 lalu kemudian memerintahkan anak tersebut untuk memberikan informasi kepada adik-adiknya yang mendapatkan bagian dari hibah.4 Untuk surat menyurat tidak diberikan langsung kepada mauhub tetapi surat masih berada di tangan wahib selaku orang tua.

Wahib yang membagikan harta yang tidak

menggunakan sistem musyawarah5 atau dengan cara yang berbeda dari sampel sebelumnya, yaitu tidak dikumpulkannya mauhub di rumahnya. Dengan cara

1

Wawancara dengan Bapak Sunawiri, wahib, tanggal 5 April 2016.

2

Wawancara dengan Bapak Surna, wahib, tanggal 3 April 2016.

3

Ibid, 3 April 2016.

4

Ibid, tanggal 3 April 2016.

5

(2)

pelaksanaan yang dilakukan oleh wahib tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa setiap apa yang menjadi keputusan dari orang tua sudah mutlak adanya, tidak ada yang bisa diganggu gugat dalam hal apapun.

Kasus yang terjadi pada Bapak Adim dan Bapak Sunawiri. Dalam proporsi pembagian harta yang diberikan, kedua bapak ini mengatas namakan hibah, namun mereka memakai proporsi pembagian hibah dua banding satu atau menggunakan pembagian waris. Tetapi, hal tersebut tidak mempengaruhi sah nya pembagian harta hibah yang dilakukan. Baik menggunakan pembagian waris ataupun tidak, pembagian tetap dianggap sah jika memang orang tua menghendaki pembagian tersebut.

Lain halnya dengan Bapak Surna dan Bapak Muhyi. Sistem pembagian dengan yang mereka gunakan adalah dengan cara membagi rata harta kepada anak-anaknya, dengan cara membagi rata harta tersebut diharap tidak menimbulkan perpecahan atau sengketa selain itu untuk menghindari waris seperti yang dimaksud dalam bahasan skripsi ini. Begitulah tujuan mengapa mereka membagi rata harta hibah.

Proporsi bagi rata ataupun menyamakan bagian harta tidak menghalangi niat baik dan sahnya hibah tersebut. Sebab, memang dalam Islam tidak diatur takaran pembagian harta melalui hibah. Hibah juga dipersamakan dengan hadiah. Dan sebuah hadiah diberikan kepada seseorang atas keadaan sadar, tidak ada tekanan dari pihak manapun, juga berapapun jumlah harta yang diberikan sah hukumnya selagi pemberi melakukkannya dengan rasa ikhlas dan kasih sayang kepada orang tersebut. Terlepas dari itu semua para orang tua membagikan harta mereka semata-mata hanya menginginkan anak mereka meneruskan kepengurusan harta keluarga, mempertahankanya, dan memanfaatkannya untuk kelangsungan keturunan selanjutnya.

(3)

Berbicara tanggapan dari mauhub. Ada yang menyetujui6 dengan apa yang dilakukan oleh wahib, baik dari palaksanaan pembagian hibah, sampai dengan cara pembagian yang di ambil oleh wahib. Tetapi adapula yang tidak menyetujui7 keputusan pembagian hibah yang dilakukan oleh wahib tersebut. dengan alasan bahwa Wahib menilai tidak adanya keadilan. Bertujuan menghindari waris sehingga tidak adanya sengketa, tetapi malah sebaliknya masih adanya perselisihan diantara anak yang satu dengan yang lainnya.

Mauhub atau selaku pemberi harta melihat itu

semua ada yang tetap mengalihkan hartanya melalui hibah.8 Tetapi, adapula yang menarik hartanya9 karena melihat ketidakpuasan wahib. Baik harta tetap di bagikan ataupun ditarik kembali oleh pemilik harta. Mereka pasti melakukannya dengan pertimbangan yang matang dan pastinya memiliki kebaikan bagi keluarganya.

Alasan yang berbunyi menghindari perpecahan, memperlunak hukum waris, dan dikhawatirkan adanya persengketaan. Itu merupakan alasan tidak lain karena ingin mempertahankan keutuhan keluarga dan rasa kasih sayang orang tua untuk anaknya. Tanpa membeda-bedakan satu sama lain pembagian dilakukan secara merata, menggunakan pembagian cara waris, namun apa pun yang di pakai mauhub itu adalah pembagian yang seadil-adilnya menurut versi mereka masing-masing. Berbagai macam tindakan dan keputusan mauhub tersebut tidak lain ingin membuat anak mereka selalu bersilaturahmi dengan baik antar saudara-saudaranya. Bahkan dengan menarik kembali harta hibahnya itu pun di nilai sebagai kebaikan bersama.

Dengan demikian, Setiap alasan dari para penghibah dengan tujuan yang baik bisa tersampaikan kepada anak

6

Wawancara dengan Bapak Basir, mauhub, tanggal 5 April 2016

7

Wawancara dengan Ibu Jamilah, mauhub, tanggal 4 April 2016.

8

Wawancara dengan Bapak Surna dan Bapak Sunawiri, wahib, tanggal 3, 5 April 2016.

9

Wawancara dengan Bapak Adim dan Bapak Muhyi, wahib, tanggal 3, 4 April 2016.

(4)

sebagai penerima hibah. Yaitu berupa kasih sayang, dan pemberian dilakukan dengan tidak mengharapkan adanya balasan. Sehingga niat baik tersampaikan dan terlaksana. Silaturahmi yang sudah terjalin antara orang tua dengan anak, antara kakak dan adik bisa dipertahankan. Semua dilakukan dengan maksud menghindari perpecahan dan perselisihan dapat dihindarkan.

Memang apa yang dimaksud dengan hibah telah disebutkan dalam landasan teori pada bab dua sebelumnya, dari beberapa pengertian itu kalau kita perhatikan semuanya mengatakan bahwa pemberian hibah hanya mengharap keridhoan Allah SWT semata tanpa mengharap imbalan apapun dari si penerima hibah, hal tersebut sudah cukup mulia dan sangat terpuji. Namun, setiap tindakan yang bisa dikatakan mulia pun pasti ada yang tidak menerimanya, menentangkan, itu bukanlah hal yang tabu lagi, tetapi adapula sebaliknya.

Berbicara mengenai pembagian harta hibah, dari penelitian di dapati memiliki perbedaan di antara sampel, ada yang membagikan dengan cara hibah, dalam arti harta dibagikan tidak melihat apakah dia anak kesayangan, laki-laki atau perempuan. Maka di tegaskan kembali karena tujuan hibah tidak mengharap imbalan apapun, maka menurut wahib tidak ada masalah ingin melebihkan ataupun mengurangi bagian hibah yang diberikannya.

Wahib yang lain memilih membagikan harta hibah

dengan cara waris, karena dinilai dengan menggunakan cara waris dapat terciptanya keadilan untuk setiap anaknya tanpa harus ada sengketa diantara mereka.10 Selain itu ada yang menggunakan cara membagi rata harta.11 Sama halnya seperti mauhub yang membagikan dengan jalan pembagian waris,12 sampel ini juga memiliki tujuan agar tidak adanya sengketa di antara anaknya. Bedanya mauhub ini

10

Wawancara dengan Bapak Muhyi, wahib, tanggal 4 April 2016.

11

Ibid, tanggal 4 April 2016.

12

(5)

memberikannya dengan rata, baik kepada anak laki-lakinya atau anak perempuannya.13

Setelah membandingkan antara teori dan kenyataan dilapangan, adanya kesamaan dan perbedaan tersendiri. Untuk persamaan yang dilihat dari semua sampel di Desa Kertasana, setiap harta hibah yang dibagikan orang tua kepada anak-anaknya tidak mengharap balasan, dilakukan secara sepihak tanpa campur tangan pihak manapun, dan bertujuan untuk menghindari waris. Seperti yang telah di paparkan sebelumnya.

B. Pandangan Hukum Islam Terhadap Pembagian Harta Melalui Hibah di Desa Kertasana

Harta benda yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan pemiliknya dalam upaya mengabdi kepada Yang Maha Pemberi, juga diantaranya sebagai perekat tali persaudaraan antara sesama manusia. Dan untuk setiap manusia dianjurkan untuk membantu sesamanya dengan memberi hadiah atau sejenisnya kepada yang lainnya karena manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain.

Dalam pandangan hukum Islam berbagi adalah perbuatan yang terpuji dan mendapatkan pahala bagi yang melaksanakannya. Analisis dari sampel yang diperoleh di Desa Kertasana yang melaksanakan pembagian harta kepada anak-anaknya. Berikut penjelasan kasus dan pandangan hukum Islam mengenai kasus yang terjadi di desa tersebut.

Jika melihat kasus kedua, dan ketiga yaitu Bapak Adim dan Bapak Muhyi. Mereka memiliki persamaan dengan melakukan penarikan kembali harta hibah yang dibagikannya. Jika seseorang memberikan hibah lalu menerimanya oleh penerimanya maka “haram bagi pemberi untuk merujuk dari pemberi untuk rujuk dari pemberiannya

13

(6)

dan menariknya kembali.”14

Dalilnya Dari Ibn Abbas bahwa Nabi SAW bersabda:

اهنع للها ضر ِساَّبَع ُنْبا

,

َااَ

:

ملسو ويلع للها ىلَص َِّبَِّنلا َااَ

:

((

ِوِئْي ِفى ٌدوُعَ ي َُّثُ ُئِقَي ِبْلَكْل اَك ِوِتَب ِ ِفىُدئ اَعْلا

))

(

ىراخبلا هاور

)

15

Artinya :”Ibn Abbas r.a berkata: Nabi SAW.

Bersabda,”Orang yang menarik kembali

pemberiannya bagaikan anjing yang muntah kemudian menjilat kembali muntahannya”. (HR. Bukhari, Muslim)

Dari bunyi Hadis diatas dapat kita ketahui secara umum bahwa pemberian yang sudah diterima tidak boleh dicabut kembali. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 212 menyatakan dengan tegas bahwa “hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali Hibah dari orang tua kepada anaknya.”16

Seorang Bapak dibolehkan mencabut pemberian kepada anaknya karena ia berhak menjaga kemaslahatan anaknya, juga mencakup menaruh perhatian (kasih sayang kepada anaknya). Bapak diperbolehkan mengambil harta anaknya apabila dia menginginkannya.17

Kebolehan menarik kembali, di maksudkan agar orang tua dalam memberikan hibah kepada anak-anaknya memperlihatkan nilai-nilai keadilan. Kemudian perbedaan dalam pembagian harta yang dilakukan oleh bapak muhyi berbeda dengan orang tua lainnya ialah beliau melebihkan pemberiannya kepada anak pertamanya. Hal ini yang meyebabkan perselisihan diantara kedua anaknya. Menurut Pandangan Hukum Islam, penjelasan kasus ini sudah

14

Syeikh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-fauzan, Mulakhkhas Fiqhi jilid II, Alih Bahasa Sufyan bin Fuad Baswedan, Mulakhkhas Fiqhi jilid II, cetakan pertama, Jilid 2 (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2013), h. 327.

15

Salim Bahreisy, Al-Lu‟lu‟ Wal Marjan (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1996), h. 590-591.

16

Kompilasi Hukum Islam, Op. cit, h. 66.

17

(7)

dibahas dalam hukum islam. “Bahwa tidak dihalalkan bagi seseorangpun untuk melebihkan sebagian anak-anaknya dalam hal pemberian diatas anak-anaknya yang lain.”18

Maka demikian akan menanamkan permusuhan dan memutuskan hubungan silaturahim yang diperintahkan Allah SWT untuk menyambungnya. Sesungguhnya melebihkan sebagian anak-anak dia atas sebagian yang lainnya itu perbuatan yang batil dan curang. Maka orang yang melakukan itu hendaklah membatalkannya, karena Al-Bukhari pun telah menjelaskan hal ini.19

Kemudian mengenai pembagian harta melaui hibah yang dilakukan oleh keluarga Bapak Sunawiri dengan tidak membagi rata harta hibah yang diberikannya tetapi semua anaknya mendapat bagian hibah dari hartanya. Berikut hadits kedua ratus delapan puluh tujuh :

ْتَلاَقَ ف ِوِلاَم ِضْعَ بِب ِِبَِأ َّيَلَع َقَّدَصَت َااَ ٍْيِْشَب ِنْب ِناَمْعُّ نلا ْنَع

ُللها ىَّلَص ِللها َاْوُسَر َدِهْشُت َّتََّح َىضْرأَلا َةَحاَوَر ُتْنِب ُةَرْمَع يِّمُأ

ُهَدِهْشُيِل َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِِّبَِّنلا َلىِإ ِبَِأ َقَلَطْنَاَف َمَّلَسَو ِوْيَلَع

َذى َتْلَعَ فَأ َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللها ىَّلَص ِللها ُاْوُسَر ُوَل َااَقَ ف ِتَِ َدَص ىَلَع

ِدْعاَو َللهااوُقَ تا َااَ َلا َااَ ْمِهِّلُك َ ِدَلَوِبا

َرَ ف ْمُك ِدَلا ْوَأ ِ اْوُل

َعَج

َةَ َدَّصلا َكْلِت َّدَرَ ف ِبَِأ

(

ملسلما هاور

)

Artinya:“Dari An-Nu‟man bin Basyir, dia berkata, „ayahku memberikan shadaqah kepadaku dengan sebagian hartanya, lalu ibuku, Amrah binti Rawahah berkata, „Aku tidak ridha hingga Rasullallah Shalallahu Alaihi wa sallam, agar beliau memberikan kesaksian kepadanya atas shadaqah yang diberikannya kepadaku. Maka Rasullallah

18

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 14 (Bandung: Al-ma’arif, 1996), h. 183-184.

19

(8)

Shalallahu Alaihi wa sallam bertanya kepada Ayahku, „Apakah engkau melakukan hal yang sama terhadap semua anakmu?‟ Ayahku menjawab, „tidak‟. Beliau bersabda,‟Bertaqwalah kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak-anakmu‟. Maka ayahku pulang dan menarik

kembali shadaqah tersebut‟. (HR. Shahih

Muslim)”20

Maka dengan hadits itu timbul dua pendapat antara beberapa ulama yang terkemuka :

1. Kebanyakan ulama berpendapat bahwa menyamakan pemberian antara beberapa anak hukumnya Sunnat. Alasanya dengan mengartikan suruhan dalam hadis tersebut sebagai suruhan sunat, bukan wajib karena ada Qarinah.

2. Sebagian ulama berpendapat Wajib disamakan. Golongan ini pun beralasan pada hadis tersebut, dan memahamkan arti suruhan dalam hadits itu dengan maksa Wajib.

Perbedaan paham tersebut ialah apabila kebutuhan beberapa anak itu sama, tetapi apabila kebutuhannya tidak sama, tidak ada halangan mengadakan pembagian dengan melebihkan yang satu dari yang lainnya.21 Mengenai kasus yang ada dilapangan sudah di paparkan bagaimana Islam memandang setiap tindakan yang dilakukan penghibah.

Dapat ditarik hikmah dari kasus yang terjadi di masyarakat Kertasana bahwa setiap tindakan yang menurut manusia baik, agar tidak terjadi sengketa. Oleh karena itu mereka menggunakan jalan menghibahkan harta, tidak sesuai dengan harapan mereka. Malah dengan

20

Shahih Muslim, Terjemahan Shahih Muslim, Alih Bahasa Razak dan Rais Lathief, Terjemahan Shahih Muslim, cetakan III,jilid 2 (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), h. 276-277.

21

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, cetakan ke-41 (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008), h. 328.

(9)

menggunakan pembagian secara hibah masih adanya sengketa antara anak yang satu dengan yang lain.

Walaupun demikian jika wahib membagikannya dengan niat yang baik, menurut penulis tidak ada yang harus dipermasalahkan mengenai pelaksanaan pembagian harta melalui hibah dengan tujuan menghindari waris. Karena permasalahan yang terjadi di Desa Kertasana termasuk pada permasalahan yang baru, baik ditanya ataupun tidak ditanya. Pembagian harta hibah untuk menghindari waris dapat di katakan hukumnya sah dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Sebagai orang tua yang membesarkan dan mendidik setiap anaknya, agar menjadi anak yang pintar dan berakhlak yang mulia. Pastinya setiap orang tua tidak menginginkan anaknya terpecah belah karena perselisihan. Maka dari itu di gunakannya jalan hibah. 2. Setiap apa yang seorang anak peroleh baik berupa kasih

sayang maupun berupa harta benda, tidak lain adalah hasil dari jerih payah orang tua mencari nafkah untuk membahagiakan dan memenuhi kebutuhan hidup setiap anaknya. Jadi jika orang tua ingin menghibahkan harta untuk menghindari waris diperbolehkan, karena setiap orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

3. Setiap harta yang di peroleh oleh manusia pada akhirnya akan kembali kepada Allah SWT. Apa gunanya harta jika menimbulkan perpecahan di dalam keluarga. Allah SWT berfirman dalam Qs. Al-Imran ayat 109 yang berbunyi:





22 22 Al-Imran (3): 109

(10)

Artinya: “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah

dikembalikan segala urusan”.23

Dapat di ketahui bahwa manusia pada dasarnya tidak memiliki apa-apa karena setiap telah diterangkan dalam firman Allah di atas bahwasanya apa yang ada di langit dan di bumi adalah milik Allah SWT.

4. Jika kita bandingkan dengan fakta yang ada di lapangan, pembagian dengan menggunakan bagi rata, menggunakan jalan hibah, atau menggunakan pembagian waris, tidak ada masalah sedikitpun. Sepanjang tidak adanya dalil yang membatasi bagian harta hibah, karena hibah diketahui merupakan sebuah hadiah yang tidak mengharapkan imbalan dari si penerima hibah. Dan di perkuat dengan kompilasi hukum Islam dikatakan bahwa “hibah adalah pemberian yang tidak mengharapkan imbalan apapun”.24

5. Setiap tindakan pasti menimbulkan sebuah resiko, dan pada kasus ini resiko yang harus di hadapi adalah baik menggunakan jalan hibah atau waris pastinya adanya perselisihan. Karena manusia tidak pernah puas dengan apa yang telah di dapatnya. Seharusnya setiap apapun yang telah di peroleh berupa pemberian dari manusia atau pertolongan dari Allah SWT kita syukuri, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Qs. Al-Baqarah ayat 152 yang berbunyi:





25

Artinya: “Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah

kamu mengingkari (nikmat)-Ku”.26

23

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahnya, mushab ar-rusydi Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia (Jakarta: Kementerian Urusan Agama Islam, 2008), h. 93.

24

Kompilasi Hukum Islam, Op. cit, h. 66.

25

(11)

Bersyukur Kepada Allah mempunyai beberapa derajat, di mulai dari bersyukur yang berupa pengakuan akan apa yang di karuniakan kepadanya dan malu untuk melakukan maksiat. Serta, berujung dengan terwujudnya segala tujuan, gerakan badan, lisan, dan setiap gerak hati dalam rangka beryukurlah kepada Allah SWT. 27

Dalam kasus yang terjadi pada masyarakat kertasana, dapat disimpulkan bahwa hukum menghibahkan harta untuk menghindari waris adalah sah, karena dalam hadits riwayat muslim dari An-Nu’man bin Basyir, Rasullallah SAW bersabda: “Bertaqwalah kepada Allah

dan berbuat adillah diantara anak-anakmu”. Jelas bahwa

beliau memerintahkan untuk membagikan harta kepada anak dengan adil.

Keadilan yang di maksudkan adalah seluruh anak mendapatkan bagian harta yang diberikan oleh orang tua tanpa terkecuali. Jika pembagian harta hibah hanya di berikan kepada salah seorang anak saja, maka pembagian harta hibah tidak sah, karena Rasullallah SAW memerintahkan ayah nu’man utuk menarik kembali hibahnya jika hibah hanya di berikan kepada salah seorang anak saja. Sebab tidak adanya keadilan.

Seperti yang di kutip dari Syeihk Shaleh dalam bukunya ia mengatakan bahwa “seseorang tidak diperbolehkan memberi hibah kepada sebagian anaknya sedangkan yang lainnya tidak diberi, atau melebih-lebihkan pemberiannya kepada salah satu anaknya. Ia harus berlaku adil dan menyamakan pemberian kepada setiap anaknya.28

Selain itu harta yang di miliki oleh orang tua tidak semuanya di hibahkan, tetapi masih adanya harta yang di

26

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahnya, mushab ar-rusydi Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia (Jakarta: Kementerian Urusan Agama Islam, 2008), h. 38.

27

Sayyid Quthb, Tafsir fi zhilalil Qur‟an (Jakarta: Darusy-Syuruq, Beirut, 2006), h. 362.

28

Syeikh Shaleh bin Fauzan bin Abdullah al-fauzan, Mulakhkhas Fiqhi jilid II, Alih Bahasa Sufyan bin Fuad Baswedan, Mulakhkhas Fiqhi jilid II (Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir, 2013), h. 325.

(12)

kuasai oleh orang tua untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dan biaya kehidupan di masa mendatang. Maka dari itu, jika orang tua meninggal dunia masih adanya sisa harta yang bisa di wariskan kepada anak-anaknya, tentu pembagian waris di lakukan setelah di kurangi biaya kepengurusan jenazah.

Belum adanya ulama yang membahas mengenai hukum menghibahkan harta untuk menghindari waris secara spesifik. Maka jika ada perselisihan, atau perbedaan pendapat mengenai penentuan hukum dari menghibahkan harta untuk menghindari sengketa waris, Allah SWT berfirman :





















29

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)

dan lebih baik akibatnya”.30

Menyuruh mengembalikan sesuatu yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul, yang diperselisihkan itu biasanya sesuatu yang tidak di tetapkan Allah SWT secara jelas dan tegas dalam firmannya. Sedangkan perintah mengembalikan kepada Allah SWT dan

29

Qs. An-nisa ayat (4): 59:

30

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemahnya, mushab ar-rusydi Al-Qur’an Tajwid Pertama di Indonesia (Jakarta: Kementerian Urusan Agama Islam, 2008), h. 128.

(13)

Rasullallah berarti menghubungkan hukumnya kepada apa yang di tetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an atau yang di tetapkan Rasul dan Sunah.31

Demikian kesimpulan yang dapat kemukakan, karena kasus ini termasuk yang di perselisihkan di karenakan sesuatu yang tidak di tetapkan Allah SWT secara jelas dan tegas dalam firmannya, maka penulis mencoba menyimpulkan hukum dari menghibahkan harta untuk menghindari waris boleh sesuai dengan faktor-faktor pertimbangan yang telah di jelaskan di atas.

31

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 241-242).

Referensi

Dokumen terkait

darl crtu Befitrl hc crtu aognrl trat leln untuh arniaoa llnu. Aaterr fiogofl-aotofl yari8 poralh cliJelaJchtnle relrh

Pemberian ekstrak etanol daun jambu mete ( Anacardium occidentale ) dengan dosis 1500 mg/ kg BB dapat digunakan sebagai preventif fibrosis hepar karena dapat menghambat produksi IL-6

Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi tentang ciri khas rugae palatina suku Minangkabau pada mamak dan kamanakan laki-laki dalam ilmu forensik khususnya forensik

Perpustakaan dengan koleksinya yang lengkap merupakan sumber utama dalam pelayanan informasi. Sebagai sumber informasi, koleksi perpustakaan tidak hanya dalam bentuk tercetak

Pengukuran kedalaman sadap ini dilakukan dengan menusuk kulit persis di atas alur yang baru disadap pada 3 tempat yaitu di atas / muka, di tengah dan di bawah / depan dari arah alur

mengangkat keluar segala sesuatu yang menjadi miliknya yang masih terdapat dalam bekas wilayah pertambangan, kecuali benda-benda dan bangunan-bangunan yang telah dipergunakan

Dari data yang terdapat pada grafik di atas, kita dapat melihat dengan jelas bahwa produk ikan hias yang paling banyak diimpor oleh Korea Selatan adalah produk ikan tropis.. Hal ini

pengertian tentang pengetahuan umum dan pengetahuan ekonomi pada umumnya, termasuk peningkatan kemampuan teori pengambilan keputusan dalam menghadapi