• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI FREKUENSI JUMLAH KEHILANGAN GIGI PADA USIA YANG BERISIKO OSTEOPOROSIS DILIHAT DARI RADIOGRAF EKSTRAORAL PANORAMIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISTRIBUSI FREKUENSI JUMLAH KEHILANGAN GIGI PADA USIA YANG BERISIKO OSTEOPOROSIS DILIHAT DARI RADIOGRAF EKSTRAORAL PANORAMIK"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI FREKUENSI JUMLAH KEHILANGAN GIGI

PADA USIA YANG BERISIKO OSTEOPOROSIS

DILIHAT DARI RADIOGRAF EKSTRAORAL PANORAMIK

Missy Mercia, Heru Suryonegoro, Bramma Kiswanjaya

Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia

ABSTRAK

Pada usia 40-75 tahun tulang rahang mengalami pengurangan massa yang dapat menyebabkan kehilangan gigi, sehingga dapat digunakan sebagai penanda awal risiko osteoporosis. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi pada usia yang berisiko osteoporosis yang dilihat dari radiograf ekstraoral panoramik. Jenis penelitian ini adalah cross-sectional (potong lintang) deskriptif. Penghitungan kehilangan gigi dilakukan pada 191 sampel radiograf dari Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Radiograf merupakan data digital yang sebagian dicetak ulang dengan perbandingan 1:1, sedangkan sisanya tetap dilihat secara digital. Penghitungan jumlah kehilangan gigi dilakukan oleh dua orang pengamat dan masing-masing melakukan dua kali penghitungan pada waktu yang berbeda agar tidak mempengaruhi hasil penghitungan. Data reliabel dengan uji reliabilitas Intraclass Correlation Coefficient = 0,999, sedangkan uji korelasi usia dengan jumlah kehilangan gigi menggunakan Pearson’s correlation coefficient (r) = 0,318 (medium correlation). Database distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi didapatkan dan terdapatnya korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi, yang artinya semakin tinggi usia semakin tinggi pula jumlah kehilangan gigi yang dialami.

Kata Kunci :

Jumlah kehilangan gigi; radiograf ekstraoral panoramik; usia risiko osteoporosis. ABSTRACT

In the age of 40-75, bone mass reduction occurs and can lead to tooth loss, which is considered as an indicator of osteoporosis. The objective of the study was to provide database of tooth loss frequency distribution in risk ages of osteoporosis by using panoramic extra-oral radiograph. The design of this study was descriptive cross-sectional. The samples (panoramic radiograph) were obtained from Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Samples were taken from digital data and printed out with the total of 191 samples. Two observers were observing with two times observations for each observer and each in different times of counting so that the first counting would not disturb or affect the second counting. Data set of four observations is reliable with very high Intraclass Correlation Coefficient (ICC) = 0.999. Pearson Correlation test shows correlation between age and tooth loss (r = 0.318) with medium correlation. Frequency distribution of tooth loss database is attained with a correlation between age and tooth loss, where the greater the age, the greater the number of tooth loss.

Keywords :

(2)

LATAR BELAKANG

Osteoporosis adalah sebuah penyakit yang dialami jutaan orang di seluruh dunia, namun jarang terdeteksi. Osteoporosis dikarakteristikkan dengan rendahnya massa tulang dan rusaknya arsitektur mikro jaringan tulang, membawa kepada rentannya tulang akan fraktur.1,2 Fraktur karena osteoporosis adalah penyebab utama orang-orang yang lanjut usia menjadi tidak mampu melakukan berbagai hal, dan khususnya pada kasus fraktur tulang pinggul dapat menyebabkan kematian dini. Sebanyak 1,66 juta kasus fraktur tulang pinggul terjadi setiap tahun di seluruh dunia dan menyebabkan beban ekonomi yang besar bagi pelayanan kesehatan di seluruh dunia.3 Tindakan pencegahan dari osteoporosis dan fraktur yang berkaitan dengan osteoporosis merupakan hal yang esensial untuk memelihara kesehatan, kualitas hidup, dan kemandirian dari populasi orang-orang lanjut usia.4

Osteoporosis telah menjadi masalah global seiring bertambahnya jumlah populasi dan bertambahnya usia populasi. Kurang lebih tiga-perempat penduduk dunia ada di benua Asia, dan persentase lanjut usia di Asia adalah 5,3% dari total populasi tahun 1995, dan diproyeksikan untuk bertambah menjadi 9,3% di tahun 2025.5 WHO menyatakan bahwa usia harapan hidup di Asia sedang meningkat dan sebelum tahun 2050 usia harapan hidup akan meningkat menjadi 75 tahun khususnya di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Namun meningkatnya usia harapan hidup tidak diimbangi dengan kualitas hidup, kemandirian, dan status kesehatan yang juga meningkat. Demikian halnya dengan orang tua atau lansia dengan usia harapan hidup yang tinggi, namun menderita berbagai penyakit, salah satunya osteoporosis.6

Sebuah studi pada tahun 1997 menyatakan bahwa ada bukti yang kuat terhadap kehilangan tulang di rongga mulut terutama adalah bertambahnya porusitas kortikal tulang alveolar dan badan mandibula karena osteoporosis.7,8 Osteoporosis atau keropos tulang adalah salah satu penyebab dari kehilangan gigi asli,9 meskipun memang terdapat penyebab kehilangan gigi terbesar yaitu karena karies gigi dan penyakit periodontal.10 Devlin et al dengan penelitian di Yunani pun menyimpulkan bahwa subjek yang menderita osteoporosis mengalami kehilangan 3,3 gigi lebih banyak dibanding subjek yang tidak terkena osteoporosis. Pada penelitian tersebut juga menghasilkan kesimpulan bahwa pada penderita osteoporosis jumlah kehilangan gigi lebih besar daripada subjek tanpa osteoporosis.11

Audit Regional – Asia (Epidemiology, costs and burden of osteoporosis in Asia 2009) oleh International Osteoporosis Foundation menyatakan bahwa osteoporosis seringkali dianggap remeh dan begitupun dengan perawatannya.12 Mengingat bahayanya penyakit osteoporosis, maka dirasakan perlu adanya upaya untuk meneliti lebih lanjut mengenai

(3)

tanda-tanda di dalam rongga mulut yang dapat diidentifikasi melalui radiograf panoramik sebagai penanda risiko osteoporosis. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan database distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi pada usia 40-75 tahun yang berisiko osteoporosis di Paviliun Khusus RSGM FKG UI yang selanjutnya bisa digunakan sebagai dasar penelitian lanjutan dalam usaha melihat tanda-tanda dini risiko osteoporosis. Peneliti menggunakan sampel dari Paviliun Khusus RSGM FKG UI yang terjangkau oleh peneliti. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam penelitian-penelitian lanjutan untuk mencegah osteoporosis yang lebih parah. Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : bagaimana distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi pada usia 40-75 tahun yang berisiko osteoporosis pada subjek di Paviliun Khusus RSGM FKG UI yang dilihat dari radiograf ekstraoral panoramik?

TINJAUAN TEORITIS

Pada proses penuaan normal, tulang skeletal menjadi menipis dan melemah. Berkurangnya massa tulang dimulai pada usia sekitar 30 dan 40 tahun. Pada periode tersebut, aktivitas osteoblas menjadi berkurang, sedangkan aktivitas osteoklas terus berlanjut. Sejak dimulainya reduksi massa tulang, perempuan kehilangan 8% massa tulangnya setiap dekade, sedangkan pada laki-laki berkurang 3% setiap dekade. Tidak semua tulang terkena efek dari penuaan. Epifisis, vertebra, dan rahang mengalami kehilangan massa tulang yang lebih besar dibandingkan bagian tulang yang lainnya, sehingga terjadi kelemahan tungkai, berkurangnya tinggi tubuh, dan kehilangan gigi.13 Ketika pengurangan massa tulang cukup besar mempengaruhi fungsi normal, kondisi ini disebut osteoporosis. Tulang yang lemah dan rentan karena osteoporosis menjadi mudah patah ketika diberi tekanan. Fraktur apapun yang terjadi pada usia tua dapat menyebabkan sulitnya mobilitas orang tersebut dan menjadi tergantung pada orang lain. 13

Hormon seks penting di dalam menjaga deposisi tulang yang normal. Di atas usia 45 tahun, 29% perempuan dan 18% laki-laki mengalami osteoporosis. Pada perempuan, kondisi ini dipercepat ketika menopause, karena turunnya hormon estrogen. Laki-laki tetap memproduksi androgen sampai usia lanjut sehingga osteoporosis yang parah lebih sedikit terjadi pada laki-laki berusia di bawah 60 tahun. 13

Osteoporosis atau keropos tulang sesungguhnya merupakan penipisan jaringan tulang dan berkurangnya kepadatan dalam mikro-arsitektur tulang seiring berjalannya waktu sehingga ada pengurangan massa tulang dan dapat diasosiasikan dengan risiko fraktur yang tinggi, terutama tulang belakang, pergelangan tangan, dan pinggul.12,14

(4)

Gambar 2.3 Gambaran tulang normal dan tulang osteoporosis.

Sumber : Normal and osteoporotic bone. [cited at September 26, 2012]. Available from : http://www.boneclinic.com.sg/2011/07/understanding-osteoporosis/

Menurut sebuah laporan dalam pertemuan kelompok belajar WHO (World Health

Organization), Osteoporosis telah dinyatakan sebagai penyakit yang diderita 75 juta orang di

Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Sebanyak 8,9 juta fraktur tulang karena Osteoporosis terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia.4

Konsekuensi klinis osteoporosis adalah fraktur tulang, yang paling sering terjadi pada tulang belakang, pinggul, dan pergelangan tangan. Kebanyakan fraktur bertambah frekuensinya pada usia yang semakin tua. Akibat fraktur yang lebih parah adalah sakit tulang belakang akut dan kronik, berkurangnya tinggi tubuh, berkurangnya kualitas hidup, dan besarnya biaya finansial dan dampak psikososial. Hampir 90% dari fraktur pinggul dan tulang belakang pada wanita kulit putih usia lanjut di Amerika Serikat disebabkan oleh osteoporosis.15 Pada osteoporosis resorpsi tulang tidak diimbangi dengan deposisi tulang sehingga tulang menipis dan rongga-rongganya semakin besar. Hal ini disebut negative

remodeling imbalance.14

Gambar 2.5 Mekanisme berkurangnya massa tulang trabekula. a. Meningkatnya tingkat remodeling. b. Negative remodeling imbalance karena bertambahnya resorpsi tanpa diimbangi

formasi tulang.14

Sumber : Negative Remodeling Imbalance. [Cited at November 5, 2012]. Available from : http://www.hindawi.com/journals/josteo/2011/108324/

(5)

Deteksi Osteoporosis

Pada saat ini tidak ada metode yang akurat untuk mengukur keseluruhan kekuatan tulang. Bone mineral density (BMD) sering digunakan sebagai indikator pengukuran yang biasanya dapat mengukur sekitar 70% kekuatan tulang.16 Uji BMD bertujuan untuk mengukur berapa kandungan kalsium dan kandungan mineral lainnya pada tulang. Uji yang biasa dilakukan adalah dengan dual-energy x-ray absorptiometry (DXA) scan yang menggunakan sinar-X dosis kecil.17 Uji DXA ini dapat memberikan informasi yang berguna mengenai osteoporosis dan risiko fraktur yang bila dikombinasi dengan faktor risiko osteoporosis yang lain dapat dijadikan acuan untuk perencanaan terapi.18 Namun, uji DXA ini bergantung kepada operator yang harus menguasai teknologinya, dan DXA termasuk teknologi yang cukup mahal dan sulit diakses di beberapa negara berkembang di Asia.12,18 Di Indonesia sendiri hanya terdapat 34 mesin DXA yang setengahnya berada di kota Jakarta. Biaya tes dengan menggunakan DXA ini pun cukup mahal dan sulit dijangkau masyarakat menengah ke bawah.12

Faktor Risiko Osteoporosis

Prevalensi osteoporosis dan insiden fraktur berbeda antara laki-laki dan perempuan dan antara berbagai ras dan etnis. Baik pada laki-laki maupun perempuan keduanya terjadi penurunan BMD dimulai paruh-baya. Perempuan mengalami kehilangan tulang yang cepat setelah menopause, sehingga berisiko besar untuk terjadi fraktur.19,20 Penyebab osteoporosis pada wanita yang paling sering adalah karena penurunan hormon estrogen yang terjadi ketika menopause. Kehilangan estrogen diasosiasikan dengan tingginya resorpsi tulang karena naiknya jumlah sitokin yang mengatur generasi osteoklas : ligan-RANK; TNF-a (tumor

necrosis factor-a); interleukin-1 (IL-1), IL-2, IL-6; M-CSF (macrophage-colony stimulating factor), dan prostaglandin E.21 Produksi semua sitokin ini ditekan atau diatur oleh hormon estrogen, baik secara langsung maupun tidak langsung.21

Konsumsi glukokortikoid dapat menyebabkan osteoporosis dan pemakaian jangka panjang glukokortikoid untuk penyakit seperti rheumatoid arthritis dan penyakit obstruktif saluran pernapasan kronis diasosiasikan dengan tingginya angka fraktur tulang. 19,20 Orang-orang yang sudah pernah dilakukan transplantasi organ juga berisiko tinggi osteoporosis karena berbagai faktor.Hipertiroid, diabetes mellitus tipe-1, dan lupus juga merupakan faktor risiko osteoporosis.19,20,22 Ras Kaukasia dan Asia memiliki massa tulang yang lebih rendah dibanding ras Afrika dan Hispanik. Riwayat keluarga yang memiliki orang tua (khususnya ibu) menderita osteoporosis atau fraktur memiliki massa tulang puncak yang lebih rendah dan

(6)

rentan terhadap fraktur karena osteoporosis. Asupan kalsium yang kurang pada masa masa muda akan menimbulkan berkurangnya massa tulang 5-10% dari puncaknya. Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol yang banyak juga mengakibatkan kehilangan tulang.23-28 Tanda-Tanda Klinis dan Radiografis dari Osteoporosis

Osteoporosis sulit dideteksi secara klinis. Biasanya tanda-tanda klinis baru nampak setelah osteoporosis yang cukup parah. Biasanya osteoporosis muncul dengan gejala fraktur tulang belakang, pinggul, lengan atas, atau bagian tulang lainnya. Fraktur tulang-tulang ini biasanya terjadi karena adanya trauma minor karena melompat atau jatuh. Rasa sakit, bentuk yang mulai berbeda dengan bentuk semula, dan melemahnya tulang merupakan tanda-tanda yang biasa terjadi karena fraktur. 29

Di dalam rongga mulut osteoporosis juga bermanifestasi. Dalam sebuah studi, dikatakan bahwa pasien yang didiagnosis memiliki osteoporosis biasanya juga memiliki penyakit kronis lainnya. Kondisi rongga mulut pun terpengaruh karena medikasi yang dikonsumsi untuk membatasi penyakit kronis tersebut. Biasanya pasien-pasien dengan kondisi ini kebersihan rongga mulutnya buruk dan membawa pada memburuknya kesehatan sistemik. Dalam sebuah studi mengenai osteoporosis oleh Melton et al, osteoporosis memiliki implikasi terhadap kesehatan gigi dan mulut. Kehilangan gigi dan resorpsi tulang alveolar dapat terjadi pada orang yang menderita osteoporosis.30 Menjaga gigi-geligi untuk tetap utuh di dalam rongga mulut dari pasien-pasien ini menyebabkan nutrisi yang lebih baik dan juga menjaga penampilan yang baik.31,32

Beberapa studi mengenai osteoporosis dan penyakit periodontal telah mendiskusikan mengenai BMD dan kehilangan tulang alveolar, kehilangan gigi dini, dan meningkatnya tingkat keparahan penyakit periodontal pada pasien dengan osteoporosis.33-35 Hasil dari analisa pola trabekula pada tulang alveolar secara radiografis dapat menjadi indikator dari BMD.36 Studi lainnya menyatakan bahwa radiograf panoramik yang diambil rutin dapat digunakan untuk mendeteksi BMD yang rendah, osteoporosis, dan risiko wanita paskamenopause untuk mengalami fraktur tulang belakang.37-40

Kehilangan Tulang Rahang Dan Gigi

Tulang rahang terdiri dari kedua jenis tulang, yaitu tulang trabekula dan kortikal, dan juga mengalami formasi dan resorpsi selama hidupnya. Secara umum, kehilangan tulang rahang bermanifestasi dengan adanya kehilangan gigi karena resorpsi tulang yang menyokong gigi. Karena kehilangan tulang yang menyebabkan kehilangan gigi, banyak orang lanjut usia yang melaporkan perubahan komposisi makanan, menghabiskan waktu untuk makan, takut

(7)

makan bersama-sama orang lain, dan merasa tidak nyaman ketika tersenyum, bernyanyi, berbicara.16

Kehilangan tulang dan gigi memiliki penyebab yang multifaktorial, sehingga sulit menentukan peran jenis kelamin dan perawatan kesehatan gigi pada patogenesisnya. Namun, ada beberapa studi literatur yang mengindikasikan bahwa tulang rahang dan kehilangan gigi memiliki asosiasi dengan kurangnya hormon estrogen akibat menopause dan osteoporosis. Sebuah studi selama 7 tahun yang diselenggarakan oleh University of Alabama menyatakan bahwa ada kaitan antara densitas mineral tulang (BMD) tulang pinggul dengan kepadatan tulang mandibula.16

Study for Osteoporotic Fractures Research Group melaporkan juga adanya asosiasi

antara kehilangan gigi dengan tingkat kehilangan tulang sistemik di antara 4.524 wanita berusia > 65 tahun di Amerika Serikat. Ditemukan hasil bahwa wanita yang melaporkan kehilangan gigi memiliki penurunan BMD pada tulang pinggul. Hal ini menyatakan bahwa osteoporosis merupakan salah satu penyebab dari kehilangan gigi pada tulang rahang.16

Penelitian di Brazil menyatakan bahwa populasi dengan kondisi sosio-ekonomi yang rendah menunjukkan jumlah kehilangan gigi yang lebih besar, yang juga bertambah karena usia.10,41-43 Dari beberapa penelitian sebelumnya ini, peneliti memberikan nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi yaitu 11,2 gigi, dengan range dari 5,5 sampai 20,2 gigi pada subjek berusia 30-39 tahun dan subjek 60 tahun ke atas. Jenis kelamin, status sosio-ekonomis, merokok, pengalaman karies, dan hilang perlekatan gingiva merupakan indikator-indikator risiko.41-43

Berbagai penyebab kehilangan gigi berdasarkan Cahen et al. 44 adalah : (1) Karies; (2) masalah endodontik seperti inflamasi pulpa, nekrosis, atau fraktur gigi; (3) penyakit periodontal : ekstraksi gigi karena hilangnya perlekatan ligamen periodontal; (4) masalah erupsi gigi : impaksi; (5) prostetik : indikasi ekstraksi karena gigi tiruan; (6) trauma : ekstraksi karena trauma eksternal; (7) ortodontik : ekstraksi gigi karena indikasi perawatan ortodontik; (8) masalah oklusi : ekstraksi karena disfungsi oklusi, seperti karena ekstrusi gigi; (9) penyebab lain-lain.44 Mengenai perbedaan jenis kelamin dan pengaruhnya pada jumlah kehilangan gigi, menurut Barbato et al. 41 dan beberapa penelitian lain, jumlah kehilangan gigi lebih tinggi pada perempuan dibanding pada laki-laki, meskipun pada penelitian lainnya tidak ada perbedaan signifikan antara jumlah kehilangan gigi pada perbedaan jenis kelamin. 10, 41

(8)

METODE PENELITIAN

Desain penelitian ini adalah potong lintang atau cross-sectional secara deskriptif. Penelitian dilakukan di departemen Radiologi FKG UI dan Paviliun Khusus RSGM FKG UI. Penelitian ini menggunakan radiograf ekstraoral panoramik untuk penghitungan jumlah kehilangan gigi. Penggunaan radiograf ekstraoral panoramik yang diambil dari data digital pasien untuk melihat jumlah kehilangan gigi adalah karena dapat melihat kondisi tulang rahang dan jumlah kehilangan gigi secara keseluruhan tanpa pasien harus difoto khusus untuk penelitian ini atau pasien harus datang kembali untuk penelitian ini, sehingga tidak membebani pasien secara waktu, finansial dan juga tidak menambah paparan sinar-X terhadap pasien.7

Pada penelitian ini usia sampel yang dipilih adalah 40-75 tahun, dengan pertimbangan bahwa dimulai pada usia 30-35 tahun baik laki-laki maupun perempuan telah mengalami pengurangan massa tulang yang mengarah pada risiko osteoporosis45, dan pada wanita dimulai di usia 40 tahun sudah akan mengalami menopause yang memperbesar resiko osteoporosis. Dalam survei yang dilakukan oleh Palacios et al. dikatakan bahwa rata-rata usia perempuan mengalami menopause adalah dalam rentang usia 45-55 tahun di seluruh dunia, dengan rata-rata adalah 51 tahun. Dalam survei regional Palacios et al. pada 7 negara di Asia Tenggara, nilai tengah dari usia menopause adalah 51,1 tahun. Namun, untuk negara-negara Asia Tenggara secara individual, nilai rata-rata usia menopause lebih muda yaitu antara 42,1 - 49,5 tahun, termasuk Indonesia.46-49 Sedangkan pada penelitian Wright tahun 2006, perempuan usia di atas 75 tahun sebagian besar telah mengalami fraktur akibat osteoporosis, sehingga tidak lagi dapat dikategorikan sebagai usia yang “berisiko” terhadap osteoporosis, tetapi hampir semua sebenarnya mengalami osteoporosis.49 Karena data dan pertimbangan inilah dalam penelitian ini digunakan sampel yang berusia 40-75 tahun.

Sampel diambil dari data digital pasien Paviliun Khusus RSGM FKG UI yang sebagian dicetak ulang dan sebagian tetap berupa data digital. Radiograf dicetak ulang dengan menggunakan komputer dan printer Paviliun Khusus sehingga perbandingannya tetap 1:1 dengan aslinya. Radiograf yang memenuhi kriteria inklusi yaitu subjek berusia 40-75 tahun dan bermutu baik. Penghitungan jumlah kehilangan gigi dilakukan oleh dua orang pengamat dengan masing-masing pengamat melakukan dua kali penghitungan pada waktu yang berbeda agar hasilnya tidak saling mempengaruhi.

Uji statistik yang digunakan untuk melihat reliabilitas data adalah dengan menggunakan Intraclass Correlation Coefficient (ICC) untuk melihat tingkat persetujuan antara kedua pengamat dalam masing-masing dua kali pengamatan. Kemudian data disajikan

(9)

dengan menggunakan tabel dan grafik untuk melihat distribusi frekuensi jumlah kehilangan giginya. Sebagai tambahan dari penelitian ini, uji korelasi dengan menggunakan Pearson’s

Correlation Coefficient untuk melihat korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi.

HASIL PENELITIAN

Sampel yang didapatkan dalam penelitian ini berjumlah 191 sampel radiograf ekstraoral panoramik subjek berusia 40-75 tahun. Sampel sebanyak 191 radiograf bermutu baik sehingga dapat digunakan sebagai sampel penelitian. Sampel berusia 40-75 tahun dan terdiri dari laki-laki dan perempuan dengan jumlah yang tidak sama, yaitu laki-laki berjumlah 59 orang dan perempuan berjumlah 132 orang. Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan

Intraclass Correlation Coefficient adalah 0,999 yang menyatakan bahwa tingkat persetujuan

antara kedua pengamat sangat tinggi dan data reliabel.

Sampel berjumlah 191 buah dibagi ke dalam 9 kelompok usia antara 40-75 tahun. Berikut ini adalah pembagian kelas usia pada 191 sampel dan distribusi frekuensi sampel per kelas usia.

Tabel 1. Tabel distribusi frekuensi sampel laki-laki dan perempuan

Kelas Usia Jenis Kelamin Frekuensi Sampel

Laki-laki Perempuan 1 40-43 tahun 6 7 13 2 44-47 tahun 8 7 15 3 48-51 tahun 3 23 26 4 52-55 tahun 7 22 29 5 56-59 tahun 4 36 40 6 60-63 tahun 10 18 28 7 64-67 tahun 10 9 19 8 68-71 tahun 8 5 13 9 72-75 tahun 3 5 8 Total 59 132 191

Keterangan : Tabel menunjukkan data distribusi frekuensi sampel laki-laki dan perempuan dalam 9 kelas usia dan total sampel per kelas usia.

Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan rata-rata jumlah kehilangan gigi pada seluruh sampel (Grafik 1), pada jenis kelamin perempuan (Grafik 2), dan pada jenis kelamin laki-laki (Grafik 3).

(10)

Grafik 1. Grafik Jumlah Kehilangan Gigi dan Rata-rata Kehilangan Gigi per Kelas Usia. Garis hijau menunjukkan nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi per kelas usia (Jumlah kehilangan gigi dibagi dengan jumlah

sampel).

Grafik 2. Grafik nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi tiap kelas usia pada sampel perempuan. Rata-rata jumlah kehilangan gigi tertinggi pada kelas ke-8 (68-71 tahun) yaitu 15,4 gigi dan paling rendah pada kelas ke-1 yaitu

2,43 gigi. 2.69 3.13 5.3 5.48 5.075 5.25 6.1 10 13.25 0 2 4 6 8 10 12 14 40-43 44-47 48-51 52-55 56-59 60-63 64-67 68-71 72-75

Jumlah Kehilangan Gigi

Kelas Usia (tahun)

Jumlah Kehilangan Gigi dan Rata-rata Kehilangan Gigi / Kelas

Rata-Rata Kehilangan Gigi / Kelas (Jumlah Kehilangan Gigi / Frekuensi)

2.43 4.43 4.39 4.27 5.42 5.72 5.67 15.4 14.2 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Kelas 1 : 40-43 Kelas 2 : 44-47 Kelas 3 : 48-51 Kelas 4 : 52-55 Kelas 5 : 56-59 Kelas 6 : 60-63 Kelas 7 : 64-67 Kelas 8 : 68-71 Kelas 9 : 72-75

Rata-Rata Jumlah Kehilangan Gigi

Kelas Usia

Rata-rata Jumlah Kehilangan Gigi pada Perempuan per Kelas Usia

(11)

Grafik 3. Grafik nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi tiap kelas usia pada sampel laki-laki. Rata-rata jumlah kehilangan gigi tertinggi pada kelas ke-3 (48-51 tahun) yaitu 12,33 gigi dan paling rendah pada kelas ke-2 dan 5

yaitu 2 gigi.

Selain uji reliabilitas dan membuat data distribusi frekuensi, pada penelitian ini dilakukan uji korelasi antara usia dan jumlah kehilangan gigi. Korelasi adalah teknik menginvestigasi hubungan antara dua data kuantitatif yang kontinu. Koefisien korelasi Pearson adalah ukuran kekuatan dari hubungan atau asosiasi antara kedua variabel. Langkah awal untuk melihat hubungan antara kedua variabel adalah membuat diagram scatter untuk melihat apakah kedua variabel tersebut linier. Pada penelitian ini, variabel pertama adalah usia dan variabel kedua adalah jumlah kehilangan gigi. Variabel independen (usia) diletakkan di x-axis, dan variabel yang dependen (jumlah kehilangan gigi) diletakkan pada y-axis.

0 2 4 6 8 10 12 14 Kelas 1 : 40-43 Kelas 2 : 44-47 Kelas 3 : 48-51 Kelas 4 : 52-55 Kelas 5 : 56-59 Kelas 6 : 60-63 Kelas 7 : 64-67 Kelas 8 : 68-71 Kelas 9 : 72-75

Rata-Rata Jumlah Kehilangan Gigi

Kelas Usia

Rata-rata Jumlah Kehilangan Gigi pada Laki-laki Per Kelas Usia

(12)

Grafik 4. Diagram Scatter antara usia (variabel independen) dengan jumlah kehilangan gigi (variabel dependen). Garis linier (garis hitam) yang makin ke kanan makin naik menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan

jumlah kehilangan gigi.

Dari hasil analisa statistik, didapatkan nilai Koefisien korelasi Pearson yaitu 0,318. Nilai korelasi yang positif menunjukkan adanya korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi. Nilai 0,318 juga menunjukkan adanya tingkat korelasi medium antara usia dengan jumlah kehilangan gigi dari data yang didapat pada penelitian ini.

PEMBAHASAN

Pembagian sampel ke dalam 9 kelas sesuai dengan umur sampel membentuk kurva distribusi normal. Sampel paling banyak ada di kelas ke-5 (usia 56-59 tahun) yaitu sebanyak 40 sampel, dan sampel paling sedikit ada di kelas ke-9 (usia 72-75 tahun) yaitu sebanyak 8 sampel. Dari 191 sampel yang didapat dari data digital Paviliun Khusus RSGM FKG UI, jumlah sampel berjenis kelamin laki-laki adalah 59 orang dan perempuan 132 orang.

Dilihat dari Grafik 1, nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi tertinggi ada pada kelas ke-9 usia 72-75 tahun yaitu 13,25 gigi, dan rata-rata paling rendah ada pada kelas pertama yaitu usia 40-43 tahun dengan nilai 2,69 gigi. Rata-rata jumlah kehilangan gigi kelas 1 sampai dengan 4 meningkat, namun pada kelas 5 dan 6 terjadi penurunan dan naik lagi di kelas ke 7,8 dan 9. Bila dilihat dari kenaikan grafik 1, kelas ke-3 dan 4 yang menyebabkan kenaikan grafik secara drastis. Hal ini mungkin disebabkan karena tingginya jumlah kehilangan gigi pada beberapa sampel, khususnya sampel laki-laki seperti yang terlihat dari Grafik 3 pada kelas ke-3 dan 4. Selain dari kelas ke-ke-3 dan 4, grafik 5.4 mengalami kenaikan jumlah kehilangan gigi seiring naiknya kelas usia. Nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi tertinggi pada usia 72-75

0 5 10 15 20 25 30 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

JUmlah Kehilangan Gigi

Usia

Diagram Scatter Antara Usia dengan Jumlah kehilangan Gigi

(13)

tahun sesuai dengan hasil dari berbagai penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa jumlah kehilangan gigi bertambah seiring bertambahnya usia. 17,62-64 Terlepas dari jumlah sampel yang tidak proporsional antar kelas usia, penelitian ini memperlihatkan nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi yang meningkat pada pertambahan usia.

Uji Korelasi

Pada penelitian ini, uji korelasi dilakukan pada 2 variabel, yaitu usia dan jumlah kehilangan gigi. Variabel usia diletakkan di x-axis, dan variabel yang jumlah kehilangan gigi diletakkan pada y-axis pada diagram scatter. Semakin dekat poin-poin yang tersebar pada garis lurus, semakin tinggi kekuatan asosiasi antara kedua variabel. Pada diagram scatter dari jumlah kehilangan gigi dan usia 191 sampel, didapat bahwa nilai koefisien korelasi pearson (r) adalah 0,318 yang berarti antara usia dengan jumlah kehilangan gigi terdapat korelasi positif. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara bertambahnya usia dengan jumlah kehilangan gigi (medium correlation dengan range nilai r = 0,3-0,5).

Faktor yang Mempengaruhi

Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini penghitungan jumlah kehilangan gigi menggunakan mata telanjang, dan antara dua pengamat bisa berbeda dalam menginterpretasikan penampakan radiografis meskipun di awal telah dilakukan kaliberasi. Contohnya pada radiograf yang memiliki banyak radiks dan tidak jelas radiks tersebut merupakan sisa akar gigi apa saja karena bersebelahan.

Penelitian ini berhasil dalam memberikan database distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi pada usia berisiko osteoporosis di Paviliun Khusus RSGM FKG UI, dengan adanya hubungan atau korelasi antara pertambahan usia dengan jumlah kehilangan gigi pada 191 sampel. Namun, hasil penelitian ini tidak dapat menjadi kesimpulan dari kondisi kehilangan gigi seluruh populasi usia 40-75 tahun di Indonesia karena jumlah sampel yang sedikit dan kurangnya kekuatan korelasi yang telah diuji. Penelitian ini diterapkan pada 191 sampel dari Paviliun Khusus RSGM FKG UI dengan jumlah sampel laki-laki berjumlah 59 orang dan perempuan 132 orang. Jumlah ini tidak memenuhi target sampel 50% laki-laki dan 50% perempuan, sehingga ada kemungkinan hasil penelitian dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin perempuan dengan sampel yang lebih banyak.

Pada penelitian ini tidak memasukkan faktor kondisi sistemik atau lokal dari subjek. Padahal kehilangan gigi yang dialami subjek pada penelitian ini memiliki kemungkinan untuk dipengaruhi oleh faktor kondisi sistemik tertentu dan kondisi lokal tertentu seperti penyakit periodontal.

(14)

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini didapatkan database distribusi frekuensi jumlah kehilangan gigi pada usia yang berisiko osteporosis, yaitu sampel berusia 40-75 tahun di Paviliun Khusus RSGM FKG UI sebanyak 191 sampel. Rata-rata jumlah kehilangan gigi tertinggi ada pada kelas usia ke-9 (72-75 tahun) yaitu 13,25 gigi. Sedangkan nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi terendah ada pada kelas usia pertama (40-43 tahun) yaitu 2,69 gigi. Dari analisa hasil penelitian terdapat korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi pada subjek berusia usia 40-75 tahun dengan perbedaan bermakna.

SARAN

1. Dari hasil penelitian ini yang menunjukkan adanya korelasi antara usia dengan jumlah kehilangan gigi pada usia yang berisiko osteoporosis, sebaiknya setiap dokter gigi yang menangani pasien dengan usia risiko osteoporosis khususnya lansia (60 tahun ke atas) dapat memberikan informasi kepada pasiennya akan risiko ini serta berbagai komplikasi yang dapat terjadi bila tidak diantisipasi atau ditangani.

2. Diperlukan penelitian lanjutan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan lebih seimbang proporsi tiap kelas usia dan proporsi jenis kelaminnya sehingga mendapat hasil dan kesimpulan yang lebih reliabel dan dapat bermanfaat.

3. Diperlukan penelitian lanjutan yang tidak hanya melihat dari jumlah kehilangan gigi untuk dikaitkan dengan usia risiko osteoporosis, tapi mempertimbangkan juga faktor penyebab kehilangan gigi yang bermacam-macam.

4. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan hubungan antara usia dengan jumlah kehilangan gigi dan jenis kelamin dengan jumlah kehilangan gigi yang dapat diarahkan sebagai indikator dini risiko osteoporosis.

5. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai indikator-indikator awal risiko osteoporosis seperti penurunan densitas tulang trabekula, penurunan tebal tulang kortikal mandibula, dan penurunan tinggi puncak tulang alveolar dengan menggunakan radiograf panoramik ataupun intraoral yang biasa dimiliki klinik gigi atau rumah sakit gigi dan mulut.

(15)

KEPUSTAKAAN

1. Consensus Development Conference. Diagnosis, prophylaxis, and treatment of osteoporosis. American Journal of Medicine; 1993, 94:646-650.

2. Prentice A. Is nutrition important in osteoporosis? Proceedings of the Nutrition Society; 1997,56:357-367.

3. Johnell O. The socioeconomic burden of fractures: today and in the 21st century. American Journal of Medicine [Internet]. 1997 [cited at August 6, 2012] ;

103 (Suppl. 2A): S20-S25. Available from :

http://www.who.int/nutrition/topics/5_population_nutrient/en/index25.html

4. WHO. WHO Scientific Group On The Assessment Of Osteoporosis At Primary Health Care Level. Summary Meeting Report 5-7 May 2004. Brussels, Belgium ; 2004.

5. Prevention of osteoporosis and osteoporotic fractures in Asia: recommendation statements from the Strong Bone Asia conference, revision 2007.

6. WHO. Life expectancy increasing in Asia [Internet]. 3 April 2012 [cited at October 16, 2012]. Available from : http://www.searo.who.int/LinkFiles/WHD-12_ban.pdf 7. White, Stuart C. and Michael J. Pharoah. Oral Radiology: Principles and

Interpretation. 6th edition. St.Louis : Mosby Inc; 2009.

8. Hildebolt CF. Osteoporosis and oral bone loss. Dentomaxillofacial Radiology. 1997; 26: 3-15.

9. Anna Kraft, Reinhard Gruber. Association between periodontitis and osteoporosis and possible therapeutical approaches in periodontology- a literature review. Presented at the EuroPerio Conference in Vienna, June 6-9, 2012.

10. Andreia Affonso Barretto Montandon, Elizangela Partata Zuza, dan Benedicto Egbert Correa de Toledo. Prevalence and Reasons for Tooth Loss in a Sample from a Dental Clinic in Brazil. International Journal of Dentistry. 2012; Article ID 719750, 5 pages doi:10.1155/2012/719750

11. United States of America. Oral Health U.S. Tooth Loss ; 2002.

12. Ambrish Mithal, Edith Lau. The Asian Audit Epidemiology, costs and burden of osteoporosis in Asia 2009. In : Judy Stenmark, Laetitia Nauroy, editor.International Osteoporosis Foundation; September 2009; Switzerland.

13. Ambrish Mithal, Edith Lau. The Asian Audit Epidemiology, costs and burden of osteoporosis in Asia 2009. In : Judy Stenmark, Laetitia Nauroy, editor.International Osteoporosis Foundation; September 2009; Switzerland.

(16)

14. Juliet Compston. Age-Related Changes in Bone Remodelling and Structure in Men: Histomorphometric Studies. Journal of Osteoporosis. 2011; Volume 2011, doi:10.4061/2011/108324.

15. Licata, Angelo. Osteoporosis in men: Suspect secondary disease first. Department of Endocrinology, Diabetes, and Metabolism, The Cleveland Clinic. Cleveland Clinic Journal Of Medicine. Maret 2003; Volume 70, Number 3: P 247-254.

16. Athanassios Kyrgidis, Thrasivoulos-George Tzellos, Konstantinos Toulis, and Konstantinos Antoniades. The Facial Skeleton in Patients with Osteoporosis: A Field for Disease Signs and Treatment Complications. Journal of Osteoporosis. 2011; Volume 2011, doi:10.4061/2011/147689

17. Melfi, Rudy C., Keith E.Alley. Permar’s Oral Embriology and Microscopic Anatomy. 10th edition. Pennsylvania : Lippincott Williams & Wilkins; 2000.

18. United States of America. National Library of Medicine. National Institute of Health (NIH). Bone mineral density test. Bethesda : NIH; 2011.

19. Bradford Richmond. DXA Scanning To Diagnose Osteoporosis: Do You Know What The Results Mean? Cleveland Clinic Journal Of Medicine. April 2003; Volume 70, Number 4 : 353-360.

20. Nair SP, Wilson M, Reddi K, White P, Henderson B. Bacterially induce bone destruction: mechanisms and misconceptions. Infect Immun. 1996; 64: 2371-80. 21. United States of America. National Institute of Health. Consensus Conference: From

the National Institutes of Health. Osteoporosis prevention, diagnosis, and therapy. J Am Med Assoc. 2001; 285: 785-95.

22. Kanis JA, Melton LJ III, Christiansen C, et al. Perspective: the diagnosis of osteoporosis. J Bone Miner Res. 1994; 9: 1137-41.

23. Rodan GA, Martin TJ. Therapeutic approaches to bone disease. Science. 2000; 289: 1508-14.

24. Cauley J, Kuller L, Vogt M. The study of osteoporotic fractures [internet]. 2000 [Cited

at September 11, 2012]. Available from :

http://www3.pitt.edu/*crcd/osteoporotic%20fxs.htm

25. Cumming RG, Cummings SR, Nevitt MC, Scott J, Ensrud KE, Vogt TM et al. Calcium intake and fracture risk: results from the study of osteoporotic fractures. Am J Epidemiol. 1997; 145: 926 - 934.

(17)

26. Fox KM, Cummings SR, Powell-Threets K, Stone K. Family history and risk of osteoporotic fracture. Study of osteoporotic fractures research group. Osteoporos Int. 1998; 8: 557 - 562.

27. Cummings SR, Browner WS, Bauer D, Stone K, Ensrud K, Jamal S, et al. Endogenous hormones and the risk of hip and vertebral fractures among older women. Study of osteoporotic fractures research group. N Engl J Med. 1998; 339: 733 - 738. 28. Arden NK, Nevitt MC, Lane NE, Gore LR, Hochberg MC, Scott JC et al.

Osteoarthritis and risk of falls, rates of bone loss, and osteoporotic fractures. Study of osteoporotic fractures research group. Arthritis Rheum.1999; 42: 1378 - 1385.

29. Lane NE, Lin P, Christiansen L, Gore LR, Williams EN, Hochberg MC et al. Association of mild acetabular dysplasia with an increased risk of incident hip osteoarthritis in elderly white women: the study of osteoporotic fractures. Arthritis Rheum. 2000; 43: 400 - 404.

30. Ensrud KE, Duong, Cauley JA, Heaney RP, Wolf RL, Harris E, et al. Low fractional calcium absorption increases the risk for hip fracture in women with low calcium intake. Study of osteoporotic fractures research group. Ann Intern Med. 2000; 132: 345 ± 353.

31. Symptoms of Osteoporosis [Internet]. 2012 [Cited at October 16, 2012]. Available

from :

http://www.umm.edu/patiented/articles/what_symptoms_of_osteoporosis_000018_3.h tm#ixzz29RC4Q8ac

32. P. D. Allen, J. Graham, D. J. J. Farnell et al. Detecting reduced bone mineral density from dental radiographs using statistical shape models. IEEE Transactions on Information Technology in Biomedicine. 2007; vol. 11, no. 6, pp. 601–610.

33. P. E. Petersen. Global policy for improvement of oral health in the 21st century— implications to oral health research of World Health Assembly 2007, World Health Organization. Community Dentistry and Oral Epidemiology. 2009; vol. 37, no. 1, pp. 1–8.

34. K. R. Phipps, B. K. S. Chan, T. E. Madden et al. Longitudinal study of bone density and periodontal disease in men. Journal of Dental Research, 2007; vol. 86, no. 11, pp. 1110–1114.

35. N. C. Geurs. Osteoporosis and periodontal disease. Periodontology. 2007; vol. 44, no. 1, pp. 29–43.

(18)

36. E. K. Kaye. Bone health and oral health. Journal of the American Dental Association. 2007; vol. 138, no. 5, pp. 616–619.

37. G. Jonasson, G. Bankvall, and S. Kiliaridis. Estimation of skeletal bone mineral density by means of the trabecular pattern of the alveolar bone, its interdental thickness, and the bone mass of the mandible. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology, and Endodontics. 2001; vol. 92, no. 3, pp. 346–352. 38. M. Naitoh, Y. Kurosu, K. Inagaki, A. Katsumata, T. Noguchi, and E. Ariji.

Assessment of mandibular buccal and lingual cortical bones in postmenopausal women. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology and Endodontology. 2007; vol. 104, no. 4, pp. 545–550.

39. P. D. Allen, J. Graham, D. J. J. Farnell et al. Detecting reduced bone mineral density from dental radiographs using statistical shape models. IEEE Transactions on Information Technology in Biomedicine. 2007; vol. 11, no. 6, pp. 601–610.

40. K. Z. Vlasiadis, J. Damilakis, G. A. Velegrakis et al. Relationship between BMD, dental panoramic radiographic findings and biochemical markers of bone turnover in diagnosis of osteoporosis. Maturitas. 2008; vol. 59, no. 3, pp. 226–233.

41. H. Devlin, K. Karayianni, A. Mitsea et al. Diagnosing osteoporosis by using dental panoramic radiographs: the Osteodent project. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology and Endodontology. 2007; vol. 104, no. 6, pp. 821–828. 42. C. Susin, R. V. Oppermann, O. Haugejorden, J. M. Albandar. Tooth loss and

associated risk indicators in an adult urban population from south Brazil. Acta Odontologica Scandinavica. 2005; vol. 63, no. 2, pp. 85–93.

43. C. Susin, A. N. Haas, R. V. Opermann, J. M. Albandar. Tooth loss in a young population from south Brazil. Journal of Public Health Dentistry. 2006; vol. 66, no. 2, pp. 110–115.

44. P. R. Barbato, H. C. M. Nagano, F. N. Zanchet, A. F. Boing, M. A. Peres. Tooth loss and associated socioeconomic, demographic, and dental-care factors in Brazilian adults: an analysis of the Brazilian Oral Health Survey, 2002-2003. Cadernos de Saude Publica. 2007; vol. 23, no. 8, pp. 1803–1814.

45. Maris Grzibovskis, Mara Pilmane, Ilga Urtane. Review : Today’s understanding about bone aging. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial Journal; 2010; 12: 99-104. 46. H Devlin, K Nicopolou-Karayianni, P Tzoutzoukos, A Mitsea, C Lindh, PF Van Der

Stelt, P Allen, J Graham, K Horner, J Yuan. Tooth Loss and Osteoporosis: The Osteodent Study. International Association of Dental Research [Internet]. September

(19)

12-16, 2008 [cited at September 26, 2012]; London. 2008. Available from : http://iadr.confex.com/iadr/pef08/techprogram/abstract_110430.htm

47. Aisha Perveen, M. Junaidd Siddiqui, dan Urmila Bardhwa. Benefits of Exercise in Perimenopausal Age : An Intervention Study. Asian Journal of Pharmaceutical and Health Sciences.Oct-Dec 2012; Vol 2, Issue 4, P. 488-491.

48. Australia. Osteoporosis Australia. What is Osteoporosis? What are the Risk Factors for Osteoporosis? 2006. Australian Government; 2006.

49. S. Palacios, V. W. Henderson, N. Siseles, D. Tan and P. Villaseca. Age of menopause and impact of climacteric symptoms by geographical region. Climacteric. 2010; 13:419–428.

Gambar

Gambar 2.5 Mekanisme berkurangnya massa tulang trabekula. a. Meningkatnya tingkat remodeling
Tabel 1. Tabel distribusi frekuensi sampel laki-laki dan perempuan
Grafik 1. Grafik Jumlah Kehilangan Gigi dan Rata-rata Kehilangan Gigi per Kelas Usia. Garis hijau  menunjukkan nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi per kelas usia (Jumlah kehilangan gigi dibagi dengan jumlah
Grafik 3. Grafik nilai rata-rata jumlah kehilangan gigi tiap kelas usia pada sampel laki-laki
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian, maka diharapkan kepada pihak Puskesmas agar dapat meningkatkan dimensi mutu pelayanan diantaranya yaitu menerapkan kedisiplinan kepada

Expected value untuk suatu tindakan adalah rata-rata tertimbang pay off, yaitu jumlah dari pay off untuk setiap tindakan dikalikan probabilitas peristiwa yang

Berdasarkan analisis, temuan yang didapatkan adalah representasi ideologi patriarki yang ditampilkan dalam komik strip @komikkipli di media sosial Instagram yang meliputi

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata prestasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Metode Statistik

Pembagian kelompok latihan untuk menentukan kelompok eksperimen 1 (latihan Diamond Pass) dan kelompok eksperimen 2 (latihan Small Side Game). Penerapan treatment

Sesuai dengan prinsip kerja spektrofotometer UV-Visibel yang mengabsorbsi larutan warna pada panjang gelombang 400-800 nm, maka larutan komplek biru tua inilah yang

Spektroskopi impedansi merupakan peralatan analitik yang populer didalam penelitian dan pengembangan ilmu material, karena alat ini memberikan pengukuran listrik

perbuatan terdakwa juga membuat masyarakat menjadi resah dengan efek yang ditimbulkan dari penebangan hutan secara liar. Dari pertimbangan hakim diatas jika dikaitkan dengan