• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Asma

Menurut Nelson pada tahun 2007, asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronis yang terjadi di saluran pernafasan sehingga menyebabkan penyempitan pada saluran pernafasan tersebut.1 Asma merupakan sindrom yang kompleks dengan karakteristik obstruksi jalan nafas, hiperresponsif bronkus dan inflamasi pada saluran pernafasan. Asma menyerang semua ras dan etnik di seluruh dunia dan pada berbagai usia.7

2.1.1 Etiologi dan Klasifikasi Asma

Menurut Patino dan Martinez pada tahun 2003, faktor lingkungan dan faktor genetik memiliki peran yang besar terhadap terjadinya asma.8 Menurut Strachan dan

Cook dalam kajian meta analisis yang dijalankan oleh mereka, menyimpulkan bahwa orang tua yang merokok merupakan penyebab utama terjadinya asma pada anak.9 Menurut Corne et al paparan terhadap infeksi juga bisa menjadi pencetus terjadinya asma. Infeksi virus terutama rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi saluran pernafasan bagian atas memicu terjadinya eksaserbasi asma.10 Gejala ini merupakan tanda-tanda asma bagi semua golongan usia.9 Ada juga teori yang menyatakan bahwa paparan infeksi virus yang lebih awal pada anak lebih memungkinkan untuk anak tersebut diserang asma.11

Selain faktor lingkungan, faktor genetik juga turut berpengaruh terhadap terjadinya asma. Kecenderungan seseorang untuk menghasilkan Immunoglobin E (IgE) diturunkan dalam keluarga. Penderita yang alergi terhadap alergen sering mempunyai riwayat keluarga yang juga menderita asma dan ini membuktikan bahwa faktor genetik merupakan faktor predisposisi asma.12

(2)

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan gambaran klinis4

Derajat Asma Gejala Gejala Malam Faal paru

Intermiten Bulanan APE  80%

* Gejala < 1x/minggu * Tanpa gejala di luar serangan

* Serangan singkat

*  2x/sebulan * VEP1  80%

nilai prediksi APE  80% nilai terbaik

* Variabiliti APE < 20%

Persisten Ringan Mingguan APE > 80%

* Gejala > 1x/minggu, tetapi < 1x/ hari * Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur * > 2x/sebulan * VEP1  80%

nilai prediksi APE  80% nilai terbaik * Variabiliti APE 20-30%

Persisten Sedang Harian APE 60 – 80%

* Gejala setiap hari

* Serangan mengganggu aktivitas dan tidur * Membutuhkan bronkodilator setiap hari * >1x/seminggu * VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik * Variabiliti APE > 30%

Persisten Berat Kontinyu APE  60%

* Gejala terus menerus

* Sering kambuh

* Aktivitas fisik terbatas

* Sering * VEP1  60% nilai prediksi APE  60% nilai terbaik * Variabiliti APE > 30%

APE=arus puncak ekspirasi (aliran ekspirasi/saat membuang nafas puncak), VEP1=volume ekspirasi

paksa dalam 1 detik.

2.1.2 Patofisiologi Asma

Individu dengan asma memiliki respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast pada paru-paru. Paparan yang berulang terhadap antigen mengakibatkan terjadinya ikatan antara

(3)

antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat.13 Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru

mempengaruhi otot polos dan kelenjar saluran nafas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.8,14,15

Setelah penderita asma terpapar alergen, maka akan segera timbul gejala sesak nafas. Penderita akan merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi.14 Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukus, yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi.16

Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru, akibatnya akan timbul suara mengi ekspirasi memanjang (wheezing), yaitu suara nafas seperti musik yang terjadi karena adanya penyempitan jalan udara yang merupakan ciri khas asma sewaktu penderita berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputihan.8,17

(4)

Gambar 2. Patofisiologi asma19

2.1.3 Gambaran Klinis Asma

Batuk kering yang intermiten dan mengi merupakan gejala kronis yang sering dikeluhkan penderita asma. Pada anak yang lebih tua dan dewasa akan mengeluhkan sukar bernafas dan terasa sesak di dada. Simptom respiratori ini bisa lebih parah pada waktu malam terutama apabila terpapar lebih lama dengan alergen. Penderita asma sering mengeluhkan mereka mudah letih dan ini membatasi aktivitas fisik mereka.8

Kebanyakan penderita asma juga mengalami alergi rinitis dan eksema. Alergi rinitis merupakan inflamasi pada mukosa nasal yang ditandai dengan nasal kongesti, rinorea, bersin dan iritasi konjuntiva. Penderita asma yang alergi rinitis bisa juga mengalami gangguan tidur, aktivitas yang terbatas, iritabilitas, gangguan mood dan

(5)

kognitif yang bisa menggangu aktivitas seharian mereka. Hidung yang terasa gatal akan menyebabkan penderita asma sering terlihat menggosok hidung dengan tangan dan ini mendorong mereka bernafas melalui mulut.18

2.1.4 Penanggulangan Asma

Obat asma digunakan untuk menghilangkan dan mencegah timbulnya gejala obstruksi saluran pernafasan. Pada saat ini obat asma dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu reliever dan controller. Reliever adalah obat yang cepat menghilangkan gejala asma yaitu obstruksi saluran nafas. Controller adalah obat yang digunakan untuk mengendalikan asma yang persisten.19,20

Obat asma yang sering digunakan yang termasuk golongan reliever adalah agonis beta-2, antikolinergik, teofilin, dan kortikosteroid sistemik.8 Agonis beta-2 adalah bronkodilator yang paling kuat pada pengobatan asma. Agonis Beta-2 mempunyai efek bronkodilatasi, menurunkan permeabilitas kapiler, dan mencegah pelepasan mediator dari sel mast dan basofil. Golongan agonis beta-2 merupakan stabilisator yang kuat bagi sel mast, tapi obat golongan ini tidak dapat mencegah menurunkan hiperresponsif bronkus. Obat agonis beta-2 seperti Salbutamol, terbutalin, fenoterol, prokaterol dan isoprenalin merupakan obat golongan simpatomimetik. Efek samping obat golongan agonis beta-2 dapat berupa gangguan kardiovaskuler, peningkatan tekanan darah, tremor, palpitasi, takikardi dan sakit kepala. Pemakaian agonis beta-2 secara reguler hanya diberikan pada penderita asma kronis berat yang tidak dapat lepas dari bronkodilator.21,22 Antikolinergik dapat digunakan sebagai bronkodilator, misalnya ipratropium bromid dalam bentuk inhalasi. Ipratropium bromid mempunyai efek menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase dan menghambat pembentukan cGMP. Efek samping ipratropium inhalasi adalah rasa kering di mulut dan tenggorokan.19,20,23 Obat golongan xantin seperti teofilin dan aminofilin adalah obat bronkodilator yang lemah, tetapi jenis ini banyak digunakan oleh penderita karena efektif, aman, dan harganya murah. Efek samping yang ditimbulkan pada pemberian teofilin per oral

(6)

terutama mengenai sistem gastrointestinal seperti mual, muntah, rasa kembung dan nafsu makan berkurang.25

Obat asma yang termasuk dalam golongan controller adalah obat anti inflamasi seperti kortikosteroid, natrium kromoglikat, natrium nedokromil, dan antihistamin aksi lambat. Obat agonis beta-2 aksi lambat dan teofilin lepas lambat dapat juga digunakan sebagai controller.8 Natrium kromoglikat dapat mencegah bronkikonstriksi respon cepat atau lambat, dan mengurangi gejala klinis penderita asma. Natrium kromoglikat lebih sering digunakan pada anak karena dianggap lebih aman daripada kortikosteroid.25 Penggunaan kortikosteroid inhalasi merupakan pilihan pertama untuk menggantikan steroid sistemik pada penderita asma kronis yang berat. Efek samping yang sering ditimbulkan dapat berupa kandidiasis orofaring, refleks batuk, suara serak, infeksi paru, dan kerusakan mukosa.8,19

2.2 Indeks Oral Higiene

Tingkat oral higiene seseorang dilihat dari keberadaan plak dan kalkulus pada gigi. Plak dental adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan.6 Plak terbagi atas plak

supragingival dan plak subgingival. Plak supragingival berada pada atau koronal dari tepi gingiva, sedangkan plak subgingival berada apikal dari tepi gingiva.26

Penumpukan plak dental sudah dapat terlihat dalam 1-2 hari setelah seseorang tidak melakukan prosedur oral higiene. Lokasi dan laju pembentukan plak adalah bervariasi antara individu. Faktor yang mempengaruhi laju pembentukan plak adalah oral higiene, serta faktor-faktor pejamu seperti diet, dan komposisi serta laju aliran saliva.6,26 Jenis bakteri yang terdapat dalam plak adalah bakteri jenis Streptococcus dan Laktobacillus. Bakteri dalam plak yang diakui sebagai penyebab utama karies adalah Streptococcus mutans, oleh karena mempunyai sifat asidogenik dan asidurik.6

Kalkulus adalah massa terkalsifikasi atau berkalsifikasi yang melekat ke permukaan gigi asli maupun gigi tiruan. Biasanya kalkulus terdiri atas plak bakteri yang telah mengalami mineralisasi. Berdasarkan lokasi perlekatannya, kalkulus dapat

(7)

dibedakan atas kalkulus supragingival dan kalkulus subgingival. Kalkulus berperan dalam mempertahankan dan memperparah penyakit periodontal dengan jalan menahan plak sehingga berkontak rapat ke gingiva dan menciptakan daerah dimana penyingkiran plak sulit dilakukan dan bahkan tidak mungkin.26

Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu.6 Untuk mendapatkan data tentang tingkat kebersihan gigi dan mulut dapat digunakan indeks pengukuran kebersihan mulut.26 Indeks-indeks pengukuran kebersihan mulut yang ada adalah Oral Hygiene

Index (OHI) dan Oral Hygiene Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion,

indeks plak O’Leary, indeks plak Loe & Silness dan indeks Plaque Formation Rate (PFRI).6,28

Pada penelitian ini indeks kebersihan mulut yang dipilih adalah Oral Hygiene

Index Simplified (OHIS) dari Greene & Vermillion. Indeks ini merupakan indeks

yang populer digunakan untuk menentukan status kebersihan mulut pada penelitian-penelitian epidemiologis. Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi yaitu gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya. Indeks ini terdiri dari 2 komponen, yakni Indeks Debris dan Indeks Kalkulus.28

Tabel 2. Kriteria Indeks Debris28

Skor Kriteria

0 1 2

3

Tidak dijumpai debris atau stein

Debris menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi

(8)

Tabel 3. Kriteria Indeks Kalkulus28 Skor Kriteria 0 1 2 3

Tidak dijumpai kalkulus

Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau kedua-duanya

Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengeliling servikal gigi atau kedua-duanya

2.3 Karies gigi

Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum; disebabkan aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang diragikan. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi, diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal ini menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.6

Karies dinyatakan sebagai penyakit multifaktorial. Ada 4 faktor yang memegang peranan yaitu faktor host, faktor agen atau mikroorganisme, faktor substrat atau diet, dan faktor waktu. Faktor host adalah morfologi gigi, struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Faktor agen atau mikroorganisme yang paling berperan yaitu bakteri Streptococcus mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies. Faktor substrat yang berperan adalah sukrosa. Sedangkan waktu yang diperlukan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.6,29

(9)

Gambar 3. Faktor etiologi terjadinya karies6

2.3.1 Faktor Risiko Karies

Adanya hubungan sebab akibat dalam terjadinya karies sering diidentifikasi sebagai faktor risiko. Oleh karena itu, individu dengan risiko karies yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai faktor risiko karies yang lebih banyak.

Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6

Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah

Plak Plak banyak, berarti banyak bakteri yang dapat memproduksi asam

Plak sedikit, jumlah bakteri yang memproduksi asam juga berkurang, oral higiene baik Bakteri Bakteri kariogenik banyak,

sehingga menyebabkan pH rendah, plak mudah melekat

Bakteri kariogenik sedikit

Pola makan Konsumsi karbohidrat tinggi terutama sukrosa, makanan yang mudah melekat

Konsumsi karbohidrat rendah, dan diet makanan yang tidak mudah melekat

Sekresi saliva Aliran saliva berkurang mengakibatkan gula bertahan dalam waktu lama (daya proteksi saliva menurun)

Sekresi saliva yang optimal, sehingga dapat membantu membersihkan sisa-sisa makanan

(10)

Tabel 4. Faktor risiko karies dan akibatnya terhadap perkembangan lesi karies6

(lanjutan)

Faktor Risiko Risiko Tinggi Risiko Rendah Bufer saliva Bufer saliva rendah akan

mengakibatkan pH rendah dalam waktu lama

Kapasitas bufer yang optimal, pH rendah hanya sementara

Fluor Tidak ada pemberian fluor, remineralisasi berkurang

Mendapat aplikasi fluor, remineralisasi meningkat

Karies juga dipengaruhi oleh faktor-faktor modifikasi seperti: 1. Umur

Penelitian epidemiologis menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Anak-anak mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orang tua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.

2. Jenis kelamin

Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik sehingga komponen gigi yang hilang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya, pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMFT.

3. Sosial ekonomi

Karies dijumpai lebih tinggi pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sebaliknya. Ada dua faktor sosial ekonomi yang berperan, yaitu pekerjaan dan pendidikan.6

2.3.2 Indeks Karies Gigi

Untuk mendapatkan data tentang pengalaman karies seseorang digunakan indeks karies. Ada beberapa indeks karies, seperti indeks DMFT Klein, indeks DMFT Mohler, indeks DMFT WHO dan indeks Significant Caries (SiC).28

(11)

Indek karies yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks Klein. Indeks ini di perkenalkan oleh Klein H, Palmer CE, Knutson JW pada tahun 1938 untuk mengukur pengalaman seseorang terhadap karies gigi. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaan pada gigi permanen (DMFT). Indeks ini tidak menggunakan skor. Pada kolom yang tersedia langsung diisi menggunakan kode, kemudian dijumlahkan sesuai kode.28

DMFT Klein (gigi permanen)

D = Decayed = gigi tetap dengan satu lesi karies atau lebih yang belum ditambal. M = a. Mi = missing indicated = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat

ditambal lagi dan harus dicabut.

b. Me = missing extracted = gigi tetap dengan lesi karies yang tidak dapat ditambal lagi dan sudah dicabut.

F = Filled = gigi tetap dengan lesi karies dan sudah ditambal dengan sempurna. T = Tooth

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Semua gigi permanen yang mengalami karies dimasukkan ke dalam kategori D.

2. Karies sekunder yang terjadi pada gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori D.

3. Gigi dengan tumpatan sementara dimasukkan dalam kategori D.

4. Semua gigi permanen yang hilang atau dicabut karena karies dimasukkan dalam kategori M.

5. Gigi yang hilang akibat penyakit periodontal, dicabut untuk kebutuhan perawatan ortodonti tidak dimasukkan dalam kategori M. 6. Semua gigi dengan tumpatan permanen dimasukkan dalam kategori F.

7. Gigi yang sedang dalam perawatan saluran akar dimasukkan dalam kategori F.

8. Pencabutan normal selama masa pergantian gigi geligi tidak dimasukkan dalam kategori M.

(12)

2.4 Oral Higiene dan Karies Gigi pada Penderita Asma

Oral higiene yang jelek dan karies gigi dapat ditemukan pada penderita asma. Karies gigi adalah suatu proses demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam organis dan merupakan penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan mulut.6 Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asma dan karies.2,9-12,25

Asma dapat menimbulkan gejala sesak nafas dengan meningkatnya kecepatan pernafasan, dan karena usaha penderita untuk menghirup nafas sebesar-besarnya maka penderita menghirup udara melalui mulut.7,8 Ini dikenali sebagai mouth

breathing. Mouth breathing adalah kebiasaan bernafas melalui mulut daripada

hidung. Mouth breathing dapat menimbulkan xerostomia.7

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran saliva. Xerostomia merupakan gejala dari berbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, dan merupakan salah satu efek samping dari obat-obatan asma yang dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.26

Pada penderita asma, penggunaan obat-obatan asma terutama yang termasuk dalam golongan beta-2 agonis mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva.27 Hasil penelitian Ryberg

et al menunjukan bahwa produksi saliva berkurang hingga 26% - 36% pada penderita

asma yang menggunakan obat inhalasi golongan beta-2 agonis.2,30 Saliva berfungsi untuk membersihkan rongga mulut dari sisa-sisa makanan dan kuman serta mempunyai peran sebagai antibakterial dan sistem bufer.6 Penurunan pH saliva dan jumlah saliva yang kurang menyebabkan peningkatan bakteri Lactobacilli dan

Streptococcus mutans di dalam rongga mulut yang menyebabkan terbentuknya

karies.2

Selain itu, tingkat karies yang lebih tinggi pada penderita asma juga dikaitkan dengan adanya karbohidrat yang difermentasi (fermentable carbohydrate) dalam obat asma. Beberapa inhaler bubuk kering mengandung gula (lactose monohydrate)

(13)

sehingga penderita dapat mentoleransi rasa obat tersebut . Inhalasi obat yang mengandung gula, dikombinasikan dengan penurunan laju aliran saliva dapat menyebabkan peningkatan risiko karies. Kenny dan Somay menyatakan bahwa penggunaan jangka panjang obat oral cair yang mengandung gula dapat menyebabkan peningkatan karies. Studi Reddy et al menunjukkan bahwa prevalensi karies tertinggi pada penderita asma terlihat pada mereka yang menggunakan obat asma dalam bentuk sirup.2

Gambar 4. Obat asma dalam bentuk sirup18

Gambar 5. Obat asma (Inhaler bubuk kering)18

(14)

2.5 Kerangka Konsep

Bukan penderita asma (kontrol) Penderita Asma

(kasus) 1) Jenis dan Frekuensi

Penggunaan Obat asma

2) Status Oral Higiene - Skor Debris - Skor Kalkulus 3) Pengalaman Karies

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi asma berdasarkan gambaran klinis 4
Gambar 1. Perbandingan brokial penderita asma dan brokial normal 4
Gambar 2. Patofisiologi asma 19
Tabel 2. Kriteria Indeks Debris 28
+4

Referensi

Dokumen terkait

Kecanggihan dunia medis sekarang ini nampaknya mulai diiringi oleh perkembangan berbagai pengobatan alternatif yang menjamur di berbagai tempat. Harus diakui bahwa

Jumlah penyedia barang/jasa yang mendaftar melalui LPSE sebanyak 74 (Tujuh. puluh empat)

Hasil wawancara dengan Bapak Syarifuddin, Selaku Kepala Dinas Sosial Kota Binjai, Senin 08 Juli 2019 Jam 09.30.. Memfasilitas keinginan, minat dan bakat yang terpendam bagi

Penelitian kompetensi komunikasi lintas budaya dalam adaptasi budaya mahasiswa asing pada pendidikan multikultural sangat penting dilakukan karena minat para

Studi ini juga menunjukkan bahwa seringkali kejutan atau shocks (misalnya argumentasi dengan rekan sekerja serta pimpinan, adanya perubahan struktur.. organisasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian zeolit dengan dosis yang berbeda terhadap sintasan dan kualitas air benih Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn)

Terdapat perbedaan yang signifikan pada p=0,004 tekanan darah diastolik sebelum dan sesudah pemberian jus jambu biji pada lansia penderita hipertensi di Pundung

Skripsi ini berisi penelitian mengenai korelasi Difusi Inovasi Penangkapan Ikan dan Peningkatan Pendapatan Nelayan pada Nelayan Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu