• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Daging Fermentasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Daging Fermentasi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Daging

Daging merupakan semua jaringan hewan dan seluruh produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang layak dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya (Soeparno, 2005). Menurut Lawrie (1995), daging terdiri atas 75 persen air, 19 persen protein, 3,5 persen substansi nonprotein yang larut, dan 2,5 persen lemak. Nilai pH otot setelah hewan mati akan menurun dari 7,4 (awal) menjadi 5,-5,7 pada jam ke-6 hingga jam ke-8, kemudian nilai pH tersebut akan menurun mencapai pH akhir sekitar 5,3-5,7 pada jam ke-24 postmortem (Aberle et al., 2001)

Daging olahan mengandung lebih sedikit protein dan air, dan lebih banyak lemak dan mineral. Kenaikan presentase mineral daging olahan disebabkan karena adanya penambahan bumbu dan garam, sedangkan kenaikan nilai kalori dapat disebabkan karena penambahan karbohidrat (Soeparno, 2005).

Fermentasi

Fermentasi merupakan perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam bahan pangan. Fermentasi oleh bakteri tertentu dapat memberi flavor, bentuk dan tekstur yang baik pada bahan pangan yang difermentasi. Mikroorganisme asam laktat dapat menyebabkan keasaman yang tinggi, pH dan potensial redoks yang rendah sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya (Buckle et al., 2009).

Fermentasi dibedakan menjadi dua kelompok berdasar sumber bakteri yang berperan pada proses fermentasi, yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan (terkontrol). Fermentasi spontan yaitu fermentasi pangan yang pada pembuatannya hanya mengandalkan starter alami dalam bahan baku dan tidak melibatkan penambahan starter untuk tujuan khusus. Fermentasi terkontrol terjadi pada pangan yang ditambahkan bakteri dalam bentuk starter atau kultur untuk tujuan tertentu (Fardiaz, 1992). Fermentasi karbohidrat menghasilkan produk utama yaitu asam laktat. Skema sederhana metabolisme karbohidrat oleh bakteri asam laktat homofementatif pada proses fermentasi disajikan pada Gambar 1.

(2)

4 Glukosa Aldolase Fruktosa, 1,6- diphospat Gliseraldehida 3- phospat Phospopenol piruvat Pyruvate kinase ADP ATP Pyruvate Lactate dehydrogenase NADH NAD+ Asam laktat

Gambar 1. Metabolisme Karbohidrat Homofermentatif oleh Bakteri Asam Laktat Sumber: Toldra et al. (2001)

Fardiaz (1992) menjelaskan bahwa prinsip fermentasi glukosa terdiri dari dua tahap. Pertama, pemecahan rantai karbondioksida dan pelepasan paling sedikit dua pasangan atom hidrogen, menghasilkan senyawa karbon lainnya yang lebih teroksidasi daripada glukosa. Kedua, senyawa yang teroksidasi tersebut direduksi kembali oleh atom hidrogen yang dilepaskan dari tahap pertama, kemudian membentuk senyawa lain sebagai hasil fermentasi.

Protein merupakan senyawa selain karbohidrat yang dapat difermentasi oleh bakteri melalui proses hidrolisis protein menjadi asam amino, kemudian asam amino difermentasi menjadi senyawa lain terutama asam (Fardiaz, 1992). Tahapan penting dari hidrolisis protein sarkoplasma dan miofibrillar berlangsung selama proses fermentasi dan proses pemeraman. Bakteri endogenus dan enzim mikroba sangat berperan pada tahapan proteolisis. Proses proteolitik berkontribusi dalam pembentukan konsistensi produk yang disebabkan degradasi struktur myofibrillar. Selain itu proses proteolitik berperan dalam pembentukan rasa yang disebabkan oleh akumulasi peptida dan asam amino bebas (Toldra et al., 2001). Tahap utama proses proteolisis dapat dilihat pada Gambar 2.

(3)

5 Protein sarkoplasma dan miofibrillar

Katepsin dan kalpain

Ekstraselular proteinase mikroba

Polipeptida

Peptida

Enzim eksopeptidase mikroba

Asam amino bebas

Gambar 2. Tahapan Dasar pada Proteolisis Sumber: Toldra et al. (2001)

Sosis Fermentasi

Sosis fermentasi adalah produk yang terdiri dari campuran daging dan lemak, garam NaCl, bahan-bahan kuring, dan bumbu yang dimasukkan ke dalam casing kemudian difermentasi dan dikeringkan (Varnam dan Sutherland, 1995). Sosis fermentasi dibagi menjadi dua kelompok utama berdasarkan proses pembuatan dan karakteristik produk, yaitu sosis kering dan sosis semi kering. Kedua kelompok dari sosis fermentasi tersebut menghasilkan asam laktat, dan terjadi fermentasi. Sosis kering dan sosis semi kering memiliki kadar air antara 30% sampai 40% dan 40% sampai 50% (Xiong dan Mikel, 2001).

Fermentasi akan menurunkan pH sosis dari 5,8-6,2 menjadi 4,8-5,3. Fermentasi juga memberi kesempatan pada air dalam sosis untuk menyebar ke seluruh bagian sosis secara cepat dan merata. Asam laktat yang terbentuk dari proses fermentasi akan menyebabkan denaturasi protein daging sehingga tekstur sosis menjadi lebih kompak (Bacus, 1984).

Penurunan nilai pH yang terjadi akibat akumulasi asam laktat dapat mempertahankan umur simpan dari produk sosis, membentuk citarasa produk yang disebabkan oleh pembentukan metabolit, membentuk konsistensi produk sebagai akibat dari penurunan daya ikat air dan koagulasi protein. Kombinasi dari daging

(4)

6 dan asam bakteri berkontribusi untuk menjaga lingkungan anaerobik dengan mengurangi potensial redoks selama fermentasi asam laktat(Toldra et al., 2001).

Sosis kering dan semi kering diproduksi dengan cara mencampurkan komponen daging, rempah-rempah dan bahan curing pada suhu rendah (20 °F hingga 30 °F atau -6,6 °C hingga -1,1 °C), kemudian dimasukkan ke dalam selongsong sosis, diinkubasi pada suhu tinggi (70 °F hingga 110 °F atau 21 °C hingga 43 °C), dan dikeringkan pada suhu 50 °F hingga 70 °F atau 10 °C hingga 21 °C. Selama tahap inkubasi, produk difermentasi oleh mikroorganisme asam laktat, sehingga nilai pH berubah dari 5,8-6,2 menjadi 4,8-5,3. Asam laktat juga dapat mendenaturasi protein daging sehingga menghasilkan tekstur yang lebih kompak (Bacus, 1984).

Kandungan nutrisi dari daging segar menjadi sosis fermentasi akan mengalami perubahan. Kandungan nutrisi pada sosis fermentasi menurut Ferreira et al. (2006) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Nutrisi pada Sosis Fermentasi

Nilai minimum Nilai maksimal Nilai tengah

pH 4,5 6,3 5,11 % NaCl 1,0 1,8 1,3 % Kadar air 43,3 57,2 52,3 % Lemak 10,9 29,6 18,4 % Protein 6,9 15,5 11,4 % Karbohidrat 10,2 20,9 15,2 Energi (kkal/100 g) 220 369 274,4

Sumber: Ferreira et al. (2006)

Komposisi Sosis Fermentasi

Bahan utama pembuatan sosis fermentasi adalah daging dan lemak. Pemilihan jenis daging merupakan dasar pada pembuatan produk olahan daging, daging yang berkualitas baik dan mengalami pengolahan yang baik akan menghasilkan produk olahan daging yang baik pula.

Daging

Pembuatan sosis memerlukan daging mentah dari jaringan otot rangka dan lemak beku (Toldra et al., 2001). Daging yang digunakan pada pengolahan produk

(5)

7 harus berkualitas baik dan bebas dari cacat fisik. Daging yang gelap, keras, dan kering tidak sesuai untuk pembuatan sosis. Daging yang dapat digunakan untuk pembuatan sosis adalah daging yang pucat, lunak, dan basah (Varnam dan Sutherland, 1995).

Lemak

Penambahan lemak pada bahan pangan ditujukan untuk menambah kalori, memperbaiki tekstur, dan cita rasa (Winarno, 1992). Penggunaan lemak yang memiliki kandungan lemak tidak jenuh yang tinggi dapat mengoksidasi warna, penampilan yang kusam pada bagian lemak saat dipotong, dan menimbulkan bau tengik (Toldra et al., 2001).

Garam

Penambahan garam pada kisaran 2%-3% dapat memberikan sebuah aksi bakteriostatik parsial, mengurangi water activity (αw) hingga 0,96, meningkatkan

solubilisasi protein dan memberi rasa asin (Toldra et al., 2001). Garam berperan sebagai penghambat selektif terhadap mikroorganisme pencemaran tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik serta pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam yang rendah sekalipun (Buckle et al., 2009).

Gula

Gula yang ditambahkan pada pembuatan sosis fermentasi dapat mengaktifkan proses fermentasi dan mampu menurunkan pH dengan cepat (Varnam dan Sutherland, 1995). Gula juga dapat menghasilkan produk fermentasi dengan flavor yang tajam (Buckle et al., 2009). Xiong dan Mikel (2001) menambahkan bahwa gula dapat juga berfungsi sebagai substrat untuk enzim glikolisis dalam sel bakteri. Penambahan gula pada sosis kering ataupun sosis semi kering adalah 0,5%-2%. Penambahan bumbu berperan dalam flavor yang dapat diperkuat pada pengasapan, memperbaiki warna dan menghambat terjadinya oksidasi lemak (Buckle et al., 2009).

(6)

8 Lada

Komposisi kimia lada putih per 100 g yaitu air 11,4 g, protein 10,4 g, lemak 2,1 g, abu 1,6 g, dan karbohidrat 68,6 g (Farell, 1990). Bahan penyedap alami dapat ditambahkan pada produk daging dalam bentuk yang belum digiling atau dilumatkan, misalnya merica pada sosis kering (Soeparno, 2005).

Pala

Menurut Farell (1990), biji pala berwarna coklat keabuan, berbentuk oval, memilki rasa pahit, hangat, tajam, dan berminyak dengan bau yang enak dan tajam. Sebagai tanaman rempah-rempah, pala dapat menghasilkan minyak etheris dan lemak khusus yang berasal dari biji dan fuli. Biji pala menghasilkan 2 sampai 15% minyak etheris dan 30-40% lemak, sedangkan fuli menghasilkan 7%-18% minyak etheris dan 20%-30% lemak (fuli adalah arie yang berwarna merah tua dan merupakan selaput jala yang membungkus biji).

Jahe

Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan tanaman rempah dan obat yang bernilai ekonomi tinggi. Jahe memiliki aroma tajam, dan berasa pedas meskipun ukuran rimpang kecil. Rimpang jahe juga mengandung gizi cukup tinggi, antara lain 58% pati, 8% protein, 3%-5% oleoresin dan 1%-3% minyak atsiri (Rukmana, 2000). Selongsong Sosis

Selongsong sosis terdapat dua macam, yaitu selongsong alami dan selongsong buatan. Selongsong alami terutama berasal dari saluran pencernaan ternak (Soeparno, 2005). Selongsong buatan terdiri dari empat tipe, yaitu selulosa, kolagen yang dapat dimakan, kolagen yang tidak layak dimakan dan plastik (Bacus, 1984). Selama proses pemanasan dan pengasapan, selongsong akan mengeras (Soeparno, 2005).

Pengasapan

Pengasapan dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi lemak dan memberi flavour pada daging yang sedang diproses (Lawrie, 2003). Pengasapan juga berfungsi untuk memperbaiki penampilan permukaan produk (Soeparno, 2005).

(7)

9 Metode tradisional yang sering digunakan untuk pengasapan daging adalah pengasapan daging yang dilakukan dalam ruang pengasapan yang disebut smoke house. Daging yang akan diasap digantung di rak atau kayu dalam ruangan asap dan tidak boleh bersentuhan (Soeparno, 2005). Asap pada umumya dibuat dengan cara perlahan menghembus serbuk gergaji yang berasal dari kayu keras. Asap akan menghambat pertumbuhan bakteri, memperlambat oksidasi lemak dan memberi flavour pada daging yang diproses (Lawrie, 2003). Temperatur yang digunakan pada ruang smoke house adalah 21-24 °C dengan kelembaban 75%-80% untuk sosis kering, dan 30-37°C dengan kelembaban 75%-80% untuk sosis semi kering (Xiong dan Mikel, 2001).

Bakteri Asam Laktat Sebagai Probiotik

Probiotik merupakan pakan tambahan dalam bentuk mikroba hidup yang memiliki manfaat bagi hewan untuk memperbaiki keseimbangan mikroba dalam usus. Probiotik memiliki banyak kegunaan untuk kesehatan diantaranya menurunkan jumlah patogen dan bakteri yang dapat menghasilkan toksik. Mekanisme penurunan jumlah patogen oleh probiotik yaitu dengan cara memproduksi komponen anti bakteri, berkompetisi untuk memperoleh nutrisi dan berkompetisi untuk memperoleh daerah kolonisasi (Fuller, 1989). Salah satu kelompok bakteri yang telah banyak digunakan sebagai probiotik adalah bakteri asam laktat.

Berdasarkan metabolismenya, bakteri dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif merupakan kelompok bakteri yang mengubah glukosa menjadi asam laktat. Kelompok heterofermentatif adalah kelompok bakteri yang memfermentasi glukosa menjadi asam laktat, etanol atau asam asetat dan CO2. Berdasarkan kebutuhan akan

oksigen, bakteri dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu 1) aerob, yaitu mikroba yang hanya dapat tumbuh jika terdapat oksigen di lingkungannya, 2) anaerob, yaitu mikroba yang hanya dapat tumbuh jika tidak terdapat oksigen di lingkungannya, dan 3) anaerob fakultatif, yaitu mikroba yang dapat tumbuh dengan ada atau tidaknya oksigen (Fardiaz, 1989).

Varnam dan Sutherland (1995) menjelaskan bahwa bakteri asam laktat yang digunakan sebagai starter kultur harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu 1) dapat bersaing dengan mikroorganisme lain, 2) memproduksi asam laktat secara cepat, 3)

(8)

10 dapat tumbuh pada konsentrasi garam kurang dari 6%, 4) dapat bereaksi dengan NaNO2 dengan konsentrasi kurang dari 100 mg/kg, 5) dapat tumbuh pada suhu antara

15-40°C, 6) termasuk golongan homofermentatif, 7) tidak menghasilkan peroksida dalam jumlah besar, 8) dapat mereduksi nitrit dan nitrat, 9) dapat meningkatkan flavor produk akhir, 10) tidak memproduksi senyawa amino, 11) dapat membunuh bakteri pembusuk dan patogen dan 12) bersifat sinergis dengan senyawa starter lain.

Lactobacillus plantarum

Lactobacillus plantarum pada umumnya dapat lebih tahan pada keadaan asam, oleh karena itu menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari fermentasi tipe asam laktat. Selain itu, fermentasi dari Lactobacillus plantarum bersifat homofermentatif sehingga tidak menghasilkan gas (Buckle et al., 2009). Lactobacillus plantarum berasal dari daging sapi sehingga digunakan pada proses fermentasi dengan asumsi bakteri ini lebih adaptif terhadap daging (Arief et al., 2007). Menurut penelitian yang dilakukan Firmansyah (2009), Lactobacillus plantarum yang diisolasi dari daging sapi termasuk dalam katalase negatif, karena tidak memiliki suatu enzim katalase yang mampu menguraikan H2O2 menjadi H2O

dan O2 sehingga pada saat uji tidak terjadi gelembung. Bakteri ini merupakan gram

positif yang berbentuk batang, dengan susunan tunggal maupun rantai pendek. Kultur starter seperti Lactobacillus plantarum digunakan untuk fermentasi yang mencapai suhu 40 °C (Toldra et al., 2001) dan memiliki perumbuhan optimal pada suhu 30 °C (Jay, 2000). Produk akan mencapai akumulasi asam laktat yang tinggi, nilai pH turun menjadi 5,0-4,6 dan pembentukan rasa terbatas karena tingginya persentase penghambatan eksopeptidase dan enzim lipolitik (Toldra et al., 2001). Menurut penelitian yang dilakukan Wijayanto (2009), kemampuan bertahan yang baik dimiliki oleh Lactobacillus plantarum dalam kondisi menekan seperti di lambung dengan pH 2 dan usus yang memiliki pH 7,2 dengan kadar garam empedu 0,3%.

Lactobacillus plantarum dapat memproduksi bakteriosin yang merupakan bakterisidal bagi sel sensitif dan menyebabkan kematian sel secara cepat walaupun pada konsentrasi yang rendah (Ray, 2004). Lactobacillus platarum juga merupakan kultur yang sering digunakan dalam pembuatan sosis fermentasi. Hal ini disebabkan bakteri ini dapat memproduksi aminopeptidase yang termasuk dalam asam amino

(9)

11 dari protein daging (Jay, 2000). Gambar morfologi Lactobacillus plantarum dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Morfologi Koloni L. plantarum Sumber: Milton (2010)

Lactobacillus acidophilus

Lactobacillus acidophilus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk batang dengan ujung berbentuk bulat. Bakteri ini dapat sebagai sel tunggal maupun berpasangan dalam rantai pendek. Ukuran panjang dari Lactobacillus acidophilus adalah 1,5-6,0 μm dan lebar adalah 0,6-0,9 μm. Bakteri ini adalah tidak bergerak, non motil, tidak berspora, dan toleran terhadap garam. Pertumbuhan L. acidophilus dapat terjadi pada suhu tinggi seperti 45 °C, tetapi pertumbuhan optimal terjadi pada suhu 35-40 °C. Toleransi asam bervariasi dari 0,3% hingga 1,9%, dengan pH optimum pada nilai 5,5-6,0 (Gomes dan Malcata, 1999). Menurut penelitian yang dilakukan Firmansyah (2009), bakteri ini termasuk dalam katalase negatif karena tidak mempunyai suatu enzim katalase yang mampu menguraikan H2O2 menjadi

H2O dan O2 sehingga pada saat uji katalase tidak menimbulkan gelembung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Riwayati (2012), Lactobacillus acidophilus terbukti dapat menghambat pertumbuhan S. enteriditis bahkan mampu menyebabkan kematian Salmonella spp. Lactobacillus acidophilus memiliki kemampuan untuk mencegah perlekatan, perkembangbiakan, dan menurunkan patogenitas bakteri enterogen. Selain itu bakteri ini juga dapat memproduksi rantai pendek asam lemak terbang sehingga akan menurunkan pH lumen usus, yang tidak menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri enteropatogen, menghasilkan substansi yang bersifat menghambat metabolit yang diperlukan oleh bakteri patogen dan

(10)

12 memproduksi senyawa spesifik seperti bakteriosin yang bersifat bakterisidal. Selvia (2010) menambahkan bahwa bakteri ini mampu bertahan dalam kondisi 0,5% garam empedu dan merupakan salah satu bakteri asam laktat yang dapat menghasilkan senyawa antimikroba berupa asam organik, bakteriosin, dan hidrogen peroksida. Gambar morfologi Lactobacillus acidophilus dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Morfologi Koloni L. acidophilus Sumber: Abedin (2011)

Kandungan Nutrisi Sosis Fermentasi Kadar Air

Keberadaan air dalam pangan dapat dinyatakan sebagai kadar air, yang menunjukkan jumlah absolut air yang terdapat dalam pangan. Air merupakan salah satu komponen penting yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroba dan komponen nutrisi. Air dalam pangan terdapat di antara sel, terperangkap di dalam sel atau terikat pada senyawa kimia yang terdapat dalam pangan (Kusnandar, 2010).

Kadar air menjadi patokan sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan, penentu indeks kestabilan selama penyimpanan serta penentu mutu organoleptik (Andarwulan et al., 2011). Air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan tersebut. Kandungan air dalam bahan makanan turut menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan makanan tersebut (Winarno, 1992). Kadar Abu

Abu merupakan residu anorganik yang terbentuk dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik suatu bahan pangan. Abu dibedakan menjadi abu total,

(11)

13 abu terlarut dan abu tidak terlarut. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan (Andarwulan et al., 2011).

Kadar Protein

Protein didefinisikan sebagai senyawa organik kompleks yang mengandung asam amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. Protein merupakan molekul polipeptida berukuran besar yang tersusun dari 100 buah asam amino dengan urutan tertentu, yang dihubungkan satu sama lain secara kovalen oleh ikatan peptida. Pada umumnya, struktur protein disusun oleh 20 jenis asam amino. Struktur kimia dan sifat fisikokimia protein berbeda satu sama lain disebabkan adanya perbedaan komposisi, jenis, urutan dan jumlah asam amino penyusun protein tersebut. Protein berperan sebagai sumber gizi utama, yaitu sebagai sumber asam amino esensial. Protein juga memberikan sifat fungsional yang penting dalam membentuk karakteristik produk pangan, seperti sebagai pengental, pengemulsi, pembentuk gel, pembentuk buih dan sebagainya (Kusnandar, 2010).

Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Beberapa asam amino yang merupakan peptida dan molekul-molekul protein kecil juga dapat diserap melalui dinding usus, kemudian masuk ke dalam pembuluh darah (Winarno, 1992).

Kadar Lemak

Lemak merupakan senyawa yang dapat larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam air, dan merupakan komponen gizi utama penyumbang energi dalam tubuh. Lemak selain sebagai sumber kalori, juga sebagai sumber asam lemak esensial dan pelarut vitamin A, D, E, dan K, serta dapat menghantarkan panas dengan baik pada saat menggoreng, melembutkan produk, membentuk “body”, dan meningkatkan palatabilitas produk (Andarwulan et al., 2011). Kadar lemak pada sosis dapat mempengaruhi keempukan, jus daging dan kelezatan sosis (Soeparno, 2005).

Kadar Karbohidrat

Karbohidrat memiliki banyak peranan dalam pengolahan makanan yaitu sebagai bahan pengisi, bahan pengental, penstabil emulsi, pengikat air, pembentuk

(12)

14 flavor, aroma dan tekstur (Andarwulan et al., 2011). Dalam tubuh manusia karbohidrat dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak, akan tetapi sumber karbohidrat lebih banyak diperoleh dari bahan makanan (Winarno, 1992).

Asam Amino

Asam amino, peptida dan protein merupakan komponen makro yang penting dalam sistem pangan. Asam amino merupakan prekursor penyusun peptida dan protein. Struktur peptida dan protein disusun oleh deretan asam amino yang dihubungkan antara satu dengan yang lain melalui ikatan kovalen yang disebut ikatan peptida (Kusnandar, 2010).

Asam amino adalah senyawa organik penyusun protein yang mempunyai dua

buah gugus fungsional primer, yaitu gugus amin (-NH2) dan gugus karboksil

(-COOH). Asam amino penting yang terdapat di alam berjumlah 20 buah, sembilan di antaranya adalah asam amino esensial, yaitu isoleusin, leusin, metionin, fenilalanin, treonin, valin, lisin, histidin (khusus untuk anak-anak dan bayi) dan arginin (khusus untuk bayi). Asam amino esensial tidak dapat dihasilkan oleh tubuh sehingga harus disuplai dari asupan makanan, sedangkan asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat disintesis oleh tubuh sehingga tidak diperlukan dari asupan makanan. Kelompok asam amino non esensial adalah glisin, alanin, prolin, serin, sistein, tirosin, asparagin, glutamin, asam aspartat, dan asam glutamat (Kusnandar, 2010).

Asam amino memiliki berbagai fungsi yang sangat penting bagi tubuh manusia. Asam amino histidin dan arginin menjadi asam amino esensial bagi anak-anak dan bayi, disebabkan oleh pentingnya peran kedua asam amino tersebut dalam pertumbuhan sel. Triptofan merupakan pemula vitamin niasin, dan serotonin metionin donor gugus metil untuk sintesis beberapa senyawa seperti kolin dan kreatin. Fenilalanin merupakan pemula tirosin dan keduanya membentuk tiroksin dan epinefrin, arginin, ornitin, sitrulin ikut berperan dalam sintesis urea dalam hati. Glisin dapat bersenyawa dengan bahan-bahan toksik dan menghasilkan senyawa tidak beracun yang kemudian diekskresi. Glutamin dan asparagin merupakan cadangan gugus amino masing-masing yang dihasilkan oleh asam glutamat dan asam aspartat (Poedjiadi, 1994).

(13)

15 Kandungan asam amino protein dapat ditentukan melalui analisis asam amino, salah satunya dengan metode High Performance Liquid Cromatography (HPLC). Metode HPLC ini adalah salah satu metode analisis asam amino menggunakan kromatografi partisi cair. Keuntungan metode ini adalah memiliki daya ulang yang lebih baik, waktu yang dibutuhkan singkat, dari data kelarutan hasilnya dapat diramalkan, koefisien distribusinya konstan dalam kisaran konsentrasi yang agak luas dan mampu memisahkan senyawa yang teramat serupa dengan resolusi yang baik (Adnan, 1997).

Keadaan asam-asam amino tertentu dapat berbeda dari bagian karkas yang berbeda. Kadar asam amino dipengaruhi oleh pengolahan (panas dan radiasi ionisasi) dan dapat mengakibatkan perubahan dari struktur. Hal yang mungkin terjadi adalah asam amino tertentu menjadi tidak dapat digunakan (Soeparno, 2005).

Bakteri proteolitik merupakan penghasil enzim protease ekstraseluler yang dapat menghidrolisis protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino. Peran utama dari bakteri asam laktat adalah menghasilkan asam laktat dari karbohidrat yaitu glukosa, menurunkan nilai pH dan proteolisis yang dapat membebaskan rantai peptida pendek dan asam amino bebas. Sistem proteolitik terdiri dari proteinase, peptida dan sistem transport asam amino (Moulay et al., 2006). Aksi gabungan proteinase dan peptida akan menyediakan sel dengan peptida kecil dan asam amino, yang kemudian dibebaskan dan ditranslokasikan melewati membran sitoplasma sehingga sel mengandung protein pengangkut. Peptida internal didegradasi menjadi asam amino oleh peptida intraseluler (Kok, 2002).

Kebutuhan protein makanan bagi anak-anak yang berumur di atas 12 tahun adalah 1 g/kg bobot badan. Protein yang terdapat dalam makanan dicerna dalam lambung dan usus-usus menjadi asam amino, yang diabsorbsi dan dibawa oleh darah ke hati (Poedjiadi, 1994). Kecukupan asam amino esensial jika dinyatakan dalam mg per kg berat badan dipengaruhi oleh umur. Kecukupan asam amino esensial menurut Karyadi dan Muhilal (1985) yang dikutip oleh Muchtadi et al. (1993) disajikan pada Tabel 2.

Nilai gizi protein yang dikonsumsi akan menentukan jumlah yang dikonsumsi. Nilai gizi protein dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu daya cerna dan komposisi asam amino esensial (Muchtadi et al., 1993).

(14)

16 Tabel 2. Perkiraan Kecukupan Asam Amino Esensial

Asam Amino Esensial Manusia Umur 10-12 Tahun Manusia Umur >12 tahun ---(mg/kg BB/hari)--- Histidin - 8-12 Isoleusin 30 10 Leusin 45 14 Lisin 60 12 Metionin + Sistin 27 13 Fenilalanin + Tirosin 27 14 Treonin 35 7 Triptofan 33 10

Gambar

Tabel 1. Kandungan Nutrisi pada Sosis Fermentasi
Gambar morfologi Lactobacillus acidophilus dapat dilihat pada Gambar 4.

Referensi

Dokumen terkait

Horowitz (1980) juga menyatakan bahwa nilai Rf sangat dipengaruhi oleh konfigurasi gugus hidroksil gula. Nilai Rf berhubungan dengan interaksi antara gugus hidroksil dari

Metode penelitian pada penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berusaha mengkaji dan merefleksi penggunaan model pembelajaran matematika

Berdasrkan hasil karakterisasi keausan yang telah dilakukan, diketahui bahwa pemanfaatan serbuk tempurung kelapa pada komposit Al2O3-Epoxy dapat meningkatkan

[r]

Metode analisis deskriptif digunakan dalam penelitian ini, yaitu memparkan serta mengkaji dampak penerapan dengan cara adaopsi penuh International Standard Financial Report

Selanjutnya menurut Rahmi, dkk (2010) tentang hubungan karakteristik ibu hamil trimester III dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi persalinan menunjukkan bahwa

Preferensi menurut Kotler (2006:67) diartikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap suatu produk, barang, atau jasa yang dikonsumsi.Kotler berpendapat

Virus Orf isolal B7 yang telah tumbuh berulangkali pada kultur sel paru-paru janin domba diberi perlakuan secara terpisah meliputi beku pada sulut -200C clan cair suhu kamar 260C