Sintesis Nanokatalis CuO/ZnO/Al2O3 Untuk Mengubah Metanol Menjadi Hidrogen untuk
Bahan Bakar Kendaraan Fuel Cell
Liherlinah, Mikrajuddin Abdullah(a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik dan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia
a)
E-mail: [email protected]
Diterima Editor : 20 Mei 2009
Diputuskan Publikasi : 28 Mei 2009
Abstrak
Katalis nanostruktur CuO/ZnO/Al2O3 telah dipelajari sebagai katalis komersial untuk produksi hidrogen pada kendaraan proton exchange membrane (PEM) fuel cell. Katalis nanostruktur ini dapat disintesis menggunakan metode simple heating, penumbuhan dalam zeolit, dan penumbuhan dalam silika. Dengan memvariasikan temperatur pemanasan dan durasi waktu, diharapkan menghasilkan nanopartikel dengan ukuran 20-100 nm. Kondisi optimum untuk material dengan kristalinitas yang besar, dengan ukuran yang kecil telah diselidiki dengan memvariasikan temperatur pemanasan 450-700 o
C dengan durasi waktu 30-90 menit. Penelitian selanjutnya, material ini berpotensial digunakan dalam methanol steam reforming (MSR) untuk mengubah methanol menjadi hidrogen.
Kata Kunci: Simple heating, reforming, nanokatalis.
1. Pendahuluan
Perkembangan ilmu pengetahuan yang cukup pesat dewasa ini., memberikan dampak yang cukup signifikan dalam perkembangan teknologi. Salah satu contohnya adalah dalam masalah nanokatalis. Sejak konsep katalis ditemukan, banyak orang berlomba-lomba untuk membuat katalis. Dewasa ini, katalis sangatlah dibutuhkan dalam produksi hidrogen sebagai sumber energy alternatif. Konversi yang rendah dan kehadiran CO pada outputnya menyebabkan beberapa pakar mencari solusi permasalahan katalis. Beberapa solusi pun bermunculan, salah saatunya adalah dengan memfabrikasi katalis baru dengan metode yang baru.
Nanokatalis CuO/ZnO/Al2O3 adalah suatu katalis yang digunakan untuk mengubah methanol menjadi hidrogen melalui methanol steam reforming. Pada mulanya katalis ini dibuat menggunakan kristal Cu(NO3)2.3H2O, Zn(NO3)2.4H2O, Al(NO3)3.9H2O dengan perbandingan komposisi tertentu. Katalis ini memiliki ukuran yang kecil dan temperatur proses yang rendah.
Katalis yang efektif untuk MSR adalah katalis yang berbasiskan Cu, seperti Cu/ZnO, Cu/ZnO/Al2O3, Cu/Al2O3, Cu/Mn/Al2O3, Cu/Zn/Zr/Al2O3, Cu/CeO2. Baru-baru ini, katalis Pd/ZnO dilaporkan mampu menjadi katalis yang cukup efektif dan stabil untuk MSR.
Katalis pada umumnya memiliki tiga komponen; aktif, support dan promotor. Katalis MSR CuCuO/ZnO/Al2O3 dikatakan berbasis Cu, karena komponen aktif dari katalis ini adalah Cu. Komponen aktif inilah yang paling bertanggung jawab pada reaksi yang terjadi. Sedangkan komponen support berfungsi sebagai komponen yang memperluas luas permukaan komponen aktif. Pada katalis CuCuO/ZnO/Al2O3, Al2O3 berperan sebagai support yang memperluas permukaan
Cu. Sedangkan ZnO berperan sebagai promotor yang berfungsi untuk mengurangi proses sintering pada Cu.
Kelemahan CuCuO/ZnO/Al2O3 sebagai katalis MSR adalah tingginya kadar CO yang dihasilkan dan rendahnya stabilitas untuk pemakaian jangka panjang. Salah satu penyebab dari berkurangnya stabilitas katalis adalah terjadinya sintering pada partikel-partikel logam yang mengakibatkan menyusutnya luas permukaan aktif dari katalis
Katalis yang serupa dalam hal aktivitas dan selektivitas dengan katalis CuO/ZnO/Al2O3 namun lebih stabil dan tahan lama adalah katalis yang didasarkan pada paladium. Dalam sebuah paper katalis ini didesain sebagai Pd-Zn/oxide support. Katalis ini difabrikasi dalam bentuk bubuk. Selektivitas CO2 dalam MSR dengan katalis Cu/Zn/Al sangat tinggi (kehadirannya 99%), sedangkan dengan katalis Pd-Zn. Tingginya aktivitas MSR, dengan tingginya aktivitas CO2 didokumentasikan dengan baik untuk katalis Pd-Zn, yang pertama kali ditemukan oleh Iwasa et. al. Sekarang diselidiki secara ekstensif untuk sistem fuel cell portabel. Literatur yang menyinggung performansi MSR dari sistem katalitik Pd-Zn, adalah katalis yang disusun Pd yang disupport oleh ZnO dan juga komposisi Pd-ZnO yang disupport alumina.
Sejumlah katalis berbasis Pd pada methanol steam reforming telah diuji (Pd/SiO2, Pd/Al2O3, Pd/La2O3, Pd/Nb2O5, Pd/Nd2O3, Pd/ZrO2, Pd/ZnO). Selektivitas untuk steam reforming secara anomali tinggi pada katalis ZnO.
Katalis yang lain untuk methanol steam reforming adalah alloy Cu-Zr amorf dengan sejumlah kecil emas, perak, nikel, dan paladium untuk menjelaskan efek komposisi logam pada reaksi dan selektivitas steam
reforming. Telah ditemukan bahwa selektivitas reforming meningkat dengan penambahan emas dan perak, tetapi selektivitas berkurang dengan penambahan nikel dan paladium.
Untuk menyelesaikan permasalahan katalis tersebut banyak cara digunakan. Diantaranya adalah mengganti komponen aktif Cu dengan Pd, mensintesis katalis berbasis Cu namun dengan promotor oksida metal yang berbeda, atau bahkan mensintesis katalis berbasis Cu dengan cara yang berbeda. Cara terakhir inilah yang akan ditempuh.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang fisika material, nanokatalis CuO/ZnO/Al2O3 dapat disintesis dengan metoda yang berbeda-beda. Konversi katalis yang paling tinggi sampai saat ini masih berkisar antara 20-30%. Dalam makalah ini akan dibahas sintesis nanokatalis CuO/ZnO/Al2O3 dengan menggunakan metode simple heating, penumbuhan dalam zeolit, dan penumbuhan dalam silika. Temperatur pemanasan dan waktu pemanasan yang rendah diharapkan dapat menghasilkan katalis CuO/ZnO/Al2O3 dengan ukuran butir yang kecil.
2. Teori Nanokatalis
Penelitian awal katalis dimulai tahun 1823 oleh Dulong dan Thenard melalui dekomposisi NH3 dengan logam-logam, yang kemudian ditulis sesuai urutan keaktifannya: Fe, Cu, Ag, Au, dan Pt. Tahun 1825 Faraday melakukan sintesis ammonia dengan katalis Pt. Phillips (1831) mengajukan paten proses pembuatan H2SO4 melalui oksidasi SO2 dengan udara menggunakan Pt. Penelitian lebih lanjut oleh Faraday (1834) melalui oksidasi H2 dengan O2, N2O, NO dengan Pt, menyimpulkan bahwa reaksi dapat berlangsung bila digunakan Pt yang bersih.
Beberapa tahun kemudian, Berzelius (1836) melakukan studi ekstensif tentang katalis. Pada saat itu orang belum mengetahui tentang molekul. Dalam suatu jurnal, ia menyatakan: “Many bodies… have the property
of exerting on other bodies an action which is very different from chemical affinity. By mean of this action they produce decomposition in bodies, and form new compounds into the composition of which they don’t enter. This New power, hitherto unknown, is common both in organic and inorganic nature…I shall…call it catalytic power. I shall also call catalysis for the decomposition of bodies by this force”. Pernyataan tersebut yang kemudian
menjadi definisi pertama katalis.
Pada dasarnya, seluruh argumen yang dikemukakan oleh Dulong dan Thenard, Faraday, Phillips, Berzelius, Sabatier, Ostwald, maupun Perrin adalah benar. Selain definisi yang disebutkan di atas, definisi lain tentang katalis diantaranya:
[1] Katalis mempercepat reaksi yang menurut termodinamika dapat berlangsung.
[2] Katalis mempercepat reaksi mencapai kesetimbangan, tetapi tidak mengubah kesetimbangan.
[3] Untuk reaksi paralel, katalis tertentu hanya mempercepat satu reaksi saja.
Katalis memiliki peran mempercepat reaksi kimia. Peran ini berkaitan dengan sifat reaksi, kinerja , dan deaktivasi katalis. Untuk mengendalikan suatu reaksi kimia diperlukan pemahaman tentang sifat-sifat reaksi tersebut. Secara umum sifat reaksi berkatalis dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sifat termodinamik dan sifat kinetik.
2.1 Sifat Termodinamika Katalis
Sifat termodinamik reaksi berkatalis dikuantifikasikan dengan perubahan energi bebas Gibbs reaksi (∆G) dan perubahan entalpi reaksi (∆H). Perubahan energi bebas Gibbs merupakan suatu ungkapan konversi kesetimbangan (Xmaks), sebagai salah satu dasar pertimbangan kelayakan reaksi, sebagai penentuan target dan kondisi reaksi, dan menentukan reversibilitas reaksi. Perubahan energi bebas Gibbs standar pada temperatur T dapat ditentukan dengan formula:
a o
T RT K
G =− ln
∆ (1)
dengan R adalah tetapan gas dan Ka adalah harga tetapan kesetimbangan reaksi.
Entalpi reaksi merupakan kalor yang dibebaskan atau diserap oleh reaksi. Jika reaksi tersebut menghasilkan kalor (∆H bernilai negatif) maka reaksi dikatakan eksoterm. Sedangkan jika reaksi tersebut membutuhkan kalor (∆H bernilai positif) maka reaksi dikatakan endoterm.
Hubungan antara entalpi suatu reaksi terhadap temperatur dituliskan dengan persamaan van’t Hoff:
2 ) (ln RT H T K o T P ∆ − = ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡ δ δ (2)
Baik perubahan energi bebas Gibbs maupun perubahan entalpi reaksi, keduanya berperan penting untuk memprediksi berlangsungnya suatu reaksi.
2.2 Sifat Kinetik Katalis
Sifat kinetik reaksi berkatalis meliputi mekanisme reaksi, yang perilakunya ditinjau dengan menggunakan persamaan laju reaksi,
o a
reakt E RT f
ZC
r = exp(− / ) (3)
dengan r adalah laju reaksi, Z adalah jumlah tumbukan, C adalah konsentrasi reaktan. exp (-Ea/RT) adalah fraksi tumbukan dengan energi ≥ Ea dan fo adalah fraksi tumbukan dengan orientasi yang tepat.
Persamaan (3) menyatakan reaksi dapat dipercepat dengan peningkatan fo dan penurunan Ea. Hal tersebut dapat dilakukan dengan lokalisasi reaksi di katalis. Dengan meningkatkan konsentrasi reaktan (di permukaan katalis), dapat meningkatkan ketepatan orientasi (fo). Katalis juga berinteraksi dengan sedikitnya satu reaktan membentuk senyawa aktif, sehingga menurunkan Ea.
3. Eksperimen
Rancangan Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
[1] Pembuatan katalis dengan metode simple heating. Pada penelitian ini akan dibuat lima sampel dengan temperatur pembuatan dan durasi waktu yang berbeda.
[2] Pembuatan katalis dengan metode penumbuhan dalam zeolit. Penggunaan metode ini didasarkan pada ukuran poros zeolit sekitar 10 nm. Dengan perendaman yang relatif lama (~24 jam) diharapkan partikel prekursor terserap memasuki sela-sela poros zeolit, sehingga didapatkan partikel katalis dengan ukuran yang setara dengan ukuran poros zeolit. [3] Pembuatan katalis dengan metode penumbuhan
dalam silika. Penggunaan metode ini didasarkan pada melting point glasswool yang berkisar 2000 oC yang tahan pada perlakuan panas dari reaktor MSR. Dengan menggunakan glasswool dan PEG diharapkan akan didapatkan ukuran partikel katalis yang lebih halus dan lebih kecil dari dua metoda di atas.
[4] Karakterisasi setiap sampel yang dibuat, (a) morfologi struktur menggunakan SEM dan (b) kristalinitasnya menggunakan XRD.
3.1 Metoda Simple Heating
Metoda simple heating adalah salah satu metoda sintesis nanopartikel menggunakan media kontinu. Akar pemikiran metoda ini adalah nanopartikel yang tidak menggumpal dapat disintesis melalui reaksi kimia pada fasa kedua dari media kontinu, selama kehadiran media kontinu tersebut dapat dipertahankan hingga akhir proses. Dengan demikian, nanopartikel dapat diperoleh ketika media kontinu tersebut dihilangkan di ujung proses sintesis.
Pada metoda ini, larutan polimer (pada penelitian ini digunakan poly ethilen glikol) digunakan sebagai media kontinu. Untuk mensintesis katalis, seluruh prekursor katalis dicampur dan direaksikan dengan larutan polimer tersebut. Kemudian untuk mendekomposisi polimer, seluruh larutan tersebut dipanaskan hingga suhu tertentu. Setelah polimer dihilangkan, maka nanopartikel yang saling terpisahkan akan terbentuk. Diagram alir proses fabrikasi katalis menggunakan simple heating dilukiskan dalam Gbr. 1.
Grafik waktu pemanasan terhadap temperatur untuk setiap sampel diperlihatkan dalam Gbr. 2. Setting temperatur dilakukan secara linear, dimulai dari temperatur ruangan sampai temperatur yang diinginkan (450-700 oC). Selanjutnya temperatur akan turun dengan normal secara eksponensial selama 2-3 jam.
3.2 Metoda Penumbuhan dalam Zeolit
Penggunaan metoda ini untuk sintesis katalis didasarkan pada ukuran poros zeolit yang kurang dari 50 nm. Dengan perendaman yang relatif lama (24 jam) diharapkan material prekursor memasuki (terserap) ke dalam sela-sela poros zeolit. Untuk menghilangkan
sisa-sisa nitrat dan air, rendaman tersebut kemudian dipanaskan pada furnace. Diagram alir proses fabrikasi katalis menggunakan metode penumbuhan dalam zeolit dilukiskan dalam Gbr. 3. Cu(NO3)2.6H2O + H2O Cu(NO3)2.4H2O + H2O Cu(NO3)2.9H2O + H2O Polietilen glikol Mn= 20.000 Pengadukan dan pemanasan pada 100 oC Pembakaran pada suhu > 500 oC Nanopartikel Cu(NO3)2.6H2O + H2O Cu(NO3)2.4H2O + H2O Cu(NO3)2.9H2O + H2O Polietilen glikol Mn= 20.000 Pengadukan dan pemanasan pada 100 oC Pembakaran pada suhu > 500 oC Nanopartikel
Gambar 1. Flowchart sintesis katalis dengan metode
simple heating.
Waktu
Suhu
Waktu
Suhu
Gambar 2 Profil temperatur pemanasan untuk setiap sampel katalis
Untuk sintesis dalam zeolit, profil suhu pemanasan sama dengan Gbr. 2.
3.3 Metoda Penumbuhan dalam Silika
Silika yang digunakan dalam metoda ini adalah dari glasswool. Walaupun bahan ini bersifat karsinogenik, glasswool biasa digunakan sebagai isolator panas dan isolator akustik (peredam). Glasswool merupakan 90% silika amorf, material yang tidak terbakar, efek reduksi noise yang bagus dan memiliki parameter yang ditunjukkan pada Tabel 1.
ambar 3. Flowchart sintesis dengan metode
abel 1. Parameter silika dari glasswool
ilai G
penumbuhan dalam zeolit T
Parameter N Ketebalan 25 ~ 100 mm Kerapatan 16 ~ 64 kgm-3
Konduktivitas termal 0,0349 ~ 0,049 W/m oC Daya serap akustik 0,8 ~ 1,1
Resistansi termal 0,66 ~ 3,0 m2K/W
Penggunaan metoda ini untuk mensintesis katalis didasa
3.4 Ka kterisasi Katalis
s yang sering dilakukan adalah menent
sebagai alternat
ambar 4 Flowchart sintesis dengan metode penumbuhan alam silika
sarkan metode Scherrer, makin kecil ukuran ristallites maka makin lebar puncak difraksi yang dihasil
Scherr rkan pada tingginya temperatur leleh glasswool
(sekitar 2000 oC). Dengan menggunakan glasswool dan PEG diharapkan partikel katalis yang terbentuk akan lebih halus dan lebih kecil dari dua metoda yang digunakan di atas. Diagram alir proses fabrikasi katalis menggunakan metode penumbuhan dalam silika dilukiskan dalam Gbr. 4 Grafik waktu pemanasan terhadap temperatur untuk sampel diperlihatkan dalam Gbr. 2.
ra
Karakterisasi katali
ukan luas permukaan dan kristalinitasnya. Metode yang sering digunakan orang
if dalam menentukan ukuran partikel nano adalah metode Scherrer. Ukuran kristallin ditentukan berdasarkan pelebaran puncak difraksi sinar-X yang muncul. Metode ini sebenarnya memprediksi ukuran kristallin dalam material, bukan ukuran partikel. Jika satu partikel mengandung sejumlah kristallites yang kecil-kecil maka informasi yang diberikan metode Scherrer adalah ukuran kristallin tersebut, bukan ukuran partikel. Untuk partikel berukuran nanometer, biasanya satu
partikel hanya mengandung satu kristallites. Dengan demikian, ukuran kristalinitas yang diprediksi dengan metode Scherrer juga merupakan ukuran partikel. Ukuran grain sendiri (ukuran partikel yang tampak dari luar) dapat diamati dengan SEM.
Cu(NO3)2.6H2O + H2O Cu(NO3)2.4H2O + H2O Cu(NO3)2.9H2O + H2O Zeolit kasar Perendaman selama 24 jam Pembakaran pada suhu > 500 oC Nanopartikel Cu(NO3)2.6H2O + H2O Cu(NO3)2.4H2O + H2O Cu(NO3)2.9H2O + H2O Zeolit kasar Perendaman selama 24 jam Pembakaran pada suhu > 500 oC Nanopartikel Cu(NO3)2.6H2O + H2O Cu(NO3)2.4H2O + H2O Cu(NO3)2.9H2O + H2O Polietilen glikol Mn= 20.000 + glasswoll Pengadukan dan pemanasan pada 100 oC Pembakaran pada suhu > 500 oC Nanopartikel Cu(NO3)2.6H2O + H2O Cu(NO3)2.4H2O + H2O Cu(NO3)2.9H2O + H2O Polietilen glikol Mn= 20.000 + glasswoll Pengadukan dan pemanasan pada 100 oC Pembakaran pada suhu > 500 oC Nanopartikel G d Berda k
kan. Kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan puncak difraksi mendekati sebuah garis vertikal. Kristallites yang sangat kecil menghasilkan puncak difraksi yang sangat lebar. Lebar puncak difraksi tersebut memberikan informasi tentang ukuran kristallites. Hubungan antara ukuran kristallites dengan lebar puncak difraksi dapat diaproksimasi dengan persamaan
er
D≈Kλ/BcosθB (4)
dengan D adalah diamete
panjan gelombang sinar-X yang digunakan, θ adalah
emua sampel tersebut dikarakterisasi dengan perti terlihat pada Gbr. 5.
kin baik dengan
r (ukuran kristallites), λ adalah
g B
sudut Bragg , B adalah FWHM satu puncak yang dipilih, dan K adalah konstanta material yang nilainya kurang dari satu. Nilai yang umumnya dipakai untuk K adalah 0,9. 4. Hasil dan Diskusi
S
menggunakan SEM, se
Selain sintering, proses pembentukan kristal juga terjadi pada saat pemanasan. Kristalisasi ini sema
semakin tingginya temperatur pembuatan. Hasil SEM sampel E menunjukkan morfologi yang lebih baik
dibanding dengan sampel lainnya (ukuran yang lebih seragam). Sifat ini dikonfirmasi juga dengan hasil XRD.
Gambar 5 Bayangan SEM masing-masing sampel katalis
program Origin8 diperlihatkan pada Gbr. 6. Dari fitting tersebu
itunjukkan dengan pola SEM. Pengar
da pdf (powder diffraction file).K
ampai dengan sampel E), dap Suhu Pembakaran (oC) Lama Pembakaran (menit) Ukuran partikel rata-rata Hasil fitting ukuran partikel menggunakan
t diperoleh distribusi ukuran partikel rata-rata seperti pada Tabel 2.
Untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap morfologi kristal d
uh temperatur dapat menyebabkan fenomena kenaikan ukuran partikel, yang ditunjukkan pada Table 2. Tampak bahwa ukuran partikel semakin berkurang dengan meningkatnya temperatur pemanasan (yang ditunjukkan oleh sampel E).
Hasil XRD untuk semua sampel, seperti pada Gbr. 7, cocok dengan database pa
andungan CuO dalam katalis cocok dengan pdf # 021040. Pdf # 361451 juga cocok untuk menganalisis kandungan ZnO dalam sampel. Sedangkan pdf # 011243 dan pdf #461212 sangat pas untuk menganalisis kandungan Al2O3. Semua kecocokan ini sesuai dengan perbandingan puncak-puncak sampel dengan database pdf yang berasal dari program JCPDS.
Berdasakan gambar hasil fitting Lorentzian beberapa sampel katalis (sampel A s
at kita kelompokkan kurva sampel pada temperatur yang berbeda, dengan durasi waktu yang sama. Dari Gbr. 8 tampak bahwa semakin tinggi temperatur, ukuran kristallites semakin besar.
Gambar 6 Hasil Fitting LogNormal masing-masing sampel katalis.
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
(A)
(B)
(C)
(D)
(E)
(F)
Tabel 2 Pengaruh temperature terhadap ukuran partikel Sampel (nm) A 450 30 69 B 450 60 45 C 500 30 41 D 600 30 48 E 600 60 39
ikian untuk samp gan dura aktu 60 m t, menun n bahwa se n tinggi tem atur, ukuran kristallitas semakin besar.
Selektivitas katalis hanya berpengaruh pada sifat termod
lah tumbukan, fraksi tumbu
kinetik
Dem pula el den si w
eni jukka maki per
.
inamik dan sifat kinetik, sedangkan katalis hanya berpegaruh pada sifat kinetik. Sifat kinetic reaksi berkatalis dipengaruhi oleh jum
kan, dan luas permukaan. Dengan ukuran kristallites yang besar, luas permukaan semakin besar, sehingga selektivitas semakin tinggi. Dengan tingginya selektivitas diharapkan kinerja katalis akan semakin tinggi. Kebergantungan kristalinitas terhadap temperatur pemanasan ini dapat dijelaskan dengan teori Avrami. Kenaikan kristalinitas yang disebabkan oleh temperatur pemanasan dapat dijelaskan menggunakan perumusan
a kristalisasi:
(A)
(B)
(C)
(E)
(D)
(F)
(A)
(B)
(C)
(E)
(D)
(F)
) exp(
1 n
c = − −Kt
ϕ (5)
dimana ϕc adalah frak ditentukan pada waktu t. K
sesuai. bergantung teerhadap temperatur. Menurut teori ,
Katalis nanostruktur CuO/ZnO/Al2O3 dapat isintesis dengan menggunakan metode simple heating,
am zeolit, dan penumbuhan dalam silika. Denga
D
2008.
Agrell, H. Birgersson, and M. Boutonnet, J. Power Sources 106, 249 (2002).
arully, Tugas Akhir Sarjana Fisika, ITB .
ntek. 1,1 (2008). irurrijal, J. Nano Saintek. 1, 22 (2008).
[9] Nanosains, Bandung:
[10] r Sarjana Fisika, ITB (2009). si volume kristallites yang
dan n adalah parameter yang
K
n haruslah bilangan bulat dari A sampai E.
Gambar 7. Pola XRD masing-masing sampel katalis. Sumbu tegak adalah inensitas dalam satuan sembarang.
5. Kesimpulan d
penumbuhan dal
n CuO bertindak sebagai komponen dasar (aktif) katalis, ZnO bertindak sebagai komponen promotor, dan Al2O3 bertindak sebagai komponen support. Komposisi precursor, temperature, dan waktu pemanasan dari sintesis katalis berakibat pada kristalinitas ukuran partikel katalis. Hasil XRD dengan menggunakan metoda simple heating didapat bahwa semakin tinggi temperatur, ukuran kristallites semakin besar (ditunjukkan oleh gambar 5,35 dan 5,36). Dengan ukuran kristallites yang besar , luas permukaan semakin besar, sehingga selektivitas semakin tinggi. Dengan tingginya selektivitas diharapkan kinerja katalis akan semakin tinggi. Hasil SEM menunjukkan bahwa semakin tinggi temperatur pembuatan dan semakin lama waktu pemanasan maka semakin kecil ukuran partikel (hal ini ditunjukkan oleh sampel E)
Gambar 8 Hasil Fitting Gabungan Beberapa Sampel XR pada durasi waktu 30 menit (atas) dan 60 menit (bawah)
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dibiayai oleh Riset KK ITB Tahun
Referensi [1] J. [2] A.R. M
(2006)
[3] M. Abdullah, Khairurrijal, A.R. Marully, Liherlina, dan M. Sanny, J. Nano Sai
[4] Liherlinah, M. Sanny, A.R. Marully, M. Abdullah, dan Kha
[5] M. Abdullah dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 1, 28 (2008).
[6] M. Abdullah, Y. Virgus, Nirmin, dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 1, 33 (2008).
[7] M. Abdullah dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 2, 1 (2009).
[8] M. Sanny, Tugas Akhir Sarjana Fisika, ITB (2008). M. Abdullah, Pengantar
Penerbit ITB (2009) Liherlinah, Tuhas Akhi