• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008)."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Krisis energi dunia saat ini sudah terjadi, dan konsumsi energi sebagian besar dikuasai hanya oleh negara-negara industri besar dunia (Zhao, 2008). Menurut proyeksi Badan Energi Dunia (International Energy Agency-IEA), hingga tahun 2030 permintaan energi dunia meningkat sebesar 45% atau rata-rata mengalami peningkatan sebesar 1,6% per tahun. Implikasinya adalah keamanan terhadap pasokan energi yang akan semakin menurun, dan berpotensi memicu terjadinya kembali resesi ekonomi dunia (Connolly, et al. 2009). Kenyataan ini telah direspon oleh beberapa negara untuk merancang kembali kebijakan perencanaan energinya, sebagaimana dilakukan di China (Taoa, Zhaoa, et al. 2011), Thailand (Wangjiraniran, et al. 2011), Turki (Karabulut, et al. 2008), Iran (Ghader, et al. 2006), dan lebih jauh telah dilakukan di Swedia (Nilson dan Martensson, 2002). Negara maju seperti Kanada (Tubss, 2008) dan California (Ghanadan dan Koomey, 2005) bahkan telah mengantisipasi krisis energi dengan menyusun perencanaan energi lebih awal.

Bagi Indonesia, merancang kembali kebijakan energi yang tepat juga merupakan agenda yang sangat penting karena sejak tahun 2003 sudah menjadi negara net importir minyak dan masih sangat tergantung pada harga minyak dunia, sementara frekuensi peningkatan harga terjadi dalam rentang waktu yang relatif singkat (Tambunan, 2006). Jika tidak, defisit energi akan terus berlanjut dan membahayakan perekonomian nasional. Produksi minyak di Indonesia saat

(2)

2 ini hanya berkisar 900.000 barel/hari, dengan tingkat konsumsi sebayak 1.400.000 barel/hari. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 1.1.

Sumber : US Energy Information Administration, 2012

Gambar 1.1. Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia Tahun 2001-2011 Berdasarkan gambar tersebut berarti kekurangan akan minyak untuk memenuhi konsumsi yang ada hampir sebesar produksi minyak per hari. Dari fenomena tersebut penelitian ini akan menjadi sangat strategis dilakukan sebagai acuan utama dalam melakukan perencanaan energi. Sejalan dengan otonomi daerah, dalam Undang-Undang no.30 tahun 2007 tentang Energi, daerah memiliki peran yang sangat penting. Restrukturisasi dan regulasi sektor energi yang telah digulirkan beberapa tahun lalu telah mendorong terjadinya perubahan besar terhadap pengelolaan dan pemanfaatan energi, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah Yogyakarta merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak memiliki potensi energi fosil. Hampir seluruh kebutuhan energi di wilayah DIY seperti bahan bakar minyak (BBM), LPG disupplai dari luar daerah dengan penggunaan yang makin meningkat tiap tahun, sebagaimana tampak dalam Gambar.1.2

(3)

3 Sumber : Dinas PUP dan ESDM DIY, 2014

Gambar.1.2. Realisasi Penyaluran Premium di DIY

Sistem Kelistrikan di Pulau Jawa, Pulau Madura dan Pulau Bali merupakan satu kesatuan yang terhubung secara interkoneksi oleh Transmisi Tegangan Ekstra Tinggi (TET) 500 KV dan Transmisi Tegangan Tinggi 150 KV, jadi kebutuhan tenaga listrik di Provinsi Jawa Tengah tidak hanya dapat dipenuhi dari Provinsi sendiri namun juga dapat dipenuhi dari Provinsi Jawa Barat maupun dari Provinsi Jawa Timur, hal ini sangat tergantung dari kesiapan unit pembangkitnya dan pola operasi yang termurah.

Di Wilayah Provinsi Jawa Tengah seiring dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi, juga menghadapi pertumbuhan dalam konsumsi bahan bakar minyak dari tahun ke tahun, di mana jenis energi premium selalu mendominasi penggunaan energi di wilayah ini. Gambaran tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.1.

(4)

4 Tabel 1.1. Konsumsi BBM Provinsi Jawa Tengah

No Jenis BBM Penjualan BBM (KL) 2008 2009 2010 2011 2012 2013 1 Avtur 24.526 39.330 39.635 39,940 40.247 40.557 2 Premium 1.910.354 1.932.784 2.045.584 2.662.200 3.464.687 4.509.047 3 Minyak Tanah 1.239.373 1.173.725 994.380 478.600 - - 4 Minyak Solar 1.853.435 1.125.344 1.149.098 1.440.797 1.806.953 2.266.099 5 Minyak Diesel 22.515 12.884 38.651 38.652 38.653 38.654 6 Minyak Bakar 436.473 503.262 603.914 603.915 603.917 603.920 Sumber: PT. Pertamina, 2014

Sistem interkoneksi Jawa-Madura-Bali, pembangkitan tenaga listriknya dipasok oleh PT. Indonesia Power, PT. PLN (Persero) Pembangkit Jawa Bali (PJB) dan beberapa pembangkit swasta dengan skala besar terinterkoneksi di dalam suatu sistem. Pasokan utama Subsistem kelistrikan Jawa Tengah dan Yogyakarta dilayani atau dipasok dari PLTU Tanjung Jati, PLTU Tambak Lorok, PLTA Mrica dan Pusat Pembangkit lainnya yang melalui jaringan Sistem Transimisi 500 KV dan 150 KV. Hal ini berarti bahwa segala kegiatan masyarakat di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta sangat tergantung pada stabilitas pasokan energi dari daerah lain.

Di sisi lain pola konsumsi energi di wilayah Provinsi Jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan pola konsumsi energi yang konsumtif. Energi yang telah digunakan sebagain besar belum digunakan untuk mendukung pertumbuhan perekonomin. Hal ini terlihat dari penggunana energi terbesar ada disektor rumah tangga dan transportasi, yatu mencapai 19,98% dan 71,86% dari keseluruhan energi yang digunakan di tahun 2011, sisanya adalah energi yang

(5)

5 digunakan di sektor komersial dan industri. Komposisi jenis energi yang digunakan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta masih sangat didominasi oleh jenis energi dari BBM yang mencapai 74,66% dari keseluruhan pemakaian energi di tahun 2011 (Dinas PUP&ESDM DIY). Elastisitas pertumbuhan penggunaan energi terhadap pertumbuhan PDRB pada periode yang sama di wilayah Provinsi Jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta masing-masing mencapai angka sebesar 1,3 (RUPED Jateng, 2009) dan 1,37 (Dinas PUP&ESDM DIY, 2011). Nilai elastisitas ini menunjukkan bahwa penggunaan energi di kedua wilayah ini masih boros atau belum efisien karena untuk menjalankan sektor aktivitas ekonomi dengan pertumbuhan sebesar 1% per tahun dibutuhkan energi dengan pertumbuhan yang lebih besar setiap tahunnya.

Dengan fenomena tersebut maka pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana pendapat Cai, et al. (2008) serta Connolly, et al. (2009) sudah seharusnya melakukan perencanaan energi yang tepat agar penyediaan energi yang dilakukan dapat menghasilkan ketahanan energi yang tangguh dalam memenuhi kebutuhan energi masyarakat. Perencanaan energi dalam rangka mengamankan pasokan merupakan agenda sangat penting bagi kebijakan energi di DIY (Stern, 2011), jika tidak maka DIY akan mengalami persoalan energi yang serius yang akan berpengaruh terhadap kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pengamanan pasokan energi dapat dilakukan dengan cara mengkonversi dari sistem energi yang tergantung pada impor bahan bakar fosil ke sistem energi terbarukan (Connolly, et al. 2009). Di sisi lain, aktivitas energi dengan skala besar tanpa perencanaan yang tepat menyebabkan dampak yang

(6)

6 besar pada lingkungan, ekosistem serta kesehatan manusia (Cai, et al. 2008). Sejalan dengan hal ini Manfren, et al. (2010) memandang bahwa ketahanan energi dan integrasi energi terbarukan memerlukan transparansi metodologi agar terjadi sinergitas antara kebijakan, implementasi, dan inovasi teknologi.

Potensi sumber energi primer khususnya di Jawa Tengah sangat berlimpah dan beraneka ragam tetapi belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga pemanfaatan bahan bakar minyak mendominasi pada berbagai sektor. Konsumsi energi di Provinsi Jawa Tengah yang cukup besar sehingga perlu adanya penghematan dan konservasi energi untuk memenuhi kebutuhan energi sekarang maupun di masa yang akan datang. Kebutuhan energi listrik, akan terus meningkat sejalan dengan roda perekonomian daerah. Sebagai upaya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat di pedesaan, pemerintah telah mengupayakan program listrik masuk desa, sehingga terdapat 8.560 desa sudah beraliran listrik dari PT. PLN (Persero) sebagai sumber energinya, dengan jumlah pelanggan 6,908 juta pelanggan. Jumlah energi listrik yang terjual sebesar 12,83 milyar kwh atau meningkat 6.71 persen dibandingkan dari tahun sebelumnya. Energi listrik tersebut sebagian besar dimanfaatkan oleh rumah tangga (45.39 persen), berikutnya untuk Bisnis (9,54 persen), selebihnya untuk industri (36.11 persen), dan sisanya untuk kantor pemerintah, penerangan jalan dan sosial.

Sementara itu permasalahan yang timbul dari BBM antara lain adalah: perbedaan harga BBM, kapasitas kilang yang sangat terbatas, cash flow yang tidak lancar, Kapasitas depo yang sangat terbatas, dermaga kecil sehingga kapal tanki besar tidak bisa masuk, kondisi negara kepulauan, kurang adanya

(7)

7 pengawasan jalur distribusi, harga minyak mentah naik, Impor minyak sebagai akibat naiknya kebutuhan, prilaku konsumen yang boros, peningkatan jumlah kendaraan, kepanikan masyarakat dan informasi yang tidak jelas/terpotong. Blueprint pengelolaan Energi Nasional secara signifikan mengarahkan agar proporsi konsumsi energi bergeser untuk mengurangi ketergantungan terhadap BBM karena mengingat keterbatasan cadangan sehingga selanjutnya akan bergeser ke energi non BBM seperti gas, batubara serta energi baru terbarukan lainnya.

Perencanaan energi mempunyai peranan yang sangat penting karena dapat dijadikan basis bagi pengembangan kebijakan energi secara terpadu (Schrattenholzer, 2005). Perencanaan merupakan sebuah pandangan ke depan yang menyangkut sumber daya, sehingga perencanaan energi akan berhubungan dengan perencanaan alokatif dan perancanaan strategi (Voss, 1990). Perencanaan energi yang baik dapat mengintegrasikan semua sub-sektor energi, termasuk sektor energi pedesaan, dan aspek-aspek yang terkait dengan sektor energi sebagai satu kesatuan (Schrattenholzer, 2005; Nilsson dan Martensson, 2002). Aspek yang terkait dalam perencanaan energi adalah sosio-ekonomi, lingkungan, neraca pembayaran, dan sebagainya (Morse, 2001). Perencanaan energi diperlukan antara lain untuk menjaga agar ketersediaan energi terjamin sebab energi merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia (Pierce, 2006 dan Winarno, 2007). Melalui sebuah perencanaan yang bersifat menyeluruh dimana energi tersebut terkait dengan berbagai macam bidang, menurut Voss, (1990); Shan, et al

(8)

8 .(2011); Feng, et al. (2011); dan Cai, et al. (2008);akan membuat energi menjadi lebih dapat dioptimalkan dalam pemanfaatanya.

Perencanaan energi sangat bervariasi serta dapat dilakukan dari sistem perencanaan yang sederhana sampai sistem yang kompleks sehingga menghasilkan perencanaan energi terpadu (Voss, 1990). Lebih lanjut Pindyck (1979), menjelaskan bahwa berbagai model energi telah dikembangkan untuk membantu perencanaan energi, baik model yang berdasarkan ekonometrika atau teknik statistika untuk membuat proyeksi kebutuhan energi jangka panjang. Perencanaan energi juga dapat dilakukan dengan mengembangkan dan menganalisis skenario energi, sebagaimana dilakukan oleh Ghanadan dan Koomey (2005), Shan, et al. (2011), dan Feng, et al. (2011).Meski secara khusus, Ghanadan, et al. (2005) belum mengembangkan analisis ekonomi terutama biaya dan manfaat dari skenario, namun hasil studi ini telah digunakan dalam pengambilan keputusan tentang energi di California. Ketiga penelitian tersebut menggunakan model LEAP (Long-range Energy Alternative Planning) dalam perencanaan energi berdasarkan skenario energi.

Studi empiris tentang perencanaan energi pernah dilakukan di Indonesia baik studi skala nasional maupun di tingkat regional. Kleeman (1994) menggunakan Model DEMI (Demand Energy Model for Indonesia) untuk memproyeksi kebutuhan energi dalam bentuk useful atau final energi. Model ini menghitung semua energi yang dipakai oleh end-use technology tetapi tidak mencakup energi yang dipakai untuk penambangan, konversi energi, autogeneration serta rugi-rugi dari penggunaan energi. Pada dasarnya energi yang dipakai adalah dalam bentuk useful energy. Apabila useful

(9)

9 energy tidak dapat diterapkan pada bagian tertentu maka dipakai final energy. Dalam konsep useful energy, maka harga energi tidak diperhitungkan karena useful energy tidak tergantung pada jenis final energy yang dihasilkannya. Lebih jauh Sugiyono dan Suarna (2006) memaparkan bahwa model MARKAL (Market Alocation) merupakan model untuk optimasi penyediaan energi dengan menggunakan teknik LP untuk mengalokasikan penyediaan energi dengan fungsi obyektif meminimumkan total biaya penyediaan energi dan dengan kendala teknologi serta sumber daya energi untuk memenuhi kebutuhan energi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyediaan tenaga listrik akan didominasi oleh pembangkit listrik batubara, diikuti oleh pembangkit listrik gas dan penggunaan energi terbarukan.

Model LEAP juga sudah digunakan dalam penelitian perencanaan energi di Indonesia. Sugiyono (2010) menggunanakan model LEAP untuk pengembangan energi alternatif di Yogyakarta. Alternatif energi yang mungkin untuk dikembangkan dalam mengurangi konsumsi BBM tergantung dari karakteristik sektor penggunanya. PLTMH dan biogas merupakan energi alternatif yang berpotensi untuk dikembangkan. Sedangakan Pemerintah Daerah Kabupaten Ende (Nusa Tenggara Timur), Kabupaten Timor Tengah Selatan (Nusa Tenggara Timur), Kabupaten Pasir (Kalimantan Timur), dan Kabupaten Tapanuli Utara (Sumatera Utara), juga telah melakukan perencanaan energi dengan model LEAP namun sebatas hanya untuk memproyeksi permintaan dan penyediaan energi daerah.

(10)

10 Dalam studi empiris dapat memberikan gambaran tentang pengaruh energi terhadap ekonomi baik yang dilakukan di Indonesia maupun di negara-negara lain. Energi merupakan variabel yang pengaruhnya positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sebagaimana dinyatakan dalam studi empiris yang dilakukan oleh Stern (2003); Toman dan Jamelkova (2003); Stern dan Cleveland (2004); Momete (2007); Alam (2006); Ramos-Martini dan Ortega-Cerdà (2003); Nondo dan Kahsai (2009); Aqeel dan Butt (2001); dan Sugiyono (1999). Mereka sepakat bahwa seluruh proses ekonomi membutuhkan energi, dan pentingnya peranan energi untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia, serta dampaknya terhadap pembangunan berkelanjutan. Lebih lanjut mereka juga menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dirasakan sebagai dimensi lain dari pertumbuhan ekonomi yang hanya dapat dicapai dengan produksi dan penggunaan energi berkelanjutan.

Studi yang lain lebih memfokuskan pada peramalan permintaan energi, terutama energi listrik seperti studi yang dilakukan oleh Karabulut, et al. (2008); dan Ghader (2006); Karabulut, et al. (2008); menyajikan sebuah pendekatan pemrograman genetik (Genetic Programming Method) pada studi peramalan jangka panjang terhadap konsumsi daya listrik pada sebuah kota yang modern di Turki. Sedangkan Ghader, et al. (2006); membangunan model dan meramalkan permintaan listrik di Iran, yang dilatarbelakangi oleh upaya untuk merealisasikan suatu perekonomian yang stabil. Sementara itu cukup banyak studi yang menekankan pada proyeksi permintaan energi yang ditujukan untuk mengetahui kelangsungan pasokan dan optimasi energi serta dampak konsumsi energi

(11)

11 terhadap emisi gas CO2. Studi yang menggunakan model LEAP (Long-range Energy Alternative Planning) berdasarkan beberapa skenario ini, telah dilakukan oleh Shan, et al. (2011), Feng, et al. (2011); Wangjiraniran, et al. (2011); Zhaoa, et al. (2011); XianDong, et al. (2011); serta beberapa kabupaten/kota di Indonesia. Hasil studi empiris Shan, et al. (2011); dan Wangjiraniran, et al. (2011); menyatakan bahwa transformasi model pembangunan ekonomi dapat memperlambat laju pertumbuhan konsumsi energi, memperbaiki struktur energi, mengurangi pangsa batubara dan minyak dalam konsumsi energi primer, meningkatkan porsi gas alam dan energi non-fosil, serta secara signifikan mengurangi intensitas emisi gas karbon (Feng, et al. 2011). Sedangkan perencanaan energi yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota di Indonesia ditujukan untuk memproyeksi permintaan dan penyediaan energi.

Penggunaan model LEAP dalam perencanaan energi juga dapat digunakan untuk mengendalikan kerusakan lingkungan melalui pengurangan intensitas emisi gas karbon, sebagaimana kesimpulan dari studi yang dilakukan oleh Zhao Taoa, et al. (2011); sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk mengembangkan perekonomian rendah karbon. Riset berdasarkan model LEAP(Long-range Energy Alternative Planning) ini, dengan menggunakan skenario dasar, skenario rendah karbon, dan skenario pesimis rendah karbon yang kemudian diformulasikan untuk mensimulasikan pembangunan ekonomi rendah karbon di China sampai tahun 2050. Hasil studi menunjukkan bahwa terjadi penurunan emisi gas CO2 yang cukup besar di China karena intensitas energi yang tinggi. Perencanaan energi

(12)

12 juga akan berdampak pada perbaikan tingkat elektrifikasi. Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan oleh Xian Dong, et al. (2011); yang menyimpulkan bahwa tingkat elektrifikasi China memiliki potensi peningkatan yang lebih besar dalam jangka menengah-panjang dan terdapat perubahan yang cepat dari pola pembangunan ekonomi yang dapat membantu meningkatkan tingkat elektrifikasi.

Dari beberapa studi yang telah dilakukan dalam perencanaan energi, peneliti melakukan kajian terhadap kaitan antara energi dengan pertumbuhan ekonomi, dimana energi berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Studi empiris lainnya mencoba melakukan proyeksi permintaan energi dan kaitannya dengan intensitas emisi karbon, serta optimalisasi energi berdasarkan beberapa skenario dengan menggunakan model LEAP.

Dalam penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan analisis terhadap permintaan Energi secara sektoral dengan pendekatan energi final terpakai sebagai referensi perencanaan Energi daerah terkait dengan target-target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan oleh pemerintah. Dari analisis ini kemudian dilakukan berbagai upaya untuk melakukan konservasi Energi melalui simulasi scenario guna mencapai efisiensi penggunaan Energi, serta merumus kebijakan dalam rangka membangun system efisiensi penggunaan energi. Untuk tujuan tersebut maka dalam penelitian ini mencoba menggunakan model accounting dengan perangkat lunak LEAP sebagaimana telah banyak digunakan di China dan Thailand untuk melakukan analisis terhadap perencanaan energi di wilayah Provinsi Jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. LEAP adalah perangkat

(13)

13 lunak komputer berbasis window yang dapat digunakan membuat perencanaan energi.

Metodologi pemodelan berdasarkan akunting (accounting) yang menyeimbangkan antara permintaan dan pasokan energi untuk masing-masing jenis kegiatan. Kesetimbangan tersebut berdasarkan simulasi dengan skenario tertentu bukan berdasarkan pada optimasi (SEI, 2004). LEAP (Long-range Energy Alternative Planning) adalah model bottom-up energi lingkungan yang dikembangkan secara bersama-sama antara Universitas Boston Amerikan Serikat dengan Stockholm Enivironment Institute yang dapat digunakan untuk menghitung konsumsi energi dan emisi polutan (Shan, et al. (2011); Zhaoa, et al. (2011). Elemen utama dari LEAP adalah karakteristik energi dan teknologi energi baik sisi pasokan maupun sisi pengguna akhir.

Dibanding dengan model lainnya, LEAP merupakan model yang memenuhi kriteria dalam perencanaan energi daerah karena dapat digunakan untuk menganalisis pasokan dan prmanfaatan energi (Winarno, 2007). Demikian juga LEAP memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Mudah dipelajari, (2) mudah dipahami, (3) mudah membuat model energi dengan LEAP, (4) mudah mendapatkan software-nya karena murah, dan (5) fleksibel terhadap ketersediaan data, dalam arti bahwa LEAP bisa digunakan dengan data yang relatif terbatas atau minimal. Sementara itu menurut Ridwan (2009); dengan menggunakan LEAP dapat melakukan analisis secara cepat dari sebuah ide kebijakan energi ke sebuah analisis hasil dari sebuah kebijakan, hal ini dikarenakan LEAP mampu berfungsi sebagai database, sebagai sebuah alat peramal (forecasting tool) dan

(14)

14 sebagai alat analisis terhadap kebijakan energi. Berfungsi sebagai sebuah database, LEAP menyediakan informasi energi yang lengkap. Sebagai sebuah alat peramal, LEAP mampu membuat proyeksi permintaan dan penyediaan energi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pengguna. Sebagai alat analisis terhadap kebijakan energi, memberikan pandangan hasil atas efek dari ide kebijakan energi yang akan diterapkan dari sudut pandang penyediaan dan permintaan energi, ekonomi, dan lingkungan. Sebagai bottom-up model, LEAP menyediakan simulasi untuk memilih pasokan energi mulai dari energi fosil sampai energi terbarukan. Lebih lanjut LEAP (Long-range Energy Alternative Planning) juga dapat digunakan untuk menganalisis biaya-manfaat sosial yang terintegrasi dengan membuat beberapa skenario (SEI, 2004).

LEAP bekerja berdasarkan asumsi skenario yang pengguna inginkan, skenario tersebut didasarkan pada perhitungan dari proses pengkonversian bahan bakar menjadi energi hingga proses energi tersebut dikonsumsi oleh masyarakat. LEAP merupakan model yang mempertimbangkan penggunaan akhir energi ( end-use), sehingga memiliki kemampuan untuk memasukkan berbagai macam teknologi dalam penggunaan energi. Sebagai alat analisis terhadap kebijakan energi, LEAP memberikan pandangan hasil atas efek dari ide kebijakan energi yang akan diterapkan dari sudut pandang penyediaan dan permintaan energi, ekonomi, dan lingkungan. Dalam model LEAP, prakiraan kebutuhan energi dihitung berdasarkan besarnya aktivitas dikalikan dengan besarnya intensitas penggunaan energi (SEI, 2004). Aktivitas dicerminkan oleh dua faktor pertumbuhan utama yaitu perekonomian dan jumlah penduduk. Sedangkan

(15)

15 intensitas penggunaan energi merupakan tingkat konsumsi energi per pendapatan atau produk domestik bruto (PDB) untuk waktu tertentu (Winarno, 2007).

1.2. Rumusan Masalah

Perencanaan konservasi dan efisiensi energi merupakan hal yang sangat penting karena dapat memberikan gambaran strategi penyediaan dan kebutuhan energi jangka panjang secara terintegrasi dan berkesinambungan (Morse, 2001). Strategi penyediaan dan kebutuhan energi jangka panjang merupakan permasalahan yang selalu menjadi perhatian semua bangsa di dunia, karena keberhasilan ekonomi suatu negara sangat tergantung dari perkembangan industri dan peningkatan status hidup masyarakat yang tak lepas dari mudah serta sulitnya penyediaan energi yang dibutuhkannya. Secara umum, penyediaan energi harus mempertimbangkan fakator-faktor yang bersifat lokal baik dari sudut pandang pemanfaatan potensi, pola konsumsi atau permintaan energi, dan faktor-faktor lainnya yang berpengaruh pada penggunaan energi.

Dalam konteks penguatan ketahanan energi untuk mencapai penggunaan energi yang efisien yang perlu digarisbawahi adalah bahwa aspek jaminan pasokan energi harus diimbangi dengan adanya akses (daya beli) masyarakat terhadap energi. Pada akhirnya, ketahanan energi merupakan hal yang sangat strategis untuk mendukung aktivitas perekonomian dan kegiatan di masyarakat. Ketahanan energi ini dapat diperoleh dan ditingkatkan dengan melakukan program-program pemanfaatan energi yang berkelanjutan, terintegrasi dengan semua sektor yang terkait, dan berorientasi pada pengembangan potensi lokal dan

(16)

16 lingkungan. Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan fenomena ke-energian yang ada, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Berapakah proyeksi penggunaan energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan mempertimbangkan target-target aktivitas perekonomian di setiap sektor dari tahun 2014-2030 berdasarkan skenario BAU dan skenario Efisiensi Energi sebagai dasar perencanaan kebijakan efisiensi energi dengan menggunakan perangkat lunak LEAP ?

2. Sektor dan jenis energi apakah yang mendominasi penggunaan energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta selama periode proyeksi berdasarkan skenario BAU dan skenario Efisiensi Energi.

3. Berapakah tingkat efisiensi penggunaan energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam segala aktivitas ekonomi selama periode waktu tahun 2014-2030 berdasarkan skenario BAU dan skenario Efisiensi Energi?

1.3. Kontribusi Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan turut memberikan kontribusi baik yang bersifat keilmuan maupun aplikasi teori, antara lain sebagai berikut:

1.3.1. Kontribusi ilmiah :

1. Memberikan gambaran dan pemahaman secara ilmiah tentang pemodelan permintaan energi dengan menggunakan pendekatan intesitas, dimana pendekatan ini menitik beratkan bahwa permintaan

(17)

17 energi merupakan besarnya energi yang digunakan untuk menjalankan aktivitas setiap sektor ekonomi. Pemodelan energi mengacu pada ketentuan IEA (International Energy Association) dimana permintaan energiakhir dimodelkan dalam cakupan sektoral dan pengguna energi akhir secara rinci, yakni: (1) sektor industri dipisahkan ke dalam delapan sub-sektor, sehingga memungkinkan analisis yang lebih rinci didasarkan pada share sub sektor terhadap pembentukan nilai tambah terhadap PDRB (2) Permintaan energi di sektor rumah tangga (pemukiman) dipisahkan menjadi empat pengguna akhir menurut golongan pendapatan ; (3) Sektor Komersial dipisahkan ke dalam enam sub-sektor secara rinci didasarkan pada share sub sektor terhadap pembentukan nilai tambah terhadap PDRB; (4) sektor lainnya dipisahkan ke dalam tiga sub-sektor secara rinci didasarkan pada share sub sektor terhadap pembentukan nilai tambah terhadap PDRB dan (5) Permintaan energi di sektor transportasi dimodelkan secara rinci menurut moda angkutan.

2. Menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama bidang ilmu ekonomi energi pada khususnya dan bidang ilmu ekonomi sumber daya alam pada umumnya. Dalam penelitian ini penghitungan tingkat efisiensi penggunaan energi dengan menggunakan besaran Elastisitas. Elastisitas energi merupakan besarnya kenaikan pemakaian energi yang dibutuhkan untuk menaikkan satu unit output.

(18)

18 1.3.2. Kontribusi secara praktis :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan kajian bagi pemerintah, akademisi, institusi yang berminat dalam menangani persoalan yang berhubungan dengan masalah permintaan atau penggunaan energi di Indonesia pada umumnya, dan di daerah pada khususnya.

2. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberi kontribusi dalam penelitian empiris yang mengembangkan model perencanaan energi dalam analisis demand energi dengan LEAP sebagai perangkat lunaknya.

3. Merupakan sumbangan pemikiran dalam rangka merumuskan kebijakan di bidang energi terkait dengan penggunaan energi, yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. 1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk memberikan dasar perencanaan kebijakan efisiensi energi di Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, guna menjamin ketahanan energi berbasis potensi lokal. Oleh karena itu secara spesifik tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengetahui berapa proyeksi penggunaan energi dengan mempertimbangkan target-target pereokonomian yang diinginkan selama periode waktu tahun 2014-2030 berdasarkan skenario BAU dan skenario Efisiensi Energi dengan penggunaan LEAP sebagai perangkat lunaknya.

(19)

19

2.

Mengetahui sektor dan jenis energi yang mendominasi penggunaan energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta selama periode proyeksi berdasarkan skenario BAU dan skenario Efisiensi Energi.

3.

Mengetahui tingkat efisiensi penggunaan energi di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta dalam segala aktivitas ekonomi selama periode waktu tahun 2014-2030 berdasarkan skenario BAU dan skenario Efisiensi Energi.

Referensi

Dokumen terkait

Siswa dapat merinci yang ditanyakan dari permasalahan yang ada namun kurang tepat Siswa tidak dapat merinci yang ditanyakan dari permasalahan Penghubungan Siswa dapat menentukan

Maamun atas kasus penyuapan pengalihan fungsikan hutan menjadi lahan dan Rusli Zainal yang menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin usaha pemanfaatan hutan. Lalu pada

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini akan berguna untuk industri manufaktur untuk menggunakan model yang dikembangkan dalam merancang strategi

Yaitu upah tambahan yang dibayar kepada buruh yang berprestasi baik atau melebihi dari yang ditentukan. Tujuan pemberian bonus ini supaya para pekerja lebih berprestasi.

Untuk mengetahui peranan penerapan ISO 9001 di perusahaan jasa konstruksi terhadap ekonomi daerah, dapat dilakukan dengan menghitung Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan serapan

Berdasarkan hasil uji analisis jalur menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pemenuhan kebutuhan penyuluh agama adalah ; usia mewakili karakteristik pribadi

Perlakuan pemupukan berupa pupuk an- organik, kombinasi pupuk anorganik dan organik serta pupuk organik pada tanaman jagung manis memberikan pengaruh tidak nyata

Formulasi yang paling stabil sebagai obat kumur berdasarkan hasil pengujian adalah formulasi dengan konsentrasi ekstrak infusa Buah sawo (Manilkara zapota) 1%.