51
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Profil Tempat Penelitian
Penulis melakukan penelitian pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah lembaga pemerintah yang berperan sebagai penyelenggara bursa. Artinya, Bursa Efek Indonesia bertugas untuk memfasilitasi perdagangan efek di Indonesia. Bursa Efek Indonesia merupakan bursa resmi di Indonesia, sehingga bagi para perusahaan yang ingin go public di Indonesia harus melalui BEI. Bursa Efek Indonesia berpusat di Gedung Bursa Efek Indonesia, Kawasan Niaga Sudirman, Jalan Jenderal Sudirman 52-53, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
5.2 Deskripsi Hasil Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi dengan atribut atau karakteristik yang digunakan sebagai indikator adalah profitabilitas, leverage, ukuran perusahaan dan manajemen laba. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba yang diproksikan dengan discretionary accruals (DA), dan variabel independen dalam penelitian ini adalah profitabilitas yang diproksikan dengan return on assets (ROA), leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio (DER) dan ukuran perusahaan yang diproksikan dengan logaritma natural dari total aset (Ln Total Assets).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2015-2017 sebanyak 73 perusahaan. Berdasarkan kriteria pengambilan sampel yang telah ditetapkan, terdapat 44 perusahaan sebagai sampel dengan total 132 observasi.
5.2.1 Hasil Perhitungan Variabel Penelitian 5.2.1.1Hasil Perhitungan Variabel Profitabilitas
Perhitungan profitabilitas yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA) yakni membandingkan antara laba bersih berjalan dengan total aset pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015 hingga 2017. Berikut ini adalah data hasil perhitungan ROA dan perkembangan ROA perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi periode 2015-2017:
Tabel 5.1
Hasil Perhitungan Return On Asset (ROA) Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Periode 2015-2017
No Nama Perusahaan Profitabilitas (ROA) Rata-rata
2015 2016 2017 1 APOL -0.49104 -0.17483 -1.56153 -0,74247 2 ASSA 0.01181 0.02051 0.03124 0,02119 3 BALI 0.10027 0.11517 0.02541 0,08028 4 BBRM -0.17674 -0.05604 -0.40109 -0,21129 5 BIRD 0.11549 0.06988 0.06560 0,08366 6 BLTA 1.85171 -0.15533 -0.10988 0,52883 7 BULL 0.04829 0.00203 0.03602 0,02878 8 CASS 0.22944 0.17990 0.16939 0,19291 9 CENT -0.04129 -0.02267 -0.02649 -0,03015 10 CMPP 0.07327 0.06406 0.06455 0,06729 11 EXCL -0.00043 0.00684 0.00666 0,00436 12 FREN -0.07560 -0.08657 -0.12535 -0,09584 13 GIAA 0.02356 0.00251 -0.05670 -0,01021 14 GOLD -0.04659 -0.00861 -0.00580 -0,02033 15 HITS 0.02285 0.03262 0.00572 0,02040 16 IATA -0.10227 -0.11659 0.08702 -0,04395 17 IBST 0.07538 0.08163 0.04125 0,06609 18 ISAT -0.02101 0.25094 0.02570 0,08521 19 KARW -1.27910 0.09537 0.09546 -0,36276 20 LAPD -0.09557 -0.07459 -0.13655 -0,10224 21 LEAD 0.00018 -0.09215 -0.09946 -0,06381 22 LRNA -0.00492 -0.09228 -0.14970 -0,08230 23 MBSS -0.03326 -0.11431 -0.03711 -0,06156 24 META 0.04360 0.03985 0.01750 0,03365 25 MIRA -0.02915 -0.09609 -0.05367 -0,05964 26 NELY 0.06739 0.03400 0.05830 0,05323 27 PGAS 0.06201 0.04515 0.02348 0,04355
No Nama Perusahaan Profitabilitas (ROA) Rata-rata 2015 2016 2017 28 PTIS -0.21815 -0.16559 -0.05285 -0,14553 29 RAJA 0.06098 0.05321 0.09165 0,06861 30 RIGS -0.01589 -0.07691 -0.05330 -0,04870 31 SAFE 0.11789 0.19203 -0.16595 0,71466 32 SDMU 0.00199 0.00258 -0.09807 -0,03117 33 SMDR 0.01734 0.01860 0.01959 0,01851 34 SOCI 0.07983 0.03814 0.03671 0,05156 35 SUPR 0.00996 0.01691 0.02625 0,01771 36 TAXI 0.01121 -0.07224 -0.24483 -0,10195 37 TBIG 0.06338 0.05510 0.09138 0,06995 38 TLKM 0.14032 0.16242 0.16475 0,15583 39 TMAS 0.17798 0.09167 0.01828 0,09598 40 TOWR 0.13843 0.12160 0.11193 0,12398 41 TPMA 0.01477 0.01224 0.04242 0,02314 42 TRAM -0.36905 -0.12244 0.00035 -0,16372 43 WEHA -0.10894 -0.08034 0.16808 -0,00707 44 WINS 0.02189 -0.05716 -0.11775 -0,05101 Rata-rata 0.01073 0.00319 -0.04480 0,00486 Nilai tertinggi 1.85171 0.25094 0.16939 0,71466 Nilai terendah -1.27910 -0.17483 -1.56153 -0,74247 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan (data diolah)
Gambar 5.1
Grafik Perkembangan Rata-rata ROA Perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan TransportasiPeriode 2015-2017
Sumber : Laporan Keuangan yang diolah, 2019 0,01073 0,00319 -0,04480 -0,05000 -0,04000 -0,03000 -0,02000 -0,01000 0,00000 0,01000 0,02000 0,03000 2015 2016 2017 Profitabilitas (ROA) R OA
Rata-rata ROA
Rata-rata Linear (Rata-rata)Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata return on assets ratio dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015 adalah sebesar 0,01073. Pada tahun 2016 nilai rata-rata return on assets-nya menurun menjadi sebesar 0,00319. Dan pada tahun 2017, nilai rata-rata return on assets ratio kembali menurun menjadi sebesar -0,04480. Pada gambar 5.1, terlihat bahwa tren return on assets yang menurun dari tahun 2015 hingga 2017. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2017 menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari penjualan atau dari aset-aset yang dimilikinya pada suatu periode tidak maksimal hingga mendapatkan rugi.
Nilai return on assets ratio tertinggi pada tahun 2015 dimiliki oleh perusahaan Berlian Laju Tanker Tbk. (BLTA) sebesar 1.85171, kemudian pada tahun 2016 nilai ROA tertinggi dimiliki oleh PT Indosat Tbk. (ISAT) sebesar 0.25094 dan pada tahun 2017 nilai ROA tertinggi dimiliki oleh Cardig Aero Services Tbk. (CASS) sebesar 0.16939. Nilai return on assets ratio terendah pada tahun 2015 dimiliki oleh perusahaan Pelayaran Nasional Bina Buana Raya Tbk. (BBRM) sebesar -0.17674, kemudian pada tahun 2016 dan 2017 nilai ROA terendah dimiliki oleh perusahaan Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL) berturut-turut sebesar -0.17483 dan -1.56153.
Dalam tabel 5.1 dapat dilihat pula bahwa nilai rata-rata return on assets dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017 adalah sebesar 0,00486 atau 0,48%. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 0,48% kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari penjualan atau dari aset-aset yang dimilikinya. Nilai rata-rata return on assets tertinggi periode tahun 2015-2017 yaitu sebesar 0,71466 atau 71,46% pada perusahaan Sidomulyo Selaras Tbk. (SDMU) yang berarti kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari penjualan atau dari aset-aset yang dimilikinya sebanyak 71,46%. Jika nilai rata-rata ROA pada sektor ini adalah 0,48%, maka perusahaan Sidomulyo Selaras Tbk. (SDMU) dianggap baik, karena perusahaan memiliki kemampuan menghasilkan laba dari penjualan atau dari aset-aset yang
dimilikinya. Nilai rata-rata ROA terendah periode 20152017 yaitu sebesar -0,74247 atau -74,24% pada perusahaan Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL), dengan arti bahwa kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari penjualan atau dari aset-aset yang dimilikinya hanya sebesar -74,24%.
5.2.1.2Hasil Perhitungan Variabel Leverage
Perhitungan leverage yang diproksikan dengan Debt to Equity Ratio (DER) yakni membandingkan antara total liabilitas dengan total ekuitas pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015 hingga 2017. Berikut ini adalah data hasil perhitungan DER dan perkembangan DER perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi periode 2015-2017:
Tabel 5.2
Hasil Perhitungan Debt to Equity Ratio (DER) Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Traansportasi Periode 2015-2017
No Nama Perusahaan Leverage (DER) Rata-rata
2015 2016 2017 1 APOL -1.31214 -1.22908 -1.20958 -1,25027 2 ASSA 2.38539 2.35294 2.35501 2,36445 3 BALI 1.40680 1.43362 1.12849 1,32297 4 BBRM 1.03365 1.02796 2.12044 1,39402 5 BIRD 0.65269 0.56575 0.32155 0,51333 6 BLTA 1.74662 1.11405 1.67622 1,51230 7 BULL 1.02132 1.42078 0.96860 1,13690 8 CASS 1.29131 1.07221 1.38728 1,25027 9 CENT 0.19991 0.26746 0.05144 0,17293 10 CMPP 0.48304 0.69491 0.92120 0,69972 11 EXCL 3.17583 1.58833 1.60376 2,12264 12 FREN 2.02341 2.88585 1.60842 2,17256 13 GIAA 2.48157 2.70094 3.01431 2,73227 14 GOLD 0.21827 0.79479 1.18933 0,73413 15 HITS 5.98029 3.71478 3.22876 4,30794 16 IATA 0.86716 1.14626 0.76298 0,92547 17 IBST 0.40130 0.58714 0.47199 0,48681 18 ISAT 3.17590 2.58597 2.41945 2,72711 19 KARW -1.58443 -1.67048 -1.74464 -1,66652 20 LAPD 0.55357 0.52839 0.64839 0,57678 21 LEAD 1.10590 1.07642 1.13822 1,10685 22 LRNA 0.23708 0.23311 0.21331 0,22783
NO Nama Perusahaan Leverage (DER) Rata-rata 2015 2016 2017 23 MBSS 0.35556 0.32164 0.27800 0,31840 24 META 0.85840 1.05115 1.09855 1,00270 25 MIRA 0.50555 0.62315 0.63461 0,58777 26 NELY 0.16916 0.11282 0.08105 0,12101 27 PGAS 1.14867 1.15575 0.97468 1,09304 28 PTIS 1.72465 0.91613 1.45687 1,36588 29 RAJA 0.80263 0.05873 0.25177 0,37104 30 RIGS 0.47079 0.52243 0.48382 0,49234 31 SAFE -1.13684 -1.29145 -2.20471 -1,54434 32 SDMU 0.91516 0.67026 0.73174 0,77239 33 SMDR 0.95850 0.90792 0.92425 0,93022 34 SOCI 0.84049 0.88359 0.86478 0,86295 35 SUPR 1.85360 1.99022 2.08058 1,97480 36 TAXI 2.13122 2.47118 7.15379 3,91873 37 TBIG 13.33224 13.54323 7.03615 11,30387 38 TLKM 0.77862 0.70176 0.77012 0,75017 39 TMAS 1.18747 1.53918 1.85292 1,52653 40 TOWR 1.78916 1.33698 1.64207 1,58941 41 TPMA 1.02483 0.82997 0.63850 0,83110 42 TRAM 6.11010 16.74885 1.12864 7,99586 43 WEHA 1.79060 1.96094 0.96847 1,57334 44 WINS 0.75571 0.73326 0.68130 0,72343 Rata-rata 1.49797 1.65181 1.22279 1,45753 Nilai tertinggi 13.33224 16.74885 7.15379 11,30387 Nilai terendah -1.58443 -1.67048 -2.20471 -1,66652 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan (data diolah)
Gambar 5.2
Grafik Perkembangan Rata-rata DER Perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan TransportasiPeriode 2015-2017
Sumber : Laporan Keuangan yang diolah, 2019 1,49797 1,65181 1,22279 0,00000 0,50000 1,00000 1,50000 2,00000 2015 2016 2017 Leverage (DER) D ER
Rata-rata DER
Rata-rata Linear (Rata-rata)Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata debt to equity ratio (DER) dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015 adalah sebesar 1.49797. Pada tahun 2016 nilai rata-rata DER-nya meningkat menjadi sebesar 1,65181. Sedangkan pada tahun 2017, nilai rata-rata DER menurun menjadi sebesar 1,2279. Pada gambar 5.2, terlihat bahwa tren debt to equity ratio yang meningkat dari tahun 2015 menuju 2016 yang kemudian menurun dari tahun 2016 menuju 2017. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015-2017 menunjukkan seberapa bagian dari setiap rupiah modal yang dijadikan sebagai jaminan utang.
Nilai debt to equity ratio tertinggi pada tahun 2015 dimiliki oleh perusahaan Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) sebesar 13,33224, kemudian pada tahun 2016 nilai DER tertinggi dimiliki oleh perusahaan Trada Alam Minera Tbk. (TRAM) sebesar 16,74885 dan pada tahun 2017 nilai DER tertinggi dimiliki oleh Express Transindo Utama Tbk. (TAXI) sebesar 7,15379. Nilai debt to equity ratio terendah pada tahun 2015 dan 2016 dimiliki oleh perusahaan ICTSI Jasa Prima Tbk. (KARW) berturut-turut sebesar -1.58443 dan -1,67048 kemudian pada tahun 2017 nilai DER terendah dimiliki oleh perusahaan Steady Safe Tbk (SAFE) sebesar -2.20471.
Dalam tabel 5.2 dapat dilihat pula bahwa nilai rata-rata debt to equity ratio dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017 adalah sebesar 1,45753. Hal ini menunjukkan bahwa satu rupiah modal mampu menjadi jaminan utang sebesar 1,45753 rupiah. Nilai rata-rata debt to equity ratio tertinggi periode tahun 2015-2017 yaitu sebesar 11,30387 pada perusahaan Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) yang berarti menunjukkan bahwa satu rupiah modal mampu menjadi jaminan utang sebesar 11,30387 rupiah. Jika nilai rata-rata DER pada sektor ini adalah 1,45753, maka perusahaan Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) dianggap baik. Nilai rata-rata DER terendah periode 2015-2017 yaitu sebesar -1,66652 pada
perusahaan ICTSI Jasa Prima Tbk. (KARW), dengan arti bahwa kemampuan perusahaan dapat menjaminkan utangnya hanya sebesar -1,66652.
5.2.1.3Hasil Perhitungan VariabelUkuran Perusahaan
Perhitungan ukuran perusahaan yang diproksikan dengan menggunakan logaritma naturan dari total aset (Ln Total Aset) pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015 hingga 2017. Berikut ini adalah data hasil perhitungan ukuran perusahaan dan perkembangan ukuran perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi periode 2015-2017:
Tabel 5.3
Hasil Perhitungan Ukuran Perusahaan (Ln Total Aset) Perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Periode 2015-2017
No Nama
Perusahaan
Ukuran Perusahaan (UP)
Rata-rata 2015 2016 2017 1 APOL 28.10165 27.82503 25.84515 27,25727 2 ASSA 28.69330 28.73952 28.82718 28,75334 3 BALI 27.81727 28.16590 28.51549 28,16622 4 BBRM 28.40043 28.26461 27.89115 28,18539 5 BIRD 29.59856 29.61898 29.50536 29,57430 6 BLTA 27.96374 27.94001 34.60799 30,17058 7 BULL 28.67925 28.79667 29.06950 28,84847 8 CASS 27.87750 28.13025 28.27671 28,09482 9 CENT 27.88800 27.90480 29.13395 28,30892 10 CMPP 29.45349 29.70267 30.00471 29,72029 11 EXCL 31.70592 31.63647 31.66210 31,66816 12 FREN 30.66144 30.75809 30.81383 30,74446 13 GIAA 31.45228 31.54739 31.56255 31,52074 14 GOLD 25.25700 25.73975 25.92954 25,64210 15 HITS 28.31676 28.42768 28.49748 28,41397 16 IATA 28.03376 27.86766 27.68307 27,86150 17 IBST 29.06068 29.32652 29.48031 29,28917 18 ISAT 31.64539 31.55968 31.55618 31,58708 19 KARW 26.47428 26.52360 26.56513 26,52100 20 LAPD 27.48269 27.36023 27.23280 27,35857 21 LEAD 28.93570 28.72480 28.64212 28,76754 22 LRNA 26.54164 26.45567 26.27265 26,42332 23 MBSS 29.07697 28.88389 28.81057 28,92381 24 META 29.20798 29.33970 29.30255 29,28341 25 MIRA 26.89828 26.71477 26.64638 26,75314
NO Nama Perusahaan Ukuran Perusahaan Rata-rata 2015 2016 2017 26 NELY 26.76882 26.73817 26.75464 26,75387 27 PGAS 32.12636 32.15089 32.07672 32,11799 28 PTIS 27.42491 27.11395 27.01683 27,18523 29 RAJA 28.36729 28.29948 28.34345 28,33674 30 RIGS 28.24180 27.99553 27.83279 28,02337 31 SAFE 23.06030 22.96918 24.59966 23,54305 32 SDMU 26.72464 26.80138 26.67767 26,73456 33 SMDR 29.69877 29.67016 29.70757 29,69217 34 SOCI 29.58765 29.64261 29.70392 29,64473 35 SUPR 30.25124 30.27146 30.16552 30,22940 36 TAXI 28.69013 28.56996 28.32916 28,52975 37 TBIG 30.75777 30.79313 30.87345 30,80811 38 TLKM 32.74405 32.82181 32.92173 32,82920 39 TMAS 28.20879 28.55752 28.70205 28,48946 40 TOWR 30.69519 30.85090 30.56293 30,70301 41 TPMA 28.22325 28.11877 28.07463 28,13888 42 TRAM 28.67273 28.40744 30.05773 29,04597 43 WEHA 26.60611 26.44344 26.42706 26,49220 44 WINS 29.44704 29.31600 29.15409 29,30571 Rata-rata 28.67093 28.67014 28.87082 28,73730 Nilai tertinggi 32.74405 32.82181 34.60799 32,82920 Nilai terendah 23.06030 22.96918 24.59966 23,54305 Sumber : Laporan Keuangan Tahunan (data diolah)
Gambar 5.3
Grafik Perkembangan Rata-rata Ukuran Perusahaan Perusahaan Sektor Infrastruktur, Utilitas dan TransportasiPeriode 2015-2017
Sumber : Laporan Keuangan yang diolah, 2019 28,67093 28,67014 28,87082 28,50000 28,60000 28,70000 28,80000 28,90000 2015 2016 2017
Ukuran Perusahaan (UP)
Ln
To
tal A
set
Rata-rata Ukuran Perusahaan
Rata-rata Linear (Rata-rata)
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata ln total aset dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017 berturut-turut adalah sebesar 28.67093, 28.67014, dan 28.87082. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2015-2017 berturut-turut sebanyak 28.67093, 28.67014, dan 28.87082 besar kecilnya skala ukuran perusahaan dilihat dari nilai total aset perusahaan. Pada gambar 5.3, terlihat bahwa pada tahun 2015 hingga 2016 tren ukuran perusahaan sedikit mengalami penurunan kemudian meningkat dari tahun 2016 hingga 2017. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2014-2017 menunjukkan besar kecilnya skala ukuran perusahaan cenderung berubah-ubah tergantung dari nilai total aset perusahaan.
Nilai ln total aset tertinggi pada tahun 2015 dan 2016 dimiliki oleh perusahaan yang sama yaitu Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) yaitu berturut-turut sebesar 32.74405, 32.82181. Pada tahun 2017 nilai ln total aset tertinggi dimiliki oleh perusahaan Berlian Laju Tanker Tbk. (TBIG) 34.60799. Nilai ln total aset terendah pada tahun 2015, 2016 dan 2017 dimiliki oleh perusahaan yang sama yaitu Steady Safe Tbk. (SAFE) yaitu berturut-turut sebesar 23.06030, 22.96918, dan 24.59966.
Dalam tabel 5.3 dapat dilihat pula bahwa nilai rata-rata ln total aset dari dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017 adalah sebesar 28,73730. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 28,73730 besar kecilnya skala ukuran perusahaan dilihat dari nilai total aset perusahaan. Nilai rata-rata ln total aset tertinggi periode tahun 2015-2017 yaitu sebesar 32,82920 pada perusahaan Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) yang berarti mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan dengan total aset sebanyak 32,82920. Jika rata-rata ln total aset pada sektor ini adalah 28,73730, maka perusahaan Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dianggap baik, karena besar kecilnya skala ukuran perusahaan dilihat dari nilai total aset perusahaan. Nilai rata-rata ln total aset terendah periode 2015-2017 yaitu sebesar 23,54305 pada perusahaan Steady Safe Tbk. (SAFE),
dengan arti bahwa mengklasifikasikan besar kecilnya perusahaan dengan total aset sebesar 23,54305.
5.2.1.4Hasil Perhitungan Variabel Manajemen Laba
Perhitungan ukuran perusahaan yang diproksikan dengan discretionary accruals (DA) pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015 hingga 2017. Berikut ini adalah data hasil perhitungan manajemen laba dan perkembangan manajemen laba (DA) perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi periode 2015-2017:
Tabel 5.4
Hasil Perhitungan Manajemen Laba (DA) Perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Periode 2015-2017
No Nama Perusahaan Manajemen Laba (DA) Rata-rata
2015 2016 2017 1 APOL -0,44262 -0,18406 -0,34096 -0,32255 2 ASSA 0,01821 -0,07281 -0,06400 -0,03953 3 BALI 0,03388 0,02930 -0,13393 -0,02358 4 BBRM -0,26433 -0,13414 -0,13452 -0,17766 5 BIRD -0,12313 -0,09793 -0,11764 -0,11290 6 BLTA 0,29051 -0,13234 -0,13427 0,00797 7 BULL 0,06037 -0,05296 0,07355 0,02699 8 CASS -0,13007 0,04290 0,18370 0,03218 9 CENT -0,05300 -0,05000 -0,04661 -0,04987 10 CMPP 0,05022 -0,06982 -0,01090 -0,01017 11 EXCL -0,23851 0,24062 0,24191 0,08134 12 FREN 0,21096 0,23487 -0,11240 0,11114 13 GIAA -0,04484 -0,03951 -0,08112 -0,05516 14 GOLD -0,17809 -0,02237 -0,02062 -0,07369 15 HITS -0,16788 0,04137 -0,16625 -0,09759 16 IATA -0,11459 -0,13247 -0,01667 -0,08791 17 IBST 0,00290 -0,06058 -0,07566 -0,04445 18 ISAT -0,21184 0,03004 -0,17677 -0,11952 19 KARW -0,65810 -0,09202 -0,09706 -0,28239 20 LAPD -0,17227 -0,16111 -0,18621 -0,17320 21 LEAD -0,13447 -0,15159 -0,17170 -0,15259 22 LRNA -0,10899 -0,11141 -0,20957 -0,14332 23 MBSS -0,16253 -0,19009 -0,13161 -0,16141 24 META 0,01353 -0,01882 -0,03230 -0,01253 25 MIRA -0,05770 -0,15462 -0,15524 -0,12252
NO Nama Perusahaan Manajemen Laba (DA) Rata-rata 2015 2016 2017 26 NELY -0,12851 -0,16973 -0,10011 -0,13278 27 PGAS -0,03400 -0,08723 -0,05005 -0,05709 28 PTIS -0,20814 -0,16346 -0,18467 -0,18542 29 RAJA 0,10498 -0,04664 0,11990 0,05941 30 RIGS -0,07612 -0,14511 -0,10947 -0,11023 31 SAFE -0,16341 -0,15360 -0,19550 -0,17084 32 SDMU -0,07366 0,11711 -0,14040 -0,03232 33 SMDR -0,08267 -0,08953 -0,04520 -0,07247 34 SOCI -0,00891 -0,03368 -0,04432 -0,02897 35 SUPR 0,21337 0,21420 0,21504 0,21420 36 TAXI -0,03127 -0,14734 -0,25414 -0,14425 37 TBIG 0,22036 0,21380 0,21668 0,21695 38 TLKM 0,16678 0,23641 0,21631 0,20650 39 TMAS 0,10459 -0,14197 0,10607 0,02290 40 TOWR 0,20952 0,16606 0,20726 0,19428 41 TPMA -0,12177 0,11520 -0,11816 -0,04158 42 TRAM 0,18276 0,18540 -0,05531 0,10428 43 WEHA -0,02309 -0,05458 -0,03809 -0,03859 44 WINS -0,09988 -0,15107 -0,17897 -0,14331 Rata-rata -0,05526 -0,03285 -0,05795 -0,04869 Nilai tertinggi 0,29051 0,24062 0,24191 0,21695 Nilai terendah -0,65810 -0,19009 -0,34096 -0,32255 Sumber : Laporan Keuangan Tahunan (data diolah)
Gambar 5.4
Grafik Perkembangan Rata-rata Manajemen Laba (DA) Perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan TransportasiPeriode 2015-2017
Sumber : Laporan Keuangan yang diolah, 2019 -0,05526 -0,03285 -0,05795 -0,07000 -0,06000 -0,05000 -0,04000 -0,03000 -0,02000 -0,01000 0,00000 2015 2016 2017
Manajemen Laba (DA)
D A (M an ajem e n lab a)
Rata-rata Manajemen Laba (DA)
Rata-rata Linear (Rata-rata)
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa nilai rata-rata discretionary accruals dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015 hingga 2017 berturut-turut adalah sebesar -0,05526, -0,03285, dan -0,05795. Nilai minus disini menunjukkan bahwa pada tahun 2015 hingga 2017 rata-rata perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi melakukan manajemen laba dengan melakukan income minimization. Pada gambar 5.4, terlihat bahwa tren nilai discretionary accruals perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi dari tahun 2015-2017 cenderung meningkat namun pada tahun 2016-2017 mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan melakukan income minimization.
Nilai discretionary accruals tertinggi pada tahun 2015 dimiliki oleh perusahaan Berlian Laju Tanker Tbk. (BLTA) yaitu sebesar 0,29051. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan Berlian Laju Tanker Tbk. (BLTA) melakukan manajemen laba dengan melakukan income maximization sebesar. Nilai discretionary accruals tertinggi pada tahun 2016 menurun menjadi 0,24062 yang dimiliki oleh Ratu Prabu Energi Tbk (ARTI). Kemudian pada tahun 2016, nilai discretionary accruals tertinggi merosot ke angka 0,153675404 yang dimiliki oleh perusahaan XL Axiata Tbk. (EXCL). Nilai discretionary accruals tertinggi pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi 0,24191 yang juga dimiliki oleh perusahaan XL Axiata Tbk. (EXCL).
Nilai discretionary accruals terendah pada tahun 2015 yaitu sebesar -0,65810 pada perusahaan ICTSI Jasa Prima Tbk. (KARW), dengan arti bahwa perusahaan melakukan income minimization. Sedangkan pada tahun 2016, nilai discretionary accrual terendah mengalami peningkatan yang dimiliki oleh perusahaan Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) yaitu sebesar -0,19009. Namun, nilai discretionary accrual terendah pada tahun 2017 menurun menjadi sebesar -0,34096 yang dimiliki oleh perusahaan Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL).
Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa rata-rata manajemen laba yang diproksikan oleh discretionary accruals dari 44 Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015-2017 adalah sebesar -0,04869. Rata-rata discretionary accruals tertinggi adalah sebesar 0,21695 pada perusahaan Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG), yang berarti bahwa perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara meningkatkan laba perusahaan (Income maximization) sebesar 21,69%. Sedangkan, rata-rata discretionary accruals terendah adalah sebesar -0,32255 pada perusahaan Arpeni Pratama Ocean Line Tbk. (APOL), yang berarti bahwa perusahaan melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba perusahaan (income minimization) sebesar 32,25%.
Berdasarkan tabel 5.4, discretionary accruals Perusahaan Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2015-2017 rata-rata perusahaan melakukan praktik manajemen laba dengan cara meningkatkan labanya (income maximization) dilihat dari rata-rata discretionary accrual perusahaan setiap tahunnya.
5.2.2 Analisis Statistik Deskriptif
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 44 perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2015 hingga 2017, didapatkan statistik deskriptif data yang meliputi mean, maksimum, minimum dan standar deviasi dari variabel-variabel perhitungan. Distribusi statistik deskriptif data untuk masing-masing variabel ditampilkan pada tabel 5.5 Statistik Deskriptif Data sebagai berikut :
Tabel 5.5
Nilai Statistik Deskriptif pada Perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi Periode 2015-2017
ROA DER UP MLABA
Mean 0,00486 1.45753 28.73730 -0.04869 Maximum 1.85171 16.74885 34.60799 0.29051
Minimum -1.56153 -2.20471 22.96918 -0.65810 Std. Dev. 0.26398 2.45091 1.91391 0.14989 Sumber : Hasil Output Eviews 9
Dari tabel 5.5 dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa Profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan Return On Asset memiliki hasil nilai positif dengan rata-rata 0,00486 dan besarnya standar deviasi sebesar 0,26398. Nilai maksimum ROA adalah sebesar 1,85171 yang merupakan nilai yang dimiliki oleh BLTA tahun 2015 sedangkan nilai minimum sebesar -1.56153 merupakan nilai yang dimiliki APOL untuk tahun 2017.
Pada tabel 5.5 untuk data selama periode pengamatan terlihat bahwa Leverage yang dinilai dengan DER (Debt Equity to Ratio) menunjukkan perbanding hutang yang dimiliki oleh perusahaan dengan total ekuitasnya berada pada rata-rata 1,45753 dengan standar deviasi sebesar 2,45091. Nilai minimum dari DER yang diperoleh sebesar -2.20471 dimiliki oleh SAFE untuk tahun 2017. Sedangkan nilai maksimum dari DER diperoleh sebesar 16,74885 dimiliki oleh TRAM untuk tahun 2016.
Dari hasil data yang diperoleh terlihat bahwa ukuran perusahaan yang dinilai dengan Ln Total Aset memiliki rata-rata 28,73730 dan besarnya standar deviasi sebesar 1,91391. Nilai maksimum ukuran perusahaan yang dinilai dengan Ln Total Aset adalah sebesar 34,60799 yang merupakan nilai yang dimiliki oleh BLTA untuk tahun 2017 sedangkan nilai minimum sebesar 22,96918 dimiliki SAFE untuk data tahun 2016.
Dari hasil data yang diperoleh terlihat bahwa Manajemen Laba (DA) perusahaan memiliki rata-rata -0,04869 dan besarnya standar deviasi sebesar 0,14989. Nilai maksimum Manajemen Laba (DA) adalah sebesar 0,29051 yang merupakan nilai yang dimiliki oleh BLTA untuk tahun 2015 sedangkan nilai minimum sebesar -0,65810 yang dimiliki oleh KARW untuk data tahun 2015.
5.2.3 Pemilihan Model Estimasi Regresi
Data yang digunakan dalam membentuk model regresi pada penelitian ini berupa panel data yaitu gabungan antara 3 periode data timeseries dengan 44 data crossectional. Dalam analisis data panel terdapat tiga model, yaitu common effect models (CEM), fixed effect models (FEM) dan random effect models (REM).
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan software eviews 9, untuk data variabel dependen yaitu Manajemen Laba dan data tiga variabel independen yaitu Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan diperoleh hasil estimasi ketiga model sebagai berikut:
Tabel 5.6
Hasil Estimasi Common Effect Models (CEM)
Dependent Variable: MLABA Method: Panel Least Squares
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.640783 0.155296 -4.126193 0.0001
ROA 0.263444 0.037804 6.968635 0.0000
DER 0.016315 0.004208 3.876752 0.0002
UP 0.019871 0.005450 3.646302 0.0004
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Tabel 5.7
Hasil Estimasi Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: MLABA Method: Panel Least Squares
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.331416 0.437536 0.757459 0.4509
ROA 0.226380 0.040175 5.634816 0.0000
DER 0.004877 0.006886 0.708303 0.4807
UP -0.013393 0.015164 -0.883244 0.3796
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Tabel 5.8
Hasil Estimasi Random Effect Model (REM)
Dependent Variable: MLABA
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.572790 0.184086 -3.111542 0.0023
ROA 0.255955 0.035040 7.304698 0.0000
DER 0.014401 0.004569 3.152204 0.0020
UP 0.017599 0.006435 2.734712 0.0071
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Untuk menentukan model esimasi regresi yang digunakan dari ketiga model tersebut CEM, FEM atau REM, maka digunakan pendekatan uji statistik.
Berikut akan diuraikan hasil uji staistik untuk pemilihan model estimasi regresi yang digunakan.
1) Uji Chow
Uji Chow dilakukan untuk membandingkan model estimasi regresi yang dipilih antara pool atau common effects (regresi biasa) atau model panel (Fixed Effect Model (FEM)). Hipotesis dalam Uji Chow adalah sebagai berikut :
H0 : Common Effect Model (CEM) H1 : Fixed Effect Model (FEM)
Hasil uji Chow dan keputusan yang dibuat berdasarkan Uji Chow dengan pengolahan Eviews 9 dapat dijelasakan sebagai berikut.
Tabel 5.9 Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 2.524320 (43,85) 0.0001
Cross-section Chi-square 108.617885 43 0.0000
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Uji chow ditentukan berdasarkan nilai uji Chi-square. Diperoleh nilai Cross-section Chi-square sebesar 108.617885 dengan probability = 0,0000. Nilai tabel uji Chi-square dengan derajat bebas (db) 43 diperoleh sebesar 28,965. Hasil uji menunjukkan nilai Chi-square hitung lebih besar dari nilai Chi-squaretabel dan Chi-square p-value < 0,05 maka keputusaannya adalah menolak H0 sehingga dapat disimpulkan model panel (Fixed effects) lebih baik daripada model pool atau common effects (regresi biasa).
2) Hausman Test
Hasil tahapan uji chow menunjukkan model panel lebih baik dari pool (common model) untuk data yang digunakan. Selanjutnya untuk menentukan Fixed Effect Model (FEM) atau metode Random Effect Model (REM) yang lebih
sesuai dalam data panel yang digunakan dilakukan uji statistik menggunakan Uji Hausman. Hipotesis dalam uji Hausman adalah sebagai berikut:
H0: Random Effect model H1: Fixed Effect model
Tabel 5.10 Hasil Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 6.617437 3 0.0851
Sumber: Hasil Output Eviews 9 Hasil perhitungan nilai statistik uji χ2
(chi-square) pada tabel di atas diperoleh sebesar 6,617437 dengan probability = 0,0851. Nilai statistik uji χ2 lebih kecil dari χ2
tabel untuk df = 3sebesar 7,815 dan prob (p-value) 0,0851 lebih besar dari 0,05. Ini artinya pengujian Hausman test menunjukan signifikan. Maka keputusan yang dibuat dari hasil uji menerima H0 sehingga digunakan metode Random Effect model.
3) Uji Lagrange Multiplier (LM)
Uji Lagrange Multiplier (LM) dilakukan untuk membandingkan model estimasi regresi yang dipilih antara pool atau common effects (regresi biasa) atau model panel (Random Effect Model (REM)).
Hipotesis dalam uji ini adalah sebagai berikut : H0 : Common Effect Model (PLS)
H1 : Random Effect Model (REM)
Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah jika p-value < α, maka hasil uji tolak H0 dan terima H1 sehingga model yang akan digunakan adalah model Random Effect dan sebaliknya.
Tabel 5.11
Hasil Uji Lagrange Multiplier (LM)
Lagrange Multiplier Tests for Random Effects Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided (all others) alternatives
Test Hypothesis
Cross-section Time Both
Breusch-Pagan 11.00931 0.778114 11.78742
(0.0009) (0.3777) (0.0006)
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan untuk model regresi yang digunakan diperoleh nilai prob (p-value) untuk uji Breusch-Pagan-Cross-section sebesar 0,0009. Nilai probabilitas Breusch-Pagan < 0,05 maka H0 ditolak sehingga model mengikuti data panel Random Effect Model (REM).
5.2.4 Hasil Model Estimasi Regresi
Berdasarkan uji statistik yang dilakukan dalam pemilihan model estimasi regresi data panel dalam penelitain ini diperoleh model estimasi data panel yang digunakan adalah Random Effect Model.
Hasil perhitungan regersi data panel dengan Random Effect Model menggunakan Eviews 9 diperoleh sebagai berikut :
Tabel 5.12
Persamaan Regresi data Panel dengan Pendekatan Random Effect Model
Estimation Equation:
=========================
MLABA = C(1) + C(2)*ROA + C(3)*DER + C(4)*UP + [CX=R] Substituted Coefficients:
=========================
MLABA = -0.572790477367 + 0.255955357344*ROA + 0.0144010501462*DER + 0.0175990261857*UP + [CX=R]
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Dari hasil estimasi regersi dengan pendekatan Random Effect Model di atas dapat dituliskan hasil persamaan regresi sebagai berikut :
Keterangan :
Y : Nilai prediksi Manajemen Laba (MLABA) 𝑋1 : Profitabilitas (ROA)
𝑋2 : Leverage (DER)
𝑋3 : Ukuran Perusahaan (UP)
Hasil persamaan regresi Profitabilitas (ROA), Leverage (DER), dan Ukuran Perusahaan (UP) terhadap Manajemen Laba (DA) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Dari persamaan regresi yang diperoleh konstanta (intersept) sebesar -0,572790. Artinya tanpa ada faktor apapun atau jika nilai variabel Profitabilitas (ROA), Leverage (DER), dan Ukuran Perusahaan (UP) konstan (nol) maka rata-rata nilai Manajemen Laba (DA) sebesar -0,572790.
2. Koefisien regresi untuk X1 bertanda positif sebesar 0,255955. Jika Profitabilitas (ROA) meningkat sebesar satu satuan, maka Manajemen Laba (DA) meningkat sebesar 0,255955. Jadi semakin besar Profitabilitas (ROA) akan diikuti dengan meningkatnya nilai DA manajemen laba. Artinya perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi dengan Profitabilitas (ROA) yang tinggi cenderung melakukan Manajemen Laba (nilai DA semakin besar).
3. Koefisien regresi untuk X2 bertanda positif sebesar 0,014401. Jika Leverage (DER) meningkat sebesar satu satuan, maka Manajemen Laba (DA) meningkat sebesar 0,014401. Jadi semakin besar Leverage ( DER) akan diikuti dengan meningkatnya nilai DA manajemen laba. Artinya perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi dengan Leverage ( DER) yang tinggi cenderung melakukan Manajemen Laba (nilai DA semakin besar). 4. Koefisien regresi untuk X3 bertanda positif sebesar 0,017599. Jika Ukuran
Perusahaan (UP) meningkat sebesar satu satuan, maka Manajemen Laba (DA) meningkat sebesar 0,017599. Jadi semakin besar Ukuran Perusahaan (UP) akan diikuti dengan meningkatnya nilai DA manajemen laba. Artinya perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi dengan Ukuran
Perusahaan (UP) yang lebih besar cenderung melakukan Manajemen Laba (nilai DA semakin besar).
5.2.5 Hasil Pengujian Asumsi Klasik 5.2.5.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan terhadap data residual hasil taksiran model regresi. Pengujian normalitas pada model yang diteliti dilakukan menggunakan uji Jarque-Bera. Hipotesis dalam uji normalitas adalah sebagai berikut :
H0 : Data berdistribusi normal H1 : Data tidak berdistribusi normal
Hasil perhitungan nilai Jarque-Bera untuk model regresi yang diperoleh dengan menggunakan Eviews 9 diperoleh sebagai berikut :
Gambar 5.5 Hasil Uji Normalitas
0 4 8 12 16 20 -0.2 -0.1 0.0 0.1 0.2
Series: Standardized Residuals Sample 2015 2017 Observations 132 Mean 2.79e-16 Median -0.015867 Maximum 0.257411 Minimum -0.269341 Std. Dev. 0.111584 Skewness 0.373308 Kurtosis 2.925411 Jarque-Bera 3.096488 Probability 0.212621
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Hasil uji normalitas taksiran model regresi yang diperoleh menggunakan uji Jarque-Bera berdasarkan gambar 5.5 menunjukan model regresi penelitian ini berdistribusi normal. Nilai Jarque-Bera sebesar 3,096488 dengan signifikansi = 0,212621. Nilai probabilitas (signifikansi) yang diperoleh sebesar 0,212621 lebih besar dari 0.05 (tingkat kekeliruan 5%) maka disimpulkan H0 diterima yang berarti data residual dalam model regresi penelitian memenuhi sebaran berdistribusi.
5.2.5.2 Uji Multikolinearitas
Untuk mendeteksi apakah model regresi memiliki masalah kolinearitas (multikolinearitas) atau tidak dengan menghitung nilai Tolerante dan Variance Inflation Factor (VIF). Hasil pengujian kolinearitas untuk variabel bebas dalam model regresi yang diperoleh terlihat pada Tabel 5.13 berikut:
Tabel 5.13
Hasil Uji Multikolinearitas Variance Inflation Factors
Sample: 1 132
Included observations: 132
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF
C 0.024117 251.0574 NA
ROA 0.001429 1.030482 1.028905
DER 1.77E-05 1.490722 1.099067
UP 2.97E-05 256.4299 1.123854
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Hasil perhitungan uji multikolinearitas dengan pendekatan nilai Variance Inflation Factor (VIF) menunjukan bahwa antar variabel bebas yang digunakan dalam persamaan regresi tidak ada korelasi yang kuat. Hal ini diperlihatkan dari nilai VIF yang lebih kecil dari 10.
5.2.5.3 Uji Heteroskedastisitas
Masalah heteroskedastisitas pada model regresi terjadi karena varians dari setiap error term tidak konstan yang menjadikan penaksiran tidak lagi efisien karena varians yang tidak minimum. Untuk melihat ada tidaknya masalah heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini digunakan uji white, yaitu dengan meregresikan kuadrat dari residual (error) terhadap semua kemungkinan perkalian pada variabel bebas.
Uji white heteroskedastisitas mengikuti hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat heteroskedastisitas
Tabel 5.14 Hasil Uji White
Heteroskedasticity Test: White Null hypothesis: Homoskedasticity
F-statistic 1.524783 Prob. F(9,122) 0.146497
Obs*R-squared 13.34665 Prob. Chi-Square(9) 0.147538
Scaled explained SS 11.47854 Prob. Chi-Square(9) 0.244327
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Hasil pengujian heteroskedastisitas menunjukkan bahwa varians dari residual homogen (tidak terdapat heteroskedastisitas). Hal ini ditunjukan oleh Obs*R-squared tidak signifikan pada level 5%. Diperoleh nilai signifikansi uji 0.147538 lebih besar dari 0,05 yang berarti H0 diterima bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas.
5.2.5.4 Uji Autokorelasi
Autokorelasi dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan uji Durbin-Watson yaitu dengan membandingkan nilai Durbin-Watson hitung (d) dengan nilai Durbin-Watson tabel dengan batas lebih tinggi (upper bond atau du) dan batas lebih rendah (lower bond atau d1). Hasil uji autokorelasi dengan Durbin-Watson dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.15 Hasil Uji Durbin-Watson
Dependent Variable: MLABA
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2015 2017
Periods included: 3
Cross-sections included: 44
Total panel (balanced) observations: 132
Weighted Statistics
R-squared 0.379385 Mean dependent var -0.030635
Adjusted R-squared 0.364840 S.D. dependent var 0.116516
S.E. of regression 0.092860 Sum squared resid 1.103730
F-statistic 26.08238 Durbin-Watson stat 1.803050
Prob(F-statistic) 0.000000
Hasil perhitungan statistik Durbin-Watson (DW) diperoleh sebesar 1,803050. Nilai Durbin-Watson yang diperoleh dari model dibandingkan terhadap nilai tabel Durbin-Watson. Untuk jumlah observasi 132 dan variabel X dalam model regresi sebanyak 3 diperoleh dari tabel Durbin-Watson (DW) nilai batas bawah DL sebesar 1,6696 dan nilai batas atas DU sebesar 1,7624.
Hasil keputusan uji dapat dilihat dari gambar berikut:
Gambar 5.6
Diagram Daerah Pengujian Autokorelasi
Nilai DW-stat adalah 1,803050 berada dalam rentang du – 4-du yaitu daerah tidak ada autokorelasi. Jadi dapat disimpulkan pada model regresi yang digunakan tidak terdapat masalah autokorelasi.
5.2.6 Koefisien determinasi (R2)
Hasil ketepatan model regresi yang diperoleh ditunjukkan dengan koefisien determinasi. Koefisien determinasi menunjukkan besarnya (derajat kemampuan) variabel independen menjelasakan variabel dependen dari model. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 dan 1, dimana semakin mendekati 1 maka variabel independen dalam model regresi semakin mampu menjelaskan variabel dependen pada model.
H0 diterima ( tidak ada autokorelasi) H0 ditolak autokorelasi (+) H0 ditolak autokorelasi (-) Ragu-ragu Ragu-ragu dU = 1,7624 dL = 1,6696 4- d2,2376 U = 4- dL = 2,3304 1,803050
Tabel 5.16
Nilai Koefisien Determinasi Dependent Variable: MLABA
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2015 2017
Periods included: 3
Cross-sections included: 44
Total panel (balanced) observations: 132 Weighted Statistics
R-squared 0.379385 Mean dependent var -0.030635
Adjusted R-squared 0.364840 S.D. dependent var 0.116516
S.E. of regression 0.092860 Sum squared resid 1.103730
F-statistic 26.08238 Durbin-Watson stat 1.803050
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software Eviews 9 untuk model regresi yang telah dihitung didapatkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,379385. Ini berarti variabel independen dalam model ini mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 37,9385% dan sisanya sebesar 62,0615% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.
Jadi secara simultan Profitabilitas (ROA), Leverage (DER), dan Ukuran Perusahaan (UP) memberikan pengaruh sebesar 37,9385% terhadap Manajemen Laba (DA) pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
5.2.7 Pengujian Hipotesis
5.2.7.1 Uji t (Uji Hipotesis Parsial)
Untuk menyimpulkan hasil estimasi variabel dalam model regresi dilakukan analisis statistik guna membuktikan kebermaknaan pengaruh dari variabel independen dengan menggunakan uji t-statistik.
Uji statistik t merupakan pengujian parsial yang dilakukan untuk menguji koefisien regresi dengan melihat signifikansi dari pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dengan mengasumsikan variabel lain adalah konstan.
Hasil uji t untuk masing-masing variabel independen dalam model regresi yang diperoleh disajikan pada tabel 5.17 berikut.
Tabel 5.17
Hasil Pengujian Parsial (Uji t) Dependent Variable: MLABA
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2015 2017
Periods included: 3
Cross-sections included: 44
Total panel (balanced) observations: 132
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -0.572790 0.184086 -3.111542 0.0023
ROA 0.255955 0.035040 7.304698 0.0000
DER 0.014401 0.004569 3.152204 0.0020
UP 0.017599 0.006435 2.734712 0.0071
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Nilai statistik uji t yang diperoleh dibandingkan dengan nilai tabel yang digunakan sebagai nilai kritis pada uji parsial (uji t) sebesar 1,9787 yang diperoleh dari tabel t pada = 0,05 dan derajat bebas 132-3-1 = 128 untuk pengujian dua arah. Dari hasil perhitungan nilai T-statistik dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengaruh Profitabilitas (Return on asset /ROA)
Untuk mengetahui pengaruh Profitabilitas (ROA) terhadap Manajemen Laba (DA) dilakukan uji hipotesis dengan rumusan hipotesis yang diuji adalah
H0 : β1 = 0 Return on asset (ROA) secara parsial tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba (DA)
Ha1 : β1 0 Return on asset (ROA) secara parsial berpengaruh terhadap Manajemen Laba (DA)
Hasil perhitungan nilai t-statistik untuk variabel Return on asset (ROA) (X1) diperoleh sebesar 7,304698 dengan signifkansi (p) sebesar 0,0000. Diperoleh hasil perbandingan nilai t-statistik dengan t-tabel pada tingkat signifikansi 5% nilai t-statistik lebih besar dari nilai ttabel pada tingkat signifikansi 5% (7,304698 > ttabel = 1,9787). Dengan demikian H0 ditolak pada tingkat α = 0,05. P-value uji (Prob) diperoleh sebesar 0,0000 lebih kecil dari tingkat α =0,05 sehingga
kesimpulan uji signifikan dengan demikian Ha1 diterima. Hasil ini dapat dilihat dari kurva sebagai berikut :
Gambar 5.7
Kurva Hipotesis Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba secara Parsial
Maka dari hasil pengujian disimpulakan Return on asset (ROA) berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2015-2017.
b. Pengaruh Leverage (Debt to Equity Ratio /DER)
Untuk mengetahui pengaruh Leverage (DER) terhadap Manajemen Laba (DA) dilakukan uji hipotesis dengan rumusan hipotesis yang diuji adalah
H0 : β2 = 0 Leverage (DER) secara parsial tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba (DA)
Ha2 : β2 0 Leverage (DER) secara parsial berpengaruh terhadap Manajemen Laba (DA)
Hasil perhitungan nilai t-statistik untuk variabel Leverage (DER) (X2) diperoleh sebesar 3,152204 dengan signifkansi (p) sebesar 0,0020. Diperoleh hasil perbandingan nilai statistik dengan tabel pada tingkat signifikansi 5% nilai t-statistik lebih besar dari nilai ttabel pada tingkat signifikansi 5% (3,152204> ttabel = 1,9787). Dengan demikian H0 ditolak pada tingkat α=0,05. P-value uji (Prob) diperoleh sebesar 0,0020 lebih kecil dari tingkat α=0,05 sehingga kesimpulan uji
t tabel -1,9787 t tabel 1,9787
Daerah Penerimaan H0
signifikan dengan demikian Ha2 diterima. Hasil ini dapat dilihat dari kurva sebagai berikut :
Gambar 5.8
Kurva Hipotesis Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba secara Parsial
Maka dari hasil pengujian disimpulakan Leverage (DER) berpengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
c. Pengaruh Ukuran Perusahaan (UP)
Untuk mengetahui pengaruh Ukuran Perusahaan (UP) terhadap Manajemen Laba (DA) dilakukan uji hipotesis dengan rumusan hipotesis yang diuji adalah
H0 : β3 = 0 Ukuran Perusahaan (UP) secara parsial tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba (DA)
Ha3 : β3 0 Ukuran Perusahaan (UP) secara parsial berpengaruh terhadap Manajemen Laba (DA)
Hasil perhitungan nilai t-statistik untuk variabel Ukuran Perusahaan (UP) (X3) diperoleh sebesar 2,734712 dengan signifkansi (p) sebesar 0,0071. Diperoleh hasil perbandingan nilai t-statistik dengan t-tabel pada tingkat signifikansi 5% nilai t-statistik lebih besar dari nilai ttabel pada tingkat signifikansi 5% (2,734712 > ttabel = 1,9787). Dengan demikian H0 ditolak pada tingkat α=0,05. P-value uji (Prob) diperoleh sebesar 0,0071 lebih kecil dari tingkat α=0,05 sehingga
t tabel -1,9787 t tabel 1,9787
Daerah Penerimaan H0
kesimpulan uji signifikan dengan demikian Ha3 diterima. Hasil ini dapat dilihat dari kurva sebagai berikut :
Gambar 5.9
Kurva Hipotesis Pengaruh Ukuram Peruahaan terhadap Manajemen Laba secara Parsial
Maka dari hasil pengujian disimpulakan Ukuran Perusahaan (UP) mempunyai pengaruh terhadap Manajemen Laba pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
5.2.7.2 Uji F (Uji Hipotesis Simultan)
Pengujian pengaruh variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat dilakukan dengan uji F-statistik. Jika nilai F-statistik lebih besar dari pada F-hitung, maka berarti variabel bebas secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat.
Hipotesis dalam pengujian model regresi dengan uji F adalah sebagai berikut :
H0: βi = 0 Tidak terdapat pengaruh secara simultan antara Profitabilitas (ROA), Leverage (DER), dan Ukuran Perusahaan (UP) terhadap Manajemen Laba (DA)
Ha4 : βi ≠ 0 Terdapat pengaruh secara simultan antara Profitabilitas (ROA), Leverage (DER), dan Ukuran Perusahaan (UP) terhadap
t tabel -1,9787 t tabel 1,9787
Daerah Penerimaan H0
Manajemen Laba (DA)
Untuk menguji hipotesis yang ditetapkan dilakukan dengan membandingkan antara Fhitung dengan nilai Ftabel. Untuk n = 132, k = banyaknya variabel X = 3 dan α = tingkat keyakinan = 0,05 dari tabel F diperoleh nilai Ftabel dengan db1 = 3 dan db2 = 132-3-1=128 sebesar 2,675.
Hasil perhitungan nilai statistik uji F dari model regresi yang diuji dengan menggunakan Eviews 9 adalah sebagai berikut :
Tabel 5.18
Hasil Pengujian Simultan (Uji F) Dependent Variable: MLABA
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Sample: 2015 2017
Periods included: 3
Cross-sections included: 44
Total panel (balanced) observations: 132 Weighted Statistics
R-squared 0.379385 Mean dependent var -0.030635
Adjusted R-squared 0.364840 S.D. dependent var 0.116516
S.E. of regression 0.092860 Sum squared resid 1.103730
F-statistic 26.08238 Durbin-Watson stat 1.803050
Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: Hasil Output Eviews 9
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5.18 di atas diperoleh nilai F-hitung sebesar 26,08238. Hasil uji menunjukkan nilai F-F-hitung yang lebih besar dari F-tabel (26,08238 > 2,675) yang berarti F-hitung berada pada daerah tolak H0. Hasil yang diperoleh sejalan dengan nilai signifikansi (0,0000) lebih kecil dari α = 0,05 (5%) berarti H0 ditolak.
Berdasarkan hasil pengujian simultan (uji F) dapat disimpulkan terdapat pengaruh secara simultan Profitabilitas (ROA), Leverage (DER), dan Ukuran Perusahaan (UP) terhadap Manajemen Laba (DA) pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
5.3 Hasil dan Pembahasan
5.3.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil analisis regresi data panel dengan pendekatan estimasi model random effect yang diperoleh menunjukkan koefisien regresi Profitabilitas (ROA) bertanda positif sebesar 0,255955. Kemudian dari hasil uji parsial diperoleh nilai t-statistik sebesar 7,304698 yang mana lebih besar dari t-tabel sebesar 1,9787 serta nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,0000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel profitabilitas yang diproksikan dengan return on assets ratio berpengaruh terhadap manajemen laba dan tanda positif pada hasil t-statistik menunjukan bahwa profitabilitas yang diproksikan dengan return on assets ratio memiliki arah pengaruh positif. Jadi pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diteliti menunjukkan bahwa perusahaan dengan Profitabilitas (ROA) tinggi cenderung memiliki nilai Manajemen Laba (DA) yang tinggi. Dimana perusahan dengan Profitabilitas (ROA) yang semakin tinggi akan diikuti dengan meningkatnya Manajemen Laba (DA) begitupula sebaliknya.
Sebagai contoh, pada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) tahun 2015-2016 mengalami peningkatan return on assets ratio sebesar 0,14032 pada tahun 2015 menjadi 0,16242 pada tahun 2016 akibat dari meningkatnya jumlah aset yang dimiliki perusahaan pada tahun 2015 sebesar Rp 166.173.000.000.000 menjadi Rp 179.661.000.000.000 pada tahun 2016. Sehingga tingkat discretionary accruals yang menjadi proksi manajemen laba pada PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) pun meningkat dari 0,16678 pada tahun 2015 menjadi 0,23641 pada tahun 2016. Hal serupa juga terjadi pada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) tahun 2016-2017 mengalami peningkatan return on assets ratio sebesar 0,05510 pada tahun 2016 menjadi 0,09138 pada tahun 2017 akibat dari peningkatan jumlah aset perusahaan pada tahun 2016 Rp 23.620.268.000.000 menjadi Rp 25.595.785.000.000 pada tahun 2017. Diikuti dengan tingkat discretionary accruals yang menjadi proksi manajemen laba pada PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) meningkat dari 0,21380 pada tahun 2016 menjadi 0,21668 pada tahun 2017. Peningkatan
jumlah aset pada kedua perusahaan tersebut akibat dari peningkatan jumlah aset tetap yang cukup tinggi sebagai kontribusi dalam mendapatkan pendapatan dan laba yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi profitabilitas berarti semakin efektif dan efisien perusahaan menggunakan keseluruhan aset dalam menghasilkan laba. Oleh karena itu, semakin tinggi profitabilitas maka manajemen cenderung akan melakukan tindakan manajemen laba agar pihak manajemen mendapatkan bonus atau kompensasi dari para pemegang saham perusahaan (investor).
Bonus Plan dalam Teori Akuntansi Positif menjelaskan bahwa bonus plan (rencana bonus) merupakan salah satu motivasi manajemen dalam melakukan manajemen laba. Semakin besar profitabilitas maka perusahaan semakin tinggi pula tingkat praktik manajemen laba dengan cara meningkatkan laba (income maximization) agar mendapatkan bonus atau kompensasi. Teori yang telah diuraikan diatas dapat dibuktikan pada hasil penelitian ini dan sesuai dengan hasil penelitian bahwa profitabilitas memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnama (2017), Putri (2017) dan Kartiyah (2018) yang menunjukkan hasil penelitiannya bahwa profitabilitas secara parsial berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan, dkk (2015) dan Agustia dan Suryani (2018) yang menunjukkan hasil penelitiannya bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
5.3.2 Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil analisis regresi data panel dengan pendekatan estimasi model random effect yang diperoleh menunjukkan koefisien regresi Leverage (DER), bertanda positif sebesar 0,014410. Kemudian dari hasil uji parsial diperoleh nilai t-statistik sebesar 3,152204 yang mana lebih besar dari t-tabel sebesar 1,9787 serta nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,0020 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio berpengaruh terhadap manajemen laba dan tanda positif pada hasil
t-statistik menunjukan bahwa leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio memiliki arah pengaruh positif. Jadi pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diteliti menunjukkan bahwa perusahaan dengan Leverage (DER) yang tinggi cenderung memiliki nilai Manajemen Laba (DA) yang tinggi. Dimana perusahan dengan Leverage (DER) yang semakin tinggi akan diikuti dengan meningkatnya Manajemen Laba (DA) begitupula sebaliknya.
Sebagai contoh, pada perusahaan Smartfren Telecom Tbk (FREN) tahun 2015-2016 mengalami peningkatan debt to equity ratio sebesar 2,02341 pada tahun 2015 menjadi 2,88585 pada tahun 2016 akibat meningkatnya tingkat utang perusahaan yakni Rp 13.857.375.727.684 pada 2015 menjadi Rp 16.937.857.089.434 pada 2016 dibandingkan dengan total modal yang dimiliki perusahaan dimana Rp 6.848.537.593.145 pada 2015 dan Rp 5.869.282.198.834 pada 2016. Peningkatan jumlah utang pada FREN akibat dari peningkatan jumlah utang usaha-pihak ketiga dan utang lain-lain–pihak berelasi yang cukup tinggi, sehingga tingkat discretionary accruals yang menjadi proksi manajemen laba pada perusahaan Smartfren Telecom Tbk (FREN) pun meningkat dari 0,21096 pada tahun 2015 menjadi 0,23487 pada tahun 2016. Serta pada perusahaan Cardig Aero Services Tbk (CASS) tahun 2016-2017 mengalami peningkatan debt to equity ratio sebesar 1,07221 pada tahun 2016 menjadi 1,38728 pada tahun 2017 akibat meningkatnya tingkat utang perusahaan yakni Rp 852.432.858.000 pada 2016 menjadi Rp 1.108.203.297.000 pada 2017 dibandingkan dengan total modal yang dimiliki perusahaan dimana Rp 795.021.924.000 pada 2016 dan Rp 798.831.533.000 pada 2017. Peningkatan jumlah utang pada CASS akibat dari peningkatan jumlah utang lain-lain–pihak berelasi dan utang bank yang cukup tinggi, sehingga tingkat discretionary accruals yang menjadi proksi manajemen laba pada perusahaan Cardig Aero Services Tbk (CASS) meningkat dari 0,04290 pada tahun 2016 menjadi 0,18370 pada tahun 2017. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi leverage berarti semakin tinggi pula modal perusahaan yang dijadikan sebagai jaminan utang oleh perusahaan. Oleh karena itu, semakin tinggi leverage maka manajemen cenderung akan melakukan tindakan manajemen laba
agar pihak manajemen dapat memperlancar proses kontrak utang karena pihak kreditur akan menilai baik kinerja perusahaan karena tingginya laba yang dimiliki perusahaan dan akan membuat para investor tertarik untuk menanamkan modalnya diperusahaan karena tingkat laba perusahaan yang tinggi.
Debt Covenant Hypothesis dalam Teori Akuntansi Positif menjelaskan bahwa perjanjian utang atau leverage merupakan salah satu motivasi manajemen dalam melakukan manajemen laba. Semakin besar leverage maka perusahaan semakin tinggi pula tingkat praktik manajemen laba dengan cara meningkatkan laba (income maximization). Teori diatas dapat dibuktikan pada hasil penelitian ini dan sesuai dengan hasil penelitian bahwa leverage memiliki pengaruh positif terhadap manajemen laba.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Farida (2014) dan Fatmasari (2016) yang menunjukkan bahwa leverage secara parsial berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Pernyataan tersebut juga di dukung oleh penelitian Kartiyah (2018) yang menunjukkan bahwa leverage yang diukur dengan DER mempunyai pengaruh terhadap manajemen laba. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ardison et. Al (2012) dan Purnama (2017) yang menunjukkan hasil penelitiannya bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
5.3.3 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil analisis analisis regresi data panel dengan pendekatan estimasi model random effect yang diperoleh menunjukkan koefisien regresi Ukuran Perusahaan (UP) bertanda positif sebesar 0,017599. Kemudian dari hasil uji parsial diperoleh nilai t-statistik sebesar 2,734712 yang mana lebih besar dari t-tabel sebesar 1,9787 serta nilai signifikansi diperoleh sebesar 0,0071 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ukuran perusahaan yang diproksikan dengan ln (total aset) berpengaruh terhadap manajemen laba dan tanda positif pada hasil t-statistik menunjukan bahwa ukuran perusahaan yang diproksikan dengan ln (total aset) memiliki arah pengaruh positif. Jadi pada perusahaan sektor
Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diteliti menunjukkan bahwa perusahaan dengan ukuran perusahaan (ln (total aset)) yang tinggi cenderung memiliki nilai Manajemen Laba (DA) yang tinggi. Dimana perusahan dengan ukuran perusahaan (ln (total aset)) yang semakin tinggi akan diikuti dengan meningkatnya Manajemen Laba (DA) begitupula sebaliknya.
Namun hal ini bertolak belakang dengan teori yang menyatakan bahwa perusahaan yang besar cenderung melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan labanya agar terhindar dari biaya politis. Sebagaimana dijelaskan dalam Political Motivation dalam Teori Akuntansi Positif menjelaskan bahwa motivasi politik merupakan salah satu motivasi manajemen dalam melakukan manajemen laba. Perusahaan besar memiliki biaya politik tinggi cenderung akan melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba (income minimization) yang dilaporkan. Tindakan ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah misalnya subsidi dan tingkat pajak yang rendah.
Pada praktiknya perusahaan dengan skala yang lebih besar cenderung melakukan praktik manajemen laba dengan cara menaikkan labanya sebagaimana dapat ditinjau dari nilai discretionary accruals-nya. Sebagai contoh, pada perusahaan Smartfren Telecom Tbk (FREN) tahun 2015-2016 mengalami peningkatan ln (total aset) sebesar 30,66144 pada tahun 2015 menjadi 30,75809 pada tahun 2016 akibat dari meningkatnya total aset perusahaan pada tahun 2015 sebesar Rp 20.705.913.320.829 menjadi Rp 22.807.139.288.268 pada tahun 2016. Peningkatan jumlah aset pada FREN akibat dari peningkatan jumlah kas dan setara yang cukup tinggi sebagai kontribusi dalam mendapatkan pendapatan dan laba yang tinggi, sehingga tingkat discretionary accruals yang menjadi proksi manajemen laba pada perusahaan Smartfren Telecom Tbk (FREN) meningkat dari 0,21096 pada tahun 2015 menjadi 0,23487 pada tahun 2016. Hal serupa terjadi juga pada PT XL Axiata (EXCL) tahun 2016-2017 mengalami peningkatan ln (total aset) sebesar 31,63647 pada tahun 2016 menjadi 31,66210 pada tahun 2017 akibat dari meningkatnya total aset perusahaan pada tahun 2016 sebesar Rp 54.896.286.000.000 menjadi Rp 56.321.441.000.000 pada tahun 2017.
Peningkatan jumlah aset pada EXCL akibat dari peningkatan jumlah kas dan setara kas yang cukup tinggi sebagai kontribusi dalam mendapatkan pendapatan dan laba yang tinggi, sehingga tingkat discretionary accruals yang menjadi proksi manajemen laba pada PT XL Axiata (EXCL) pun meningkat dari 0,24062 pada tahun 2016 menjadi 0,26691 pada tahun 2017.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi yang dijadikan sampel tidak menurunkan labanya untuk menghindari biaya politis tetapi meningkatkan labanya agar dapat menarik perhatian para investor. Sebagaimana dikemukakan oleh Agustia (2013) dimana perusahaan yang memiliki skala besar cenderung akan memerlukan dana yang lebih besar sehingga memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba agar dapat menarik perhatian investor dan kreditor untuk menanamkan dananya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulianti (2017) dan Putri (2017) yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan secara berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manggau (2016) dan Arthawan dan I Wayan (2018) yang menunjukkan hasil penelitiannya bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
5.3.4 Pengaruh Profitabilitas, Leverage, dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba
Berdasarkan hasil model regresi yang dihitung memiliki nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,3794 yang berarti bahwa variabilitas variabel dependen yaitu manajemen laba (DA) dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu variable profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan dalam penelitian ini adalah sebesar 37,94%, sedangkan sisanya sebesar 62,06% dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model penelitian.
Dari perhitungan uji F diperoleh nilai F-hitung 26,08238. Nilai F-hitung yang dihasilkan pada persamaan regresi mempunyai F-hitung yang lebih besar dari F-tabel atau 26,08238 > 2,675. Hasil yang diperoleh sejalan dengan nilai
signifikansi (0,0000) lebih kecil dari α = 0,05 (5%). Berarti H0 ditolak sehingga hasil pengujian adalah terdapat pengaruh secara simultan antara Profitabilitas (ROA), Leverage (DER), dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada perusahaan sektor Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).