• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN SEBARAN HOTSPOT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT NOAA/AVHRR DAN AQUA MODIS (Studi Kasus : Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN SEBARAN HOTSPOT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT NOAA/AVHRR DAN AQUA MODIS (Studi Kasus : Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI PERBANDINGAN SEBARAN HOTSPOT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT NOAA/AVHRR DAN AQUA MODIS

(Studi Kasus : Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya)

Oleh :

Frelya Artha1, Lalu Muhamad Jaelani1, Wiweka2, D. Heri Y. Sulyantara2

1

Program Studi Teknik Geomatika, FTSP, ITS-Sukolilo, Surabaya, 60111 Email : prelz_amoi09@geodesy.its.ac.id

2

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Jl. Lapan No. 70 Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710

Abstrak

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat berharga . Kebakaran hutan merupakan salah satu gangguan terhadap hutan yang paling sering terjadi terutama pada musim kemarau . Di bagian timur Propinsi Jawa Timur terdapat beberapa hutan yang setiap tahunnya rentan terhadap gangguan kebakaran hutan. Beberapa diantaranya adalah Taman Nasional (TN) Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo. Kebakaran pada kawasan – kawasan di atas biasanya terjadi terutama pada bulan musim kemarau yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia. Salah satu penerapan penginderaan jauh di bidang Kehutanan yaitu penggunaan data satelit lingkungan National Oceanic and Atmospheric Administration- Advanced Very High Resolution Radiometer (NOAA/AVHRR) dan data satelit Aqua Moderate Resolution Imaging Spectroradiometers (Aqua MODIS) dengan mendeteksi adanya titik panas (Hotspot) di permukaan bumi sebagai indikasi terjadinya kebakaran hutan/lahan yang memanfaatkan band termal yang dimiliki kedua satelit di atas.

Pada penelitian ini dilakukan pengolahan dan perbandingan data citra satelit NOAA-19/AVHRR 2009-03-31_12.52_N19 dan Aqua MODIS MYD021KM.A2009304.0535 untuk mengetahui citra yang lebih efektif dalam mendeteksi sebaran Hotspot pada waktu perekaman / waktu temporal citra tanggal 31 Oktober 2009. Setiap band pada NOAA/AVHRR berhubungan dengan atribut pada perhitungan Hotspot (kebakaran hutan). Sedangkan Aqua MODIS memiliki lebih banyak band dibandingkan NOAA/AVHRR sehingga menghasilkan lebih banyak kombinasi band untuk berbagai macam tujuan.

Hasil dari perbandingan adalah analisa data dan Peta Sebaran Hotspot di Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya dengan skala 1:1.000.000. Pada pengolahan citra satelit NOAA-19/AVHRR 2009-03-31_12.52_N19 menghasilkan 305 Hotspot, sedangkan Aqua MODIS MYD021KM.A2009304.0535 menghasilkan 232 Hotspot. Validasi Data menggunakan Uji Statistik Distribusi Normal pada Data Temperatur Hotspot masing – masing citra. Hasil Validasi Data pada NOAA-19/AVHRR terdapat 137 titik yang diterima dengan interval suhu 26,9° – 35,8° C sedangkan untuk Aqua MODIS terdapat 78 titik yang diterima dengan interval suhu 26,4° – 31,7° C. Citra yang lebih baik mendeteksi Hotspot pada tanggal 31 Oktober 2009 adalah NOAA-19/AVHRR.

Kata Kunci : NOAA-19/AVHRR, Aqua MODIS, Hotspot, Kebakaran Hutan. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap hutan yang paling sering terjadi terutama pada musim kemarau. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.12/Menhut-II/2009 tentang

Pengendalian Kebakaran Hutan, pengertian kebakaran hutan adalah suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan atau hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan.

(2)

2 Indonesia merupakan salah satu negara

dengan tingkat laju deforestasi tahunan tercepat di dunia termasuk hutan di bagian timur Propinsi Jawa Timur, wilayah Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya. Kebakaran pada kawasan tersebut biasanya terjadi terutama pada bulan musim kemarau yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia.

Salah satu penerapan penginderaan jauh di bidang Kehutanan yaitu penggunaan data satelit lingkungan seperti NOAA/AVHRR dan Aqua MODIS yang memanfaatkan band termal yang dimiliki oleh kedua satelit tersebut. Band termal yang dimiliki satelit NOAA/AVHRR adalah band 3 dengan panjang gelombang 3,55 – 3,93 µm. Sedangkan pada MODIS memanfaatkan data suhu kenampakan band 21 atau 22 dengan panjang gelombang 3,929 – 3,989 µm dan band 31 dengan panjang gelombang 10,780-11,280 µm.

Masing-masing dari dua citra satelit ini memiliki kekurangan dan kelebihan dalam mendeteksi titik panas (hotspot). Untuk itu pada tugas akhir ini dilakukan analisa perbandingan terhadap dua satelit di atas.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang dimunculkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana cara menentukan satelit yang lebih efektif dalam mendeteksi Hotspot di Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya pada waktu temporal tertentu berdasarkan Data Kebakaran Hutan di lapangan dengan waktu yang sama dengan citra satelit yang digunakan ?

b. Bagaimana cara mengetahui citra satelit yang lebih baik dalam mendeteksi Hotspot berdasarkan algoritma yang digunakan pada daerah yang sempit ?

c. Bagaimana cara menentukan faktor yang berkaitan dengan timbulnya Hotspot di suatu kawasan ?

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian Tugas Akhir ini mengambil daerah studi di Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya. Secara geografis terletak pada koordinat 07° 43’ LS sampai 08° 46’ LS dan 113° 53’ BT sampai 114° 38’ BT dengan luas 578.250 Ha atau 5.782,5 km2(www.banyuwangikab.go.id).

Data dan Peralatan Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian Tugas Akhir ini antara lain :

a. Data Citra Satelit NOAA-19/AVHRR tanggal 31 Oktober 2009 pukul 12.52 (2009-03-31_12.52_N19) Level 1B (L1B). b. Data Citra Satelit Aqua MODIS tanggal 31

Oktober 2009 pukul 13.30 (MYD021KM.A2009304.0535) Level 1B (L1B).

c. Peta Administrasi Indonesia skala 1:1.000.000 dan Peta RBI Kabupaten Banyuwangi skala 1:25.000.

d. Data Kebakaran Hutan di Kawasan TN Baluran, TN Alas Purwo.

e. Data Cuaca (Meteorologi) Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya.

Ga mbar 1. Lokasi penelitian

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Personal Computer (PC) / Notebook, Microsoft Office Excel, ER Mapper 7.0, ENVI 4.6.1, HRPTReader, ArcGIS 9.3.

Tahapan Penelitian

Diagram Alir proses Pengolahan Data pada penelitian ini ditunjukkan oleh Gambar 2. Berikut adalah penjelasan diagram alir tahapan pengolahan data :

a. Georeference Citra

Proses Georeference Citra dilakukan dengan menggunakan Software ENVI 4.6.1. Proses Georeference Citra pada kedua citra satelit menggunakan metode yang sama.

Untuk citra Aqua MODIS dilakukan

Spectral Subsetting yang hanya menggunakan paket data Reflectance dan Emissive. Pada data

(3)

3 band 2, dan band 3 untuk proses Cloud

Masking. Pada data Emissive band yang dipilih adalah band 20, band 21, band 22, band 30, band 31, dan band 32 untuk proses perhitungan Hotspot. Selain itu dilakukan Koreksi Duplikasi Baris (Bow-tie Correction).

Ga mbar 2. Diagra m Alir Tahapan Pengolahan Data b. Cloud Masking

Algoritma yang digunakan adalah sebagai berikut :

CM = (B3 GE 0,2)*0+(B3 LT 0,2)*1....(1)

CM merupakan Cloud Masking, B3 adalah band 3, GE adalah Greater Equal dan LT adalah Less Than.

c. Koreksi Geometrik

Koreksi Geometrik yang dilakukan pada kedua citra satelit prosesnya sama. Tahap – tahap yang dilakukan adalah registrasi dan rektifikasi citra menggunakan

Ground Control Point (GCP) dengan Metode Polynomial Linear yang membutuhkan paling sedikit 3 (tiga) GCP. Sedangkan peta acuan yang digunakan adalah Peta Administrasi Indonesia skala 1 : 1.000.000.

Proses Georeference Citra dan Koreksi Geometrik keduanya harus sama –

sama dilakukan karena Georeference Citra hanya sebagai koreksi sistematis saja sehingga masih harus dilakukan proses Koreksi Geometrik. Rektifikasi dilakukan untuk memperbaiki kondisi piksel citra akibat dilakukan registrasi (piksel citra tertarik karena memposisikan citra sesuai acuan yang digunakan berdasarkan GCP).

Setelah proses Koreksi Geometik memenuhi syarat nilai RMS Error 1 pixel, kemudian dilakukan Verifikasi Koreksi Geometrik dengan cara menampalkan (overlay) citra dengan peta acuan yaitu Peta Administrasi Indonesia skala 1 : 1.000.000. d. Perhitungan Nilai Hotspot

NOAA-19/AVHRR 2009-10-31_12.52_N19

Langkah – langkah Perhitungan Nilai Hotspot adalah sebagai berikut :

-

Temperatur blackbody efektif

T**bbi = A + (B * ch)...(2)

T**bbi menunjukkan temperatur blackbody efektif , sedangkan ch adalah

apparet blackbody temperature band 3B, dan i adalah indeks band 3B, 4, 5

-

Perhitungan Gain (G)

Gi = (Nbbi - Ns)/(Cbb - Cs) ...(3)

Nbbi = c1 Vc 3

/ [exp (c2 Vc / T**bb)....(4)

-

Perhitungan Intercept (I)

I = Ns - Gi Cs...(5)

-

Perhitungan Nilai Radians Band

Ni = Gi Xi + Ii …………...(6)

Tabel 1. Koefisien Band Te rma l NOAA-19 AVHRR untuk konversi Te mpe ratur ke Rad ian,

(Parwati, 2009)

Band νc A B

3B 2670 167,396 0,997364

4 928,9 0,53959 0,998534

5 831,9 0,36064 0,998913

Tabel 2. Radian d i angkasa luar dan Koe fisien untuk Radian Ko reksi Kuadratik Nonlin ier

NOAA-19/A VHRR, (Pa rwat i, 2009)

Gi adalah nila i Gain, Nbbi adalah nilai Radiansi blackbody, Ns dapat dilihat pada Tabel 2., Cbb adalah callibration patch channel values, Csi adalah look -at space values pada data telemetry, nilai c1

Band NS b0 b1 b2

4 -5,49 5,7 -0,11187 0,00054668

(4)

4 dan c2 adalah 1,1910427 x 10

-5

mW/(m2 -sr-cm-4) dan 1,4387752 cm-K, Vci adalah central wavenumber, Ni adalah nilai radiansi masing-masing band, Gi dan merupakan koefisien Gain dan Intercept, Xi adalah nilai keabuan piksel.

-

Perhitungan Nilai Temperatur Kecerahan Citra (Tbb)

Tbb = C2 Vc/ln(1+((C1*Vc 3

)/Ni)),,,,(7)

Tbb adalah nilai Temperatur Kecerahan Citra

-

Perhitungan Nilai Suhu Kecerahan Objek (Tb)

Tb = (Tbb – A)/B...(8) Nilai A dan B dapat dilihat pada Tabel 1.

-

Perhitungan Nilai Hotspot berdasarkan Nilai Ambang Batas (Threshold)

Nilai Ambang Batas (Threshold) Temperatur yang digunakan adalah 300°K.

Tb3 ≥ t dengan (t ≥ 300 )˚Kelvin ....(9)

Tb3 – Tb4 ≥ 20˚ Kelvin...(10) Tb3 dan Tb4 merupakan Temperatur Kecerahan band 3 dan band 4. Threshold

Temperatur yang digunakan adalah 300°K. Hal ini didukung dengan adanya data suhu yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Banyuwangi. Pada bulan Oktober 2009, suhu rata – rata adalah 26,8°C atau sekitar 299,8°K. Selain itu penerapan Threshold sebesar 300°K masih dapat ditangkap oleh sensor AVHRR.

e. Perhitungan Nilai Hotspot Aqua MODIS MYD021KM.A2009304.0535

Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :

-

Perhitungan Nilai Suhu Kecerahan Objek (Tb)

Tb = c2/(Vi * ln (c1/(Vi 5

* R) + 1)...(11)

Tb merupakan brightness temperature (˚K), C1 dan C2 adalah 1,1910659 x 10

-5

m–1 Wsr–1 cm4dan 1,438833 cmK, Vi adalah panjang gelombang pusat (central wavelength), i adalah band 21 atau 22, dan band 31, R adalah Radiansi.

Band 21: 3,9720 µm / 3,9720x10-4cm Band 31: 11,0263 µm / 11,026x10-4 cm

-

Perhitungan Nilai Hotspot berdasarkan Nilai Ambang Batas (Threshold)

Ketentuannya sebagai berikut :

T 21 >300˚K dan ΔT(T 21 -T 31) >20˚K...(12) ΔT adalah selisih antara T 21 dan T 31 T21 dan T31 adalah nilai brightness temperature central wavelength band 21 atau 22, dan band 31.

Threshold dan aturan yang diterapkan pada Aqua MODIS sama seperti pada NOAA-19/AVHRR.

f. Perbandingan Data Sebaran Hotspot

Data sebaran Hotspot dari pengolahan Citra NOAA-19/AVHRR 2009-10-31_12.52_N19 dibandingkan dengan data sebaran Hotspot dari pengolahan Citra Aqua MODIS MYD021KM.A2009304.0535. Cara membandingkan secara sekilas dengan melihat sebaran Hotspot kedua citra menggunakan ER Mapper 7.0. Selain itu, juga dilakukan perbandingan jumlah dan posisi Hotspot dengan Data Tabular Koordinat Hotspot masing – masing citra. Pada tahap ini dilakukan juga proses Validasi Data dengan cara Uji Statistik

Distribusi Normal pada Data Temperatur Hotspot masing – masing citra. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada Lampiran D yaitu Data Tabular Koordinat Hotspot dan Hasil Uji Distribusi Normal.

HASIL DAN ANALISA Hasil

Hasil dari proses pengolahan dan perhitungan adalah sebagai berikut :

a. Koreksi Geometrik

Hasil Koreksi Geometrik dengan syarat nilai RMS Error 1 pixel, Citra NOAA-19/AVHRR 2009-10-31_12.52_N19 diperoleh 40 GCP dengan rata – rata RMS Error 0,288. Sedangkan untuk Citra Aqua MODIS MYD021KM.A2009304.0535 diperoleh 40 GCP dengan rata – rata RMS Error 0,287. Berdasarkan hasil GCP, dapat dilihat bahwa posisi titik perkiraan (predicted point) tidak bergeser jauh dengan posisi titik acuan (actual point), Hal ini dipengaruhi oleh syarat nilai RMS Error yang diterapkan.

(5)

5 Hasil Cloud Masking Citra Aqua

MODIS MYD021KM.A2009304.0535 dapat dilihat pada Gambar 3. :

Ga mbar 3. Hasil Cloud Mask ingCitra Sate lit Aqua MODIS M YD021KM .A2009304.0535 c. Nilai Hotspot

Untuk Data Citra NOAA-19/AVHRR, didapatkan nilai Gain dan Intercept, yaitu :

-

Gain Band 3 = - 0,00268727 Band 4 = - 0,190481455 Band 5 = - 0,214580794

-

Intercept Band 3 = 2,6630841 Band 4 = 183,848566 Band 5 = 208,632605

Hasil dari perhitungan Hotspot ditunjukkan oleh Gambar 4.

Ga mbar 4. Sebaran Hotspot dan Efek Sunglint Citra NOAA-19 /A VHRR

2009-03-31_ 12.52_N19

Hasil dari perhitungan Hotspot Citra Aqua MODIS ditunjukkan oleh Gambar 5.

Ga mbar 5. Sebaran Hotspot Data Citra Aqua MODIS M YD021KM.A 2009304.0535

Selanjutnya dilakukan konversi ke dalam format *.txt dan disusun menjadi Data Tabular Koordinat Hotspot untuk Kabupaten Banyuwangi dan Sekitarnya. Selain koordinat, Data Tabular ini juga mengandung informasi nilai temperatur masing –masing Hotspot terhadap nilai Threshold Hotspot yaitu 300 °K atau 27 °C. d. Perbandingan Data Sebaran Hotspot

Dilakukan perbandingan jumlah dan posisi Hotspot dengan Data Tabular Koordinat Hotspot masing – masing citra. Pada tahap ini dilakukan juga proses Validasi Data dengan cara Uji Statistik

Distribusi Normal pada Data Temperatur Hotspot masing – masing citra.

Data Kebakaran Hutan

Berdasarkan data dan informasi kebakaran hutan dari Balai TN Baluran dan TN Alas Purwo, didapatkan data kebakaran hutan tanggal 31 Oktober 2009 pada Tabel 3.

Tabel 3. Data Koordinat dan Lokasi Kebakaran Hutan di lapangan

Koordinat Lokasi Luas

(Ha) Penyebab Lintang Bujur 8°37’23,16” LS / 8,6231 114°35’30” BT // 114,591667 Blok Tritis Resort Kucur Taman Nasional Alas Purwo 2 Serasah daun jati yang kering dibakar, Api menjalar karena adanya angin. 7°52’0,72” LS/ 7,866867 114°24’55,3 ” BT / 114,415361 HM 71 Resort Perengan Taman Nasional Baluran 8,5 Penyebab dicurigai akibat ulah manusia, Api menjalar luas karena pengaruh angin. Data Meteorologi / Data Cuaca

Berdasarkan data yang diperoleh dari Instansi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Stasiun Meteorologi Banyuwangi, didapatkan Data “Informasi Unsur Iklim Bulanan” pada tahun 2009 seperti ditunjukkan pada Tabel 4.

Analisa

Dari hasil di atas, dapat dilakukan analisa sebagai berikut :

a. Berdasarkan perbandingan hasil pengolahan citra untuk waktu perekaman (waktu

(6)

6 temporal) tanggal 31 Oktober 2009 yang

lebih baik adalah citra satelit NOAA-19/AVHRR. Hal ini dapat dilihat dari jumlah titik yang diterima oleh Uji

Distribusi Normal, pada NOAA-19/AVHRR memiliki Nilai Suhu Minimum yang lebih mendekati 300 °K = 27 °C. Koordinat Hotspot yang memiliki Nilai RMS Error terkecil dari titik yang diterima Uji

Distribusi Normal, mendekati Koordinat Kebakaran Hutan di Lapangan.

Tabel 4. In formasi Unsur Iklim Bu lanan Pos Pengamatan Stasiun Meteorologi Banyuwangi

b. Berdasarkan perbandingan karakteristik, NOAA-19/AVHRR memiliki karakteristik yang lebih baik untuk tujuan deteksi Hotspot karena setiap bandnya memiliki hubungan dengan atribut pada algoritma untuk menghitung Hotspot (kebakaran hutan). c. Kebakaran Hutan di lapangan yaitu pada

posisi 7°52’0,72” LS (7,866867 LS ) dan 114°24’55,3” BT (114,415361 BT) yang berada di lokasi sekitar HM 71 (Hektometer 71) Resort Perengan Taman Nasional Baluran seluas 8,5 Ha (8,5 hm2) atau 0,085 km2 dapat dideteksi oleh sensor satelit NOAA-19/AVHRR dan Aqua MODIS sebagai Hotspot sedangkan kebakaran Hutan pada posisi 8°37’23,16” LS (8,6231 LS) dan 114°35’30” BT (114,591667 BT) yang berada di Blok Tritis Resort Kucur Taman Nasional Alas Purwo seluas 2 Ha (2 hm2) atau 0,02 km2 tidak dapat dideteksi oleh

kedua citra satelit. Hal ini terkait dengan luas area yang terbakar dan threshold yang digunakan.

d. Dari hasil pengolahan Citra Satelit NOAA-19/AVHRR dan Aqua MODIS, diketahui bahwa terdapat sebaran Hotspot di kawasan TN Baluran tetapi hanya terdapat satu kejadian kebakaran hutan pada tanggal 31 Oktober 2009. Hal ini terjadi karena di kawasan TN Baluran terbentang padang savanna alamiah dengan luas mencapai 10.000 Ha dari total area TN Baluran seluas 25.000 Ha. Hal ini juga berlaku pada sebaran Hotspot yang terjadi di sekitar kawasan Resort Sembulungan TN Alas Purwo.

e. Threshold yang digunakan adalah 300°K yang didukung dengan adanya data suhu dari BMKG, Stasiun Meteorologi Banyuwangi. Pada bulan Oktober 2009, suhu rata – rata adalah 26,8°C atau sekitar 299,8°K. Menurut Qin (1999), berdasarkan Hukum Pergeseran Wien’s, hubungan antara

spectrral radiance dan panjang gelombang untuk Bumi dengan temperatur sekitarnya 300°K, puncak spectral radiance terjadi pada panjang gelombang 9,6 µm. Secara teoritis, hubungan energi termal dengan temperatur fisik bumi dapat diamati menggunakan panjang gelombang 10 µm yang didefinisikan sebagai band termal pada sistem penginderaan jauh. Oleh sebab itu penerapan Threshold sebesar 300°K masih dapat ditangkap oleh sensor AVHRR.

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Berdasarkan hasil perbandingan antara Citra Satelit NOAA-19/AVHRR dan Aqua MODIS untuk waktu perekaman (waktu temporal) tanggal 31 Oktober 2009, citra yang dapat mendeteksi Hotspot dengan lebih baik adalah Citra Satelit NOAA-19/AVHRR.

b. Nilai Ambang Batas (Threshold) Temperatur 300°K atau 27°C pada pengolahan citra NOAA-19/AVHRR dan Aqua MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi sebaran Hotspot untuk wilayah kajian yang sempit / tidak terlalu luas. Hal ini didukung dengan adanya Data “Informasi Unsur Iklim Bulanan” yang

Pos Pengamatan : Stasiun M eteorologi

Banyuwangi Elevasi : 50 m dpl Tahun : 2009

Bulan Suhu

rata-rata (°C) Rata-rata penyinaran matahari (%)* Rata-rata Kec, Angin (km/jam) Januari 26,8 61 4,32 Februari 26,6 60 3,24 M aret 27,1 74 4,14 April 27,6 97 3,42 M ei 26,9 83 2,88 Juni 26,2 99 3,06 Juli 26,3 88 4,14 Agustus 25,7 92 4,14 September 26,1 80 5,04 Oktober 26,8 85 4,68 Nopember 28,1 91 3,96 Desember 28,6 85 3,60

(7)

7 menunjukkan bahwa Suhu Rata – rata

pada Bulan Oktober 2009 adalah 26,8° C atau sekitar 299.8° K. Selain itu penerapan

Threshold sebesar 300°K masih dapat ditangkap oleh band termal pada sensor AVHRR dan MODIS.

c. Faktor yang berpengaruh meluasnya api sehingga memperluas area kebakaran hutan yang dideteksi sebagai Hotspot adalah faktor kecepatan angin. Selain itu, suhu harian dan penyinaran matahari juga berpengaruh besar dalam penentuan deteksi Hotspot. Jenis tanah padang savana merupakan dataran yang mudah menjadi panas, sehingga ketika penyinaran matahari tinggi, maka dataran ini suhunya akan lebih mudah naik dibandingkan sekitarnya. Oleh sebab itu emisi panas yang dipancarkan dapat ditangkap oleh sensor band termal dari satelit NOAA-19/AVHRR dan Aqua MODIS.

d. Penggunaan citra satelit dengan resolusi kasar seperti NOAA/AVHRR dan Aqua MODIS pada wilayah kajian yang sempit belum dapat mendeteksi Hotspot dengan baik karena terdapat kejadian kebakaran hutan yang tidak dapat ditangkap oleh sensor satelit.

DAFTAR PUSTAKA

Giglio, L,. et al. 2003. An enhanced contextual fire detection algorithm for MODIS. Remote Sensing of Environment. 87, pp, 273-282.

Parwati. 2009. Pengolahan Lanjut Data NOAA-temperature Brightness (TB). LAPAN-PSDAL.

Qin, Zhihao and A. Karnieli. 1999. Progress in the Remote Sensing of Land Surface Temperature and Ground Emissivity Using NOAA-AVHRR Data. The Remote Sensing Laboratory J. Blaustein Institute for Desert Research. Ben-Gurion University of The Negev, Sede Boker Campus 84990. Israel. Thoha, Achmad Siddik. 2008. Penggunaan

Data Hotspot Untuk Monitoring Kebakaran Hutan Dan Lahan Di Indonesia. Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Tjahjaningsih, dkk. 2005. Analisis Sensivitas Kanal – Kanal MODIS Untuk Deteksi Titik Api Dan Asap Kebakaran. Pertemuan

Ilmiah Tahunan MAPIN XIV. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Walpole, Ronald E. 1995. Pengantar Statistika.

Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Wolf, Paul R. and Charles D. Ghilani. 1996.

Adjustment Computations, Statisyics And Least Squares In Surveying And GIS. A Wiley – Interscience Publication. John Wiley & Sons, Inc.

LAMPIRAN

a. Peta Sebaran Hotspot Kab. Banyuwangi dan Sekitarnya Citra NOAA-19/AVHRR

b. Peta Sebaran Hotspot Kab, Banyuwangi dan Sekitarnya Citra Aqua MODIS

c. Perbandingan Hasil Pengolahan citra satelit NOAA-19/AVHRR dan Aqua MODIS

NO AA-19 /AVHRR

Aqua MODIS

Threshold 300 °K = 27 °C 300 °K = 27 °C

Σ Hotspot 305 titik 232 titik

Σ titik yang diterima 137 titik 78 titik Nilai Suhu Maksimum 35,8 °C = 308,8 °K 31,7 °C = 304,7 °K Nilai Suhu Minimum 26,9 °C = 299,9 °K 26,4 °C = 299,4 °K RMSE min. Titik yang diterima 0,0144 pada koordinat 114.4195N dan -7.8807E 0,0112 pada koordinat 114.4131N dan -7.8778E

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pada penelitian ini, Chlorella sp (inaCC M39) dikultur pada media limbah ternak ayam Broiler dengan konsentrasi 20 gram/L.. Limbah yang digunakan merupakan kotoran ayam broiler

Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (2010) tentang Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Strategi Think Talk

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang harapan sikap positif terhadap kedaulatan rakyat dalam sistem pemerintahan Indonesia pada buku teks Pendidikan

Pasien dan dokter sudah sepakat untuk melakukan dialysis di RSU Bali Royal maka pasien akan mengirimkan data traveling dan data medis melalui email, setelah itu pasien akan di

Menurut Moeller (2005), proses pelaporan audit internal dimulai dengan mengidentifikasi temuan-temuan, menyiapkan draf laporan untuk mendiskusikan temuan- temuan dan

Penentuan $iagn%sis se3ara 3epat $ari str%"e in+ar" sangat penting "arena perjalanan  penya"itnya yang biasanya 3epat saat beberapa jam pertama.. estr%gen

Sedangkan secara umum peningkatan kemampuan analisis siswa dalam model pembelajaran kooperatif tipe TTW menggunakan RTE terlihat dari nilai rata-rata gain yang