• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Luapan emosi dalam bentuk verbal maupun perilaku seperti merusak barang, memukul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Luapan emosi dalam bentuk verbal maupun perilaku seperti merusak barang, memukul"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan emosi anak seringkali menjadi perhatian dari sebagian besar orang tua. Luapan emosi dalam bentuk verbal maupun perilaku seperti merusak barang, memukul teman, menangis, berteriak merupakan salah satu manifestasi dari dorongan atas stimulasi negatif atau dapat bersumber dari banyaknya tekanan lingkungan yang sifatnya tidak menyenangkan bagi anak. Semua emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak atas stimulasi yang dihadapi oleh setiap individu tak terkecuali anak-anak (Goleman, 1995). Reaksi emosi karena keadaan yang tidak menyenangkan dapat pula berbentuk keluhan-keluhan somatis seperti sakit kepala, sesak nafas, dan keluhan saluran pencernaan (Gunarsa, 1991). Tekanan atau beban mental juga dapat mempengaruhi reaksi emosi dan tindakan anak-anak dalam kehidupannya sehari-hari.

Salah satu bentuk perilaku anak yang mengidikasikan ketidakmampuan pengendalian emosi pada tataran ekstrim adalah tindak kejahatan yang beberapa tahun belakangan ini banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan data di Komisi Nasional Perlindungan Anak (Tempo, 2010) pada tahun 2009 lalu tercatat 1.258 kasus tindak kriminal yang dilakukan anak-anak. Ketua Komnas Anak, Seto Mulyadi (Tempo, 2010) juga menyatakan bahwa kasus kriminal anak ditahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 25 % dari tahun sebelumnya. Beberapa kasus kriminalitas anak yang mencuat ke media cukup mengundang rasa prihatin masyarakat, seperti kasus seorang anak usia 7 tahun membunuh temannya karena meminjam uang seribu rupiah (Kompas, 2013). Anak SD di Cinere, Depok, umur 12 tahun melakukan pembunuhan berencana kepada teman

(2)

sebayanya, akibat disangka mencuri handphone (Kompas, 2012). Salah satu kasus pembunuhan diantara sesama anak tingkat Sekolah Dasar di Jakarta bernama Renggo Khadafi yang berusia 11 tahun, siswa kelas 5 SD yang telah meninggal dunia, akibat dipukuli oleh kakak kelasnya (Kompas, 2014). Kasus lainnya, pemuda berumur 19 tahun membunuh ayahnya dan ibunya dalam keadaan kritis dan terluka parah, pelaku merasa dirinya adalah lonely swordsman tokoh online game yang sering dimainkannya (Kompas, 2013). Beberapa tahun belakangan ini telah tercatat rentetan kasus yang mencerminkan ketidak-seimbangan emosi, ketidak-puasan dan rapuhnya moral dalam keluarga dan masyarakat. Berdasarkan seluruh kejadian diatas, peneliti berasumsi bahwa tindakan kriminal oleh anak-anak mengindikasikan rendahnya kemampuan kecerdasan emosional, atau dengan kata lain, kecerdasan emosional yang tidak terlatih dengan baik sejak usia dini akan dapat menyebabkan munculnya kesenjangan perilaku yang berujung pada tindakan kriminal.

Anak tiada lain adalah generasi penerus bangsa. Kesuksesan hidup seorang anak tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient) semata, namun tentunya kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) dan kecerdasan sosial (Social

Intelligence). Goleman (1995) menyatakan bahwa 80% penyebab kesuksesan anak

disumbangkan oleh kecerdasan emosional dan kecerdasan sosial. Anak-anak yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi cenderung lebih percaya diri, merasa lebih bahagia, populer dan sukses di sekolah. Anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi lebih mampu menguasai emosinya sehingga dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain, memiliki kemampuan mengelola stres dan memiliki kesehatan mental yang baik. Anak-anak dengan kecerdasan emosional tinggi dipandang sebagai anak yang tekun dan disukai oleh teman-temannya di sekolah (Goleman, 1995). Kecerdasan emosional ini tentunya sangat bermanfaat bagi masa depan anak dalam membangun potensi diri yang

(3)

positif, memiliki kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, berprestasi di sekolah, maupun dalam menjalin relasi di lingkungan sosialnya. Lalu, mengapa ada anak yang memiliki kecerdasan emosional tinggi dan ada anak yang memiliki kecerdasan emosional rendah?

Kecerdasan emosional anak sudah dapat dilatih sejak usia dini, salah satu caranya yaitu melalui bermain. Bermain merupakan sebuah kebutuhan mutlak dan tidak dapat terpisahkan dari kehidupan anak. Fenomena bermain anak jaman sekarang sudah sangat jauh bergeser. Anak lebih sering bermain permainan modern yang identik dengan teknologi seperti videogames, dan gadget. Banyak permainan tradisional kini mulai usang dan kian ditinggalkan karena sudah tidak menarik lagi, meski demikian tidak semua orang tua mengabaikan pentingnya momen bermain permainan tradisional untuk anak-anak.

Aktivitas bermain permainan tradisional yang hingga saat ini masih bertahan adalah mendongeng sambil bermain yang diciptakan oleh Made Taro di sanggar Kukuruyuk. Sanggar Kukuruyuk bertempat di SD Negeri 8 Dauh Puri Denpasar. Kegiatan ini merupakan kegiatan ekstrakulikuler yang dimiliki oleh pihak sekolah dan diselenggarakan setiap hari Senin pada pukul 17.00 wita hingga 18.30 wita. Mendongeng sambil bermain merupakan sebuah istilah yang menggambarkan aktivitas memainkan permainan tradisional oleh anak-anak, yang memiliki alur serta proses bermain dengan mengilustrasikan kisah dan tokoh didalam dongeng. Kegiatan mendongeng sambil bermain terdiri dari tiga unsur utama yakni bermain, mendongeng dan menyanyi. Kolaborasi antara aktivitas mendongeng dan bermain dilatarbelakangi oleh tiga alasan. Pertama, aktivitas bermain dan mendongeng merupakan aktivitas yang memiliki hubungan erat dengan dunia anak, selain itu kegiatan ini digunakan sebagai media pemenuhan hak anak atas bermain yakni sesuai dengan pasal 61 UU No.39 Tahun 1999, yang berbunyi setiap anak berhak untuk beristirahat, bergaul dengan teman sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan

(4)

dirinya. Kedua, melalui aktivitas mendongeng sambil bermain, terdapat banyak aspek dalam diri anak yang dalam proses bermain ini dilatih secara berkesinambungan, khususnya aspek kognitif, motorik dan afeksi. Ketiga, intensitas terhadap tingkat penghayatan karakter menjadi lebih tinggi melalui pengambilan peran yang dimainkan dalam bermain. Ketiga unsur tersebut menurut Taro (2014), dipadukan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan yang diramu agar menarik dan tidak menjemukan.

Aktivitas mendongeng sambil bermain memberikan kesempatan bagi anak untuk melatih kecerdasan emosi dan aspek lainnya dalam diri. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa pemberian dongeng pada anak dapat memberikan manfaat positif yang signifikan, salah satunya adalah penelitian Ahyani (2010) mengungkapkan bahwa kelompok anak usia pra-sekolah yang diberikan perlakuan pembacaan dongeng memiliki tingkat kecerdasan moral (Moral Intelligence) yang lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak pernah dibacakan dongeng. Selain itu, aktivitas bermain sosial dalam penelitian Nurkhayati (2012) terbukti dapat meningkatkan kecerdasan emosional pada anak usia sekolah kelas VII di Karangampel Kabupaten Indramayu.

Aktivitas bermain merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan mental anak karena melalui panca indra dan sensorimotornya, anak-anak mendapat kesempatan untuk mengembangkan berbagai macam ketrampilan dan kemandirian. Bermain selama masa kanak-kanak sangat diperlukan untuk mengoptimalkan aspek-aspek kognitif, motorik, emosi, bahasa dan sosial, serta sebagai media pendidikan moral. Survey yang dilakukan Kompas (21/02/2014 : 35) menunjukkan bahwa 64,5 % anak-anak menyukai permainan modern, sedangkan hanya 33,3 % menyukai permainan tradisional. Dari survey ini dapat dilihat bahwa memang permainan modern memiliki peminat yang lebih tinggi daripada permainan tradisional. Namun apakah permainan modern berdampak baik bagi kesehatan mental anak-anak?

(5)

Berbagai permainan teknologi digital seperti playstation, video games, dan game online yang dihasilkan oleh budaya industri modern saat ini tanpa sadar telah menggiring anak-anak menjadi sosok individualis dan agresif. Granic dkk (2013) menyatakan bahwa meskipun anak-anak yang bermain video games tidak terisolasi secara sosial, namun “gaming” membawa efek psikologis yang negatif seperti meningkatkan kekerasan, ketergantungan dan dapat menyebabkan depresi pada anak. Faktanya, pada zaman modern ini memang sudah sangat jarang anak-anak yang tertarik bermain permainan tradisional, lingkungan bermain juga tampaknya sudah tidak aman lagi bagi anak-anak, terutama kepadatan, pencemaran lingkungan dan lemahnya tingkat pengawasan dari orang tua. Namun berbeda halnya apabila permainan ini menjadi sebuah kurikulum sekolah atau dimuat dalam muatan lokal sekolah, seperti yang terjadi di SD Negeri 8 Dauh Puri Denpasar.

Dirgantara (2012) menyatakan bahwa melalui keterlibatan anak dalam bermain dapat menjadi solusi efektif dalam mengatasi permasalahan emosional. Oleh karena itu, melalui aktivitas bermain diharapkan dapat meningkatkan kualitas kepribadian dan kecerdasan emosional anak agar terhindarkan dari perilaku kejahatan atau kriminal yang lebih parah. Hal ini didukung oleh pernyataan Goleman (1996) bahwa kecerdasan emosional lebih banyak diperoleh melalui proses belajar dan terus berkembang sepanjang hidup sambil belajar dari pengalaman sendiri. Kecakapan anak-anak terhadap kecerdasan emosi dapat terus tumbuh. Semakin banyak dilatih, maka keterampilan menangani emosi dan impuls diri, dalam memotivasi diri, mengasah empati dan kecakapan sosial semakin berkembang, khususnya melalui aktivitas mendongeng sambil bermain ini.

Dengan demikian, perlu dilakukan sebuah penelitian untuk dapat membuktikan secara empirik apakah aktivitas mendongeng sambil bermain secara signifikan dapat mempengaruhi kecerdasan emosional pada anak-anak di SD Negeri 8 Dauh Puri Denpasar.

(6)

B. Rumusan Masalah

Apakah mendongeng sambil bermain secara signifikan mempengaruhi kecerdasan emosional pada anak usia 8-11 tahun di SD Negeri 8 Dauh Puri Denpasar.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh mendongeng sambil bermain terhadap kecerdasan emosional pada anak usia 8-11 tahun di SD Negeri 8 Dauh Puri Denpasar.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan teori dan ilmu pengetahuan tentang kecerdasan emosional pada anak. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan literatur yang berkaitan dengan kecerdasan emosional dan permainan untuk anak-anak, khususnya Psikologi Perkembangan, Psikologi Bermain, dan Psikologi Klinis Anak.

(7)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi anak, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan baru terhadap jenis-jenis dongeng dan permainan tradisional yang dapat dimainkan di rumah maupun di sekolah, serta memperoleh manfaat langsung dari keikutsertaan dalam aktivitas mendongeng sambil bermain.

b. Bagi orang tua, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan orang tua dalam menentukan jenis permainan yang dapat dilakukan oleh anak-anak di rumah guna menunjang kecerdasan emosionalnya. Orangtua juga dapat mengurangi penggunaan gadget serta kemudian mengajak anak-anak untuk mendengarkan dongeng dan bermain permainan tradisional di rumah.

c. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi kepada pihak pendidik sekolah Dasar Negeri 8 Dauh Puri Denpasar dan Sekolah Dasar seluruh daerah Bali guna mempertahankan dan mengembangkan pendidikan melalui pengembangan konsep kegiatan mendongeng sambil bermain sebagai pelajaran muatan lokal di sekolah atau ekstrakurikuler.

d. Bagi komunitas masyarakat, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada LSM Anak, PAUD dan TPA untuk membuat konsep mendongeng sambil bermain yang bermanfaat untuk mengembangkan kecerdasan emosional anak. e. Dinas pendidikan, seni budaya dan olahraga (Disdikpora) Kota Denpasar serta

Provinsi Bali, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dan masukan dalam membantu dunia pendidikan melalui penyusunan kurikulum pendidikan, menyelenggarakan perlombaan mendongeng sambil bermain permainan tradisional di tingkat lokal, nasional maupun internasional, serta menggelar pementasan seni permainan tradisional guna melestarikan dan meningkatkan minat bermain permainan tradisional Bali dikalangan anak-anak.

(8)

f. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai potensi kegiatan mendongeng sambil bermain untuk mengembangkan kecerdasan emosional pada anak.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian asli bukan merupakan penelitian tiruan. Teori, pernyataan pendapat dan hal-hal lain yang terdapat dalam penulisan penelitian ini telah ditulis sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah disebutkan dalam daftar pustaka. Namun terdapat beberapa kesamaan dengan penelitian sebelumnya. Penelitian pertama yaitu Pengaruh Permainan Tradisional pada Kecerdasan Emosi Anak (Pratisti & Hertinjung, 2011) dari Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Jenis permainan yang diberikan adalah gobag sodor, jeg-jegan, lintang alihan. Metoda yang digunakan dalam penelitian adalah eksperimen one group pretest-postest design. Analisis data dengan statistic non-parametrik Mann-Whitney U-Test. Subjek penelitian ini anak usia 7-11 tahun yang tinggal di Kecamatan Kartasura. Hasilnya adalah permainan tradisional tidak mempengaruhi kecerdasan emosi anak.

Penelitian yang kedua, dilakukan oleh Handayani, Dantes, & Lasmawan (2013) tentang Penerapan Permainan Tradisional Meong-Meongan Untuk Perkembangan Sikap Sosial Anak Kelompok B Taman Kanak-Kanak Astiti Dharma Penatih Denpasar, yang hasilnya terjadi peningkatan sikap sosial setelah penerapan permainan tradisional meong-meongan pada anak Kelompok B Taman Kanak-Kanak Astiti Dharma Penatih Denpasar. Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian tindakan. Lokasi penelitian ini adalah di Taman Kanak-kanak Astiti Dharma Penatih Denpasar, dengan subjek penelitian adalah 20

(9)

orang anak, yang terdiri dari 10 anak laki-laki dan 10 anak perempuan. Metode yang digunakan untuk mengukur sikap sosial anak dalam penelitian ini adalah metode observasi dengan menggunakan lima alternatif pilihan jawaban pada akhir siklus dalam melaksanakan tindakan. Pengolahan data dilakukan dengan teknik deskripsi analitis. Hasilnya permainan tradisional meong-meongan terbukti mempengaruhi perkembangan sikap sosial anak kelompok B TK Astiti Dharma Penatih Denpasar.

Penelitian ketiga, oleh Chandra Pertiwi tahun 2014, berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Agama Hindu Dalam Permainan Tradisional Anak-Anak di Sanggar Kukuruyuk Denpasar. Metoda dalam penelitian ini adalah metoda kualitatif yang dilakukan melalui teknik observasi dan wawancara mendalam untuk memperoleh nilai-nilai agama Hindu yang terdapat dalam permainan tradisional. Hasil dari penelitian ini adalah nilai tanggung jawab, cinta kasih, keberanian, bhakti, kebersamaan, etika, etos kerja, pengendalian diri.

Dari ketiga penelitian diatas, dapat dilihat bahwa pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti, merupakan metoda penelitian kuantitatif jenis pre-eksperimen yaitu Static-Group Comparison. Tujuandari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aktifitas mendongeng sambil bermain terhadap kecerdasan emosional anak usia 8-11 tahun. Populasi dari penelitian ini adalah anak usia 8-11 tahun di SD Negeri 8 Dauh Puri, Denpasar. Penelitian ini menjadi menarik dan unik karena terdapat perbedaan dengan penelitian-penelitian yang dipaparkan sebelumnya. Selain itu penelitian ini menjadi menarik karena mengangkat kembali nilai-nilai tradisi dan budaya yang telah ditinggalkan oleh masyarakat, serta memiliki perpaduan konsep unik yakni mendongeng dan bermain yang baru pertama kali diteliti oleh mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Udayana.

Referensi

Dokumen terkait

Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memang masuk dalam kategori aliran integratif modernis yang sebenarnya dalam klasifikasinya Munawir Sjadzali merupakan terma dari modernis,

Hanya pengetahuan yang diperoleh dengan disiplin berpikir dan bekerja yang sesuai dengan standar akademik dapat digolongkan sebagai teori yang menjadi bagian suatu bidang

a) Poros harus sejajar untuk menyamakan teganagan tali. b) Puli tidak harus saling berdekatan didalam kontak dengan puli yang lebih kecil atau mungkin yang besarnya sama.

Unit ini berhubungan dengan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diharapkan untuk membuat display/stan promosi dalam berbagai jenis konteks usaha jasa dan pariwisata.. Unit

Namun, ada tantangan yang cukup besar yang dihadapi yaitu masalah dimensi dari data yang digunakan karena banyak teknik yang menggunakan representasi matriks dalam penerapannya

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin tinggi kecepatan aliran masuk, maka watercut pada underflow yang dihasilkan akan semakin rendah pada nilai split-.. ratio

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain.. Utang atas surat berharga yang dijual dengan janji

Mengingat diabetes mellitus merupakan faktor kebahayaan untuk terjadi asidosis laktat, maka timbul pertanyaan apakah ada hubungan antara DM (yang terkendali/kontrol dan tidak)