• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan merupakan hasil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan merupakan hasil"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

11 2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui. Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan teling. Sedangkan menurut Adlany (2007), pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan lingkungan dan alam sekitarnya.

Menurut Soekanto (2002) yang dikutip oleh Paramita (2010), dikatakan bahwa pengetahuan diperoleh dari informasi baik secara lisan ataupun tertulis dari pengalaman seseorang. Pengetahuan diperoleh dari fakta atau kenyataan dengan mendengar radio, melihat televisi, dan sebagainya. Serta dapat diperoleh dari pengalaman berdasarkan pemikiran kritis. Sedangkan menurut Rogers (1974) yang dikutip oleh Kandera (2004), pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri, orang lain, maupun dari sumber informasi lain.

(2)

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2002) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni :

1) Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan, dsb.

2) Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

3) Menerapkan (application)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah di pelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang nyata.

(3)

4) Analisa (analysis)

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesa (Synthesis)

Menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. 6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemempuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek atau materi. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Cara Mendapatkan Pengetahuan

Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini dilakukan sebelum ditemukan metode ilmiah, yang meliputi :

(4)

a. Cara coba salah (trial dan error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila tidak berhasil, maka akan dicoba kemungkinan yang lain lagi sampai didapatkan hasil mencapai kebenaran.

b. Cara kekuasaan atau otoritas

Di mana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan baik tradisi, otoritas pemerintahan, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

c. Berdasarkan pengalaman pribadi

Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu. Apabila dengan cara yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang sama, orang dapat pula menggunakan cara tersebut.

d. Melalui jalan pikiran

Dari sini manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan fikiran.

2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah (Notoatmodjo, 2005).

(5)

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Seseorang

Menurut Notoatmodjo (2002), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

1. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik (experience is the best teacher), pepatah tersebut bisa diartikan bahwa pemngalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu merupakan suatu cara untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat dijadikan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan persoalan yang dihadapi pada masa lalu.

2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.

(6)

4. Kultur (budaya, agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut. Apabila sesuai dengan kulturnya maka pengetahuan itu akan mudah diterima dan menjadi tinggi tingkat pengetahuannya.

5. Informasi / Media Massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

6. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial yakni berinteraksi dengan yang lainnya secarta kontinyu akan lebih terpapar informasi yang akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi, sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga.

(7)

7. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2.1.5 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas. Pengukuran tingkat pengetahuan dimaksudkan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi (Notoatmodjo, 2005).

2.2 Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan atau biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelanggarakan dan atau memamfaatkan berbagai upaya kesehatan yang di perlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat (Azwar, 1996). Dari pengertian tersebut terlihat bahwa biaya kesehatan dapat ditinjau dari dua sudut yakni:

1. Penyedia pelayanan kesehatan

Biaya kesehatan dari sudut pandang penyedia pelayanan kesehatan (health provider) yaitu besarnya dana untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana operasional. Dengan pengertian yang seperti ini tampak bahwa biaya kesehatan dari sudut pandang penyedia pelayanan adalah

(8)

persoalan utama pemerintah dan ataupun pihak swasta, yakni pihak-pihak yang akan menyelenggarakan upaya kesehatan.

2. Pemakai jasa pelayanan

Biaya kesehatan dari sudut pandang pemakai jasa pelayanan (health consumen) yaitu besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan. Berbeda dengan pengertian pertama, maka biaya kesehatan disini menjadi persoalan utama para pemakai jasa pelayanan. Dalam batasan-batasan tertentu, pemerintah juga turut mempersoalkannya, yakni dalam rangka terjaminnya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Tujuan pembiayaan kesehatan adalah tersedianya pembiayaan kesehatan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil dan termanfaatkan secara berhasil-guna dan berdaya-guna, untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembiayaan kesehatan sebagai subsistem penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, terdapat beberapa faktor penting dalam pembiayaan kesehatan yang harus diperhatikan. Pertama, besaran (kuantitas) anggaran pembangunan kesehatan yang disediakan pemerintah maupun sumbangan sektor swasta. Kedua, tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan (fungsionalisasi) dari anggaran yang ada. Di Indonesia, proporsi anggaran pembangunan kesehatan tidak pernah mencapai angka dua digit dibandingkan dengan total APBN/APBD. Padahal, Badan Kesehatan Dunia (WHO) jauh-jauh hari telah menstandarkan anggaran pembangunan kesehatan suatu Negara pada kisaran minimal 5% dari Gross Domestic Product (GDP) atau Pendapatan

(9)

Domestik Bruto (PDB). Pada UU Nomor 36 Tahun 2009 juga telah ditetapkan besarnya anggaran untuk kesehatan adalah minimal 5% dari APBN. Kenyataannya, di Indonesia anggaran untuk kesehatan tidak pernah melebihi 3% dari APBN. Hal ini terbukti dari alokasi anggaran kesehatan tahun 2008 hanya sebesar 2,49% dari total APBN, dan pada tahun 2009 naik menjadi 2,64 % dari total APBN (Kompas, 2009). Alokasi anggaran kesehatan pada tahun 2010 turun menjadi 2,2 % dari total APBN atau sebesar Rp 20,8 triliun, dan pada tahun 2011 anggarannya naik menjadi Rp 26,2 triliun atau hampir mendekati 3 % (PAMJAKI, 2010).

Jika melihat perbandingan anggaran kesehatan negara-negara anggota ASEAN, Indonesia memang menjadi salah satu negara yang memiliki anggaran kesehatan paling kecil. Dalam World Health Report tahun 2006, persentase anggaran kesehatan Indonesia terhadap PDB adalah yang terkecil dibanding anggota ASEAN lainnya. Anggaran kesehatan Indonesia hanya 2,2 % dari PDB, lebih rendah dari Birma (2,3%), Filipina (3,3%), Singapura (3,4%), Thailand (3,5%), Laos (3,6%), Malaysia (4,3%), Kamboja (6,0%), dan Vietnam (6,6%). Akibatnya dana yang dialokasikan untuk kesehatan setiap penduduk Indonesia (anggaran kesehatan per kapita) tak lebih dari 34 dolar AS pertahun, jauh di bawah Malaysia yang anggaran kesehatan per kapitanya mencapai 255 dolar AS, apalagi Singapura (1.035 dolar AS) (Safawi, 2008).

Terbatasnya anggaran kesehatan di negeri ini, diakui banyak pihak, bukan tanpa alasan. Berbagai hal bisa dianggap sebagai pemicunya. Selain karena rendahnya kesadaran pemerintah untuk menempatkan pembangunan kesehatan sebagai sektor prioritas, juga karena kesehatan belum menjadi komoditas politik yang laku dijual di negeri yang sedang mengalami transisi demokrasi ini. Untuk skala Negara sedang

(10)

berkembang, Indonesia yang masih berkutat memerangi penyakit-penyakit infeksi tropik akibat masih buruknya pengelolaan lingkungan, seharusnya menempatkan prioritas pembangunan kesehatan pada aspek promotif dan preventif, bukan semata-mata di bidang kuratif dan rehabilitatif saja (Qauliyah, 2007).

2.2.1 Sumber Biaya Kesehatan

Anggaran pelayanan kesehatan di Indonesia dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan bantuan pusat yaitu dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), namun yang paling sering adalah bersumber dari kantong pribadi masyarakat (out of pocket).

Sumber biaya kesehatan tidak sama antara satu Negara dengan Negara lainnya. Dalam Medis Online (2009) yang dikutip oleh Dewi (2011), secara umum sumber biaya kesehatan dibedakan sebagai berikut:

1. Bersumber dari anggaran pemerintah

Tergantung dari bentuk pemerintahan yang di anut, ada negara yang sumber biaya kesehatannya sepenuhnya di tanggung oleh pemerintah. Sehingga di negara seperti ini tidak ditemukan adanya pelayanan kesehatan swasta, karena seluruh pelayanan kesehatan di selenggarakan oleh pemerintah dan pelayanan kesehatan tersebut di laksanakan secara cuma-cuma.

2. Bersumber dari anggran masyarakat

Negara melibatkan masyarakat sebagai sumber dari pembiayaan kesehatan dimana masyarakat diajak untuk berperan serta dalam penyelenggaraan upaya kesehatan ataupun pada waktu memanfaatkan jasa pelayanan kesehatan, maka di negara ini akan di temukan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh

(11)

pihak swasta dan tentunya pelayanan kesehatan tersebut tidaklah cuma-cuma, karena masyarakat di haruskan membayar pelayanan kesehatan yang dimanfaatkannya.

3. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri

Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan penyakit-penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain.

4. Gabungan anggaran pemerintah dan swasta

Sistem ini banyak diadopsi oleh negara-ne gara di dunia karena dapat mengakomodasi kelemahan-kelemahan yang timbul pada sumber pembiayaan kesehatan sebelumnya. Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian olehh pemerintah dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan biaya tambahan.

2.2.2 Jenis Biaya Kesehatan

Biaya kesehatan banyak macamnya, karena semuanya tergantung dari jenis dan kompleksitas pelayanan kesehatan yang di selenggarakan dan atau yang dimanfaatkan. Biaya kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Azwar, 1996), yaitu:

1. Biaya pelayanan kedokteran

Biaya yang di maksud adalah biaya yang di butuhkan untuk menyelenggarakan dan atau memamfaatkan pelayan kedokteran., yang tujuan utamanya untuk mengobati dan memulihkan kesehatan penderita dengan sumber dana dari sektor pemerintah maupun swasta.

(12)

2. Biaya pelayanan kesehatan masyarakat

Biaya yang di butuhkan untuk menyelenggarakan atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat, yang tujuan utama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta untuk mencegah penyakit dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah.

2.2.3 Prinsip Dasar Pembiayaan Kesehatan

Dalam penyelenggaraan PembiayaanKesehatan mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut (Azhar, 2009):

1. Jumlah dana untuk kesehatan harus cukup tersedia dan dikelola secara berdaya-guna, adil dan berkelanjutan yang didukung oleh transparansi dan akuntabilitas. 2. Dana pemerintah diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan masyarakat dan

upaya kesehatan perorangan bagi masyarakat rentan dan keluarga miskin.

3. Dana masyarakat diarahkan untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan yang terorganisir, adil, berhasil guna dan berdaya guna melalui jaminan pemeliharaan kesehatan baik berdasarkan prinsip solidaritas sosial yang wajib maupun yang sukarela, yang dilaksanakan secara bertahap.

4. Pemberdayaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan diupayakan melalui penghimpunan secara aktif dana sosial untuk kesehatan atau memanfaatkan dana masyarakat yang telah terhimpun untuk kepantingan kesehatan.

5. Pada dasarnya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan pembiayaan kesehatan di daerah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun untuk pemerataan pelayanan kesehatan, pemerintah menyediakan dana perimbangan bagi daerah yang kurang mampu.

(13)

2.2.4 Model Pembiayaan Kesehatan

Pembiayaan kesehatan semakin meningkat dari waktu ke waktu dan dirasakan berat baik oleh pemerintah, dunia usaha, erlebih-lebih masyarakat pada umumnya. Untuk itu sebagai Negara memilih model sistem pembiayaan kesehatan bagi masyarakatnya, yang diberlakukan secara nasional. Berbagai model yang dominan yang implementasinya disesuaikan dengan keadaan masing-masing Negara. Beberapa model yang dominan adalah sebagai berikut (Idris, 2010):

1. Model asuransi kesehatan sosial (Social Health Insurance). Model ini dirintis sejak Jerman dibawah Bismarck pada tahun 1882. Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Kelebihan sisitem ini memungkinkan cakupan 100% penduduk dan relatif rendahnya peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

2. Model asuransi kesehatan komersial (Commercial/Private Health Insurance). Model ini dikembangkan di Amerika Serikat. Asuransi kesehatan komersial adalah asuransi yang memberikan kepastian (menjual) bagi seseorang untuk mendapatkan barang dan jasa (pelayanan kesehatan) sesuai dengan minat atau yang diinginkan (demand).

3. Model National Health Services (NHS) yang dirintis pemerintah Inggris sejak usai perang dunia ke-dua. Asuransi kesehatan dengan model National Health Services (NHS) adalah pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah, pendanaan bersifat sentralistik dengan prinsip ekuitas berdasarkan kebutuhan serta status kesehatan setempat.

(14)

2.3 Program Jaminan Persalinan (Jampersal)

2.3.1 Pengertian Jampersal

Jaminan Persalinan adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB paska persalinan dan pelayanan bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.3.2 Tujuan Jampersal a. Tujuan Umum

Meningkatnya akses terhadap pelayanan persalinan yang dilakukan oleh dokter atau bidan dalam rangka menurunkan AKI dan AKB melalui jaminan pembiayaan untuk pelayanan persalinan.

b. Tujuan Khusus

1. Meningkatnya cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan.

2. Meningkatnya cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan. 3. Meningkatnya cakupan pelayanan KB pasca persalinan oleh tenaga

kesehatan.

4. Meningkatnya cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan.

5. Terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

(15)

2.3.3 Sasaran Jampersal

Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

a. Ibu hamil b. Ibu bersalin

c. Ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan) d. Bayi baru lahir (sampai dengan usia28 hari).

2.3.4 Persyaratan Peserta Jampersal

Adapun persyaratan yang harus dibawa oleh peserta Jampersal untuk mendapatkan pelayanan persalinan adalah (Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 440/4928/Binkes.Dinkes/2011):

a. Untuk pelayanan Jampersal Tingkat Pertama: KTP/ identitas lain atas nama yang bersangkutan.

b. Untuk pelayanan Jampersal Tingkat Lanjutan: KTP/ identitas lain atas nama yang bersangkutan, buku KIA dan surat rujukan.

2.3.5 Kebijakan Operasional

1. Pengelolaan Jaminan Persalinan dilakukan pada setiap jenjang pemerintahan (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota) menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan Jamkesmas.

2. Kepesertaan Jaminan Persalinan merupakan perluasan kepesertaan dari Jamkesmas, yang terintegrasi dan dikelola mengikuti tata kelola dan manajemen Jamkesmas.

(16)

3. Peserta program Jaminan Persalinan adalah seluruh sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan.

4. Peserta Jaminan Persalinan dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dan Tingkat Lanjutan (Rumah Sakit) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.

5. Pelaksanaan pelayanan Jaminan Persalinan mengacu pada standar pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

6. Pembayaran atas pelayanan Jaminan Persalinan dilakukan dengan cara klaim oleh fasilitas kesehatan. Untuk persalinan tingkat pertama di Fasilitas Kesehatan Pemerintah (Puskesmas dan Jaringannya) dan Fasilitas Kesehatan swasta yang bekerjasama dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.

7. Pada daerah lintas batas, fasilitas kesehatan yang melayani ibu hamil/persalinan dari luar wilayahnya, tetap melakukan klaim kepada Tim Pengelola/Dinas Kesehatan setempat dan bukan pada daerah asal ibu hamil tersebut.

8. Fasilitas kesehatan seperti Bidan Praktik, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola setempat, dimana yang bersangkutan dikeluarkan ijin prakteknya.

9. Pelayanan Jaminan Persalinan diselenggarakan dengan prinsip portabilitas, pelayanan terstruktur berjenjang berdasarkan rujukan dengan demikian jaminan persalinan tidak mengenal batas wilayah (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

(17)

2.3.6 Tempat Pelayanan Jampersal

Tempat pelayanan Jaminan Persalinan adalah diseluruh fasilitas kesehatan yang telah memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jampersal Kabupaten/Kota, yang meliputi (Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 440/4928/Binkes.Dinkes/2011):

a. Puskesmas dan jaringannya b. Bidan praktek swasta c. Klinik praktek swasta

d. Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Swasta jejaring Jamkesmas.

2.3.7 Jenis Pelayanan yang Tercakup dalam Pelayanan Jampersal

Jenis pelayanan yang tercakup dalam pelayanan Jampersal meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

1. Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama

Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, pelayanan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir) tingkat pertama. Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:

(18)

a. Pemeriksaan kehamilan b. Pertolongan persalinan normal

c. Pelayanan nifas, termasuk KB pasca persalinan d. Pelayanan bayi baru lahir

e. Penanganan komplikasi pada kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir 2. Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan

Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik, terdiri dari pelayanan kebidanan dan neonatus kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi dengan risiko tinggi dan komplikasi, di Rumah Sakit Pemerintah dan swasta yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama dan dilaksanakan berdasarkan rujukan, kecuali pada kondisi kegawatdaruratan. Pelayanan tingkat lanjutan di berikan di fasilitas perawatan kelas III di Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi:

a. Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi (RISTI) dan penyulit.

b. Pertolongan persalinan dengan RISTI dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama.

c. Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan yang setara.

2.3.8 Paket Manfaat Jampersal

Peserta Jaminan Persalinan mendapatkan manfaat pelayanan yang meliputi (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

(19)

1. Pemeriksaan kehamilan (ANC)

Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan tatalaksana pelayanan mengacu pada buku Pedoman KIA. Selama hamil sekurang-kurangnya ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali dengan frekuensi yang dianjurkan sebagai berikut:

a. 1 kali pada triwulan pertama b. 1 kali pada triwulan kedua c. 2 kali pada triwulan ketiga 2. Persalinan normal

3. Pelayanan nifas normal, termasuk KB pasca persalinan 4. Pelayanan bayi baru lahir normal

5. Pemeriksaan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi 6. Pelayanan pasca keguguran

7. Persalinan per vaginam dengan tindakan emergensi dasar 8. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi dasar

9. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi dasar 10. Pemeriksaan rujukan kehamilan pada kehamilan risiko tinggi 11. Penanganan rujukan pasca keguguran

12. Penanganan kehamilan ektopik terganggu (KET) 13. Persalinan dengan tindakan emergensi komprehensif 14. Pelayanan nifas dengan tindakan emergensi komprehensif

15. Pelayanan bayi baru lahir dengan tindakan emergensi komprehensif 16. Pelayanan KB pasca persalinan

(20)

Tatalaksana PNC dilakukan sesuai dengan buku pedoman KIA. Ketentuan pelayanan pasca persalinan meliputi pemeriksaan nifas minimal 3 kali. Pada pelayanan pasca nifas ini dilakukan upaya KIE/Konseling untuk memastikan seluruh ibu pasca bersalin atau pasangannya menjadi akseptor KB yang diarahkan kepada kontrasepsi jangka panjang seperti alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) atau kontrasepsi mantap/kontap (MOP dan MOW) untuk tujuan pembatasan dan IUD untuk tujuan penjarangan, secara kafetaria disiapkan alat dan obat semua jenis kontrasepsi oleh BKKBN.

2.3.9 Prosedur Pelayanan Jampersal

Adapun prosedur pelayanan peserta Jaminan persalinan adalah sebagai berikut (Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 440/4928/Binkes.Dinkes/2011):

1. Pelayanan Jampersal Tingkat Pertama:

Untuk mendapatkan pelayanan Jampersal tingkat pertama, peserta Jampersal harus berkunjung ke PPK tingkat pertama yaitu Puskesmas dan jaringannya, Klinik bersalin, Bidan praktek dan Dokter praktek swasta yang telah melakukan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jampersal Kab/kota. Peserta Jampersal cukup membawa KTP/identitas lain atas nama yang bersangkutan. Bila menurut indikasi medis memerlukan rujukan maka peserta wajib dirujuk dengan memberikan surat rujukan.

2. Pelayanan Jampersal Tingkat Lanjutan:

a. Untuk mendapatkan pelayanan Jampersal tingkat lanjutan di rumah sakit, peserta Jampersal harus membawa surat rujukan dari PPK tingkat pertama.

(21)

Peserta yang harus dirawat inap akan mendapatkan perawatan di Ruang Rawat Inap Kelas III.

b. Pada kondisi pasien Jampersal mengalami kondisi gawat darurat yang ditetapkan oleh tenaga medis rumah sakit , maka yang menjadi fokus pertama adalah penanganan kegawatannya tanpa melihat apakah bayi yang dilahirkan normal atau dengan penyulit. Peserta Jampersal yang membutuhkan pelayanan kegawat daruratan kebidanan tidak perlu membawa surat rujukan. c. Untuk peserta Jampersal yang membutuhkan pelayanan ke Poli Kebidanan

Rumah sakit Sanglah melampirkan surat rujukan dari rumah sakit.

2.3.10 Pembiayaan Jampersal

Pembiayaan Jaminan Persalinan dilakukan secara terintegrasi dengan Jamkesmas. Pengelolaan dana Jaminan Persalinan, dilakukan sebagai bagian dari pengelolaan dana Jamkesmas pelayanan dasar. Pengelolaan dana Jamkesmas dilakukan oleh Dinas Kesehatan selaku Tim Pengelola Jamkesmas Tingkat Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.3.10.1 Ketentuan Umum Pendanaan

1. Dana Jaminan Persalinan di pelayanan dasar disalurkan ke kabupaten/kota, terintegrasi dengan dana Jamkesmas di pelayanan kesehatan dasar, sedangkan untuk jaminan persalinan tingkat lanjutan dikirimkan langsung ke Rumah Sakit menjadi satu kesatuan dengan dana Jamkesmas yang disalurkan ke Rumah Sakit.

(22)

2. Pendanaan Jamkesmas di pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan merupakan belanja bantuan sosial bersumber dari dana APBN yang dimaksudkan untuk mendorong percepatan pencapaian MDGs pada tahun 2015, sekaligus peningkatan kualitas pelayanan kesehatan termasuk persalinan oleh tenaga kesehatan difasilitas kesehatan, sehingga pengaturannya tidak melalui mekanisme APBD, dengan demikian tidak langsung menjadi pendapatan daerah.

3. Dana belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada angka dua (2) adalah dana yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan peserta Jamkesmas dan pelayanan persalinan bagi seluruh ibu hamil/bersalin yang membutuhkan. 4. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud angka dua (2) dan tiga (3),

disalurkan pemerintah melalui SP2D ke rekening Kepala Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab program, maka status dana tersebut berubah menjadi dana masyarakat (sasaran), yang ada di rekening dinas kesehatan.

5. Setelah dana tersebut sebagaimana dimaksud pada angka tiga (3) digunakan oleh Puskesmas dan jaringannya serta fasilitas kesehatan lainnya (yang bekerjasama), maka status dana tersebut berubah menjadi pendapatan fasilitas kesehatan.

6. Pemanfaatan dana jaminan persalinan pada pelayanan lanjutan mengikuti mekanisme pengelolaan pendapatan fungsional fasilitas kesehatan dan berlaku sesuai status Rumah Sakit tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

(23)

2.3.10.2 Sumber dan Alokasi Dana 1. Sumber dana

Dana Jaminan Persalinan bersumber dari APBN Kementerian Kesehatan yang dialokasikan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Sekretariat Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan.

2. Alokasi Dana

Alokasi dana Jaminan Persalinan di Kabupaten/Kota diperhitungkan berdasarkan perkiraan jumlah sasaran yang belum memiliki jaminan persalinan di daerah tersebut dikalikan besaran biaya paket pelayanan persalinan tingkat pertama (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

2.3.11 Dasar Pembayaran ke Pemberi Pelayanan Kesehatan

Adapun dasar pembayaran klaim ke Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) sebagai berikut (Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 440/4928/Binkes.Dinkes/2011):

1. Klaim Jampersal di puskesmas dan jaringannya, BPS, klinik atau Dokter swasta yang melakukan PKS dengan Kab/kota besaran klaim berdasarkan tarif Jampersal.

2. Klaim di Rumah Sakit berdasarkan tarif paket Indonesia Case Base Group (INA_CBGs).

2.3.12 Penyaluran Dana Jampersal

Dana Jamkesmas untuk pelayanan dasar di Puskesmas dan jaringannya serta Jaminan Persalinan menjadi satu kesatuan, disalurkan langsung dari bank operasional Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Jakarta ke:

(24)

a. Rekening Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai penanggungjawab program a/n Institusi dan dikelola Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota untuk pelayanan kesehatan dasar dan persalinan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.

b. Rekening Rumah Sakit untuk pelayanan persalinan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan yang menjadi satu kesatuan dengan dana pelayanan rujukan yang sudah berjalan selama ini (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

A. Penyaluran dana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

a. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku penanggungjawab program, membuka rekening khusus Jamkesmas dalam bentuk giro bank, atas nama Dinas Kesehatan (institusi) untuk menerima dana Jamkesmas pelayanan dasar dan dana Jaminan Persalinan.

b. Menteri Kesehatan membuat Surat Keputusan tentang penerima dana penyelenggaraan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan di pelayanan dasar untuk tiap Kabupaten/Kota yang merupakan satu kesatuan dan tidak terpisahkan. Penyaluran dana dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kebutuhan serta penyerapan kabupaten/kota.

c. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota membuat Surat Edaran ke Puskesmas untuk:

- Membuat Plan of Action (POA) tahunan dan bulanan untuk pelayanan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan sebagai dasar perkiraan kebutuhan Puskesmas untuk pelayanan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan.

(25)

- Plan of Action (POA) sebagaimana dimaksud merupakan bagian dari POA Puskesmas secara keseluruhan dan tertuang dalam lokakarya mini puskesmas.

B. Penyaluran dana ke Rumah Sakit

a. Dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan untuk pelayanan kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan disalurkan langsung dari Kementerian Kesehatan melalui KPPN ke rekening fasilitas kesehatan pemberi pelayanan kesehatan secara bertahap sesuai kebutuhan.

b. Penyaluran dana pelayanan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI yang mencantumkan nama PPK lanjutan dan besaran dana luncuran yang diterima.

c. Perkiraan besaran penyaluran dana pelayanan kesehatan dilakukan berdasarkan kebutuhan RS yang diperhitungan dari laporan pertanggungjawaban dana PPK lanjutan.

Bagan penyaluran Dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan di fasilitas kesehatan seperti pada bagan berikut:

(26)

Gambar 2.1 Bagan Penyaluran dan Pertanggungjawaban Dana Jampersal

2.3.13 Pengelolaan Dana Jampersal

Agar penyelenggaraan Jamkesmas termasuk Jaminan Persalinan terlaksana secara baik, lancar, transparan dan akuntabel, pengelolaan dana tetap memperhatikan dan merujuk pada ketentuan pengelolaan keuangan yang berlaku (Kementerian Kesehatan RI, 2011).

A. Pengelolaan dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan di Pelayanan Dasar Pada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dibentuk Tim Pengelola Jamkesmas tingkat Kabupaten/Kota. Tim ini berfungsi dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan penyelenggaraan Jamkesmas di wilayahnya. Salah satu tugas dari Tim Pengelola Jamkesmas adalah melaksanakan pengelolaan keuangan Jamkesmas yang meliputi penerimaan dana dari pusat, verifikasi atas klaim, pembayaran, dan pertanggungjawaban

(27)

klaim dari fasilitas kesehatan Puskesmas dan lainnya. Langkah-langkah pengelolaan dilaksanakan sebagai berikut:

1. Kepala Dinas Kesehatan menunjuk seorang staf di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai pengelola keuangan Jamkesmas pelayanan dasar dan Jaminan Persalinan.

2. Pengelola keuangan di Kabupaten/Kota harus memiliki buku catatan (buku kas umum) dan dilengkapi dengan buku kas pembantu untuk mencatat setiap uang masuk dan keluar dari kas yang terpisah dengan sumber pembiayaan yang lain, dan pembukuan terbuka bagi pengawas intern maupun ekstern setelah memperoleh ijin Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

3. Pengelola keuangan Jamkesmas (termasuk Jaminan Persalinan) seyogyanya menjadi satu kesatuan dengan bendahara keuangan pengelolaan dana BOK agar terjadi sinergi dalam pelaksanaannya.

4. Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota melakukan pembayaran atas klaim dengan langkah sebagai berikut:

a. Puskesmas melakukan pengajuan klaim atas:

1) Pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan oleh Puskesmas dan jaringannya berdasarkan kepada Perda tarif yang berlaku di daerah tersebut,

2) Apabila tidak terdapat Perda tarif yang mengatur tentang hal tersebut dapat mengacu kepada Keputusan Bupati/Walikota atas usul Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,

(28)

3) Pelayanan Persalinan mengacu pada paket-paket yang ditetapkan (tarif Pelayanan Jaminan Persalinan)

b. Klaim pelayanan Jaminan Persalinan yang diajukan fasilitas/tenaga kesehatan swasta (Bidan praktik, Klinik Bersalin, dsb) yang telah memberikan pelayanan persalinan, sesuai tarif pelayanan persalinan.

c. Pembayaran atas klaim-klaim sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b dilakukan berdasarkan hasil Verifikasi yang dilakukan Tim Pengelola Kabupaten/ Kota.

d. Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota melakukan verifikasi atas klaim mencakup:

1) Kesesuaian realisasi pelayanan dan besaran tarif disertai bukti pendukungnya.

2) Pengecekan klaim dari fasilitas/tenaga kesehatan swasta yang memberikan pelayanan Jaminan Persalinan beserta bukti pendukungnya. 3) Melakukan kunjungan ke lapangan untuk pengecekan kesesuaian dengan

kondisi sebenarnya bila diperlukan.

4) Memberikan rekomendasi dan laporan pertanggungjawaban atas klaim-klaim tersebut kepada Kepala Dinas Kesehatan setiap bulan yang akan dijadikan laporan pertanggungjawaban keuangan ke pusat.

5. Seluruh berkas rincian bukti-bukti yakni:

a. Dokumen pengeluaran dana dan dokumen atas klaim Jamkesmas dan Persalinan di pelayanan dasar oleh Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan swasta serta,

(29)

b. Bukti-bukti pendukung klaim sebagaimana dipersyaratkan, disimpan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai dokumen yang dipersiapkan apabila dilakukan audit oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF).

6. Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota membuat dan mengirimkan rekapitulasi realisasi laporan penggunaan dana pelayanan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan di pelayanan dasar yang telah dibayarkan ke Puskesmas dan Fasilitas Kesehatan swasta ke Tim Pengelola Pusat/Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi.

B. Pengelolaan dana pada Fasilitas Kesehatan Lanjutan

Pengelolaan dana pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dilakukan mulai dari persiapan pencairan dana, pencairan dana, pengelolaan dana pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan adalah sebagai berikut:

1. Dana pelayanan Jamkesmas dan Jaminan Persalinan dipelayanan kesehatan lanjutan disalurkan ke rekening Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dalam satu kesatuan (terintegrasi).

2. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (Rumah Sakit/Balai Kesehatan) membuat laporan pertanggungjawaban/klaim dengan menggunakan INA-CBGs.

3. Selanjutnya Laporan pertanggungan jawaban/klaim tersebut dilaksanakan sebagaimana pertanggungjawaban yang selama ini telah berjalan di Rumah Sakit (sesuai pengaturan sebelumnya)

4. Sesuai dengan ketentuan pengelolaan keuangan negara, Jasa Giro/Bunga Bank harus disetorkan oleh Rumah Sakit ke Kas Negara.

(30)

5. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan mengirimkan secara resmi laporan pertanggungjawaban/klaim dana Jamkesmas dan Jaminan Persalinan terintegrasi kepada Tim Pengelola Jamkesmas Pusat dan tembusan kepada Tim Pengelola Jamkesmas Kabupaten/kota dan Provinsi sebagai bahan monitoring, evaluasi dan pelaporan.

6. Seluruh berkas dokumen pertanggungjawaban dana disimpan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan untuk bahan dokumen kesiapan audit kemudian oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF).

2.3.14 Kelengkapan Pertanggungjawaban/Klaim

Pertanggungjawaban klaim pelayanan Jaminan Persalinan dari fasilitas kesehatan ke Tim Pengelola Jampersal dilengkapi dengan (Kementerian Kesehatan RI, 2011):

1. Fotokopi lembar pelayanan pada Buku KIA sesuai pelayanan yang diberikan untuk Pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan. Apabila tidak terdapat buku KIA pada daerah setempat dapat digunakan bukti-bukti yang syah yang ditandatangani ibu hamil/bersalin dan petugas yang menangani.

2. Partograf yang ditandatangani oleh tenaga kesehatan penolong persalinan untuk Pertolongan persalinan.

3. Fotokopi/tembusan surat rujukan, termasuk keterangan tindakan pra rujukan yang telah dilakukan ditandatangani oleh ibu hamil/ibu bersalin.

4. Fotokopi identitas diri (KTP atau identitas lainnya) dari ibu hamil/yang melahirkan.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Penyaluran dan Pertanggungjawaban Dana Jampersal

Referensi

Dokumen terkait

Scene Mulai Main Memilih tombol Menu Sistem akan berpindah scene ke scene Menu Sukses, output sesuai yang diha- rapkan, scene akan berpindah ke scene Menu Scene Mulai Main

Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa prevalensi konsumsi tembakau pada penduduk usia di atas 15 tahun semakin meningkat jika dilihat dalam tahun 1995 sampai 2013 terlihat

Dalam Kurikulum 2006 dinyatakan bahwa untuk semuamata pelajaran sains, salah satu pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran sainsadalah

Hasil menunjukkan pola hubungan IHSG dengan faktor makroekonominya di BEI menggunakan pendugaan parameter copula dengan pendekatn tau kendall dengan hasil fitting log-likelihood

Peran ini berfokus pada penyatuan strategi dan sumberdaya manusia dengan strategi bisnis. Untuk memainkan perannya, profesional sumberdaya manusia bertindak sebagai

Dalam mata kuliah profesi kependidikan mahasiswa diajarkan untuk menguasai kode etik keguruan, dan bersikap sebagai seorang guru yang menguasai kompetensi dasar

NO NO.TILANG NAMA TERDAKWA / TERPIDANA ALAMAT TERDAKWA / TERPIDANA PASAL YANG DILANGGA BARANG BUKTI VERSTEK DENDA Rp, SUBSIDER BIAYA PERKARA

Guna menjamin ketertiban pembayaran atau pelunasan kewajiban pengembalian biayaSekolah tersebut pada ayat 2 tepat pada waktu yang telah disepakati oleh BANK dan NASABAH