• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2. LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

 

BAB 2

LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Budaya

Budaya (culture) secara luas sebagai makna yang dimiliki bersama oleh (sebagian besar) masyarakat dalam suatu kelompok sosial (Peter, Olson 2000, p.32). Namun demikian, karena budaya adalah nilai-nilai yang dirasakan bersama oleh suatu grup masyarakat (berapa pun ukurannya), pemasar juga dapat menganalisis makna budaya suatu sub budaya (geografis, usia, etnis, jenis kelamin, dan pendapatan) atau kelas sosial (kelas atas, kelas menengah, kelas bawah).

Berdasarkan pendapat Kotler (2005, p.203) budaya (culture) merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling dasar.

Budaya adalah keyakinan, nilai-nilai, perilaku dan obyke-obyek materi yang dianut dan digunakan oleh komunitas/masyarakat tertentu (Prasetijo dan Ihalauw 2005, p.184). Budaya merupakan cara hidup dari masyarakat secara turun-temurun, dan masyarakat adalah sekelompok orang yang berinteraksi di dalam daerah yang terbatas dan yang diarahkan oleh budaya mereka.

Subbudaya adalah sekelompok orang tertentu dalam sebuah masyarakat yang sama-sama memiliki makna budaya yang sama untuk tanggapan afeksi dan kognisi (reaksi emosi, kepercayaan, nilai, dan sasaran), perilaku (adat-istiadat, ritual, dan tulisan, norma perilaku), dan faktor lingkungan (kondisi kehidupan, lokasi geografis, objek-objek yang penting) (Peter, Olson 2000, p.72). Berdasarkan pendapat Kotler

(2)

(2005, p.203) masing-masing budaya terdiri dari sejumlah subbudaya yang lebih menampakkan indentifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya. Subbudaya mencakup kebangasaan, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.

Kelas sosial atau stratifikasi (bagian dari budaya) adalah sebuah hirarki status nasional dimana kelompok dan individu dibedakan dalam hal gengsi dan nilai diri (Peter, Olson 2000, p.92). Berdasarkan pendapat Kotler (2005, p.203) Kelas sosial (stratifikasi) lebih sering ditemukan dalam bentuk kelas sosial, pembagian masyarakat yang relatif homogen dan permanen, yang tersusun secara hierarkis dan yang para anggotanya menganut nilai, minat, dan perilaku yang serupa. Kelas sosial tidak hanya mencerminkan penghasilan, tetapi juga indikator lain seperti pekerjaan, pendidikan, dan wilayah tempat tinggal.

(3)

 

Sebuah Model Proses Budaya

Strategi Sistem Institusi Pemasaran Fashion Lainnya

Gambar 2.1.1 Model Proses Budaya

Sumber: diadaptasi dari Grant McCracken, ” Culture and Comsumption : A Theoretical Account of the Structure and Movement of The Cultural Meaning of Consumer Goods “, Journal of Consumer Research, Juni 1986, hal. 71-84

2.1.1.1 Makna Budaya dalam Produk

Produk, toko, dan merek mengekspresikan makna budaya atau simbolis. Misalnya, merek tertentu memiliki makna yang berhubungan dengan kelompok jenis kelamin dan usia tertentu yang paling cocok dengannya.

Makna budaya dalam lingkungan sosial dan fisik

Makna budaya dalam produk dan jasa Ritual Akuisisi Pendewasaan Pemilikan Personalisasi Pertukaran Penjualan Perawatan

Makna budaya pada konsumen Interaksi

sosial Tindakan yg dikehendaki

(4)

Makna budaya produk cenderung beragam sesuai dengan masyarakat di mana produk tersebut berada. Misalnya, sebagian besar masyarakat memiliki makanan favorit yang mewakili makna penting dalam budaya tersebut, tapi tidak berlaku sama di tempat lain.

Beberapa makna budaya dalam produk sangat jelas bagi setiap orang yang terbiasa dengan budaya tersebut, akantetapi ada makna lainnya yang tersembunyi. Hampir setiap orang dapat mengerti makna budaya dasar dalam berbagai macam pakaian yang ada (jeans dan sweater versus pakaian jas), dalam pembuatan mobil (Mercedes-Benz versus Ford versus Honda), jenis toko (JC Penney versus Wall-Mart versus Nordstrom atau Saks). Tapi ada makna budaya lainnya dalam suatu produk yang mungkin tidak sepenuhnya disadari oleh konsumen atau pemasar.

Akhirnya, ada sebagian produk yang mengandung makna personal (personal meaning) yang merupakan tambahan bagi makna budaya yang telah ada. Makna personal dipindahkan ke dalam produk oleh tindakan individu konsumen. Walaupun makna ini cenderung sangat istimewa dan unik bagi setiap konsumen, makna-makna tersebut penting sebagai sumber relevansi pribadi intrinsik yang dapat mempengaruhi keterlibatan konsumen dengan produk.

2.1.1.2 Makna Budaya Pada Konsumen

Konsumen membeli produk sebagai suatu cara untuk mengakuisisi makna budaya yang selanjutnya akan digunakan untuk membentuk identitas pribadi mereka. Seseorang membeli produk tersebut untuk memindahkan makna budaya penting ke dalam diri mereka dan untuk mengkomunikasikan makna tersebut kepada orang lain.

(5)

 

Walaupun produk dapat mentransfer makna penting kepada konsumen, barang tidak dapat menyediakan semua makna yang dibutuhkan konsumen untuk membangun konsep pribadi yang sehat. Masyarakat mendapatkan makna yang relevan pada pribadi dari berbagai sumber lainnya termasuk antara lain pekerjaan, keluarga, pengalaman keagamaan, dan berbagai kegiatan sosial mereka. Sering makna yang didapat melalui kegiatan tersebut lebih relevan pada diri sendiri dan lebih memuaskan ketimbang yang didapat melalui pengkonsumsian produk.

Sayangnya, khususnya dalam masyarakat konsumsi yang sudah sangat berkembang, sebagian orang mengkonsumsi produk dalam upayanya untuk mendapatkan makna hidup yang penting. Sebagian dari konsumen ini dapat terlibat pada suatu tingkat konsumsi yang hampir menyerupai penyakit karena mereka berusaha keras membeli produk agar dapat mendapatkan makna budaya yang dengannya mereka membagun suatu konsep pribadi yang memuaskan. Konsumen demikian sering berakhir dengan tumpukan hutang yang menggunung dan merasakan ketidakpuasaan yang mendalam.

Sebagian besar orang memiliki benda-benda pribadi yang sangat disukai yang berisikan makna yang sangat penting dan berelevansi pribadi. Pemasar perlu mengerti hubungan konsumen produk ini untuk dapat mengembangkan strategi yang efektif.

2.1.1.3 Dimensi Budaya

Budaya memiliki lima dimensi yang diekspresikan dalam perilaku komunitasnya (Cateora dan Graham, 2002).

(6)

a. Dimensi materialistik. Dimensi ini menentukan materi atau peralatan (teknologi) yang dibutuhkan seseorang untuk mengupayakan kehidupan (ekonomi). Banyak peninggalan dari zaman dahulu yang ditemukan dan digunakan untuk membuat asumsi tentang budaya masyarakat yang bersangkutan. Iklan pada umumnya mendidik konsumen untuk menggunakan suatu produk yang masih baru atau memanfaatkan teknologi yang baru pula. Mobil BMW merupakan simbol kultur yang digunakan untuk menunjukkan keberhasilan dan posisi, khususnya dalam budaya Indonesia moderen.

b. Dimensi institusi sosial. Termasuk bagaimana keluarga, pendidikan,

media dan struktur politik diadakan dan dioperasikan. Adanya keguyuban dalam keluarga, adanya kelas sosial dan bagaimana orang menjadi konsumen yang baik, kesemuanya merupakan dimensi institusi sosial dari budayanya. Perubahan dimensi ini telah dimanfaatkan oleh iklan Rinso, dengan menampilkan seorang bapak (atau pria, kepala rumah tangga) mencuci pakaian, yang sebelumnya selalu menampilkan profil ibu rumah tangga.

c. Dimensi hubungan antara manusia dengan alam semesta.

Termasuk sistem keyakinan, agama dan nilai-nilai.

d. Dimensi estetika. Termasuk kesenian tulis dan bentuk (ukir, pahat),

kesenian rakyat, musik, drama dan tari. Bila diperhatikan, pengiklan sangat kreatif dalam memanipulasi dimensi budaya estetika. Latar belakang gambar, screen play, musik latar, jingle dan sebagainya dibuat

(7)

 

sedemikian rupa sehingga menimbulkan persepsi tertentu di benak konsumen.

e. Dimensi bahasa. Termasuk bahasa verbal dan non verbal, merupakan

sarana paling efektif dalam komunikasi pemasaran. Dialek, intonasi, simbol, bahasa tubuh dan lain sebagainya digunakan oleh pengiklan untuk mempengaruhi konsumen.

2.1.2 Subbudaya

Subbudaya adalah sekelompok orang dengan sistem nilai bersama berdasarkan pengalaman dan situasi hidup yang sama (Kotler 2001, p.198). Setiap subbudaya mengandung subbudaya (subculture) yang lebih kecil, atau kelompok orang-orang yang mempunyai sistem nilai yang sama berdasarkan pengalaman dan situasi kehidupan yang sama. Subbudaya meliputi kewarganegaraan, agama, kelompok ras, dan daerah geografis. Banyak subbudaya yang membentuk segmen pasar penting, dan orang pemasaran seringkali merancang produk dan program pemasaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Subbudaya (subculture) adalah pola-pola kultural yang menonjol, dan merupakan bagian atau segmen dari populasi masyarakat yang lebih luas dan lebih kompleks (Prasetijo dan Ihalauw 2005, p.191). Jadi, setiap subbudaya memiliki bagian yang termasuk kultur populasi masyarakat. Hubungan antara kultur yang dominan dari suatu populasi masyarakat dan subbudaya dapat dilukiskan dalam gambar berikut ini

(8)

Gambar 2.1.2 Hubungan antara Kultur (Budaya) Dominan dengan Subbudaya (Subculture)

Sumber: diambil dari buku Perilaku Konsumen: Ristiyanti Prasetijo dan John J.O.I Ihalauw, 2005, hal.192.

2.1.2.1 Subbudaya Geografis

Di Indonesia hal ini sangat nyata dan menjadi penting mengingat tidak hanya selera yang berbeda di tiap daerah, tetapi juga tata cara dan nilai-nilainya. Orang Jawa Tengah suka makanan yang manis, orang Padang suka makanan yang pedas. Tata cara yang dilakukan untuk peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan anggota subbudaya berbeda antara subbudaya yang satu dengan subbudaya yang lain. Kecap ABC dalam iklannya menampilkan tata cara cukuran untuk bayi yang berumur 36 hari (subculture Jawa) dengan pesta kambing guling yang menggunakan kecap ABC.

2.1.2.2 Subbudaya Usia

Kelompok usia dapat juga dianalisis sebagai sebuah subbudaya karena sering memiliki nilai dan perilaku yang berbeda. Namun demikian, pemasar harus

(9)

berhati- 

hati dalam mensegmen konsumen jika didasarkan pada usia mereka yang sebenarnya.

2.1.2.3 Subbudaya Etnis (Ras)

Perbedaan etnis (ras) ada. Tidak dapat disangkal lagi bahwa keyakinan, nilai-nilai dan kebiasaan etnis (ras) yang satu dengan yang lain berbeda. Di samping itu, warna kulit, profil wajah, tinggi badan, dan lain-lain, juga berbeda. Kenyataan inilah yang seringkali dipakai pemasar untuk membuat segmentasi pasar dan menentukan pasar sasaran.

2.1.2.4 Subbudaya Jenis Kelamin

Terlepas dari kecenderungan modern untuk meniadakan perbedaan antara pria dan wanita, banyak didapati bukti bahwa pria dan wanita berbeda untuk beberapa hal penting tertentu (bukan hanya secara fisik). Misalnya, wanita dapat memproses informasi secara berbeda dari pria dan tampaknya lebih ”sabar, telaten, dan kurang begitu mendominasi seperti pria”. Untuk beberapa tujuan pemasaran, perbedaan kelamin mungkin cukup signifikan untuk memandang kedua jenis kelamin sebagai suatu subbudaya yang berbeda.

2.1.2.5 Subbudaya Pendapatan

Adalah mungkin untuk memperhitungkan pendapatan sebagai suatu subbudaya, karena masyarakat di tingkat pendapatan yang berbeda cenderung memiliki tata nilai, perilaku, dan gaya hidup yang berbeda. Namun demikian, biasanya, pendapatan digunakan untuk mensegmentasi lebih lanjut suatu subbudaya yang didefinisikan berdasarkan karakteristik-karakteristik lainnya (usia, kelompok etnis, wilayah).

(10)

2.1.3 Sikap

Sikap merupakan evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai benda, orang, atau peristiwa. Sikap itu mencerminkan perasaan seseorang mengenai sesuatu (Robbins dan Mary Coulter 2005, p.37). Ketika seseorang berkata, ”saya menyukai pekerjaan saya”, dia mengungkapkan sikap mengenai pekerjaan.

Sikap adalah pernyataan evaluatif baik yang menguntungkan atau tidak menguntungkan mengenai objek, orang, atau peristiwa. Sikap mencerminkan bagaimana seseorang merasakan sesuatu (Robbins 2003, p.90). Bila saya mengatakan ”saya menyukai pekerjaan saya”, saya mengungkapkan sikap saya mengenai kerja.

Agar lebih memahami konsep sikap, kita harus meninjau sikap sebagai terdiri dari tiga komponen: kognisi (pemikiran), afeksi (perasaan), dan perilaku. Komponen kognisi sikap adalah bagian sikap yang terdiri atas keyakinan, pendapat, pengetahuan, atau informasi yang dimiliki seseorang. Keyakinan bahwa ”diskriminasi itu salah” menjadi contoh kognisi. Komponen afeksi sikap adalah bagian sikap yang berupa emosi atau perasaan. Komponen perilaku sikap adalah bagian sikap yang merujuk ke kemauan/kehendak untuk bertindak/berperilaku dengan cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu. Peter dan Olson (2000, p.130) mendefinisikan sikap (attitude) sebagai evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan oleh seseorang.

2.1.3.1 Kognisi (Kognitif)

Peter dan Olson (2000, p.19) mengatakan bahwa kognisi (cognition) mengacu pada proses mental dan struktur pengetahuan yang dilibatkan dalam tanggapan

(11)

 

seseorang terhadap lingkungannya. Dalam bahasa yang lebih sederhana kognisi melibatkan pemikiran.

Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.106) mengatakan bahwa komponen kognitif ialah pengetahuan (cognition) dan persepsi yang diperoleh melalui kombinasi dari pengalaman langsung dengan obyek sikap (attitude object) dan informasi terkait yang didapat dari berbagai sumber. Komponen ini seringkali dikenal sebagai keyakinan/kepercayaan (beliefs) sehingga konsumen yakin bahwa suatu obyek sikap memiliki atribut-atribut tertentu dan bahwa perilaku tertentu akan menjurus ke akibat/hasil tertentu.

2.1.3.2 Afeksi (Afektif)

Peter dan Olson (2000, p.19) mengatakan dalam bahasa yang lebih sederhana, afeksi (affect) melibatkan perasaan. Tanggapan-tanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan.

Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.107) mengatakan bahwa komponen afektif ialah emosi atau perasaan terhadap suatu produk atau merek tertentu. Emosi dan perasaan terutama mempunyai hakikat evaluatif, yaitu apakah konsumen suka atau tidak terhadap produk tertentu.

2.1.3.3 Perilaku (Behavior)

Peter dan Olson (2000, p.20) mengatakan bahwa perilaku (behavior) mengacu pada tindakan nyata konsumen yang dapat diobservasi secara langsung. Oleh karena itu, sementara afeksi dan kognisi mengacu pada perasaan dan pikiran

(12)

konsumen, sedangkan perilaku berhubungan dengan apa yang sebenarnya dilakukan oleh konsumen.

Prasetijo dan Ihalauw (2005, p.107) mengatakan bahwa perilaku ialah kecenderungan seseorang untuk melaksanakan suatu tindakan dan perilaku dengan cara tertentu terhadap suatu obyek sikap.

2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber: Penulis.

Geografis Usia Etnis Jenis Kelamin Pendapatan

Kognisi Konsumen Sikap Konsumen Keputusan Pembelian Konsumen Perilaku Konsumen Subbudaya Afeksi Konsumen

(13)

 

2.3 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan pada Bab I maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

1. Ho = Tidak terdapat peranan

geografis terhadap sikap konsumen

H1 = Terdapat peranan geografis terhadap sikap konsumen

2. Ho = Tidak terdapat peranan

geografis terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken H1 = Terdapat peranan geografis terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

3. Ho = Tidak terdapat peranan

usia terhadap sikap konsumen

H1 = Terdapat peranan usia terhadap sikap konsumen

4. H0 = Tidak terdapat peranan

usia terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken H1 = Terdapat peranan usia terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

5. Ho = Tidak terdapat peranan

etnis terhadap sikap konsumen

(14)

6. Ho = Tidak terdapat peranan etnis terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken H1 = Terdapat peranan etnis terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

7. Ho = Tidak terdapat peranan

jenis kelamin terhadap sikap konsumen

H1 = Terdapat peranan jenis kelamin terhadap sikap konsumen

8. Ho = Tidak terdapat peranan

jenis kelamin terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken H1 = Terdapat peranan jenis kelamin terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

9. Ho = Tidak terdapat peranan

pendapatan terhadap sikap konsumen

H1 = Terdapat peranan pendapatan terhadap sikap konsumen

10. Ho = Tidak terdapat peranan

pendapatan terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken H1 = Terdapat peranan pendapatan terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

11. Ho = Tidak terdapat peranan

sikap konsumen terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

(15)

 

H1 = Terdapat peranan sikap konsumen terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

12. Ho = Tidak terdapat peranan

geografis, usia, etnis, jenis kelamin, dan pendapatan terhadap sikap konsumen H1 = Terdapat peranan geografis, usia, etnis, jenis kelamin, dan pendapatan terhadap sikap konsumen

13. Ho = Tidak terdapat peranan

geografis, usia, etnis, jenis kelamin, dan pendapatan terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

H1 = Terdapat peranan geografis, usia, etnis, jenis kelamin, dan pendapatan terhadap keputusan kredit dan tukar tambah motor Honda seken

Gambar

Gambar 2.1.1 Model Proses Budaya
Gambar 2.1.2 Hubungan antara Kultur (Budaya) Dominan dengan                           Subbudaya (Subculture)

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang dihadapi polisi dalam menanggulangi tindak pidana penadahan adalah: (1) Banyaknya orderan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap barang hasil

 Jika kita mengantisipasi akan adanya pelukan dan Jika kita mengantisipasi akan adanya pelukan dan kita tidak ingin dipeluk, maka tindakan teman kita tidak ingin dipeluk, maka

Diameter awal (mm), diameter akhir (mm) dan pertumbuhan mutlak diameter (mm) karang Acropora formosa (Veron & Terrence, 1979) pada bak kontrol .... Uji Paired-Samples T Test

Pesan saya kepada seluruh generasi muda Indonesia, bergabung lah dengan IFCA, karena IFCA memiliki konsep unik di mana para peserta tidak hanya saling berkompetisi namun

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten adalah rencana yang mencakup sistem perkotaan wilayah kabupaten yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam wilayah pelayanannya

Interaksi antara perbandingan bubur buah sirsak dan bubur jahe dengan konsentrasi gum arab memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap kadar air dan kadar

"asien ini didiagn(sis dengan Infeksi Saluran Kemih karena adanya ge'ala  ge'ala klinis # nyeri saa% berkemih- berkemih sediki%  sediki% dan diser%ai demam- nyeri

Diharapkan setelah menyelesaikan modul ini peserta diklat mampu menyusun laporan keuangan, membuat jurnal penutup serta menyusun neraca saldo setelah penutupanc. Modul ini berkaitan