• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPOSISI TANAMAN PAKAN DALAM KURIKULUM FAKULTAS PETERNAKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REPOSISI TANAMAN PAKAN DALAM KURIKULUM FAKULTAS PETERNAKAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

REPOSISI TANAMAN PAKAN DALAM KURIKULUM

FAKULTAS PETERNAKAN

LUKI ABDULLAH, PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan SOEDARMADI HARDJOSOEWIGNJO Bagian Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, IPB.

JI. Agathis Kampus Darmaga 16680 Bogor, E-mail : labdull@ipb.ac.id LATAR BELAKANG

Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang sangat mutlak diperlukan baik secara kuantitatif maupun kualitatif sepanjang tahun dalam sistem produksi ternak ruminansia. Porsi hijauan pakan dalam ransum ruminansia mencapai 40-80% dari total bahan kering ransum atau sekitar 1,5-3% dari bobot hidup ternak. Secara nutrisi hijauan pakan merupakan sumber serat, bahkan hijauan pakan asal leguminosa menjadi suplementasi mineral dan protein murah bagi ternak ruminansia. Bagi sapi perah serat kasar berfungsi meningkatkan kandungan lemak susu, yang secara ekonomis dapat membantu pendapatan peternak karena adanya sistem bonus dalam pembayaran susu. Hijauan pakan berperan sebagai faktor penggertak agar rumen sapi dapat berfungsi normal. Hal ini penting terkait dengan kesehatan dan produktivitas ternak sapi perah, yang rata-rata umur produktifnya hingga 10 tahun.

Aspek penting lainnya yang berhubungan dengan hijauan pakan adalah peranannya yang sangat penting terkait dengan penyebaran gejala penyakit sapi gila Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) di Eropa. Para ahli nutrisi ternak ruminansia berpendapat bahwa penyakit tersebut menjangkit ternak ruminansia yang diberi ransum yang mengandung protein asal bahan hewan seperti tepung ikan, tepung darah dan tepung daging. Isu keamanan pangan menjadi sangat relevan dengan perlunya mengembalikan bahan utama ransum ruminansia berasal dari hijauan pakan.

Terkait dengan usaha peternakan sapi perah, stabilitas dan sustainabilitas usaha peternakan sangat tergantung pada ketersediaan pakan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitas pakan sepanjang tahun. Penurunan ketersediaan hijauan pakan di beberapa wilayah di Jawa Barat khususnya di daerah Lembang dan Pangalengan sebagai

akibat berkurangnya luasan lahan produksi telah menyebabkan menurunnya populasi sapi perah dan tidak berproduksinya perusahaan sapi perah sebanyak 17 buah dalam kurun waktu antara 1990-2000. Penurunan lahan produksi hijauan disebabkan oleh konversi kebun rumput menjadi pemukiman, sekolah dan fasilitas umum lainnya.

Produksi hijauan pakan di Indonesia belum dapat digambarkan secara akurat, mengingat lahan produksinya tidak dapat diidentifikasi untuk kurun waktu lebih lama karena seringkali adanya perubahan tata guna lahan. HIDAYATI et al., (2001) melaporkan bahwa produksi rumput dan legum tertinggi dicapai pada awal musim kering, sedangkan produksi terendah dicapai pada awal musim hujan.

Kebutuhan hijauan pakan untuk sapi perah di Indonesia pada tahun 2005 diperkirakan meningkat sekitar 200 juta ton dari tahun lalu (Tabel 1). Kebutuhan hijauan tersebut sebagian besar disuplai dari rumput lokal yang dapat mencapai 60-80%, selebihnya diperoleh dari hijauan budidaya. Berdasarkan perhitungan kebutuhan lahan untuk dapat menyediakan hijauan pakan sebanyak itu pada tahun 2005 diperlukan lahan seluas 16 juta ha lahan produksi rumput lokal dan 1,1 juta ha kebun rumput budidaya yang berproduksi sepanjang tahun. Kenyataan ini sulit terjadi jika sistem integrasi dengan sektor tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan tidak dilakukan. Luasan lahan berdasarkan perhitungan tadi belum menggambarkan keadaan sesungguhnya di Indonesia, pada kenyataannya kapasitas tampung ternak wilayah didukung oleh produksi hijauan lokal dan sistem produksi yang terintegrasi.

Nilai kebutuhan hijauan pada Tabel 1 hanya dapat memenuhi kebutuhan ternak yang produk dagingnya baru mensuplai 31% kebutuhan daging nasional. Jika target pemenuhan daging dalam 5 tahun kedepan ditingkatkan 2 kali, maka jumlah hijauan yang

(2)

Tabel 1. Populasi ternak ruminansia (susenas 2003) dan perkiraan kebutuhan hijauan pakan Tahun Ternak Ruminansia 2001 2002 2003 2004 2005* Sapi Pedaging 11,14 11,30 10,50 10,72 11,05 Kerbau 2,33 2,40 2,40 2,57 5,59

Kambing & Domba 19,87 20,19 20,53 21,69 23,63

Sapi Perah 0,357 0,368 0,374 0,382 0,404

Total Kebutuhan Hijauan

Segar (juta ton)* 666,16 677,73 648,44 670,80 816,60 *

* Angka populasi ternak perkiraan

** Estimasi berdasarkan kebutuhan konsumsi hijauan 40 kg/ST, setelah ada konversi untuk domba/kambing. harus disediakan akan meningkat minimal dua

kali lipat dari angka yang tertera pada Tabel 1. Secara ekonomis pengusahaan hijauan pakan merupakan usaha tani yang menguntungkan (meningkatkan keuntungan 36% per ha dibandingkan usaha tani padi) terutama jika menggunakan jenis dan varietas unggul yang memiliki potensi produksi dan kualitas tinggi. Permintaan hijauan pakan dari negara tetangga seperti Malaysia, Jepang dan Korea, Taiwan dan kemungkinan Australia diperkirakan akan terus meningkat disebabkan beberapa faktor tataguna lahan dan perubahan iklim di negara tersebut. Negara yang paling memungkinkan untuk mensuplai kebutuhan hijauan pakan adalah Indonesia yang masih memiliki lahan yang cukup luas. Oleh karena itu dinamisasi perdagangan hijauan pakan dan perubahan status hijauan pakan dari komoditas tradisonal menjadi komoditas komersial menjadi sangat penting.

Selain sebagai sumber hijauan, tanaman pakan juga berperan memiliki banyak manfaat lain (BAWDEN and ISON, 1992) diantaranya

sebagai tanaman ornamental yang sudah banyak digunakan pada praktek lansdscape, seperti tanaman Arachis pintoi dan rumput-rumput merambat (creeping grass) (HOPKINS,

2001). Tanaman pakan juga banyak digunakan sebagai tanaman konservasi baik untuk pemanenan air (water harvesting) maupun sebagai tanaman penutup (cover crops) pada lahan-lahan perkebunan dan penahan erosi tanah pada lahan-lahan miring. Kegunaan lain yang sekarang semakin banyak diteliti adalah sebagai sumber bahan aktif obat

(phytomedicine) dan tanaman untuk remediasi lingkungan serta reklamasi lahan bekas pertambangan. Selain itu beberapa tanaman pakan memiliki kegunaan lain sebagai sumber

bahan baku industri serat, seperti tanaman kenaf.

Mencermati nilai strategis dari hijauan pakan, maka perlu suatu upaya dan langkah strategis yang dimulai dari tingkat pemahaman dan pemantapan IPTEK sampai pada tingkat bisnis praktis di lapangan.

Berkembangnya kegunaan tanaman pakan dan kebutuhan hijauan pakan menuntut perkembangan ilmu pengetahuan yang komprehensif tentang tanaman pakan, yang meliputi aspek budidaya, pengembangan varietas, efisiensi utilitas, dan dinamisasi serta komersialisasinya. Dalam kerangka ini Fakultas Peternakan sebagai lembaga tinggi yang kompeten dalam pengembangan IPTEK bidang tanaman pakan perlu melakukan penyesuaian dan pemantapan kurikulum yang menunjang kebutuhan lapangan akan aspek pengembangan hijauan pakan di atas.

POKOK BAHASAN Permasalahan dalam pengembangan hijauan pakan

Terlepas dari segala keunggulan dan manfaat tanaman dan hijauan pakan yang demikian banyak, pada kenyataannya penyediaan tanaman dan hijauan pakan sangat sulit dilakukan secara kontinyu dengan kalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala, yaitu: (1) sangat terbatasnya ketersediaan lahan khusus untuk produksi hijauan pakan. Lahan yang tersedia pada umumnya merupakan lahan yang berada secara integratif dengan tanaman pangan, perkebunan dan kehutanan, bukan merupakan lahan khusus untuk produksi hijauan pakan, (2)

(3)

berkurangnya lahan pangonan disebabkan desakan kebutuhan perumahan dan industri, (3) sulitnya memperoleh jenis dan bibit (benih) tanaman pakan unggul yang memiliki tingkat produktivitas (kuantitas dan kualitas) tinggi dengan daya adaptasi terhadap lingkungan cukup baik untuk skala pengembangan besar, (4) masih rendahnya dinamika bisnis hijauan pakan, hal ini disebabkan karena (a) sifat produksi hijauan pakan yang fluktuatif, (b) sifat fisik hijauan pakan yang bulky (amba) dan (c) masih belum mapannya pasar hijauan pakan. Rendahnya dinamika bisnis hijauan pakan menyebabkan tidak terpacunya pengembangan sentra-sentra produksi hijauan pakan dan terbatasnya ketersediaan hijauan pakan serta ketidakpedulian produsen dan konsumen hijauan pakan terhadap kualitas, yang kesemuanya itu menyebabkan anggapan tidak pentingnya tanaman pakan, sehingga di Indonesia centra bibit yang pernah ada menjadi tidak vital lagi. Oleh karena itu perlu adanya upaya yang memacu agribisnis tanaman dan hijuan pakan.

Perkembangan IPTEK hijauan pakan Penyediaan hijauan pakan selama ini disebabkan kepada peternak yang pada umumnya kurang memiliki wawasan yang terhadap tanaman pakan dan komoditas hijauan. Tidak aktifnya beberapa Pusat Pengembangan Hijauan Pakan di Indonesia menjadi salah satu penyebab sulitnya penyediaan hijauan pakan di tingkat peternak. Peternak sesungguhnya memerlukan hijauan pakan, tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana hijauan pakan dapat disediakan,sementara itu Perguruan Tinggi tidak melakukan pembinaan langsung kepada peternak dalam pengembangan hijauan pakan. Oleh karena itu peningkatan pengetahuan tentang hijauan pakan menjadi sangat penting. Di Fakultas Peternakan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi hijauan pakan diberikan oleh Bagian Agrostologi atau Bagian Ilmu Hijauan Pakan. Kurikulum yang berlaku sejak awal didirikan bagian ini khusus untuk di Fakultas Peternakan IPB telah mengalami beberapa perombakan baik dari mata kuliah maupun isi materi. Perubahan dilakukan dalam rangka menyesuaikan keterkinian dan

kemutakhiran kebutuhan di masyarakat terhadap hijauan pakan.

Pada tahun 1960/1970-an pengkajian ilmu hijauan pakan dititikberatkan pada pemanfaatan padang gembala sebagai sumber hijauan pakan. Meskipun tidak secara holistik (tidak terintegratif dengan sub sektor lainnya) tetapi pengembangan sistem manajemen penggembalaan relatif berkembang. Namun prioritas penggunaan lahan masih tidak diberikan bagi penyediaan hijauan pakan, sehingga sering kali istilah the flying farm

(peternakan di awang-awang) terlontar dalam kuliah dan pertemuan ilmiah, untuk menggambarkan sulitnya peternakan mendapatkan lahan. Berdasarkan tataguna lahan yang berlaku, peternakan mendapatkan lahan marginal kelas IV, yang secara kultur teknik dikatagorikan tidak subur. Memasuki akhir 70-an dan seterusnya beberapa introduksi hijauan pakan mulai marak memasuki beberapa balai penelitian dan pengembangan hijauan pakan dan perguruan tinggi. Pengkajian terhadap daya adaptasi, tingkat produksi, sistem produksi dan manajemen serta penemuan varietas baru tanaman pakan unggul banyak dilakukan untuk menyumbangkan informasi agar tanaman unggul introduksi tersebut dimasyarakatkan, sehingga produktivitas ternak ruminansia dapat meningkat. Namun sejalan dengan banyaknya informasi tentang pengembangan hijauan pakan unggul introduksi, pada saat yang bersamaan tahun 1980-an perhatian pemerintah dan masyarakat lebih banyak tertuju pada industri non pertanian, apalagi peternakan ruminansia. Konversi lahan pertanian dan padang penggembalaan terjadi sangat drastis hingga mencapai angka 3,8% per tahun (BPS, 1990), padahal jenis-jenis tanaman pakan unggul yang siap dibudidayakan telah tersedia. Alih-alih untuk budidaya tanaman pakan, lahan untuk produksi panganpun menjadi sasaran konversi tersebut. Akibatnya pada akhir 1980-an peneliti1980-an d1980-an pengemb1980-ang1980-an hijau1980-an pak1980-an diarahkan pada sistem integrasi, salah satu karya terkenal dalam bidang ini adalah Sistem Tiga Strata yang dikembangkan oleh Prof. Nitis dkk. Dalam kurikulum pun terdapat mata kuliah yang khusus mengajarkan tentang integrasi hijauan pakan dengan sektor lain, misalnya mata kuliah Perencanaan Penyediaan Hijauan Pakan Wilayah.

(4)

Langkah strategis menuju kejayaan hijauan pakan

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang hijauan pakan yang demikian panjang, hingga saat ini belum menunjukkan adanya pencapaian yang signifikan terhadap indikator penting keberhasilan penelitian dan pengembangan IPTEK bidang hijauan, yaitu "Hijauan Pakan Dapat Tersedia Setiap Saat dengan Kualitas yang Tinggi", pada kenyataannya malah semakin rendah ketersediaannya. Hal ini terjadi karena bertambahnya kebutuhan hijauan pakan akibat populasi ternak semakin meningkat, sementara itu sumber produksi hijauan pakan semakin berkurang dan pengembangan IPTEK tanaman pakan tidak menjawab masalah tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penataan kembali pada tataran keilmuan dan pengembangan teknologi di bidang hijauan pakan. Langkah pertama yang harus dicapai adalah (1) mengubah paradigma lama tentang hijauan pakan sebagai komoditas tradisional menjadi komoditas komersial, sehingga hijauan pakan merupakan komponen penting dalam agribisnis daging merah dan susu (2) eksplorasi jenis dan manfaat tanaman pakan lokal serta meningkatkan nilai ekonomisnya melalui multi guna yang dimilikinya, (3) menyesuaikan pengembangan keilmuan dan teknologi hijauan pakan berdasarkan kondisi ideal dan mendorong untuk terwujudnya kondisi yang layak bagi pengembangan tanaman pakan, bukan lagi menerima lahan yang tidak layak bagi pertumbuhan tanaman pakan, (4) melakukan langkah politis dengan memberikan keyakinan pada pemerintah bahwa hijauan pakan penting dalam mewujudkan ketahanan pangan di masa kini dan masa mendatang, terutama jika pemerintah ingin swasembada daging merah dan susu yang memenuhi standar mutu global, (5) sosialisasi tentang pentingnya pola integrasi dalam sistem produksi pertanian dalam arti luas yang menguntungkan.

Reposisi tanaman pakan dalam kurikulum Sejalan dengan langkah strategis yang harus ditempuh untuk menuju keutamaan tanaman dan hijauan pakan, penyiapan sumberdaya manusia intelektual harus dipersiapkan sejak sekarang, agar

pencapaiannya dapat diwujudkan secara pasti. Untuk itu Fakultas Peternakan sebagai lembaga pendidikan tinggi yang memiliki kompetensi dalam bidang tanaman dan hijauan pakan, direkomendasikan untuk melakukan penyempurnaan kurikulum yang menyangkut keilmuan dan pengembangan teknologi di bidang tanaman dan hijauan pakan. Berdasarkan langkah strategis di atas penyempurnaan kurikulum dapat didasarkan pada alasan berikut :

Pendinamisan hijauan pakan sebagai upaya komersialisasi hijauan pakan

Untuk mewujudkan paradigma baru hijauan pakan sebagai komoditas komersial perlu dilakukan upaya pendinamisan hijauan pakan sebagai komoditas perdagangan. Indonesia yang merupakan negara kepulauan sangat memerlukan dinamisasi hijauan pakan. Sebagai contoh, secara statistik populasi ternak ruminansia di pulau jawa mencapai 59% (STATISTIK PETERNAKAN, 2004), namun

potensi pengembangan lahan untuk menghasilkan hijauan pakan adanya di luar Jawa. Oleh karena itu pengetahuan dan teknologi dalam pendinamisan hijauan pakan seperti penanganan hasil dan teknik transportasi menjadi sangat relevan dikembangkan dan diajarkan dalam kurikulum Fakultas Peternakan. Dengan mencermati kecenderungan kebutuhan hijauan pakan Korea, Jepang, Taiwan, Malaysia dan kemungkinan Australia sebagai peluang, maka perlu dirancan2 mata kuliah vana bernuansa rekavasa (enzineering) yang terkait dengan keilmuan tanaman dan hijauan pakan yang mengarahkan pada perlakuan bahan siap pabrikasi untuk kebutuhan industri hijauan pakan, misalnya Teknik Penanganan Pasca Panen Tanaman Pakan, yang didukung dengan hasil-hasil penelitian. Selain itu dalam mata kuliah ini dibahas mengenai manajemen bisnis tanaman dan hijauan pakan, mengingat nilai ekonomisnya yang semakin meningkat.

Eksplorasi jenis dan manfaat tanaman pakan serta nilai tambah secara ekonomis

Mengenal jenis dan memahami manfaat tanaman pakan merupakan landasan utama

(5)

cara bersikap seorang sarjana peternakan atau ahli peternakan dalam meningkatkan nilai tambah secara ekonomis tanaman pakan. Multi guna yang dimiliki oleh tanaman pakan memungkinkan tanaman pakan tersebut memiliki nilai tambah yang lebih baik sekedar sebagai sumber hijauan pakan. Oleh karenanya dalam kurikulum yang disajikan, pemberian pemahaman tentang perlunya mengenal jenis dan manfaatnya bagi ternak, manusia dan alam komponen alam lainnya perlu dilakukan. Sebagai contoh, mata kuliah Landasan Agrostologi telah memberikan nuansa kepada mahasiswa untuk mengenal jenis dan morfologi tanaman pakan; kegunaan bagi manusia, ternak dan komponen alam lainnya; dan faktor penentu yang memungkinkan multiplikasi dan eksistensi jenis tanaman pakan tersebut.

Eksistensi IPTEK dalam mendukung produktivitas tanaman pakan

Bukan lagi merupakan cara strategis jika para peneliti dan ilmuwan di bidang tanaman pakan masih mengharapkan produktivitas (produksi dan kualitas hijauan) tinggi dalam memproduksi hijauan pakan di lahan yang sangat marjinal, karena hal ini tentu memerlukan input dan teknologi yang mahal. Kecuali dalam upaya melakukan reklamasi lahan yang tidak subur dalam rangka meningkatkan kesuburan. Jika produk ternak dipandang sebagai komoditas yang membantu program penanganan gizi buruk (busung lapar) maka bukan saatnya lagi input produksi dalam usaha peternakan ditempatkan pada lahan yang tidak layak. Oleh karena itu mahasiswa peternakan, para ilmuwan dan peneliti khususnya tanamaan pakan perlu merasa percaya diri dan mengembangkan teknologi terobosan dalam memanfaatkan lahan subur untuk meraih produktivitas hijauan pakan yang maksimal. Untuk itu perlu ada mata kuliah yang menawarkan teknik kultur modern dan pengenalan teknologi terobosan dibidang tanaman pakan, pemanfaatan mekanisasi dalam sistem produksi tanaman pakan dan penanganan pasca panennya. Mata kuliah yang penting berkaitan dengan tujuan ini misalnya pengetahuan tentang Fisiologi Tanaman Pakan dan Teknologi Benih Tanaman Pakan.

IPTEK dibidang tanaman pakan perlu dipetakan dalam suatu roadmap teknologi

(Technology Roadmap) dan master plan

pengembangannya. Baik corse content dalam mata kuliah maupun roadmap teknologi serta master plan harus berbasis geografis, karena karakteristik pengembangan hijauan pakan akan berbeda setiap wilayah. Orientasi pengembangan hijauan pakan yang tercantum dalam master plan direkomendasikan di luar Jawa. Untuk itu perlu pengetahuan tentang sistem informasi geografis (Geographical Information System) dan pemanfaatan data untuk pemodelan (modelling) yang diakomodasi dalam suatu mata kuliah. Tahap pengenalan sistem disampaikan pada Strata 1 dan aplikasinya pada pasca sarjana.

Politisasi tanaman dan hijauan pakan

Tidak cukup pendekatan teknis dan pengubahan paradigma saja tetapi pendekatan politik dalam rangka pengembangan tanaman dan hijauan pakan perlu dilakukan, meskipun hasilnya baru terasakan dalam jangka panjang. Pencetakan SDM intelektual bidang peternakan khususnya tanaman pakan menjadi sangat prioritas guna mampu mengangkat persoalan tanaman pakan ke level nasional dan menjadikan komoditas politik. Hal ini tidaklah mudah jangankan aspek tanaman dan hijauan pakan, sektor peternakan pun masih dalam perjuangan untuk menempati prioritas (sektor.utama) di tingkat nasional. Tetapi nilai strategis tanaman pakan dalam Ketahanan Pangan bisa menjadi entry point untuk pendekatan politis. Target jangka panjang ini didekati dengan pencerahan sarjana peternakan melalui kurikulum di kampusnya. Mata kuliah yang bernuansa kebijakan dan pembangkitan kemampuan mahasiswa dalam politisasi komoditas pertanian perlu diadakan, karena banyak komoditas pertanian termasuk tanaman pakan yang nilai strategisnya lebih besar dibandingkan nilai ekonomisnya, namun eksistensinya merupakan suatu keharusan. Pihak yang paling berwenang Deptan (Dirjenak) perlu memahami hal ini secara komprehensip, sehingga dalam hirarki kewenangan disarankan posisi pakan (tanaman pakan) berada minimal pada level direktorat. Bagi Perguruan Tinggi, jelas mandat ini harus dimaksimalkan dengan menyelenggarakan

(6)

mata kuliah dengan orientasi di atas. Pada saat ini ada chapter yang mendiskusikan tentang posisi strategis tanaman pakan dalam politik- sosial dan ekonomi, tetapi masih sangat dangkal dan kurang memberikan pengaruh kepada mahasiswa. Oleh karena itu pemantapan materi pada mata kuliah ini harus dilakukan, dengan kasus-kasus empiris di masyarakat.

Publikasi populer ilmiah harus sudah saatnya digencarkan guna promosi dan sosialisasi nilai strategis ini kepada semua kalangan. Selain itu pembentukan jejaring

(network) secara nasional maupun internasional perlu dilakukan oleh para ilmuan, peneliti dan birokrat untuk mengembangkan tanaman dan hijauan pakan. Di Indonesia pernah digagas asosiasi tanaman pakan (Indonesian Grassland Association) di Bandung atas prakarsa beberapa Perguruan Tinggi, tetapi sampai hari ini tidak ada kelanjutannya. Jejaring internasional sangat perlu karena banyak negara tetangga yang melihat potensi ini sebagai masa depan bagi bisnis peternakan di negara mereka.

Sistem integrasi adalah fakta sistem produksi tanaman pakan

Fakta menunjukkan bahwa sangat sporadis hamparan lahan yang luas secara khusus untuk produksi hijauan pakan, tetapi fakta juga menunjukkan sekitar 11 juta ternak ruminansia tercatat dalam berbagai buku statistik Indonesia. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada lahan non pastura yang menjadi sumber produksi hijauan pakan yang menjadi daya dukung kapasitas tampung ternak sebanyak itu, meskipun dengan berbagai keterbatasan. Secara statistik (BPS, 2003), tata guna lahan di Indonesia meliputi lahan basah (14,36%), lahan kebun dan tanaman pangan (18,29%), lahan bera (15,82%), perkebunan (30,36%), lahan pangonan (3,78%), lahan rawa dan kolam (1,93%) dan lahan hutan produksi (15,43%). Data ini membuktikan bahwa kontribusi hijauan pakan dari pangonan merupakan porsi yang terendah dan tidak mencukupi kebutuhan hijauan pakan secara nasional karena hanya memproduksi sekitar 61,25 juta ton hijauan segar dalam setahun. Angka ini jelas hanya memenuhi sekitar 9,05% dari total kebutuhan hijauan nasional pada

tahun 2002, sebagian besar disediakan oleh lahan non pastura.

Mencermati begitu pentingnya lahan non-pastura sebagai sumber hijauan pakan, maka pendekatan dan sosialisasi pada sektor lain menjadi sangat penting. Perlu upaya meyakinkan pihak perkebunan, kehutanan dan pihak tanaman pangan bahwa pola integrasi dapat memberikan keuntungan baik secara ekonomis maupun ekologis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal penting lain terkait dengan tanaman pakan, hingga saat ini tanaman pakan penghasil biji seperti kedele dan jagung masih merupakan tanaman pangan, padahal pada kenyataannya konsumsi terbesar dari produk kedele dan jagung adalah ternak. Hal ini perlu juga disampaikan kepada mahasiswa, ilmuwan, peneliti dan praktisi tentang pentingnya pemahaman bahwa dimungkinkan adanya pergeseran beberapa komoditas disebabkan konsumen terbesar yang memerlukannya.

Dalam konteks IPTEK, pendalaman pengetahuan dan penelitian terhadap pola integrasi harus lebih difokuskan pada kajian-kajian nyata. Namun hal ini sering mendapatkan kesulitan bagi peneliti karena persepsi yang masih berbeda antara SDM peternakan dengan SDM sektor lain tentang konsep integrasi. Oleh karena itu pemahaman tentang konsep integrasi perlu disampaikan dalam mata kuliah di Perguruan Tinggi di semua fakultas yang terkait. Salah satu mata kuliah yang di asuh di Fakultas Peternakan IPB adalah Sistem Produksi Tanaman Pakan, Kebijakan Penyediaan Hijauan Pakan dan Evaluasi Hijauan Pakan.

PENUTUP

Langkah menuju kejayaan tanaman pakan masih memerlukan upaya maksimal dari semua pihak yang terlibat (Dirjenak, Perguruan Tinggi, Peternak, SDM sektor lain dan pemerintah secara umum). Langkah strategis termasuk penyusunan roadmap teknologi, master plan pengembangan hijauan pakan nasional dan pembentukan jejaring tidak bisa ditunda lagi, harus segera dilakukan untuk menetapkan langkah dan sikap yang tepat akan pentingnya tanaman dan hijauan pakan dalam Ketahanan Pangan Nasional sebagai amanat MDG's.

(7)

DAFTAR PUSTAKA

BAWDEN, R. J. and R. L. ISON., 1992. The purposes of field-crop ecosystems: Social and economics aspects. In Field-Crop Ecosystems, ed. CJ Oearson, pp. 11-3 5 Amsterdam: Elsevier

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN, 2004. Statistik Peternakan.

HIDAYATI, N, C. TALIB dan A. POHAN. Produktifitas Padang Penggembalaan Rumput Alam untuk Menghasilkan Sapi Bibit di Kupang Timur, Nusatenggara Timur. Prosiding. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 17-18 September 2001.

HOPKIN, A. 2001. Grass and Its Production and Utilization, 3rd. Blackwell Science Ltd. UK.

Gambar

Tabel 1. Populasi ternak ruminansia (susenas 2003) dan perkiraan kebutuhan hijauan pakan  Tahun  Ternak Ruminansia  2001 2002 2003 2004 2005*  Sapi  Pedaging  11,14 11,30 10,50 10,72 11,05  Kerbau  2,33 2,40 2,40 2,57 5,59

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini karena bertambahnya dosis inokulum dan lama inkubasi sampai batas tertentu akan meningkatkan cepatnya miselium menutupi substrat, sehingga enzim yang

Dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh selebriti endorser (X 1 ) dan desain produk ( X 2 ) berpengaruh secara simultan dan secar parsial

Program Pemberian Pinjaman Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan kepada masyarakat miskin Kelurahan tidar Utara Kecamatan magelang selatan dianalisis berdasarkan 3

6.2.4 KDAJ SE KOMUNICIRA Komunikacija med zdravstvenimi delavci in starši hudo bolnih otrok poteka: - ob prihodu v bolnišnico v sprejemni ambulanti, ne glede na čas prihoda, -

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang menyerang

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi masyarakat Desa Jaddih bermigrasi ke Papua adalah jumlah keluarga, status kepemilkan rumah, status pekerjaan dan

Berdasarkan uraian tersebut, pe- nulis merasa tertarik mengambil judul “Perbedaan Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil tentang Garam Beriodium dalam Penggunaan Garam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan tentang penggunaan modal sendiri, modal kredit dan luas lahan yang dimiliki petani jeruk terhadap peningkatan usaha