• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terapi Paliatif Kanker Serviks

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Terapi Paliatif Kanker Serviks"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI LAYANAN PALIATIF HOLISTIK

STRATEGI LAYANAN PALIATIF HOLISTIK

P

P

ADA

ADA

P

P

ASIEN DENGAN RESIKO

ASIEN DENGAN RESIKO TING

TINGGI D

GI DAN

AN

P

P

ASIEN

ASIEN

F

F

ASE T

ASE T

ERMI

ERMI

NAL

NAL

Dr. TJOKORDA GDE DHARMAYUDA SpPd. KHOM. Dr. TJOKORDA GDE DHARMAYUDA SpPd. KHOM.

Suatu Saat dalam memberikan layanan kesehatan, kita akan berjumpa dengan pasien yang Suatu Saat dalam memberikan layanan kesehatan, kita akan berjumpa dengan pasien yang berada dalam

berada dalam kondisi kesehatan berresiko tinggi,kondisi kesehatan berresiko tinggi, artinya semua tindakan medik yang kitaartinya semua tindakan medik yang kita lakukan dapat berdampak buruk terhadap kondisi kesehatannya, dan

lakukan dapat berdampak buruk terhadap kondisi kesehatannya, dan  pasien  pasien yang yang sedangsedang dalam fase terminal 

dalam fase terminal , artinya mereka yang mengalami sakit yang dengan pengobatan medik, artinya mereka yang mengalami sakit yang dengan pengobatan medik apapun belum

apapun belum bisa menjanjikan bisa menjanjikan kesembuhannya, kesembuhannya, sehingga pasien akan sehingga pasien akan berhadapan denganberhadapan dengan ancaman kondisi

ancaman kondisi kesehatan yang kesehatan yang segera memburuk, segera memburuk, dan kemudian dan kemudian melanjutkan kehidupanmelanjutkan kehidupan tanpa badan fisik.

tanpa badan fisik.

Dari sudut pasien kedua kondisi penyakit ini mendambakan layanan kesehatan yang Dari sudut pasien kedua kondisi penyakit ini mendambakan layanan kesehatan yang komprehensif agar

komprehensif agar ia ia dapat mengalami dapat mengalami kondisi kesehatan kondisi kesehatan optimal dengan koptimal dengan kwalitas hidupwalitas hidup yang sangat baik serta dapat mencapai tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu

yang sangat baik serta dapat mencapai tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu Hidup Bahagia Hidup Bahagia bersama selamanya, walaupun harus bersama

bersama selamanya, walaupun harus bersama penyakit.penyakit.

Menyikapi kondisi pasien seperti ini, maka dari sudut pandang Paliatif dirancang suatu Menyikapi kondisi pasien seperti ini, maka dari sudut pandang Paliatif dirancang suatu  strategi layanan kesehatan Holistik

 strategi layanan kesehatan Holistik untuk menolong pasien agar dapat mengoptimalkan kondisiuntuk menolong pasien agar dapat mengoptimalkan kondisi kesehatannya, dan memanfaatkan kesempatan hidupnya untuk mencapai tujuan Hidup kesehatannya, dan memanfaatkan kesempatan hidupnya untuk mencapai tujuan Hidup Bahagia bersama selamanya.

Bahagia bersama selamanya.

Paliatif sebagai organisasi profesi kedokteran mensinergikan berbagai modalitas layanan Paliatif sebagai organisasi profesi kedokteran mensinergikan berbagai modalitas layanan medik professional dan layanan alternatif komplimenter untuk mendukung layanan kesehatan medik professional dan layanan alternatif komplimenter untuk mendukung layanan kesehatan terhadap

terhadap pasien memanfaatkan pasien memanfaatkan masa hidup masa hidup dengan memperhatikandengan memperhatikan unsur kesehatan Holistikunsur kesehatan Holistik  yaitu:

 yaitu: unsure unsure Biofisik, Biofisik, Psikologis, Spiritual Psikologis, Spiritual pasien serta pasien serta unsure unsure sosial lingkungan sosial lingkungan dan dan sikap sikap kultural kultural   pasien,

 pasien, keluarga pasien dkeluarga pasien dan pelayan kesehaan pelayan kesehatan untuk secara btan untuk secara bersama sama, ersama sama, bekerja sambekerja sama, a, salingsaling tolong

tolong  –  –  menolong secara professional, merubah prilaku hidup mensyukuri dan menikmati menolong secara professional, merubah prilaku hidup mensyukuri dan menikmati  kehidupan yang Bahagia walaupun masih bersama berbagai masalah penyakit yang beresiko kehidupan yang Bahagia walaupun masih bersama berbagai masalah penyakit yang beresiko tinggi dan di fase terminal.

tinggi dan di fase terminal.

Layanan Paliatif terhadap Biofisik pasien

Layanan Paliatif terhadap Biofisik pasien : : memberikan memberikan layanan kesehatan layanan kesehatan sesuai kaidah sesuai kaidah medikmedik teknis

teknis , , dengan dengan memperhatikan memperhatikan prioritas prioritas kebutuhan kebutuhan layanan layanan atas atas dasardasar kesepakatan bersama antara pasien ,keluarga, dan pelayan kesehatan untuk kesepakatan bersama antara pasien ,keluarga, dan pelayan kesehatan untuk mencapai kesembuhan dan atau peningkatan kwalitas hidup pasien selama mencapai kesembuhan dan atau peningkatan kwalitas hidup pasien selama menjalankan hidup.

menjalankan hidup.

Layanan Paliatif terhadap Psikologi pasien

Layanan Paliatif terhadap Psikologi pasien : : memberikan memberikan layanan layanan /bantuan /bantuan /bimbingan/bimbingan psikologis pada pasien agar pasien mampu menerima kenyataan keberadaan psikologis pada pasien agar pasien mampu menerima kenyataan keberadaan penyakitnya

penyakitnya dan selalu dan selalu tenang, tenang, damai , damai , bahagia bahagia dan kdan kasih pada asih pada sesama selamasesama selama menjalankan hidup.

menjalankan hidup.

Layanan paliatif terhadap Spiritual pasien.

Layanan paliatif terhadap Spiritual pasien. Menolong pasien menyadari akan keberadaanMenolong pasien menyadari akan keberadaan kodratnya sebagai manusia makhluk Tuhan, yang sedang di kasihi Tuhan serta mau kodratnya sebagai manusia makhluk Tuhan, yang sedang di kasihi Tuhan serta mau bersikap

bersikap baik, baik, selalu selalu bersyukur, bersyukur, menikmati menikmati kenyataan, kenyataan, dan dan berpihak berpihak memilih memilih sertaserta berpasrah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

berpasrah kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Layanan paliatif terhadap lingkungan sosial pasien

Layanan paliatif terhadap lingkungan sosial pasien : : Menolong Menolong pasien dan pasien dan lingkungan lingkungan sosialnyasosialnya menyadari keberadaan masing masing sebagai makhluk Tuhan yang berinteraksi menyadari keberadaan masing masing sebagai makhluk Tuhan yang berinteraksi saling melengkapi, saling tolong - menolong , kasih

saling melengkapi, saling tolong - menolong , kasih –  – mengasihi, dalam menjalankanmengasihi, dalam menjalankan hidup menuju tujuan Bahagia bersama selamanya.

(2)
(3)

Layanan Paliatif terhadap kultural ( sikap hidup ) pasien : Memberikan pengertian dan latihan -latihan kultural (sikap ), agar saling menyadari bahwa hidup ini saling membutuhkan, menyempurnakan, satu dengan yang lainnya hingga suatu saat nanti sampai pada kesadaran selalu Bahagia Bersama selamanya.

 Penyempurnaan Layanan Paliatif yang komprehensif ( HOLISTIK ) perlu disosialisasikan terus -menerus khususnya pada pasien yang sedang mengalami penyakit dengan resiko tinggi dan atau berada dalam fase terminal agar kesempatan hidup yang masih tersedia dapat kita manfaatkan  sebaik - baiknya bukan untuk kepentingan ego kita tetapi kepentingan keberadaan Alam - semesta  yang tenang, damai, indah dan membahagiakan semua Makhluk.

(4)
(5)

TERAPI PALIATIF PADA KANKER SERVIKS

Penderita yang mengalami tahap terminal kanker serviks, dilakukan terapi paliatif mencakup cara pencegahan gejala, deteksi dini, dan penanganan masalah psikologi dan psikososial yang dialami pasien.

Siapa tak pernah mendengar kata ‘kanker’? Hampir semua orang pernah mendengarnya dan cukup bergidik mengetahui bagaimana penyakit ini menggerogoti hidup manusia. Pada wanita, dikenal kanker leher rahim yang menduduki proporsi teratas jumlah penderita kanker di Indonesia. Sayangnya, pada wanita Indonesia, sebagian besar kanker leher rahim yang ditemukan sudah berada pada stadium lanjut bahkan terminal. Jika kanker ini ditemukan sudah pada stadium lanjut, hanya sedikit upaya yang bisa dilakukan untuk mengenyahkan penyakit ini.

Berbagai hal menjadi penyebab mengapa kanker serviks masih menjadi masalah besar dalam penanganannya. Dalam acara yang diselenggarakan Female Cancer Programme dan Asia Link di Bogor akhir Agustus lalu terungkap, ketersediaan layanan skrining dan terapi masih menjadi tantangan di negeri ini. Permasalahan tidak berhenti sampai di situ, karena manajemen kanker invasif ini berlanjut pada kurangnya fasilitas operasi, provider yang terlatih, dan layanan radioterapi. Layanan histopatologi juga belum menjangkau banyak area di Indonesia. Meski terdapat layanan terapi kanker serviks di rumah-rumah sakit swasta, namun biaya masih menjadi hambatan bagi sebagian besar penderita.

Kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi sejak dini turut menyumbang penyebab kanker ini sulit diatasi. Faktor-faktor lain adalah masalah geografi, budaya, sosial ekonomi, serta psikologi. Kerap pasien tidak menjalani terapi hingga tuntas atau tidak menjalani program follow-up.

Diagnosa sederhana

Diagnosa kanker serviks sebenarnya secara klinik cukup sederhana. Kebanyakan kanker seviks memperlihatkan pertumbuhan dan penyebarannya ke vagina yang dikelilingi jaringan serviks. Temuan sitologikal mempermudah konfirmasi adanya kanker jenis ini. Kanker serviks invasif didiagnosa dengan biopsi spesimen serviks dan uji hispatologi.

Gambaran klinik kanker serviks terutama berdasarkan pada lokasi dan penyebaran penyakit. Jika kanker terbatas pada pada serviks atau karsinoma insitu, tidak ada tanda-tanda klinik khusus atau gejala. Namun jika kanker berkembang dan sel menyebar ke organ lain seperti vagina, bladder, rektum, atau bahkan ke organ yang lebih jauh, maka terdapat beberapa gambaran klinik seperti adanya bau vagina yang tidak sedap, nyeri abdominal, mual, atau kembung. Gambaran lain adalah nyeri punggung, anemia, dan hilangnya berat badan.

Terapi untuk kanker serviks invasif dapat dilakukan dengan melakukan baik tunggal maupun kombinasi. Terapi tersebut misalnya operasi, radioterapi, kemoterapi, dan imunoterapi. Kanker, akan melibatkan multidisiplin ilmu dalam penanganannya seperti ginekolog, patologis, perawat, teknisi, dan bahkan konselor untuk penderita yang telah memasuki tahap lanjut.

Prognosis tergantung dari stadium kanker yang diderita saat pasien mulai mendapatkan terapi. Kekambuhan setelah lima tahun pascaterapi jarang terjadi. 5 YSR adalah indikator prognosis yang baik berdasarkan kapan pasien kanker serviks mulai menjalani perawatan. 5

(6)
(7)

YSR adalah 80% untuk stadium I, 70% untuk IIa, 45% untuk IIb-III, dan kurang dari 10% untuk stadium IV.

Terapi Paliatif : Perbaiki Kualitas Hidup Pasien

Bagi penderita yang sudah memasuki tahap terminal dari penyakitnya, terapi yang dapat dilakukan adalah terapi paliatif yang bertujuan untuk memperbaiki kulitas hidup. Terapi paliatif mencakup cara pencegahan gejala serta deteksi dini, serta mengurangi gejala stress atau masalah psikososial yang dialami pasien. Implikasinya, terapi ini tidak hanya tergantung pada pasien, tetapi melibatkan dukungan keluarga, lingkungan, serta ahli medis.

Jenis terapi paliatif yang dilakukan berbeda antara satu orang dengan lainnya. Hal itu tergantung dari progresi penyakit dan kebutuhan penderita yang berubah. Program manajemen holistik harus mengenali gejala dari kanker serviks tingkat lanjut serta menetapkan ukuran untuk dapat mengurangi gejalanya. Masalah utama adalah rasa sakit, khususnya pada bagian belakang. Nyeri dapat dikontrol dengan radioterapi yang sesuai untuk mengurangi rasa sakit dan dengan obat. Beberapa gejala fisik kanker serviks tingkat lanjut beserta penanganannya terdapat pada tabel berikut.

Tabel. Manajemen gejala fisik advanced cervical cancer

GEJALA APA YANG DAPAT

DILAKUKAN SIAPA YANG DAPAT MELAKUKAN TEMPAT YANG MENYEDIAKAN LAYANAN Vaginal Bleeding Vaginal packs, sedative oral,

iron oral.

Untuk perdarahan yang berat dapat dilakukan

radioterapi atau brakiterapi dan teleterapi. Pekerja medis terlatih Onkologis radiasi Fasilitas primer, sekunder, dan tersier Fasilitas tersier

Cairan vagina yang berbau

Secara periodik, pakaian dalam yang dipakai dapat direndam dalam cairan yang berisi bubuk soda

bicarbonate (1 sendok the dalam 500 ml air), cuka, atau caira metronodazole.

Pembilasan dengan cairan tersebut juga dapat

dilakukan.

Dapat diberikan antibiotik seperti doxycycline atau kombinasi amoxicillin dan metronodazole Pekerja medis terlatih Perawatan di rumah, fasilitas primer, sekunder, tersier.

Leg swelling (Lymph edema)

Tegakkan kaki atau bungkus dengan band elastis

Jika kaki mengalami inflamasi dapat diberikan antibiotik.

Pekerja medis terlatih

Perawatan di rumah, fasilitas primer, sekunder, tersier.

(8)
(9)

Nyeri abdominal kolik disertai muntah dan mual karena ‘bowel obstruction’

Manajemen Operasi Ahli Bedah

Umum

Fasilitas sekunder dan tertier

Urinari atau fecal incontinence akibat vesicovaginal atau rectovaginal fistula

Kateterisasi bladder atau vaginal packing

Pekerja medis terlatih

Fasilitas primer, sekunder, tersier.

Severe Anemia Iron oral

Transfusi darah Pekerja medis terlatih Ahli medis Perawatan di rumah, fasilitas primer, sekunder, tersier. Fasilitas sekunder atau tersier

Bed Sore – decubitus ulcer

Secara teratur mengubah posisi. Mandi setiap hari Pasien dibaringkan pada kasur lunak. Basuh dengan hydrogen peroxide 2% atau povidone iodine Keluarga Pekerja medis terlatih Perawatan di rumah Fasilitas primer, sekunder, tersier.

Beberapa gejala dapat dikontrol dengan prosedur sederhana yang dilakukan oleh staf di fasilitas yang sudah tersedia. Tugas tim manajemen perawatan paliatif untuk menentukan siapa yang dapat melakukan pelayanan paliatif, di mana mendapatkannya, dan jenis pelayanannya.

Terpenting : Dukungan Keluarga

Dalam menjalankan trapi paliatif, anggota keluarga dapat bertindak sebagai pemberi perawatan utama di rumah. Terkadang, ini merupakan satu-satunya pilihan bagi wanita yang tinggal di daerah terpencil. Tenaga medis dapat melatih anggota keluarga tentang cara-cara memberikan obat pada pasien serta menggunakan teknik sederhana untuk memperbaiki kenyamanan dan kondisi pasien. Tenaga medis juga dapat memberikan pelatihan pada pasien, keluarga, maupun yang merawat pasien untuk mengontrol gejala-gejala penyakit yang mungkin timbul. Perawatan di rumah dapat mengalami kegagalan, jika jaringan informal justru tidak memberikan lingkungan emosi dan sosial yang sangat penting untuk perawatan paliatif pasien kanker.

Pasien kanker menghadapi tekanan psikologis karena kanker menimbulkan berbagai implikasi seperti rasa sakit, ketergantungan pada orang lain, ketidakmampuan dan ketidakberdayaan, hilangnya fungsi-fungsi tubuh, dan sebagainya. Pasien mengalami rasa takut, cemas, shock, putus asa, marah, serta depresi. Perasaan yang timbul pada diri pasien justru akan berdampak negatif pada bagaimana pasien menghadapi gejala penyakitnya. Oleh karena itu, dukungan emosi, psikososial, dan spiritual, dapat membantu mengatasi perasaan negatif pasien serta memperbaiki kualitas hidup pasien.

Terkait dengan teknologi, keluarga pasien kerap dihadapkan pilihan untuk menggunakan kemajuan teknologi. Karena terapi dengan menggunakan teknologi, memerlukan biaya yang cukup mahal serta merupakan terapi yang agresif.

(10)
(11)

KANKER SERVIKS

DEFINISI

Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis servikalis dan atau porsio). Jenis yang paling umum adalah jenis epitelias squamous, adenoma, dan jenis campuran (Priyanto & Nuranna, 2006).

EPIDEMIOLOGI

Kanker serviks masih merupakan kanker yang menduduki urutan pertama dari kejadian kanker keseluruhan ataupun dari kejadian kanker pada wanita di seluruh dunia dan diperkirakan terdapat 493,000 kasus baru dan 274,000 kematian pertahun pada tahun 2002. Seluruh dunia rasio mortality to incidence adalah 55%. Dari data berdasar pathological based registry cankers serviks uteri menempati urutan pertama diantar kanker lainnya, diikuti kanker payudara di tempat kedua. Jenis kanker lain yang cukup banyak pada wanita adalah kanker ovarium dan kanker korpus uteri. Di Indonesia kanker serviks merupakan kanker terbanyak pada wanita di RS dr. Ciptomangunkusumo, kanker serviks merupakan 76,2% dari 1.717 kanker ginekologi dari tahun 1989-1992 dengan angka survival secara keseluruhan pada 5 tahun berkisar anatara 56,7%-72%. Selain itu, selama kurun waktu 5 tahun (1975-1979) di RSUP Sardjito terdapat 179 dari 263 kasus (68,1%). Melihat data-data tersebut, maka penatalaksanaan yang komprehensif termasuk pencegahan dan deteksi dini harus dilakukan dengan baik (Wiknjosastro, 2009)

Umur penderita antara 30-60 tahun, terbanyak adalah 45-50 tahun. Periode latendari fase prainvasif untuk menjadi invasif sio yang memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya dari 9% dari wanita berusia < 35 tahun menunjukkan kanker serbiks yang invasive pada saat didiagnosis, sedangkan 53% dari KIS terdapat pada wanita dibawah usia 35 tahun. Mempertimbangkan keterbatasan yang ada, telah disepakati secara nasional untuk melakukan program deteksi dini (pelacakan) setiap wanita sekali saja setelah melewati usia 30 tahun dan menyediakan sarana penanganannya, untuk berhenti setelah usia 60 tahun. Yang penting dari deteksi dini adalah cakupannya. Bahkan direncanakan akan ada pelatihan tenaga sukarelawati untuk mengenali bnetuk porsio yang mencurigakan untuk dapat di pap smear oleh dokter/bidan di puskesmas atau puskesmas keliling sebagaimana disarankan oleh WHO. Salah satu etiologinya adalah HPV (Human Papilloma Virus), maka kanker serviks memiliki beberapa faktor resiko yang umumnya terkait dengan suatu pola penyakita akibat hubungan seksual. Dengan demikian dapat disimpulkan penyimpangan pola seksual merupakan faktor resiko yang sangat berperan. Faktor lain yang dianggap merupakan faktor resiko anatara lain faktor hubungan seksual pertama kali pada usia muda, faktor kebiasaan merokok, dan pemakaian kontrasepsi secara hormonal (Priyanto & Nuranna, 2006).

FAKTOR RESIKO KANKER SERVIKS

Faktor resiko kanker serviks dibagi menjadi 2 kategori yaitu : 1. Faktor Resiko Mayor

Infeksi HPV (Human Papilloma Virus), khususnya kelompok resiko tinggi seperti HPV tipe 16, 18, 31, 33, 35,39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 66, 68, dan 70. Hingga sat ini lebih dari 100 tipe HPV sudah dapat diisolasi. Infeksi HPV ini berhubungan dengan lesi intraepithelial serviks, yaitu (1) hubungan yang kuat seperti HPV tipe 16, 18, 31, 45 ; (2) Hubungan sedang seperti HPV tipe 33, 35, 39, 51, 52, 56, 58, 59, 68, dan

(12)
(13)

(3) Hubungan lemah seperti HPV tipe 6, 11, 26, 42, 43, 44, 53, 54, 55, 56. Distribusi geografis tipe HPV berbeda untuk tiap Negara. HPV tipe 16 dan 18 yang paling sering ditemukan di dunia. Dimana HPV tipe 16 umumnya ditemukan di Negara barat seperti eropa, USA, dan lain-lain. Sedangkan untuk tipe 18 bnayak ditemukan di Asia. HPV merupakan penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual dan merupakan faktor resiko mayor dari kanker serviks (Priyanto & Nuranna, 2006)

2. Faktor Resiko Minor

Menurut daianda (2007) resiko minor kanker serviks adalah : - Menikah usia muda (<18 tahun)

- Mitra seksual multiple

- Terpapar IMS (Infeksi menular seksual) - Merokok

- Defisiensi vit A/Vit C/Vit E - Usia tua (> 35 tahun)

- Riwayat penyakit kelamin seperti kutilgenital - Paritas atau jumlah kelahiran yang banyak - Pengunaan alat kontrasepsi hormonal

ETIOLOGI

Sebab langsung dari kanker serviks sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga penyebab paling utama adalah kanker serviks adalah anggota family papovirida yaitu Human Papiloma Virus (HPV) yang merupakan inisiator dari kanker serviks yang menyebabkan gangguan sel serviks. Oncoprotein E6 dan E7 yang berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya keganasan. Oncoprotein E6 mengikat p53 akan kehilangan fungsinya. Kemudian oncoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F, E2F merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol. Ada bukti kuat kejadian kanker serviks memiliki hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting jarang terjadi pada perawan, insidensi lebiih tinggi pada mereka yang menikah daripada yang tidak menikah, terutama pada gadis yang pertama koitus pertama dialami pada usia sangat muda < 18 tahun, insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan ekonomi rendah dengan hygiene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan, jarang ditemui pada wanita yang suaminya disunat (Wiknjosastro, 2009).

ANATOMI, HISTOLOGI, dan FISIOLOGI SERVIKS UTERI

Sistem reproduksi wanita terdiri dari dua bagian utama : vagina dan uterus, yang berfungsi sebagai penerima sperma pria, dan kedua ovarium yang menghasilkan telur wanita. Semua bagian ini selalu berada di dalam tubuh ; vagina berhungan dengan luar tubuh melalui vulva, dimana termasuk labia, klitoris dan uretra. Vagian berhubungan dengan uterus melalui serviks, sementara uterus berhubungan dengan kedua ovarium melalui tuba fallopi (Norwitz, 2008).

(14)
(15)

Gambar 1. Alat reproduksi wanita Anatomi Leher Rahim (Serviks Uteri)

Serviks dari bahasa latin adalah bagian bawah, yang sempit dari rahim dimana dia bertemu dengan ujung proksimal vagina. Serviks berhubungan dengan fundus uteri melalui itsmus uteri. Bentuknya yang silindris atau menyerupai kerucut menjorok melaluidinding depan bagian atas vagina. Lebih kurang setengah panjangnya dapat terlihat dengan menggunakan peralatan medis yang sesuai, sisanya berada diatas vagina yang tidak terlihat (Priyanto & Nuranna, 2006).

Ektoserviks

Bagian dari serviks yang menjorok ke dalam vagina disebut porsio vaginalis atau ektoserviks. Panjang rata-rata ektoserviks adalah 3 cm dan lebar 2,5 cm, permukaannya konveks dan elips dan membagi menjadi bibir anterior dan posterior (Priyanto & Nuranna, 2006).

Ostium uteri ekstrenum

Bagian ektoserviks yang membuka keluar disebut ostium uteri eksternum. Ukuran dan bentuk dari ostium uteri eksternum sangat bervariasi karena usia, keadaan hormonal, dan riwayat persalinan. Pada wanita yang belum pernah melahirkan ostium uteri eksternum tampak sebagai bukaan kecildan sirkuler. Pada wanita yang pernah melahirkan, ektoserviks tampak lebih besar dan ostium uteri eksternum terlihat lebih lebar, menyerupai celah yang sedikit menganga (Priyanto & Nuranna, 2006).

Kanalis endoservikalis

Saluran yang menghubungkan ostium uteri eksternum dan kavum uteri disebut kanalis endoserviks. Panjang dan lebar sangat bervariasi sesuai dengan ukuran keseluruhan serviks. Bentuknya pipih dari anterior ke posterior dan lebarnya dapat mencapai 7 sampai 8 mm pada usia reproduksi. Kanalis endoserviks menunjukkan konfigurasi yang kompleks dari lipatan-lipatan mukosa atau plika (Winkjosastro, 2009).

Ostium uteri internum

Kanalis endoservikalis berujung pada ostium uteri internum yang merupakan bukaan dari serviks ke kavum uteri. Ostium uteri internum merupakan sambungan anatomic dan histologik antara uterus yang lebih muskuler dan serviks yang lebih padat dan fibrous (Priyanto & Nuranna, 2006).

Cervical cryps

Merupakan kantung-kantung yang melapisi serviks, berfungsi untuk memproduksi lendir serviks (Priyanto & Nuranna, 2006).

(16)
(17)

Asupan Darah

Asupan darah ke serviks berasal dari arteri iliaka interna, yang merupakan asal dari arteri uterine. Cabang-cabang servikalis dan vaginalis dari arteri uterine memberikan darah ke serviks dan sepertiga atas vagina. Dijumpai adanya variasi dan anastomosis dengan arteri vaginalis dan arteri hemoroidalis mediana. Cabang servikalis dari arteri uterine berjalan paralel dengan arteri, dan mengosongkannya ke pleksus vena hipogastrika (Wiknjosastro, 2009).

Drainase Limfatik

Drainase limfatik dari serviks cukup kompleks dan bervariasi termasuk kelejar getah bening iliaka komunis, interna dan eksterna, kelenjar getah bening obturator dan parametrium maupun sejumlah kelompok kelenjar getah bening yang lain. Rute utama dari penyebaran kanker leher rahim adalah melalui aliran limfatik pelvis. Histerektomi radikal untuk kanker serviks invasive termasuk mengangkat sebanyak mungkin kelenjar limfatik pelvis (Wiknjosastro, 2009).

Jaringan Penyokong dan Persarafan

Struktur penyokong utama dari serviks adalah ligamentum-ligamentum kardinale dan sakrouterina. Ligamentum-ligamentum ini berjalan dari sisi lateral dan posterior dari serviks diatas vagina ke dinding tulang pelvis. Ligamentum sakrouterina merupakan saluran dari persarafan utama yang mensuolai serviks, berasal dari pleksus hipogastrika. Dijumpai serat-serat safar simpatis, parasimpatis pada serviks. Penggunakan alat pada kanalis endoserviks (dilatasi dan kuretase) dapat menyebabkan reaksi vasovagal dengan refleks bradikardia pada beberapa pasien. Pada endoserviks dijumpai banyak ujung-ujung saraf sensoris, sedangkan pada ektoserviks lebih sedikit. Hal ini memungkinkan dilakukannya tindakan  –  tindakan seperti biopsi atau krioterapi tanpa anestesi (Norwitz, 2008).

Histologi Serviks Uteri

Serviks uteri dari epithelium dan jaringan stroma dibawahnya. Epitel ektoserviks adalah skuamos berlapis dan tidak berkeratin (nonkeratinizing stratified squamous epithelium), yang terdiri dari beberapa lapisan yang dibagi menjadi basal, parabasal, intermediate dan superficial. Lapisan basal terdiri dari satu lapis sel dan berada diatas membran basalis yang tipis. Mitosis aktif terjadi pada lapisan ini. lapisan parabasal dan intermediate bersama-sama menyusun prickle cell layer. Lapisan superficial bervariasi dalam dan tebalnya, tergantung pada derajat stimulasi esterogen. Stroma terdiri dari campuran otot polos dan jaringan fibrous (fibromuskuler) yang terbuat dari jaringan ikat kolagen (otot polos dan jaringan elastic) dan ground substance (mukopolisakarida). Melalui stroma berjalan asupan pembuluh darah, limfatik dan saraf (Priyanto & Nuranna, 2006).

Endoserviks ditutupi oleh epitel kolumner selapis yang mensekresi musin, yang menutupi permukaan dan kelenjar-kelenjar dibawahnya. Kelenjar ini bukanlah kelenjar sebenarnya tetapimerupakan lipatan-lipatan yang mengarah ke dalam menyerupai celah dan dalam dengan sejumlah kolateral-kolateral menyerupai terowongan. Sel-sel yang terlihat pada pap smear mencerminkan sel-sel dari berbagai lapisan epitel ektoserviks dan endoserviks (Priyanto & Nuranna, 2006).

Perbatasan antara epitel skuamous berlapis dari ektoserviks dan epitel selapis kolumner endoserviks disebut dengan sambungan skuamokolumner (SSK) atau squamocolumnar junction (  SCJ). Sambungan skuamokolumnar (SSK) merupakan marka sitologik dan kolposkopi paling penting, karena dari sini berasal > 90% neoplasia saluran genital bawah (Priyanto & Nuranna, 2006).

(18)
(19)

Patofisiologi Leher Rahim Epitel Skuamous

Epitel skuamous memiliki warna yang relative opak dan merah jambu yang pucat dari epitelskuamous yang disebabkan histologinya yang multilayered dan terdapatnya pembuluh darah dibawah membrane basalis. Maturasi dan glikogenisasi dari epitel skuamous vagina dan serviks dipengaruhi oleh hormone-hormon dari ovarium. Estradiol menyebabkan maturasi, glikogenisasi dan deskuamasi. Progesterone menginhibisi maturasi superfisialis. Oleh karena itu, ketika hormone-hormon ovarium berhenti sel epitel skuamous tampak atrofik. Glikogenisasi epitel skuamous matur dari serviks dibwah pengaruh esterogen menyebabkan penyerapan kuat terhadap larutan iodine lugol. Hal ini merupakan dasar dari tes Schiller, yang digunakan untuk membedakan sel epitel normal dengan abnormal. Epitel skuamous yang displasia atau terinfeksi HPV memperlihatkan terhentinya maturasi dan tidak ditemui gikogenisasi dan akan menolak pewarnaan iodine (Robbins & Kumar, 2002).

Epitel Kolumner

Epitel kolumner dari serviks berada diatas dari sambungan skuamokolumner. Dia menutupi sebagian ektoserviks dan seluruh kanalis servikalis. Terdiri dari satu lapis yang mensekresi musin. Epitel ini tersusun ke dalam lipatan-lipatan longitudinal dan invaginasi-invaginasi yang membentuk kelenjar-kelenjar dan sebenarnya itu bukan kelenjar. Hal ini yang menyebabkan skrining sitogik dan kolposkopi dari jaringan endoserviks lebih sulit dijangkau dibandingkan dengan apusan dari ektoserviks (Priyanto & Nuranna, 2006).

Sambungan Skuamokolumner

Sambungan skuamokolumner (SSK) didefinisikan sebagai sambungan antara epitel skuamous dan epitel kolumner. SSK ini sering ditandai oleh selapis metaplasia dan lokasinya bervariasi. Lokasinya dipengaruhi oleh usia dan hormonal. Selama perimenarche, SSK berada pada atau sangat dekat dengan ostium uteri eksternum. SSK umumnya berada pada ektoserviks pada jarak yang bervariasi dari ostium pada wanita masa rreproduksi, saat serviks terutama kanalis servikalis memanjang dibawah pengaruh hormone esterogen. Kadang-kadang SSK juga ditemukan di sebagian atau seluruh forniks vagina. Pada sebagian kasus keseluruhan posio serviks akan ditutupi dengan epitel kolumner. Pada saat perimenopause atau paparan yang lama oleh progestin yang kuat yang menyebabkan atrofi, SSK mundur keatas ke kanalis endoserviks (Wiknjosastro, 2009).

Zona Transformasi

Zona transformasi serviks adalah sangat penting untuk mengidentifikasi dan penanganan neoplasia intraepitel serviks. Zona transformasi berada diantara SSK original dan SSK baru. SSK adalah batas yang dapat dilihat anatara epitel skuamous dan epitel kolumner dari serviks yang mewakili SSK baru. Batas antara epitel metaplastik yang terbentuk selama masa reproduksi dan epitel skuamous original disebut SSK asli. Zona transformasi adalah area epitel metaplasia antara SSK asli dengan SSK baru. Epitel metaplastik yang berdekatan dengan SSK baru adalah epitel skuamous yang paling baru dan paling rendah maturitasnya(Priyanto & Nuranna, 2006).

Perubahan yang Terkait Usia pada Zona Transformasi

Pada 18-20 minggu pertama kehidupan embrio, sel-sel kolumner tinggi asli yang menghubungkan vagina dan serviks secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamous yang datar. Pada masa kanak-kanak sampai masa puber, sel-sel skuamous bertemu dengan sisa sel-sel kolumner di squamocolumnarjuncntion (SCJ), sebuah garis pertemuan tipis yang ada pada permukaan serviks. Dengan datangnya masa puber, yang ditandai dengan meningkatnya hormone eanita (esterogen dan progesterone), dan terus berlanjut sampai tahun-tahun masa subur, sel kolumner di dalam SCJ secara bertahap digantikan oleh

(20)
(21)

sel-sel skuamous yang baru berkembang, proses ini disebut skuamous metaplasia terjadi di zona transformasi. T zone dapat berupa area yang luas atau sempit pada permukaan serviks, tergantung pada beberapa faktor seperti usia, paritas, infeksi sebelumnya dan paparan terhadap hormone wanita. Perubahan serviks yang abnormal seperti displasia dan kanker hamper selalu muncul di bagian ini. terakhir pada saat menopause, sel-sel skuamous dewasa telah menutupi hampir seluruh permukaan serviks, termasuk seluruh T-zone dan SCJ (Priyanto & Nuranna, 2006).

Pentingnya Perubahan tersebut dalam Mencegah Kanker serviks

Pada tahun-tahun awal masa pubertas, sebagian besar sel-sel di dalam T-zone adalah sel-sel kolumner. Pergantian sel-sel tersebut dengan sel-sel skuamous yang baru terbentuk adalah tahap permulaan. Pada masa inilah sel-sel di dalam T-zone, dan khususnya sel-sel di SCJ adalah masa yang paling rentan terhadap perubahan yang berkaitan dengan kanker yang didorong oleh beberapa tipe tertentu dari HPV dan faktor penunjang lain (Priyanto & Nuranna, 2006).

GEJALA DAN TANDA

Perlu dimasyarakatkan upaya pengenalan kasus kanker serviks secara dini melalui program skrining. Tingkat keberhasilan pengobatan sangat baik pada stadium dini dan hampir tidak terobati bila kanker telah menyebar sampai dinding panggul ataua organ disekitarnya seperti rectum dan kandung kemih. Pemeriksaan pap’s smear bertujuan untuk mengenali adanya perubahan awal sel epitel serviks, sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya kanker invasive, pap’s smear ini menjadikan kanker serviks sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah (Dalimartha, 2004).

Sebagaimana lazimnya pencegahan terhadap suatu jenis penyakit, perlu diwaspasai adanya faktor resiko dan ketersediaan sarana diagnostik serta piñatalaksanaan kasus sedini mungkin. Lesi kanker yang sangat dini dikenal sebagai servikal intraepithelial neoplasia (CIN = cervical intraepithelial neoplasia) yang ditandai dengan adanya perubahan displastik epitel serviks (Wiknjosastro, 2009).

Walaupun telah terjadi invasi sel tumor ke dalam stroma, kanker serviks masih mungkin tidak menimbulkan gejala. Tanda dini kanker serviks tidak spesifik seperti adanya secret vagina yang agak banyak dan agak berbau, kadang-kadang ada bercak perdarahan. Pada umumnya tanda yang sangat minimal diabaikan penderita. Pada permulaan kanker serviks kemungkinan penderita belum memiliki keluhan dan diagnosis biasanya dibuat secara kebetulan (skrining kesehatan penduduk). Menurut Andrijono (2005) Pada fase lebih lanjut sebagai akibat nekrosis dan perubahan-perubahan proliferatif jaringan serviks timbul keluhan-keluhan :

- Perdarahan vaginal yang abnormal - Keputihan vaginal yang abnormal - Perdarahan kontak setelah coitus - Gangguan miksi

- Gangguan defekasi

- Nyeri perut bawah atau menyebar - Limfadema

Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar serviks dan melibatkan jaringan di rongga pelvis dapat dijumpai tanda-tanda lain seperti nyeri menjalar ke pinggul atau kaki. Hal yang menandakan keterlibatan ureter, dinding panggul atau nervus skiatik. Beberapa

(22)
(23)

penderita mengeluh nyeri saat berkemih, hematuria, perdarahan rectum sampai sulit berkemih dan buang air besar. Penyebaran pada kelenjar getah bening tungkai bawah menimbulkan adema tungkai bawah, atau terjadi uremia bila telah menjadi penyumbatan kedua ureter (Priyanto & Nuranna, 2006).

Seperti layaknya kanker, jenis kanker ini juga dapat mengalami penyebaran (metastasis). Menurut Diananda (2007) penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu :

1 Melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah bening lainnya. 2 Melalui pembuluh darah (hematogen)

3 Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing dan rectum.

Penyebaran jauh melalui pembuluh darah dan pembuluh limfe terutama ke paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan supraklavikuler, tulang dan hati. Penyebaran ke paru-paru menimbulkan gejala batuk, batuk darah, dan kadang-kadang nyeri dada. Kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening supraklavikula terutama sebelah kiri.

PEMERIKSAAN

Standar pemeriksaan yang dianjurkan oleh FIGO adalah pemeriksaan klinis yang merupakan dasar dalam menentuka stadium penyakit. Pemeriksaan tersebut terdiri dari inspeksi, palpasi, inspeculo dan pemeriksaan dalam. Dilanjutkan dengan biopsi, kolposkopi, kuretase, foto thorax, BNO/IVP, sistoskopi, rectoskopi. Bila ada kecurigaan penyebaran ke vesica urinaria atau rectum maka dikonfirmasi dengan pemeriksaan histopatologik. Pemeriksaan opsional meliputi limfangiografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, USG, CT Scan dan MRI (Azis dkk., 2006).

Pada berbagai macam metode pemeriksaan ginekologik, pemeriksaan inspekulo dan bimanual membutuhkan pengalaman yang banyak dan bahkan pada yang cukup berpengalaman, adanya adipositas yang berlebihan atau tegangan yang kuat dari otot-otot perut dapat menyebabkan kesalahan dalam staging. Kandung kencing yang kosong, tangan pemeriksa yang hangat dan sapaan yang menenangkan penderita merupakan syarat-syarat penting pada pemeriksaan ini. penting juga teknik vaginorektal. Ini memberikan kemungkinan yang terbaik untuk meraba parametrium dan cavum douglasi dan membedakan tumor-tumor dalam daerah ini dengan skibala (Priyanto & Nuranna, 2006).

Menurut aziz (2006) pemeriksaan penunjang pada pasien kanker serviks yaitu : a. Pap smear

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukanaktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun.

(24)
(25)

Gambar 2. Tehnik pemeriksaan pap smear

(http://www.suaradokter.com/2009/07/kanker-serviks/) b. Biopsi

Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah biopsy yang tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja.

c. Kolposkopi

Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan papsmear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal.

d. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui aktivitas pryvalekinase. Pada pasien konservatif dapat diketahui peningkatan aktivitas enzim ini terutama pada daerah epitelium serviks.

e. Radiologi

1) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.

2) Pemeriksaan intravena urografi, yang dila kukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional.

f. Tes schiller

Tes ini menggunakan iodine solution yang diusapkan pada permukaan serviks. Pada serviks normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen.

(26)
(27)

DIAGNOSIS

Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan histopatologi jaringan biopsi. Pada dasarnya apabila ditemui lesi seperti kanker secara kasat mata harus dilakukan biopsi walaupun hasil pemeriksaan pap smear masih dalam batas normal. Sementara itu biopsi lesi yang tidak kasat mata dilakukan dengan kolposkopi. Kecurigaan adanya lesi yang tidak kasat mata didasarkan hasil pemeriksaan sitologi serviks (pap smear). Diagnosis kanker serviks hanya berdasarkan pada hasil histopatologi jaringan biopsi. Hasil pemeriksaan sitologi tidak boleh digunakan sebagai dasar penetapan diagnosis (priyanto & Nuranna, 2006).

Biopsi dapat dilakukan secara langsung tanpa bantuan anestesi dan dapat dilakukan secara rawat jalan. Perdarahan yang terjadi dapat diatasi dengan penekanan atau peninggalan tampon vagina. Lokasi biopsi sebaiknya dapat diambil dari jaringan yang masih sehat dan hindari biopsi jaringan nekrosis pada lesi besar. Bila hasil biopsi dicurigai adanya mikroinvasi, dilanjutkan dengan konisasi, konisasi dapat dilakukan dengan pisau (cold knife) atau dengan elektrokauter.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (azis dkk., 2006)

1. Pemeriksaan pap smear 

Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut:

a. Normal.

b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas). c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas). d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).

e. Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh lainnya).

2. Biopsi

Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker.

3. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar) 4. Tes Schiller 

Serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat, sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.

STADIUM

Serviks atau leher rahim merupakan bagian ujung bawah rahim yang menonjol ke vagina. Kanker serviks berkembang secara bertahap, tetapi sangat progresif. Proses terjadinya kanker serviks dimulai dari sel yang mengalami mutasi, kemudian berkembang menjadi sel yang displastik sehingga disebut juga kelainan epitel displasia. Displasia ini dimulai dari

(28)
(29)

displasia ringan, sedang, berat dan akhirnya menjadi karsinoma insitu, kemudian menjadi karsinoma invasive meliputi mikroinvasif dan makroinvasif. Tingka Displasia dikenal sebagai lesi pre kanker. Dari displasia menjadi karsinoma in-situ diperlukan waktu 1-7 tahun, sedangkan karsinoma in-situ menjadi karsinoma invasive sekitar 3-20 tahun (azis dkk., 2006). Sel-sel serviks abnormal yang bukan merupakan sel kanker namun dapat berkembang menjadi kanker disebut dengan cervical intrepitel neoplasia (CIN). Tidak semua wanita yang memiliki CIN akan menderita kanker. Selain CIN sel-sel abnormal serviks lain bisa dalam bentuk displasia. Perkembangan kanker serviks meliputi displasia berat, displasia sedang dan displasia ringan sampai menjadi stadium 0. Tahapan prakanker ini 92% tidak menimbulkan gejala, dan selanjutnya masuk tahap invasive berupa kanker stadium I sampai stadium IV. Tingkat keganasan klinik kanker serviks menurut kalsifikasi Federation of Gynecologists and Obstetricians (FIGO) tahun 2000, perkembangan stadium kanker serviks dibagi menjadi 4 stadium berdasarkan ukuran tumor, kedalaman penetrasi pada serviks, dan penyebaran kanker di dalam maupun luar serviks, adapun pembagian stadium tersebut adalah sebagai berikut :

Tingkat Kriteria

0 Karsinoma insitu (preinvasive carcinoma) 1 Karsinoma terbatas pada serviks

1A Karsinoma hanya bisa di diagnosis secara mikroskopis 1A1 Invasi stroma dalamnya 3 mm dan lebarnya < 7 mm 1A2 Invasi stroma dalamnya 3-5 mm dan lebarnya > 7 mm

1B Secara klinis tumor dapat diidentifikasi pada serviks atau massa tumor lebih besar dari 1A2

1B1 Secara klinis lesi ukuran < 4 cm 1B2 Secara klinis lesi ukuran > 4 cm

II Tumor telah menginvasi uterus tapi tidak mencapai 1/3 distal vagina atau dinding panggul

IIA Tanpa invasi ke parametrium IIB Dengan invasi ke parametrium

III Tumor menginvasi sampai dinding pelvis dan atau menginfiltrasi sampai 1/3 distal vagina, dan atau menyebabkan hidronefrosis atau gagal ginjal

IIIA Tumor hanya menginfiltrasi 1/3 distal vagina IIIB Tumor sudah menginfiltrasi dinding panggul

IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rectum dan atau menginvasi keluar dari true pelvis

(30)
(31)

Gambar 3. Stadium kanker serviks

(http://indoroyal.com/info-penyakit/penyakit-kanker-leher-rahim.html) Klasifikasi pertumbuhan sel kanker serviks :

Secara makroskopis : 1. Stadium preklinis

Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronis 2. Stadium permulaan

Sering tampak lesi di sekitar ostium eksternum 3. Stadium setengah lanjut

Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir posio 4. Stadium lanjut

Terjadi pengerusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (neovaskularisasi)

Secara Mikroskopis :

1. Displasia : displasia ringan dapat terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada 2/3 epidermi hamper tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.

2. Stadium karsinoma insitu : pada karsinoma insitu terjadi perubahan sel epitel pada seluruh lapisan epidermis menjadi sel squamosa.

3. Stadium karsinoma mikroinvasif : pada karsinoma mikroinvasif, selain terjadi perubahan derajat pertumbuhan yang semakin meningkat sel tumor juga menembus membran basalis dan terdapat invasi tumor < 5mm dai membran basalis, biasanya tumor ini masih asimptomatik, sering ditemukan tidak sengaja pada skrining kanker.

(32)
(33)

4. Stadium karsinoma invasive : derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel menjadi bervariasi. Pertumbuhan-pertumbuhan invasive muncul di area bibir posterior, anterior serviks, dan meluas ketiga area yaitu forniks posterior atau anterior, parametrium dan korpus uteri.

TERAPI

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, harus ditentukan terapi apa yang tepat untuk setiap kasus. Secara umum jenis terapi yang diberika tergantung usia dan keadaaan pasien, luasnya penyebaran dan komplikasi yang menyertai. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan yang seksama. Selain itu juga diperlukan kerjasama yang baik antara ginekologi onkologi, radioteapi dan patologi anatomi.

Pada stadium dini (Stadium I sampai IIA), operasi masih merupakan pilihan. Tetapi, sayangnya sedikit penderita kanker serviks datang berobat setelah stadium lanjut, dimana terapi elektif menjadi persoalan (Priyanto & Nuranna, 2006).

Pada dasarnya stadium lanjut (IIB, III, dan IV) diobati dengan kombinasi radiasi eksterna dan intrakaviter (brakhiterapi).kombinasi radiasi ini untuk mendapatkan dosis yang cukup pada titik A. Kombinasi cisplatin mingguan bersamaan dengan radiasi memberikan respon yang cukup baik. Akan tetapi, bila mana terjadi kekambuhan lagi baik lokal maupun jauh setelah terapi kemoradiasi ini biasanya usaha pengobatan lain sering gagal (keys et al ., 2007). Akhir-akhir ini ada kecenderungan pembedahan kanker ginekologi menjadi kurang agresif dengan tujuan mengurangi kecacatan dan mempertahankan fungsi organ genital. Kanker serviks stadium 1A1 cukup dilakukan konisasi. Terapi radikal trakhelektomi diindikasikan untuk stadium IA2 dan IB1, IIA dengan lesi kurang dari 2 cm dan tidak ada anak sebar pada kelenjar getah bening pelvis (Wiknjosastro, 2009).

Menurut Setyarini (2009) penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks, tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu: histerektomi, radiasi dan kemoterapi.

a. Histerektomi

Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung, ginjal dan hepar.

b. Radiasi

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A.

(34)
(35)

c. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tergantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain – lain (Goldstein & Berkowitz, 2006).

DETEKSI DINI KARSINOMA SERVIKS

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut :

1. Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun. 2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s

smear untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar

mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif

mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.

3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.

4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Pap’s smear dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.

5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

(36)
(37)

PROGNOSIS

Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate

untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%

1. Stadium 0

100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.

2. Stadium 1

Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada limfonodi mereka.

3. Stadium 2

Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. dari semua wanita yang terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%.. Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.

4. Stadium 3

Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%

5. Stadium 4

Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%

PENCEGAHAN

Menurut Dalimartha (2004) pencegahan karsinoma serviks adalah sebagai berikut :

1. Menunda aktifitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan secara monogamy akan

mengurangi resiko kanker serviks secara signifikan.

2. Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien dapat mengurangi infeksi HPV, karena

memiliki kemampuan proteksi > 90 %.

3. Pemakaian kontrasepsi metodew barier (kondom, diafragma, dan spermisida) yang

memiliki proteksi terhadap agen virus.

4. Melakukan deteksi dini merupakan pencegahan sekunder, yaitu dengan melakukan

(38)

Gambar

Gambar 1. Alat reproduksi wanita Anatomi Leher Rahim (Serviks Uteri)
Gambar 2. Tehnik pemeriksaan pap smear
Gambar 3. Stadium kanker serviks

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kepadaTuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan Karya Ilmiah ini yang berjudul

Begitu pula dalam ibadah haji hendaklah sesuai tuntunan, tidak bisa kita beribadah asal-asalan. Ini menunjukkan bahwa ibadah qurban dan haji serta ibadah lainnya mesti didasari

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan komposisi media tanam dan nitrogen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun tanaman, luas daun tanaman

Mengacu pada kebijakan nasional dan strategi pembangunan sistem drainase tersebut di atas dan dari hasil analisis penanganan sistem drainase sampai saat ini, dimana permasalahan utama

Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi selama menjalani pidana bersyarat yaitu syarat umum dan syarat khusus sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 73

and subsoil) dan Hukum Internasional , Binacipta, Bandung, tt., hlm. Starke, Pengantar Hukum Internasional, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1989, hlm.. Pertama , ia adalah hak

j) Setiap limbah B3 yang disimpan dalam kemasan karung, jumbo bag atau drum dialasi dengan palet. Penyimpanan limbah B3 bertujuan untuk menyimpan sementara suatu limbah

Permasalahan yang dihadapi petani pinang di daerah tersebut saat ini tidak hanya pada produktivitas yang rendah tetapi petani juga dihadapkan kepada harga jual pinang yang selain