• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akuntansi PPN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Akuntansi PPN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MATA

MATA KULIAH KULIAH : : AKUNTASI AKUNTASI PERPAJAKANPERPAJAKAN Modul

Modul : : 12 12 (pertemuan (pertemuan ke12)ke12) Dosen

Dosen : : Drs. Drs. Sugianto, Sugianto, MMMM Pokok

Pokok Bahasan Bahasan :: Akuntansi Pajak Pertambahan NilaiAkuntansi Pajak Pertambahan Nilai Tujuan Pembelajaran

Tujuan Pembelajaran ::

Setelah mempelajari pokok bahasan tersebut diatas diharapkan dapat menjelaskan Setelah mempelajari pokok bahasan tersebut diatas diharapkan dapat menjelaskan materi-materi yang berkenaan dengan :

materi yang berkenaan dengan : 1.

1. PePencncataatatan tan yayang Dng Diwaiwajibjibkankan 2.

2. SaaSaat Pat Pajak Pjak Pertaertambahmbahan Nan Nilai ilai TeruTerutangtang 3.

3. TempTempat Pat Pajaajak Pek Pertambrtambahaahan Nin Nilai Tlai Teruterutangang 4.

4. ProsProseduedur Pemr Pembukubukuan Paan Pajak Pjak Pertaertambambahan Nhan Nilaiilai 5.

5. PenPengusgusaha yaaha yang meming memilih Pedlih Pedomaoman Norma Pn Norma Perhierhituntungangan 6.

6. PajaPajak Mak Masukasukan Pn PPN PN daladalam Ham Harga rga PokPokokok

Pencatatan Yang Diwajibkan Pencatatan Yang Diwajibkan

Ketentuan dasar yang dipakai untuk mewajibkan Pengusaha Kena Pajak untuk mencatat Ketentuan dasar yang dipakai untuk mewajibkan Pengusaha Kena Pajak untuk mencatat Pajak Pertambaha

Pajak Pertambahan Nilai n Nilai adalah ketentuan yang ada dalamadalah ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1983Undang-Undang No.6 Tahun 1983 yang diperbarui dengan

yang diperbarui dengan UU No. 10 Tahun 1994.UU No. 10 Tahun 1994.

Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN diatur khusus dalam

Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN diatur khusus dalam UU PPN 1984UU PPN 1984 Pasal 6.

Pasal 6. Dalam pasal itu disebutkan bahwa setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan mencatatDalam pasal itu disebutkan bahwa setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan mencatat semua jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak semua jumlah harga perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak da

dalalam m pepembmbukukuauan n peruperusasahahaanan.T.Tererseselelengnggagararanynya a pepencncatatatatan an terstersebebut ut memerurupapakakann pencermin

pencerminan teraturnya pembukuan sehingga dasar an teraturnya pembukuan sehingga dasar pengenpengenaan PPN aan PPN dapat ditentukan dengandapat ditentukan dengan mudah.

mudah.

Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dan jelas antara lain : Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dan jelas antara lain : 1.

1. JumlJumlah hah harga arga peroperolehalehan atan atau niu nilai imlai impor;por; 2.

2. JumlJumlah hah harga arga jual jual atau atau nlai nlai penpenggagganti;nti; 3.

3. NamNama baa baranrang dag dan san satuatuannnnya;ya; 4.

4. JumlJumlah harga jual dari bukaah harga jual dari bukan Barang Kenn Barang Kena Pajak (hasil agraa Pajak (hasil agraria, perikria, perikanaanan, kehutn, kehutanaanan, dann, dan sebagainya);

sebagainya); 5.

5. JuJumlmlah ah ninilalai eki ekspsporor;; 6.

(2)

Pencatatan pembelian atau impor, penjualan atau ekspor, dan retur barang, diatur khusus oleh Direktur Jenderal Pajak yang dapat ditemui dalam Buku Penuntun Pajak Pertambahan Nilai 1985.

1. Pencatatan Pembelian atau Impor 

Pencatatan pembelian atau impor sekurang-kurangnya mencatumkan : a. Nomor urut;

b. Tanggal Faktur Pajak/PPUD;

c. NPWP penjual/pembeli jasa/Kantor Bea Cukai; d. Nama barang/jasa;

e. Kuantum;

f. Dasar pengenaan pajak;

g. Besarnya Pajak Pertambahan Nilai: 1. Yang dapat dikreditkan

2. Yang tidak dapat dikreditkan.

2. Pencatatan Penjualan atau Ekspor 

Pencatatan penjualan atau ekspor sekurang-kurangnya mencantumkan : a. Nomor urut ;

b. Tanggal Faktur Pajak/Pemberitahuan Ekspor Barang/E.3; c. Nomor Faktur Pajak/PEB/E3;

d. NPWP pembeli/penerima jasa; e. Nama barang/jasa;

f. Kuantum;

g. Dasar pengenaan pajak;

h. Besarnya Pajak Pertambahan Nilai; 1. Kepada PKP;

2. Kepada bukan PKP/lain-lain.

3. Pencatatan Retur Barang 

Retur barang harus dicatat secara tersendiri dan dari masing-masing langganan dipisahkan untuk retur pembelian, retur penjualan.

(3)

Untuk retur penjualan dicatat dalam Buku Penjualan/Ekspor serta mengurangi jumlah penjualan dan Pajak Keluaran. Untuk retur pembelian dicatat dalam BUku Pembelian Impor dan mengurangi pembelian serta Pajak Masukan.

4. Pengambilan Barang dari Persediaan

Pengambilan barang dari persediaan selain untuk keperluan usaha seperti untuk pemakaian sendiri, hadiah, contoh, dan sebagainya harus dicatat secara terpisah dalam buku penjualan / ekspor. Pencatatan ini harus dilakukan karena keperluan barang untuk maksud-maksud di atas termasuk dalam pengertian penyerahan.

Saat Pajak Pertambahan Nilai Terutang 

Saat dan tempat terutangnya PPN sangat penting dalam pemungutan pajak. Karena itu, ketentuan peraturan undang-undang perpajakan menetapkan saat dan tempat terutangnya PPN. Penentuan saat dan tempat terutangnya PPN juga sangat diperlukan dalam akuntansi. Pada prinsipnya PPN dipungut berdasarkan dua prinsip dasar, yaitu prinsip akrual dan prinsip kas.

1. Prinsip Akrual

Dalam prinsip akrual PPN terutang pada saat penyerahan barang, jasa, atau impor  barang, meskipun atas penyerahan tersebut belum atau belum sepenuhnya diterima pembayarannya. Hal ini diatur dalam pasal 11 Ayat (1) UU. PPN 1984.

2. Prinsip Kas

Dalam prinsip kas PPN terutang pada saat penerimaan pembayaran, dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan barang atau jasa. Hal ini diatur dalam pasal 11 Ayat (2) UU. PPN 1984.

 Atas dasar hal tersebut, faktur pajak harus dibuat pada saat penyerahan barang atau pada saat pembayaran diterima sebelum penyerahan barang atau jasa dilakukan. Sesuai dengan ketentuan Kep. Menkeu. No. 1117/KMK.04/ 1989, faktur pajak harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran.

Dalam hal pembayaran diterima setelah penyerahan, faktur pajak dibuat pada akhir  bulan berikutnya setelah penyerahan barang. Jadi, pembuatan faktur pajak dapat

(4)

ditunda sampai akhir bulan berikutnya. Meskipun demikian, prinsip akrual masih tetap berlaku dalam ketentuan ini.

 Ada dua cara pembukuan PPN dalam akuntansi yaitu : 1. metode faktur,

2. metode kas.

Dalam metode faktur, PPN terutang dicatat pada saat faktur dikeluarkan. Faktur pajak dibuat pada saat pembayaran atau pada saat penyerahan. Karena itu, metode faktur dipakai oleh Pengusaha Kena Pajak yang telah dikukuhkan.

Sedangkan metode kas, PPN dicatat pada saat penerimaan pembayaran. Pencatatan tidak tergantung pada pembuatan faktur. Dengan demikian, metode kas digunakan dalam perusahaan yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang 

Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya menentukan tempat terutangnya PPN. Tempat pajak terutang di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan. Tempat tersebut adalah tempat tinggal atau kedudukan mereka dan atau di tempat usaha dilakukan.

Suatu perusahaan mungkin mempunyai lebih dari satu tempat usaha, misalnya pabrik (pusat) dan cabang. Dengan demikian, PPN akan terutang apabila pabrik menyerahkan barang ke cabang. Meskipun demikian, pengusaha dapat mengajukan permohonan kepada fiskus untuk menetapkan satu tempat usaha sebagai tempat pajak terutang (sentralisasi).

 Adapun maksud penjelasan saat dan tempat terutangnya PPN; adalah agar kita dapat melihat hubungan antara kedua hal tersebut dengan cara system pembukuannya. System pembukuan PPN pada perusahaan yang tidak diperkenankan untuk melakukan sentralisasi akan berbeda dari perusahaan yang diperbolehkan.

Prosedur Pembukuan Pajak Pertambahan Nilai 

Berikut ini akan dijelaskan prosedur pencatatan untuk transaksi-transaksi:

1. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan; 2. Penjualan dan PPN yang terutang;

(5)

3. PPN yang masih harus dibayar atau lebih; 4. Dan lain-lain.

Dilihat dari pengenaan PPN, barang yang dibeli oleh perusahaan dapat digolongkan ke dalam dua jenis barang yaitu :

1. barang yang PPN nya dapat dikreditkan, 2. barang yang PPN nya tidak dapat dikreditkan.

Pembelian kedua jenis barang tersebut perlu dipertimbangkan dalam rangka pembukuan. Selain itu, ada dua hal lain yang masih perlu dipertimbangkan pada saat pencatatan pembelian dilakukan yaitu :

1. masalah potongan harga 2. dan retur pembelian.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Huruf o Undang-Undang PPN 1984, potongan harga dan barang yang dikembalikan tidak termasuk harga jual sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Pembelian barang yang PPN-nya dapat dikreditkan masih dapat dikelompokkan ke dalam dua  jenis yaitu:

1. Pembelian barang untuk diolah (persediaan), dan

2. Pembelian barang modal yang ada hubungannya dengan proses produksi.

Sesuai dengan Pasal 9 Ayat (8) Undang-Undang PPN 1984 dan Kep.Menkeu.No. 1441-b/KMK.04/1989 ada beberapa alasan yang menyebabkan PPN tidak dapat dikreditkan.

1. Pembelian barang atau jasa sebelum pengusaha dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.

2. Pembelian barang dan pengeluaran biaya lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses menghasilkan Barang Kena Pajak atau jasa kena pajak.

3. Pembelian dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van dan combi, kecuali untuk barang dagangan atau digunakan secara langsung sesuai dengan bidang usahanya.

4. Pembelian yang sifatnya untuk kepentingan pribadi pemilik / pemegang saham, Direktur, Komisaris, dan karyawan.

5. Penyerahan yang Pajak Keluarannya ditanggung pemerintah kecuali ditetapkan lain oleh Menkeu.RI.

(6)

7. Faktur pajaknya fiktif.

8. Pajak masukan yang menggunakan faktur pajak sederhana.

Berikut ini akan diuraikan prosedur pembukuan pembelian barang yang PPN nya dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan. Penjelasan prosedur pembukuan akan diberikan dengan contoh untuk transaksi sebagai berikut :

1. Pembelian barang persediaan yang PPN nya dapat dikreditkan. 2. Pembelian barang modal yang PPN nya dapat dikreditkan.

3. Pembelian barang / persediaan yang PPN nya tidak dapat dikreditkan. 4. Pembelian barang modal yang PPN nya tidak dapat dikreditkan.

5. Pembelian dengan potongan. 6. Pengembalian pembelian.

Contoh 1 :

Pembelian barang / persediaan yang PPN nya dapat dikreditkan

PT. Tamma membeli barang untuk persediaan dalam bulan Agustus 2008 seharga Rp.10.000,00 dengan kredit darim PT. Merah. Transaksi dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Pembelian 10.000,00

PPN masukan 1.000,00

Utang 11.000,00

Contoh 2 :

Pembelian barang modal yang PPN nya dapat dikreditkan

Pt. Tamma membeli mesin tenun seharga RP.100.000,00 dengan kredit pada bulan Juni 2008 dari PT. Mesin. Transaksi dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Mesin 100.000,00

PPN masukan 10.000,00

Utang 110.000,00

Contoh 3 :

(7)

PT. Tamma membeli tunai alat-alat tulis seharga Rp.5.000,00 ditambah PPN 10 %. Karena alat-alat tulis ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan proses produksi, Pajak Masukannya tidak boleh dikreditkan. Sesuai dengan ketentuan dalam UU. PPh. 1984, PPN yang tidak dapat dikreditkan dapat dibebankan sebagai biaya operasi. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

 Alat tulis menulis 5.000,00

Biaya PPN 500,00

Kas 5.500,00

Contoh :

Pembelian barang modal yang PPN nya tidak dapat dikreditkan

PT. Tamma membeli kendaraan sedan untuk keperluan kantor administrasi seharga Rp.20.000,00 tunai. Pajak masukan pembelian kendaran sedan tidak dapat dikreditkan. Namun pajak tersebut dapat dibebankan sebagai biaya perolehan kendaraan. Jadi, tidak dapat dibebankan sekaligus di tahun perolehannya, melainkan disusut sesuai dengan tariff  penyusutannya. Transaksi ini dicatat sebagai berikut :

Kendaraan sedan 22.000,00

Kas 22.000,00

Contoh 5 :

Pembelian dengan potongan

PT. Tamma membeli barang seharga Rp.12.000,00 dengan potongan pembelian Rp.2.000,00  jika pembayaran dilakukan dalam periode yang ditentukan tariff PPN 10 %. Transaksi ini

dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Pembelian 12.000,00

Cadangan potongan pembelian ( 2.000,00)

PPN masukan 1.000,00

(8)

 Apabila perusahaan tidak dapat membayar utang dalam waktu yang ditentukan maka pembeli tidak berhak atas potongan. Pembayaran utang pembelian ini dicatat dengan ayat jurnal :

Utang 11.000,00

PPN masukan 200,00

Rugi karena potongan tidak diambil 2.000,00

Kas 13.200,00

Karena potongan tidak diambil oleh pembeli, maka PPN masukan atas potongan yang belum dihitung pada saat pembelian harus dibebankan. Demikian pula penjual harus memperhitungkan PPN terutang dengan jumlah yang sama.

Contoh 6 :

Pengembalian Pembelian

Karena tidak sesuai dengan spesifikasi barang, pembelian sebanyak Rp.1000,00 ditambah 10 % dikembalikan kepada penjual. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Utang 1.100,00

Pembelian 1.000,00

PPN masukan 100,00

Pengembalian ini akan mengurangi PPN masukan, demikian pula penjual akan mengurangkan PPN terutang.

Berikut ini akan dibahas contoh transaksi-transaksi yang berkaitan dengan PPN terutang yaitu : 1. Penjualan barang,

2. Pengembalian penjualan, 3. Penjualan dengan uang muka, 4. Penjualan dengan cicilan,

5. Saat perhitungan, pembayaran, dan pembuatan laporan.

Contoh 7 :

(9)

PT. Tamma menjual barang secara tunai Rp.10.000,00 dengan PPN 10 %. Transaksi ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Kas 11.000,00

Penjualan 10.000,00

PPN keluaran 1.000,00

Contoh 8 :

Pengembalian Penjualan

Barang yang terjual dalam contoh 7 dikembalikan sebanyak Rp.2.000,00. Pengembalian ini dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

Penjualan 2.000,00

PPN keluaran 200,00

Kas 2.200,00

Contoh 9 :

Penjualan dengan uang muka

Pada tanggal 12 April 2008 Pengusaha Kena Pajak “Tamma” menerima uang muka dari Pengusaha Kena Pajak “Ayu” atas pembelian Barang Kena Pajak kertas yaitu sebesar  Rp.10.000,00 ditambah PPN 10 %. Pada tanggal 12 Mei 2008 yaitu pada saat penyerahan barang, diterima sisa pembayaran Rp.20.000,00 dimana dalam pembayaran tersebut belum termasuk PPN. Karena itu, ada dua transaksi yang harus dicatat yaitu pada saat :

1. Pembayaran uang muka

Kas 11.000,00

Uang muka pelanggan 10.000,00

PPN keluaran 1.000,00

(10)

Kas 22.000,00 Uang muka pelanggan 10.000,00

Penjualan 30.000,00

PPN keluaran 2.000,00

Sesuai dengan ketentuan bahwa PPN sudah terutang pada saat pembayaran. Karena itu, pada saat pembayaran uang muka Pengusaha Kena Pajak yang menerima uang muka harus memungut PPN. Dari contoh diatas, uang muka yang diterima terutang PPN untuk masa bulan  April. Setelah penyerahan barang PPN terutang pada bulan Mei 2008 dalam hal

pembayarannya dilakukan pada bulan itu.

 Apabila sisa pembayaran dilakukan secara tunai (pembayaran tidak dilakukan pada bulan Mei), sesuai dengan ketentuan PPN terutang pada bulan berikutnya yaitu Juni 2008.

Contoh 10 :

Penjualan dengan Angsuran

PT. ABC menjual suatu barang dengan angsuran seharga Rp. 24.000,00. Pembayaran dilakukan dengan 10 kali cicilan. Transaksi penjualan dan angsuran setiap bulan dicatat dengan ayat jurnal sebagai berikut :

a. Pada saat penyerahan barang  

Piutang penjualan angsuran Rp. 26.400,00

Penjualan RP. 24.000,00

PPN keluaran 2.400,00

b. Pada saat pembayaran angsuran

Kas Rp. 2.640,00

(11)

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984, penjualan cicilan termasuk dalam pengertian penyerahan yang telah terutang PPN. Karena barang sudah diserahkan dalam contoh 10, PPN telah terutang pada saat penyerahannya. PPN tidak terutang lagi pada saat penerimaan angsuran, sebab itu tidak ada pengenaan PPN atas angsuran tersebut.

Pengusaha yang Memilih Pedoman Norma Perhitungan

Sesuai dengan Pasal 6 Ayat (3) UU PPN 1984, pengusaha yang berdasarkan UU PPh. 1984 memilih dikenakan pajak dengan pedoman norma perhitungan, sepanjang terhutang PPN, Wajib Pajak yang bersangkutan harus membuat catatan nilai peredaran bruto secara teratur. Yang harus dicatat hanyalah nilai peredaran bruto setiap bulan yang akan menjadi dasar  pengenaan PPN.

Seperti diuraikan sebelumnya, Wajib Pajak yang termasuk kategori yang diperkenankan memilih pedoman norma perhitungan tidak wajib menyelenggarakan pembukuan. Yang minimal harus dilakukannya adalah mencatat jumlah peredaran, sebab peredaran tersebut merupakan dasar penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP).

Pajak Masukan PPN dalam Harga Pokok

PPN yang telah dikenakan atas bahan baku atau bahan pembantu dan barang modal yang dipakai dalam proses produksi tidak boleh ditambahkan sebagai unsur harga pokok barang yang dijual. Hal ini disebabkan karena pajak yang telah dibayar kembali oleh pengusaha melalui metode pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

 Atas pertimbangan hal tersebut, Pajak Masukan tidak boleh dikurangkan sebagai biaya dalam rangka penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Dengan demikian, PPN yang terutang tidak  merupakan unsur harga pokok produksi.

Berikut ini dapat dilihat contoh yang dapat menjelaskan bahwa baik PPN Masukan maupun PPN yang terutang dan dibayarkan ke Negara tidak termasuk sebagai biaya.

(12)

Pedagang besar membeli Barang Kena Pajak sebesar Rp. 100.000,00. Kemudian barang tersebut dijual dengan harga Rp. 200.000,00.

Harga beli Rp. 100.000,00

PPN Masukan 10% Rp. 1.000,00

Harga Jual Rp. 200.000,00

PPN Keluaran 10% Rp. 2.000,00

PPN ke Kas Negara Rp. 1.000,00

Pada dasarnya yang menanggung beban PPN adalah konsumen akhir. Karena itu, PPN Masukan yang dibayar akan diganti dengan PPN yang ditarik dari pembeli barang tersebut; sedangkan PPN yang dibayarkan ke Kas Negara, bukanlah uang pengusaha melainkan uang pembeli yang wajib ditarik oleh pengusaha tersebut.

 Apabila Pengusaha Kena Pajak membeli Barang Kena Pajak yang PPN masukannya tidak dapat dikreditkan maka PPN tersebut dapat dimasukkan sebagai biaya fiscal .

Namun, dalam praktek ada perbedaan penafsiran berkenaan Pajak Masukan PPN yang tidak dapat dikreditkan seperti dimaksudkan dalam Pasal 9 ayat (8) UU PPN 1984 serta pembebanannya sebagai biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 PP No. 42 tahun 1985 tentang pelaksanaan Pajak Penghasilan 1984.

Sehubungan dengan hal tersebut maka pada awal tahun 1991, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat edaran No. SE-01/PJ-/1991 tentang Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan guna memberikan penjelasan dan penegasan mengenai hal tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Alasan menggunakan metode Naïve Bayes Classifier adalah karena metode Naïve Bayes Classifier merupakan penyederhanaan dari teorema Bayes.Variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini

Kegiatan yang berlangsung mulai tanggal 25 - 28 Juli 2016 di Grand Whiz Hotel Kelapa Gading - Jakarta Utara berjalan dengan lancar dan sesuai dengan rencana, hal

Jaringan syaraf tiruan berfungsi untuk menentukan apakah asap yang terdeteksi adalah asap kebakaran hutan atau bukan melalui karakteristik tegangan setiap asap

juga kepada kami semua yang ada di situ, “Apa yang Aku katakan ini benar sekali: Kalian akan melihat langit terbuka dan ‘malaikat-malaikat § 1:35 kami Kebanyakan ahli tafsir

Unit Kepatuhan merupakan unit kerja yang bertugas dan bertanggung jawab secara ex-ante untuk memastikan bahwa kebijakan, ketentuan, sistem, dan prosedur, serta

Dalam makalah ini disajikan hasil penelitian penentuan koefisien viskoitas air pada suhu kamar dengan getaran pegas teredam, di mana pengamatan posisi beban dipermudah

Berdasarkan hasil analisa CART menggunakan PASW STATISTICS 18, didapatkan bahwa dari semua variabel independent yang dimasukkan, ternyata ada satu variabel independent yang

Penyerahan barang-barang dan jasa akan dilakukan sesuai dengan Persetujuan ini atas dasar kontrak-kontrak yang dibuat antara warganya, perusahaan-perusahaan atau