• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman

Optimation Oil Extraction From Herbal Industry Solid Waste As Revealed by Solvent Ratio and Soaking Time

Oleh :

Fentyarta Juli Chrisnani 652012005

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga 2016

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

v

DAFTAR ISI

Halaman Cover ... i

Halaman Pengesahan ...ii

Pernyataan Keaslian Karya Tulis Tugas Akhir... iii

Pernyataan Persetujuan Publikasi ... iv

Daftar Isi ... v

Abstract ... 1

I. Pendahuluan ... 2

II. Metode Penelitian ... 4

2.1. Bahan dan Piranti ... 4

2.2. Metode ... 4

2.2.1. Preparasi Sampel ... 4

2.2.2. Ekstraksi Minyak Limbah Padat Industri Jamu... 4

2.2.3. Purifikasi Minyak ... 5

2.2.4. Analisis Fisiko Kimia ... 6

2.2.5. Bilangan Asam, Asam Lemak Bebas dan Derajat Asam ... 6

2.2.6. Bilangan Penyabunan ... 6

2.2.7. Bilangan Iodium ... 7

2.2.8. Gas Chromatography - Mass Spectrometry Test (GC-MS) ... 7

2.2.9. Analisis Data ... 8

III. Hasil dan Pembahasan ... 8

3.1. Analisis Pengaruh Waktu Perendaman dan Nisbah Pelarut Terhadap Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu ... 8

3.2. Purifikasi Minyak Dengan Degumming dan Netralisasi ... 10

3.3. Analisis Fisiko-Kimiawi ... 12

3.4. Bilangan Asam ... 13

3.5. Asam Lemak Bebas ... 13

3.6. Derajat Asam ... 13

3.7. Bilangan Penyabunan ... 14

3.8. Bilangan Iodium ... 14

3.9. Gas Chromatography - Mass Spectrometry Test (GC-MS) ... 14

IV. Kesimpulan ... 17

V. Saran ... 17

(8)

1

Optimasi Ekstrasi Minyak Limbah Padat Industri Jamu Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman

Optimation Oil Extraction From Herbal Industry Solid Waste As Revealed by Solvent Ratio and Soaking Time

1

Fentyarta Juli Chrisnani, 2Hartati Soetjipto, 2Sri Hartini 1

Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika 2

Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Jawa Tengah 50711, Telp:(0298)321212 652012005@student.uksw.edu

Abstract

The objectives of the study are to determine the physico-chemical and composition identification of herbal industry solid waste oil, to determine the yield optimation of herbal solid waste oil, revealed by solvent ratio and soaking time, and the last to determine the yield and oil loss after purification process. The physico-chemical of herbal solid waste oil was identified according to SNI-01-3555-1998. Data were analyzed by Factorial Design (4x5) and it was laid out with Randomized Completely Block Design (RCBD), with 3 replications. As the first factor is solvent ratio consisted of 4 levels which are: 1:15, 1:20, 1:25, dan 1:30 (w/v)

respectively. The second factor is soaking time consisted of 5 levels: 1, 2, 4, 6, and 8 hours respectively, and as block is time analysis. To test the different between treatment means the honestly significance difference was used 5% level of significance. The highest yield (2,7556 ± 0,2651%) was obtained by treatment 1 hour soaking time and solvent ratio 1:25 (w/v). The purification of herbal solid waste oil got the yield 38,79%

with oil loss 61,21%. The result show that physico-chemical oil compounds have contents: acid value 56,4494 mg KOH/g fat; free fatty acid 25,8017%; acid degree value

100,6228 ml NaOH/g fat; saponification value 77,0299 mg KOH/g fat and iodine value 1,9261

gI2/100 g fat. Meanwhile the result by Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS)

test shows that herbal industry solid waste oil contains of oleic acid, miristic acid, palmitate acid, 4,4-dimetoxybenzoin and octadecan.

Keywords: herbal solid waste, physical-chemical, chemical compound, maceration, purification.

(9)

2

I. PENDAHULUAN

Industri jamu di Indonesia mulai ada sejak tahun 1658 (Amir dan Lestari, 2013).Jamu dibuat dari campuran sari berbagai tanaman yang bermanfaat untuk menyembuhkan penyakit. Jamu mulai dikomersialisasi dengan pesatnya perkembangan industri jamu (Purnamasari dkk., 2013). Menurut Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, pasar obat herbal meningkat mencapai 13 triliun atau sekitar 2% dari total pasar obat herbal di dunia (Anonim, 2013).

Berkembangnya industri jamu berpengaruh terhadap limbah yang dihasilkannya. Limbah padat jamu yang dihasilkan, dibiarkan menumpuk hingga bertahun-tahun dan warnanya sampai menghitam (Purnamasari dkk., 2013).Limbah padat jamu merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan dari proses penggilingan simplisia maupun penyaringan serbuk jamu (Aula, 2015). Salah satu pabrik yang memproduksi obat herbal (jamu) di Jawa Tengah, menghasilkan limbah padat yang terdiri dari ampas rempah-rempah jumlahnya mencapai 17.000kg/hari (Amir dan Lestari, 2013).

Dampak negatif limbah tidak hanya berdampak bagi manusia saja, namun juga berdampak bagi kehidupan makhluk hidup lain dan lingkungan sekitar. Beberapa limbah jamu mengandung sekelompok fenol dan senyawa turunannya yang mempunyai efek yang berbahaya bagi lingkungan. Menurut Hadiyanto dan Christwardana (2012) sebuah industri jamu mampu menghasilkan limbah dengan

Chemical Oxygen Demand (COD) sekitar 200-20.000 ppm dan fenol 9,8 ppm. Adanya limbah padat jamu di dalam lingkungan hidup dapat menimbulkan pencemaran seperti kerusakan permukaan tanah dan timbulnya gas beracun seperti H2S, NH3, CH4 dan CO2 yang dihasilkan dari pembusukan limbah padat yang ditimbun. Selain itu, limbah padat jamu juga menimbulkan penurunan kualitas udara yang mengakibatkan mabuk dan pusing. Limbah padat yang dibuang dalam perairan juga menyebabkan air menjadi keruh dan mengubah pH air (Arief, 2012). Apabila air tercemar limbah yang mengandung logam berat digunakan oleh manusia maka akan menyebabkan gangguan infeksi pada kulit, sedangkan bila dikonsumsi maka dapat menimbulkan gangguan yang mengarah pada kerusakan ginjal (Anonim, 2012).

Sampai saat ini limbah padat jamu hanya dimanfaatkan untuk pembuatan pupuk organik untuk tanaman di lokasi pabrik dan sebagian dimanfaatkan oleh para

(10)

3

petani terutama petani binaan serta petani disekitar lingkungan pabrik untuk bahan bakar (Amir dan Lestari, 2013). Salah satu hasil pengolahan limbah padat jamu adalah dapat diolah menjadi pupuk cair, dan yang terbaru adalah pupuk dalam bentuk

granule (Purnamasari dkk., 2013).

Dalam bidang rekayasa pertanian, minyak berpotensi untuk dikembangkan menjadi suatu bentuk energi bahan bakar yang terbaharukan yang disebut dengan biodiesel. Biodiesel dihasilkan dari minyak nabati melalui proses reaksi transesterfikasi antara minyak nabati, metanol dan katalis (Kristanto dan Winaya, 2003).

Beberapa negara di Eropa seperti Luksemburg, Belanda, Jerman, Prancis, Denmark dan Swedia mengandalkan insinerasi sebagai pengolahan limbah padat untuk menghasilkan 4,8% energi listrik dan 13,7% panas yang dikonsumsi negara tersebut pada tahun 2015 (Arief, 2012).

Ekstrasi limbah jamu pada kondisi terbaik menghasilkan rendemen oleoresin jahe yang tinggi dan bermutu baik diperoleh pada kombinasi perlakuan jenis pelarut etanol, waktu 5,5 jam dan suhu 40°C dengan konsentrasi oleoresin 12,2% (Amir dan Lestari, 2013). Regina (2015) melaporkan bahwa hasil rendemen minyak atsiri limbah padat jamu dengan 3 jenis metoda distilasi menunjukkan rendemen minyak atsiri yang sangat kecil, yaitu berkisar antara 0,0763±0,0033% sampai 0,1586±0,0050% tetapi kandungan minyak non atsirinya relatif tinggi. Proses ekstraksi dalam pembuatan jamu tersebut hanya menggunakan pelarut etanol dan air, maka kemungkinan besar di dalam limbah padat jamu masih mengandung senyawa aktif fenolik, minyak atsiri dan terpenoid.

Berdasarkan penelitian di atas, dilakukan re-ekstraksi minyak limbah padat jamu dengan menggunakan metode maserasi. Pengembangan penelitian-penelitan di atas membutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik minyak limbah padat jamu baik secara fisiko-kimia maupun identifikasi komponen senyawa penyusunnya secara Gas Chromatography – Mass Spectrometry (GC-MS).

Minyak limbah jamu yang akan diaplikasikan harus dipurifikasi terlebih dahulu dengan cara proses adsorbsi. Proses purifikasi minyak terdiri dari dua tahap yaitu degumming dan netralisasi. Degumming merupakan proses penghilangan pengotor dalam minyak, sedangkan netralisasi merupakan proses penetralan biasanya

(11)

4

menggunakan NaOH. Hasil purifikasi minyak berpengaruh terhadap loss dan kualitas minyak yang dihasilkan (Kartika dkk., 2010).

Penelitian ini bertujuan: pertama, menentukan sifat fisiko-kimiawi dan komponen penyusun minyak limbah padat industri jamu herbal. Kedua, menentukan optimasi rendemen minyak limbah padat jamu, ditinjau dari nisbah pelarut dan waktu perendaman. Ketiga, menentukan yield dan loss minyak setelah proses purifikasi. Penentuan sifat fisiko-kimiawi minyak limbah padat jamu ditentukan berdasarkan SNI 01-3555-1998.

II. METODE PENELITIAN 2.1. Bahan dan Piranti

Sampel limbah padat jamu diperoleh salah satu pabrik jamu di Jawa Tengah. Bahan kimia yang digunakan antara lain yaitu akuades, cling wrap, aluminium foil, kertas saring, H3PO4, n-heksana, NaOH, HCl, indikator jingga metil, kanji, CH2Cl2, C2H5OH, H2SO4, KOH, Na2S2O3, KI, I2, K2Cr2O7,

Na2B4O7·10H2O, indikator Phenolpthalein (PP), indikator Metil Merah (MM) dan indikator Metil Orange (MO) (semua reagen yang digunakan pro analysis, Merck). Alat-alat yang digunakan antara lain rotary evaporator Buchi R-114,

neraca semi mikro O’haus, neraca digital O’haus, drying cabinet, waterbath,

magnetic stirrer, hot plate stirrer, pH-meter Hanna,Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) QP2010 SE,pH-meter Hanna, serta peralatan gelas laboratorium.

2.2. Metode

2.2.1. Preparasi Sampel (Wildan dkk., 2013, dimodifikasi)

Limbah padat jamu dikeringkan dalam drying cabinet selama 24 jam, kemudian dihaluskan dengan grinder, lalu diayak dengan ayakan 20 mesh. Sampel disimpan di dalam wadah bertutup rapat.

2.2.2. Ekstraksi Minyak dari Limbah Padat Industri Jamu Dengan Metoda Maserasi Berpengaduk (Wildan dkk., 2013, dimodifikasi)

Sampel ditimbang sebanyak 10 g, selanjutnya dimasukkan dalam erlenmeyer, kemudian ditambah pelarut n-heksana dengan variasi perbandingan

(12)

5

sampel:pelarut 1:15, 1:20, 1:25 dan 1:30 (b/V). Dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer dengan variasi waktu ekstraksi 1, 2, 4, 6 dan 8 jam. Hasil ekstraksi kemudian didekantasi, lalu dievaporasi untuk menentukan rendemen minyak kasar. Minyak hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol sampel yang telah ditimbang. Rendemen minyak kasar dapat ditentukan dengan dilakukan penimbangan.

 Rendemen = Keterangan :

M1 = massa awal limbah jamu kasar M2 = massa akhir minyak limbah jamu

2.2.3. Purifikasi Minyak Secara Degumming dan Netralisasi (Kartika dkk., 2010)

Proses purifikasi terdiri dari dua tahap yaitu degumming yang merupakan pengaruh dosis larutan H3PO4 (0,2%), dan netralisasi yaitu pengaruh NaOH konsentrasi (18˚ Be) terhadap kualitas minyak limbah padat jamu murni yang dihasilkan.

Degumming

Sampel minyak ditimbang sebanyak 3 g dalam erlenmeyer 100 ml. Larutan H3PO4 20% sebanyak 0,2% (b/b) ke dalam minyak sampel yang telah dipanaskan sebelumnya pada suhu 70˚C. Campuran minyak dan larutan H3PO4 terus dipanaskan pada suhu 70˚ dan diaduk selama 25 menit.

 Netralisasi

Larutan minyak yang telah didegumming, kemudian ditambahkan larutan NaOH konsentrasi 18˚Be, campuran ini diaduk selama 10-15 menit, didiamkan selama 24 jam kemudian didekantasi. Minyak yang terpisah selanjutnya dicuci dengan air (60˚C-70˚C) hingga pH netral, lalu diuapkan pada suhu 80˚C untuk menguapkan air yang tersisa. Loss minyak dihitung dengan rumus :

(13)

6

2.2.4. Analisis Fisiko-Kimiawi Minyak Limbah Padat Jamu

Penentuan aroma dan warna ditentukan dengan pemaparan secara deskriptif, bilangan asam (SNI 1998), asam lemak bebas (SNI 1998), derajat asam (SNI 1998), bilangan penyabunan (SNI 01-3555-1998) dan bilangan iodin.

2.2.5. Bilangan Asam, Asam Lemak Bebas dan Derajat Asam (SNI 01-3555-1998)

Sampel minyak sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 50 ml etanol netral 95% dan indikator PP sebanyak 3-5 tetes. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N hingga warna berubah menjadi merah muda tetap (tidak berubah selama 15 detik). Bilangan asam ditentukan dengan rumus:

 bilangan asam =

 asam lemak bebas =

 derajat asam = Keterangan :

V = volume KOH yang diperlukan dalam penitaran dalam (ml) T = normalitas KOH

m = bobot contoh, dalam gram M = bobot molekul asam lemak

2.2.6. Bilangan Penyabunan (SNI 01-3555-1998)

Sebanyak 2 g sampel ditimbang dengan ketelitian 0,0001 g, dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml, kemudian 25 ml KOH alkohol 0,5N ditambahkan dengan menggunakan pipet. Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan dididihkan di atas pemanas listrik selama 1 jam. Sebanyak 0,5-1 ml indikator PP diteteskan ke dalam larutan tersebut dan dititrasi dengan asam klorida HCl 0,5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Bilangan penyabunan dihitung dengan rumus :

(14)

7

Keterangan :

T = Normalitas HCl 0,5N

Vo = Volume HCl 0,1 N yang diperlukan pada penitaran blanko (ml) V1 = Volume HCl 0,1 N yang diperlukan pada penitaran contoh (ml) m = bobot contoh (gram)

2.2.7. Bilangan Iodium

Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 g, lalu dimasukkan dalam erlenmeyer 250 ml, kemudian ditambahkan larutan Iod 5 ml, diklormetan 15 ml, H2O 20 ml dan indikator amilum 2-3 tetes. Larutan ini kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N. Blanko dikerjakan, lalu dihitung bilangan iodium dengan rumus :

 Bilangan iod = Keterangan :

T = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat 0,1N

V3 = Volume larutan tio 0,1N yang diperlukan pada penitaran blanko (ml) V4 = Volume larutan tio 0,1N yang diperlukan pada penitaran contoh (ml) m = bobot contoh (gram)

2.2.8. Gas Chromatography-Mass Spectrometri Test(GC-MS)

Minyak limbah padat jamu diidentifikasi komponen kimianya dengan menggunakan alat Gass Chromatography-Mass Spectrometry (SHIMADZU QP2010SE) di Laboratorium Terpadu, Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Jenis kolom yang digunakan adalah Rtx-5MS, panjang 30 meter dan ID sebesar 0,25 mm. Kondisi pengoperasian alat menggunakan suhu pemanasan kolom: 80˚C selama 30 detik, suhu injeksi: 300˚C selama 5 menit, mode injeksi dengan split ratio sebesar 153:1 dan gas pembawa berupa helium dengan tekanan 16,5 KPa, total aliran: 80,1 ml/menit, aliran kolom: 0,50 ml/menit serta kelajuan linier: 26,1 cm/detik. Sedangkan untuk MS dengan kondisi yaitu: waktu awal (start time) 0 menit kemudian berlangsung sampai 27 menit (end time),

interval 0,50 detik dengan scan speed 1111, awal 40 m/v; dan berakhir 550 m/v. Penentuan jenis komponen senyawa dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan perangkat data base Willey 7, NIST 12 dan NIST 62 Library.

(15)

8

2.2.9. Analisis Data (Steel and Torie, 1981)

Data hasil optimasi maserasi minyak limbah padat industri jamu dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF) dengan 20 kali perlakuan dan 3 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah nisbah pelarut (bobot sampel : volume pelarut) yaitu 1:15, 1:20, 1:25 dan 1:30 (b/v), sedangkan faktor kedua adalah waktu perendaman yaitu 1, 2, 4, 6 dan 8 jam. Pengujian purata antar perlakuan digunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Analisis Pengaruh Waktu Perendaman dan Nisbah Pelarut Terhadap Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu

Hasil rataan rendemen ekstraksi minyak limbah padat jamu yang diperoleh adalah sebesar 2,2665 ± 0,1342% sampai 2,9763 ± 0,4051% (Tabel 3). Minyak limbah padat jamu berwarna kuning kehijauan dengan aroma jamu yang khas. Rendemen minyak hasil ekstraksi maserasi limbah padat jamu dengan pelarut n-heksana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Rendemen Minyak Hasil Maserasi Limbah Padat Jamu (%±SE) Dengan Pelarut n-heksana Ditinjau Dari Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman

(16)

9

Tabel 3. Hasil Interaksi Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu Antara Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman

Nisbah pelarut Waktu (% ± SE) T1 T2 T4 T6 T8 1:15 2,5259 ± 0,1822 ab 2,4873 ± 0,0824 a 2,5472 ± 0,6026 a 2,5995 ± 0,2646 a 2,5758 ± 0,0887 a W = 0,3392 a a a a a 1:20 2,3786 ± 0,7883 a 2,5682 ± 0,4590 a 2,5435 ± 0,3048 a 2,5745 ± 0,6750 ab 2,6966 ± 0,1539 a W = 0,3392 a a a a a 1:25 2,7556 ± 0,2651 b 2,7752 ± 0,3998 a 2,7357 ± 0,2409 a 2,2665 ± 0,1342 b 2,6697 ± 0,0794 a W = 0,3392 b b b a b 1:30 2,6426 ± 0,2382 b 2,6602 ± 0,2984 a 2,7684 ± 0,1115 a 2,9763 ± 0,4051 c 2,7111 ± 0,3215 a W = 0,3392 a a a a a W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181 W = 0,3181 Keterangan :

*SE = Simpangan Baku Taksiran *W = BNJ 5 %

*T = Waktu perendaman

*Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada baris/lajur yang sama menunjukkan berbeda nyata, sedangkan angka yang diikuti huruf

yang sama pada baris/lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata. *Garis biru menyatakan kisaran terkecil-terbesar rataan rendemen.

(17)

10

Dilihat secara keseluruhan nampaknya ratio nisbah pelarut lebih berpengaruh terhadap rendemen daripada lama waktu perendaman. Sifat polaritas sangat terkait dengan kelarutan bahan.

Tabel 3. menunjukkan bahwa rendemen pada penggunaan nisbah pelarut 1:15, 1:20 dan 1:30 (b/v) tidak terpengaruh oleh lama waktu perendaman, sedangkan pada penggunaan pelarut nisbah 1:25 waktu perendaman 1, 2, 4 dan 8 jam menghasilkan rendemen yang sama dan lebih tinggi dibanding rendemen lama perendaman 6 jam sehingga dapat diartikan waktu 1 jam-lah yang paling efisien memberikan hasil rendemen tertinggi.

Nisbah pelarut tidak berpengaruh pada lama waktu perendaman 2, 4 dan 8 jam terhadap rendemen yang diperoleh. Namun pada lama waktu 1 jam nisbah pelarut 1:25 dan 1:30 (b/v) menghasilkan rendemen tertinggi, sedangkan untuk waktu 6 jam nisbah pelarut 1:30 (b/v) menghasilkan rendemen tertinggi.

Rendemen minyak cenderung mengalami peningkatan pada nisbah pelarut 1:25 (b/v) pada waktu perendaman 1, 2, dan 4 jam. Peningkatan rendemen ekstrak seiring dengan lama waktu sampai dengan 4 jam pada nisbah 1:25 (b/v) diduga karena pada waktu ekstraksi yang relatif singkat, banyak molekul minyak yang terperangkap dalam jaringan sel (Handayani dkk., 2006). Sedangkan pada lama waktu perendaman 6 jam, semua minyak telah terekstrak sehingga sampai lama waktu 8 jam rataan rendemen cenderung turun.

Berdasarkan kedua interaksi di atas menunjukkan bahwa rendemen optimal didapat pada perlakuan nisbah pelarut 1:25 (b/v) dan waktu perendaman 1 jam dengan rataan sebesar 2,7556 ± 0,2651%.

3.2. Purifikasi Minyak Dengan Degumming dan Netralisasi

Pemisahan gum (degumming) merupakan proses pemisahan getah atau gum yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin serta tidak berpengaruh nyata terhadap kadar asam lemak bebas dalam minyak (Ketaren, 1986). Proses degumming yang dilakukan adalah acid degumming dimana reaksi yang terjadi pada proses ini adalah minyak dipresipitasi dengan kondisi asam (H3PO4) dan dihilangkan dengan pemisahan dengan metoda evaporasi manual. Proses degumming dilakukan bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan

(18)

11

memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam terutama Fe dan Cu. Selain itu proses degumming juga mengurangi bobot minyak. Proses degumming dilakukan pada suhu sekitar 80°C selama 30 menit (Akbar dkk., 2015).

Tahap pemurnian selanjutnya adalah netralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan Asam Lemak Bebas (ALB) (Murano, 2003 dalam Harahap, 2015). Proses netralisasi dilakukan dengan menggunakan kaustik soda (NaOH) yang berfungsi untuk menetralkan tingkat keasaman minyak (Kartika, dkk., 2010).

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Reaksi Netralisasi (Akbar dkk., 2015)

Purifikasi minyak hasil maserasi optimal limbah padat jamu dengan pelarut n-heksana disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pemurnian Massa Minyak Setelah Purifikasi

Ulangan Massa Yield setelah purifikasi (%) Loss minyak (%) Awal (g) Setelah purifikasi (g) I 3,0600 1,1205 36,62 63,38 II 3,0300 1,2344 40,74 59,26 III 3,0000 1,1711 39,04 60,96 ̅ 3,03 1,1753 38,79 61,21%

(19)

12

Perhitungan purifikasi minyak :

Yield setelah purifikasi rata-rata (%) = = 38,79%

Loss minyak rata-rata (%) = = 61,21%

Pada Tabel 4, terlihat bahwa setelah proses purifikasi pada pH netral diperoleh yield minyak limbah padat jamu sebesar 38,79%; sedangkan loss

minyak yang diperoleh sebesar 61,21%. Kartika dkk. (2010) melaporkan hasil penelitiannya tentang loss minyak untuk minyak biji nyamplung sebesar 34,1%-66,9%. Loss minyak limbah padat jamu masih berada dalam kisaran loss minyak biji nyamplung. Semakin rendah nilai loss minyak maka kualitas minyak yang dihasilkan semakin baik.

Loss minyak cenderung bertambah dengan peningkatan konsentrasi NaOH yang digunakan untuk netralisasi. Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan untuk netralisasi, semakin tinggi loss minyaknya. Kombinasi proses degumming dan netralisasi telah menyebabkan loss minyak yang cukup besar (>30%) (Kartika dkk., 2010).

3.3. Analisis Fisiko-Kimiawi

Minyak limbah jamu yang dihasilkan berwarna kuning kehijauan dengan aroma jamu yang khas. Warna kuning kehijauan disebabkan oleh zat warna klorofil dan karoten yang secara alamiah ikut terekstrak bersama minyak pada saat proses ekstraksi. Sifat fisiko-kimiawi minyak limbah padat jamu yang dihasilkan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Fisiko-Kimia Minyak Kasar Limbah Jamu

Jenis analisa Hasil SNI (7431-2015)

Warna Kuning kehijauan -

Bilangan asam 56,4494 mg KOH/g Maks. 4,0 mg KOH/g

Asam lemak bebas 25,8017 % -

Derajat asam 100,6228 ml NaOH/g -

Bilangan penyabunan 77,0299 mg KOH/g 180-265mg KOH/g Bilangan iodium 1,9262 gI2/100g Maks. 115 gI2/100g

(20)

13 3.4. Bilangan Asam

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai bilangan asam minyak limbah jamu sebesar 56,4494 mg KOH/g. Bilangan asam adalah jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Hasil ini berbeda dengan nilai bilangan asam syarat mutu minyak nabati untuk biodiesel (SNI 7431-2015) maksimal 4,0 mg KOH/g lemak. Nilai bilangan asam minyak limbah padat jamu tergolong tinggi. Tingginya bilangan asam diduga karena terjadinya reaksi hidrolisis, yang disebabkan oleh lipase yang berasal dari mikroorganisme, serta adanya sejumlah air yang terkandung dalam minyak tersebut. Kandungan air yang tinggi menyebabkan minyak mudah terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986).

3.5. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisis, yaitu dari penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas (Yoenoes, 2012). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai asam lemak bebas minyak limbah padat jamu cukup tinggi yaitu sebesar 25,8017%, hal ini seiring dengan tingginya nilai bilangan asam. Asam lemak bebas yang tinggi dipengaruhi oleh hidrolisis minyak ataupun karena proses pengolahan minyak yang kurang baik.

3.6. Derajat Asam

Derajat asam yaitu banyaknya mililiter KOH/NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan 100 gram minyak atau lemak (Sudarmadji, 1989). Tabel 1

menunjukkan bahwa nilai derajat asam minyak limbah padat jamu cukup tinggi yaitu 100,6228 ml NaOH/g, hal ini dipengaruhi oleh bilangan asam dan asam lemak bebas yang tinggi.

(21)

14 3.7. Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan menunjukkan jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah sampel minyak atau lemak (Dewi, 2012). Bilangan penyabunan menunjukkan rata-rata massa molekul atau panjang rantai asam lemak bebas (Kittiphoom, 2012). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai bilangan penyabunan minyak limbah jamu sebesar 77,0299 mg KOH/g. Hasil ini berbeda dengan nilai bilangan penyabunan syarat mutu minyak nabati untuk biodiesel (SNI 7431-2015) yaitu 180-265 mg KOH/g lemak. Nilai bilangan penyabunan minyak limbah padat jamu tergolong rendah, hal ini terkait dengan kandungan asam lemak bebas yang tinggi pada minyak limbah padat jamu. Namun minyak limbah padat jamu juga mengandung senyawa-senyawa berantai panjang (BM tinggi) yang ditunjukkan pada Tabel 2, akibatnya bilangan penyabunan yang dihasilkan rendah (Kartika, dkk., 2010).

3.8. Bilangan Iodium

Bilangan iodium menunjukkan besarnya tingkat ketidakjenuhan asam lemak yang menyusun minyak atau lemak. Banyaknya iodium menunjukkan banyaknya ikatan rangkap (Sudarmadji, 1989). Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai bilangan iodium minyak limbah padat jamu sebesar 1,9262 g-I2/100g. Hasil ini sesuai dengan nilai bilangan iodium syarat mutu minyak nabati untuk biodiesel (SNI 7431-2015) yaitu maksimal 115 g-I2/100g. Bilangan iodium rendah menunjukkan rendahnya derajat ketidakjenuhan. Semakin tinggi titik cair semakin rendah bilangan iodium dan kadar asam lemak tidak jenuh. Asam lemak jenuh berbentuk padat dan asam lemak tidak jenuh berbentuk cair, karena semakin tinggi bilangan iodium, maka semakin tidak jenuh dan semakin lunak lemak tersebut (Anonim, 2011).

3.9. Gas Chromatography-Mass Spectrometry Test (GC-MS)

Hasil analisis GC-MS disajikan pada Gambar 1 dan 2. Hasil analisa menunjukkan bahwa sampel minyak tersusun dari 12 puncak senyawa dengan 7 senyawa dominan di dalamnya dengan kadar di atas 2% yang ditunjukkan oleh

(22)

15

masing-masing puncak bernomor 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 (Gambar 1, Tabel 2) pada kromatogram.

Gambar 1. Kromatogram GC Minyak Limbah Padat Jamu

Sedangkan analisa data hasil spektroskopi massa tiap puncak dilakukan dengan membandingkan spectra sampel dengan spectra data base Wiley yang disajikan pada Gambar 2.

(2a)

(2b)

(2c)

(IlmuKimia, 2013)

Gambar 2.

(2a)Spektrum Puncak No.1 Sampel Minyak Limbah Padat Jamu. (2b) Spektrum Asam Oleat Berdasarkan Data Referensi Wiley.

(23)

16

Spektrum 2a (sampel) merupakan spektrum dari puncak nomor 1(Gambar1) dengan waktu retensi17,973 dan Mr 282,4614 (g/mol), memiliki fragmentasi yang serupa dengan spektrum 2b (Wiley), yang teridentifikasi sebagai asam oleat, sehingga dapat disimpulkan bahwa puncak nomor 1 (Gambar 1)

merupakan puncak dari asam oleat.

Dengan cara yang sama, spektrum puncak nomor 2, 3, 4, 5 dan 6 berturut-turut teridentifikasi sebagai asam miristat, asam palmitat, asam oleat, asam miristat, 4,4-dimetoksibenzoin dan oktadekan.

Komponen kimiawi penyusun minyak limbah padat jamu yang telah teridentifikasi disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komponen Kimia Penyusun Minyak Limbah Padat Jamu

No. Puncak

Index

retensi Komponen kimia

Rumus molekul BM ( g /mol) Kandungan (%)

1 17,973 Asam oleat C18H34O2 282.4614 41,10

2 13,907 Asam miristat C14H28O2 228.3709 24,55

3 16,143 Asam palmitat C16H32O2 256.4241 10,86

4 18,592 Asam oleat C18H34O2 282.4614 7,89

5 14,687 Asam miristat C14H28O2 228.3709 3,55 6 23,445 4,4 dimetoksibenzoin C16H16O4 272.2958 2,58

7 22,238 Oktadekan C18H37Cl 288,9379 2,16

Minyak limbah padat jamu didominasi oleh tiga komponen yang sama yang muncul pada 5 puncak berbeda . Komponen pertama yaitu senyawa asam asam oleat muncul pada 2 puncak no.1 dan 4 dengan indeks retensi 17,973 dan 18,592; serta kadar masing-masing puncak sebesar 41,10% dan 7,89% atau 48,99%. Sedangkan komponen senyawa dominan kedua adalah asam miristat yang diperlihatkan pada puncak no.2 dan 5 dengan indeks retensi 13,907 dan 14,687; serta kadar masing-masing puncak sebesar 24,55% dan 3,55% atau 28,10%. Munculnya lebih dari satu puncak untuk senyawa yang sama dimungkinkan karena terjadinya proses isomerisasi (Ristanti, et al., 2016 dalam Soetjipto dkk.,

(24)

17

2008). Senyawa dominan berikutnya adalah asam palmitat dengan indeks retensi 16,143 dan kadar 10,86%. Selanjutnya diikuti dengan 4,4-dimetoksibenzoin dengan indeks retensi 23,445 dan kadar 2,58%, serta oktadekan dengan indeks retensi 22,238 dan kadar 2,16%. Sehingga dari total komponen penyusun minyak limbah padat jamu terdeteksi sebanyak 92,69%, sedangkan sisanya sebanyak 5 puncak merupakan campuran komponen dengan kadar kurang dari 2%.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. a. Hasil pengukuran fisiko-kimia antara lain: warna minyak berwarna kuning kehijauan, bilangan asam 56,4494 mg KOH/g lemak; asam lemak bebas 25,8017 %; derajat asam 100,6228 ml NaOH/g lemak; bilangan penyabunan 77,0299 mg KOH

/g lemak; dan bilangan iodin sebesar 1,9261 gI2/100g lemak.

b. Komposisi senyawa penyusun minyak nabati limbah padat jamu didominasi oleh 5 komponen kimiawi, yaitu asam oleat 48,99%, asam miristat 28,10%, asam palmitat 10,86%, 4,4-dimetoksibenzoin 2,58% dan oktadekan 2,16%. 2. Rendemen minyak tertinggi dihasilkan pada waktu perendaman 1 jam dengan

nisbah pelarut 1:25 (b/v) yaitu 2,7556 ± 0,2651%.

1. Hasil purifikasi minyak limbah padat jamu diperoleh yield minyak 38,79% dengan loss minyak sebesar 61,21%.

V. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya minyak dipurifikasi terlebih dahulu sebelum dianalisis fisiko-kimia dan komponen kimia penyusunnya.

(25)

18 DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. A., Margarita, L., Yuliantari, R. dan Davis, J., 2015. Degumming dan Netralisasi. http://documents.tips/documents/degumming-dan-netralisasi.html. Diakses tanggal: 26 Juli 2016.

Amir, A.N. dan Lestari, P.F., 2013. Pengambilan Oleoresin dari Limbah Ampas Jahe Industri Jamu (PT. Sido Muncul) Dengan Metode Ekstraksi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(3):88-95.

Anonim, 2012. Bilangan Iodium. https://id.scribd.com/doc/51938109/Bilangan-Iodium. Diakses tanggal: 1 Agustus 2016.

Anonim, 2012. Mengenal Limbah Industri.

http://www.kompasiana.com/kuntoro.suhardi/mengenal-limbah-industri_551b2f7da333118f23b65ddb. Diakses tanggal: 29 Juli 2016.

Anonim, 2013. Pasar Obat Herbal Diharapkan Terus Meningkat. Berita Kesehatan,

Health Kompas.

Arief, L. M., 2012. Pengelolaan Limbah Padat di Industri. Makalah. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Esa Unggul, Jakarta.

Aula, L. E., 2015. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan PT. Sido Muncul. makalah. Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional 1998. SNI 01-3555-1998 : Cara Uji Minyak dan Lemak. Badan Standarisasi Nasional 1998. SNI 7415-2015 : Mutu dan Metode Uji Minyak

Nabati Murni Untuk Bahan Bakar Motor Diesel Putaran Sedang.

Dewi, R. K. 2012. Studi Awal Pemanfaatan Minyak Biji Mangga (Mangifera indica L. var Arumnis) Sebagai Bahan Pembuatan Lotion. Skripsi. Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Hadiyanto dan Christwardana, M. 2012. Aplikasi Fitoremediasi Limbah Jamu dan Pemanfaatannya Untuk Produksi Protein. Jurnal Ilmu Lingkungan. 10(1):32-37.

Handayani, M, Putri., dan Subagus, W., 2008. Analisis Biji Ketapang (Terminalia catappa L.) Sebagai Suatu Alternatif Sumber Minyak Nabati. Majalah Obat Tradisional. 13(45).

Harahap, 2015. Proses Tahapan Pemurnian Minyak Kelapa Sawit. Prosiding. Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ilmukimia, 2013. http://www.ilmukimia.org/2013/03/golongan-asam-karboksilat.html. Diakses tanggal: 16 Agustus 2016.

Kartika, I. A., Fathiyah, S., Desrial dan Purwanto, Y. A., 2010. Permurnian Minyak Nyamplung dan Aplikasinya Sebagai Bahan Bakar Nabati. Jurnal Industri Pertanian. 20(2):122-129.

(26)

19

Kristanto, P. dan Winaya, R., 2002. Penggunaan Minyak Nabati Sebagai Bahan Bakar Alternatif Pada Motor Diesel Sistim Injeksi Langsung. Jurnal Teknik Mesin.

4(2):99-103.

Ketaren, S., 1986. Minyak dan Lemak Pangan, Ed. 1. Jakarta: UI-Press.

Kittiphoom, S., Sutasinee, S., 2013. Mango Seed Kerjen Oil and Its Physic Chemical Properties. International Food Research Journal, 20(3):1145-1149.

Purnamasari, D. A., Mulyasari, D., Wuladari, P. M., dan Lestari, T. A. 2013. Peningkatan Perekonomian Masyarakat Melalui Pemanfaatan Limbah Jamu Sebagai Pupuk Organik. Laporan Hasil Penelitian. SMA Negeri 1, Purwoharjo, Banyuwangi.

Regina, C., Soetjipto, H., dan Kristijanto, A.I., 2015. Pengaruh Berbagai Metoda Distilasi Dalam Proses Recovery Minyak Atsiri Limbah Padat Jamu Terhadap Rendemen Minyak. Skripsi. Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

Soetjipto, H., Dewi, L. dan Prayitno, S. A., 2008. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Antibakteri Minyak Atsiri Daun Kembang Bulan (Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray). Jurnal Ilmiah Nasional. 9(2):155-162.

Steel, R.G.O., and J.H. Torie, 1981. Principle and Procedures of Statistics. New York: Mc Graw – Hill Book Co.

Sudarmadji, S., 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti: Yogyakarta. Wildan, A., Ingrid, D., Hartati, I. dan Widayat. 2013. Proses Pengambilan Minyak dari

Limbah Padat Biji Karet dengan Metode Ekstraksi Berpengaduk. Jurnal Momentum. 9(1):1-5.

Yoenoes, S., 2012. Pemeriksaan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kelapa Sawit

(Elaeis guinensis jack). Makalah. Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Gambar

Tabel  3.  Rataan  Rendemen  Minyak  Hasil  Maserasi  Limbah  Padat  Jamu  (%±SE)  Dengan  Pelarut  n-heksana  Ditinjau  Dari  Nisbah  Pelarut  dan  Waktu  Perendaman
Tabel  3. Hasil Interaksi Rendemen Minyak Limbah Padat Jamu Antara Nisbah Pelarut dan Waktu Perendaman  Nisbah  pelarut  Waktu  (% ± SE)  T1  T2  T4  T6  T8  1:15  2,5259 ± 0,1822  ab  2,4873 ± 0,0824  a  2,5472 ± 0,6026  a  2,5995 ± 0,2646  a  2,5758 ± 0,
Gambar 1. Reaksi Netralisasi (Akbar dkk., 2015)
Tabel 1. Hasil Analisis Fisiko-Kimia Minyak Kasar Limbah Jamu
+3

Referensi

Dokumen terkait

1) Nilai-nilai yang menjadi prioritas orangtua untuk ditransmisikan pada anak yaitu nilai ibadah, nilai tanggung jawab, nilai sopan santun, nilai menolong,

Oleh karena itu, wanita dewasa khususnya yang berumur lebih dari 40 tahun perlu mendapat perhatian terkait kemungkinan terjadinya obesitas sejalan dengan tingginya prevalensi

51 No 4 (Supplement) Juli 2011: The 15 th Indonesian Congress of Pediatrics, Indonesian Pediatrics Society, Manado, Indonesia, 11-14

Tabel 9. Dengan kata lain, pendekatan pembelajaran scientific, pendekatan pembelajaran PMRI dan pembelajaran langsung mempunyai prestasi yang berbeda. 2) Untuk kemandirian belajar

Peserta didik mampu menyebutkan informasi penting dengan menggunakan kata tanya apa, di mana, kapan, siapa, mengapa, dan bagaimana dengan tepat, melalui kegiatan membaca teks

Sedangkan bentuk kehidupan yang kita miliki saat ini, bebas dan terberkahi, penuh dengan kesempatan, adalah suatu wahana yang dapat membawa kita mendapatkan sesuatu yang jauh

PT. Bank Danamon Indonesia Tbk. cabang Kolonel Abunjani Jambi adalah perusahaan jasa yang bergerak dalam bidang usaha perbankan yang berlokasi di Jl. Bank Danamon

Objek yang menjadi bahasan dalam penulisan jurnal ini adalah (1) Alam dan lingkungan masyarakat Baduy, (2) Kearifan lokal masyarakat Baduy, (3) Adat istiadat masyarakat Baduy,