• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Kriminal dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebijakan Kriminal dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencurian Hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah ditegaskan bahwa Otonomi Daerah adalah perencanaan pembangunan di daerah. Sebagai tindak lanjut Undang-Undang tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara di Sumatera Utara dengan salah satu urusan wajib yaitu merencanakan dan mengendalikan pembangunan.

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional diselenggarakan berdasarkan Asas Umum Penyelenggara Negara dengan tujuan:1

 Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan

 Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi dalam pemerintahan

 Menjamin ketertiban dan konsistensi antar perencanaan, penyelenggaraan, pelakasanaan dan pengawasan

 Mengoptimalkan pertisipasi masyarakat, menjamin terciptanya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan,

Padang Lawas Utara atau yang dikenal dengan Padang Bolak, istilah “Padang Bolak” di artikan dalam bahasa Indonesia yaitu “Padang yang Luas” dimana daerah

1

(2)

Paluta mempunyai potensi alam yang cukup baik. Kabupaten Padang Lawas Utara yang beribukota di Gunung Tua secara geografis terletak di bagian utara Provinsi Sumatera Utara yaitu antara 1°13'50"-2°2'32" Lintang Utara dan 99°20'44"-100°19'10 Bujur Timur, dengan luas wilayah tercatat 3 918,05 Km² kemudian letak di atas Permukaan Laut 0 – 1 915 M. Dengan batas-batas sebagai berikut: 2

1. Sebelah Utara adalah Kabupaten Labuhan Batu dan Kabupaten Labura 2. Sebelah Selatan adalah Kabupaten Padang Lawas

3. Sebelah Timur adalah Propinsi Riau

4. Sebelah Barat adalah Kabupaten Tapanuli Selatan

Secara administratif, Kabupaten Padang Lawas Utara meliputi 9 kecamatan, 386 Desa dan 2 kelurahan.

Dimekarkan pada tanggal 10 Agustus 2007 Kabupaten Padang Lawas Utara (PALUTA), sebagai daerah otonom baru, sudah harus siap bergerak maju untuk menyetarakan diri dengan daerah tingkat II lain. Seperti halnya daerah otonom baru lainnya, persoalan infrastruktur menjadi salah satu kendala dalam menggerakkan sektor-sektor otonomi. Minimnya jaringan transportasi dan penyediaan jaringan listrik menjadi masalah yang umum ditemui.

Menurut sejarahnya, Padang Lawas yang juga disebut dengan nama Padang Bolak terkenal sebagai padang penggembalaan yang menjadi pusat penghasil ternak kerbau, lembu dan kambing. Bagi penduduk Padang Bolak, ternak tidak saja dikaitkan dengan kebutuhan kegiatan adat/budaya dan hari raya juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ekonomi dan perdagangan yang konon mengisi pasar

2

(3)

domestik yang mampu melintasi propinsi. Jauh di masa „doeloe‟ keberadaan populasi ternak yang banyak di wilayah Padang Bolak diduga menjadi alasan Rajendra Cola I membuka wilayah di kawasan ini (yang terlihat dari adanya peninggalan candi).3

Begitu juga di daerah Padang Lawas Utara yang terkenal dengan pertanian dan perkebunan, mata pencaharian dibidang pertanian hampir diseluruh wilayah Padang Lawas Utara seperti tanaman padi, sedangkan dibidang perkebuanan yang paling cocok adalah karet, ubi kayu, sawit dan tanaman palawija.

Pengembangan dalam kawasan sektor peternakan dicanangkan pemerintah memberikan spirit yang sangat besar kepada masyarakat dalam memacu peningkatan pendapatan, kesejahteraan dan sekaligus menjadi penggerak utama dalam pembangunan ekonomi daerah. Selama lima tahun terakhir sektor ini cukup diperhitungkan sebagai tiang ekonomi daerah, peranannya cukup besar dalam pembanganunan struktur ekonomi Kabupaten Padang Lawas Utara

Titik pembangunan kawasan perkebunan tidak bisa dipusatkan karena semuanya menyebar. Kepemilikan lahan pada umumnya individual. Selain tofograpi Padang Lawas Utara yang memiliki banyak padang (tanah) yang luas, maka tidak heran di kampung-kampung banyak penduduk desa yang memelihara ternak seperti kerbau, sapi, dan kambing. Biasanya juga para penduduk memelihara berpuluh-puluh ekor. Kondisi seperti ini memang cocok untuk wilayah tertentu di Kabupaten Padang Lawas Utara.4

3

Harun Saleh Harahap. http://suku-batak.blokspot.com/2012/ suku-batak-peternakan-di-padang-lawas. html, di akses pada tanggal 25 Januari 2016, pukul 02:44 WIB

4

(4)

Hewan ternak khususnya sapi dan kerbau sangat berarti bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Padang Lawas Utara disamping digunakan untuk membajak sawah dan membantu pekerjaan petani. Makna hewan ternak pada masyarakat paluta khususnya sapi dan kerbau sangat erat hubungannya dengan budaya adat atau kearifan lokal yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat seperti contohnya sapi dan kerbau digunakan dalam acara-acara adat terutama pada pernikahan, kemalangan, dan syukuran. Dalam aturan adat ada beberapa kategori hewan ternak yang digunakan pada acara adat seperti ayam, kambing, sapi, dan kerbau. Akan tetapi apabila tuan rumah yang melangsungkan acara adat Siriaon (pesta pernikahan atau syukuran) dan adat Siluluton (acara kemalangan/berduka) menyembelih sapi atau kerbau menjadi simbol kemapanan atau kesuksesan kepada tuan rumah atau orang yang melangsungkan acara adat tersebut.

(5)

perkakas yang sungguh-sungguh digunakan sebagai alat pencari nafkah sehari-hari.5 Dalam hal inilah tampak bahwa hewan ternak sebagai objek benda berbeda kedudukannya dengan objek benda yang lainnya, dikarenakan peran dan fungsinya dalam kehidupan manusia.

Sifat dan fungsi hewan serta perkakas itu sungguh-sungguh diperguanakan sebagai alat pencari nafkah, barang itu tidak dapat disita, akan tetapi kalau hewan dan perkakas itu berfungsi sebagai sarana jasa atau produksi tidak tergolong larangan tersebut. Misalnya mobil penumpang atau pengangkat barang tidak dapat dikategorikan sebagai alat pencari nafkah tetapi termasuk sarana jasa dalam bisnis untuk mencari keuntungan.6

Sebagaimana disebutkan diawal tulisan bahwa kabupaten Padang Lawas Utara merupakan salah satu lumbung hewan ternak di Sumatera Utara. Namun permasalahan kemudian, terjadi banyaknya pencurian hewan ternak tersebut. Mengutip dari situs berita online marak terjadi pencurian hewan ternak. Situs berita online, www.metrosiantar.com, dengan judul berita, “Aksi Pencurian Ternak Kembali

Marak, 16 Ekor Sapi Hilang”.7

Situs lain, www.bidikkasus.com, dengan judul berita, “ Tiga

Pelaku Pencurian Ternak Berhasil Ditangkap Lagi.”8

Demikian juga dikabarkan melalui situs www.apakabarsidempuan.com, “ Polsek Padang Bolak Ringkus Pencuri Ternak.”9

5

M Yahya Harahap, HUKUM ACARA PERDATA (Gugatan, Persidangan,Penyitaan, dan Putusan Pengadilan), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Hal.305

6

Ibid

7

http://www.metrosiantar.com/2015/01/08/173283/aksi-pencurian-ternak-kembali-marak-16-ekor-sapi-hilang/, diunduh tanggal 22 Februari 2016, pukul. 18.10 WIB

8

http://www.bidikkasus.com/tiga-pelaku-pencurian-ternak-berhasil-ditangkap-lagi/ , diunduh tanggal 22 Februari 2016, pukul. 18.10 WIB

9

(6)

W. Prodjodikoro menjelaskan bahwa. “Di Negeri Belanda, pasal yang

bersangkutan (pasal 311) menyebutkan diefstal van vee iut de weide (pencurian ternak dari suatu padang rumput penggembalaan), dimana unsur weide itu tegas ditambahkan karena unsur inilah yang justru merupakan alasan memberatkan hukuman. Oleh karena di Indonesia tidak ada tambahan dari padang rumput penggembalaan, maka alasan memperberat hukuman hanya terketak pada hal bahwa ternak dianggap kekayaan yang penting. Hal ini memang sesuai dengan istilah Jawa rojokoyo bagi ternak, yaitu istilah yang berarti kekayaan besar‟10

Dalam lingkup hukum pidana Indonesia, yang dimaksud dengan hewan dijumpai/dimuat pada pasal 101 KUHP yang berbunyi: Perkataan ternak berarti hewan yang berkuku satu, pemamah biak dan babi, atau dengan lain perkataan: kuda, sapi, atau kerbau dan babi. Disatu pihak, penentuan arti kata ini bersifat memperluas karena biasanya kuda dan babi tidak termasuk istilah ternak (vee), di pihak lain bersifat membatasi karena tidak masuk didalamnya: pluimvee atau ayam, bebek, dan sebagainya.11

R. Soesilo memberikan penjelasan terkait dengan Pasal 363 KUH Pidana, “ Pencurian dalam pasal ini dinamakan “pencurian dengan pemberatan” atau pencurian dengan kwalifikasi” dan diancam hukuman yang lebih berat. Apakah yang diartikan dengan “pencurian dengan pemberatan” itu ? Ialah pencurian biasa (ps. 362) disertai

dengan salah satu keadaan seperti berikut, a. bila barang yang dicuri itu adalah

diunduh tanggal 22 Februari 2016, pukul. 18.10 WIB

10

Ibid, Hal.22

11

(7)

“khewan” dan yang dimaksudkan dengan “khewan” diterangkan dalam pasal 101,

jaitu semua macam binatang yang memamah biak (kerbau, sapi, kambing dsb.),

binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan “babi”. Anjing, ayam, bebek, angsa,

itu bukan khewan, karena tidak memamah biak, tidak berkuku satu dan bukan babi. Pencurian khewan dianggap berat, karena khewan merupakan milik seorang petani yang terpenting.”12

Hal yang serupa juga disampaikan oleh Andi Hamzah, sebagai berikut, “ Semua bagian dari inti delik yang tercantum di dalam Pasal 362 KHUP berlaku juga untuk pasal 363 KHUP, ditambah dengan satu bagian inti (bestanddeel) lagi yang menjadi dasar pemberatan pidana. Jika pada pasal 362 KHUP ancaman pidananya maksimum lima tahun penjara, maka pasal 363 KUHP menjadi maksimum tujuh tahun penjara. Bagian inti tambahan itu ialah:

- Pencurian ternak

… Pencurian ini disebut pencurian dengan pemberatan. Membiarkan ternak

berkeliaran dikebun padang rumput atau padang rumput kering, baik tanah yang sudah ditaburi dan seterusnya diancam dengan pidana berdasarkan Pasal 459 KUHP dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah (sangat tidak sesuai lagi sekarang). Ternak dapat dirampas. Pasal 101 memberi pengertian ternak: semua binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak dan babi.13

Oleh Barda Nawawi Arief, dijelaskan bahwa, “ Kebijakan kriminal atau

12

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1995), Hal. 251.

13

(8)

politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan.”14

Kaitan dengan tindak pidana pencurian hewan, sebagaimana dalam Pasal 363 KUH Pidana, bahwa pencurian hewan merupakan pencurian dengan pemberatan, sehingga “pemberatan pidana” dapat dilihat sebagai

usaha rasional dalam menanggulangi kejahatan pencurian hewan. Adapun rasio legis (alasan hukum) pemberatan pidana terhadap pencurian hewan ternak, dikarenakan hewan ternak memiliki kedudukan yang istimewa bagi kehidupan manusia.

Kebijakan integral dalam penanggulangan kejahatan terlihat bahwa upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan dalam arti:15

a. Adanya keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial.

b. Adanya keterpaduan antara upaya penaggulangan kejahatan dengan “penal” dan “nonpenal”.

Diantara studi mengenai faktor-faktor kriminologis di satu pihak dan studi mengenai teknik perundang-undangan di lain pihak, ada tempat bagi suatu ilmu pengetahuan yang mengamati dan menyelidiki fenomena legislative dan bagi suatu seni yang rasional, dimana para sarjana dan praktisi, para ahli kriminologi dan sarjana hukum dapat bekerja sama tidak sebagai pihak yang berlawanan atau saling berselisih, tetapi sebagai kawan sekerja yang terikat dalam tugas bersama, yaitu terutama untuk menghasilkan suatu kebijakan pidana yang realistik, humanis, dan berpikir maju (progresif) lagi sehat.16

14

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru), (Jakarta: Kencana, 2011). Hal.3

15

Ibid. Hal.6

16

(9)

Berdasarkan uraian diatas maka penting untuk dibahas persoalan hukum terkait tentang kebijakan kriminal dalam upaya penaggulangan pencurian hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana aspek dari pencurian hewan secara penal dan non penal di Kabupaten Padang Lawas Utara?

2. Apa yang menjadi faktor-faktor penyebab tindak pidana pencurian hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara?

3. Bagaimana penyelesaian tindak pidana pencurian hewan dengan kebijakan kearifan lokal (Local Wisdom) dan kebijakan non penal di Kabupaten Padang Lawas Utara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi aspek-aspek dari pencurian hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara.

(10)

3. Untuk mengetahui dan menalisis apa saja yang menjadi delik-delik adat serta bagaimana pengaruh dari kearifan lokal yang ada di Kabupaten Padang Lawas Utara dalam menanggulangi kejahatan khususnya tindak pidana pencurian hewan.

D. Manfaat Penelitian

Keguanaan atau manfaat yang dapat diambil dari penelitian antara lain sebagai berikut:

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini akan melahirkan beberapa konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum khususnya yang berkaitan dengan kebijakan kriminal dikaitkan dengan upaya penanggulangan tindak pidana pencurian hewan.

2. Secara praktis a. Lembaga Hukum

- Memberikan masukan dalam permasalahan serta penyelesaiaan yang berhubungan dengan kebijakan kriminal dikaitkan dengan upaya penanggulangan tindak pidana pencurian hewan.

- Memberikan semangat bagi para lembaga penegak hukum didalam melakukan tugas mulianya harus lebih serius karena senantiasa mengingat akan kewajibannya sebagai penganyom masyarakat.

b. Pemerintah Daerah

(11)

penanggulangan tindak pidana pencurian hewan ternak yang terjadi di masyarakat Kabupaten Padang Lawas Utara.

c. Masyarakat

Memberikan masukan terhadap masyarakat umum serta turut berpartisipasi dalam penanggulangan tindak pidana pencurian hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara.

- Membangun kesadaran masyarakat tentang hak dan kewajibannya didalam upaya penanggulangan tindak pidana pencurian hewan ternak. - Bersedia memberikan solusi, informasi tentang bagaimana upaya dari

masyarakat untuk menanggulangi kejahatan pencurian hewan ternak yang belakangan ini sering terjadi diwilayah hukum Kabupaten Padang Lawas Utara.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang “Kebijakan Kriminal Dalam Upaya Penanggulangan

Tindak Pidana Pencurian Hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara” memiliki

(12)

1. Tesis atas nama Bob Sadiwijaya, NIM: 097005043, dengan judul ”Penerapan Konsep Diversi Dan Restorative Justice Dalam Tindak Pidana yang dilakukan oleh anak (Studi di Kota Medan).

2. Tesis atas nama Nasrun Pasaribu, NIM: 117005029, dengan judul ”Profesionalisme Polri Dalam Penyidikan Kasus Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan di Wiayah Hukum Medan Baru”.

3. Tesis atas nama Marudut Hutajulu, NIM: 117005051, dengan judul “Analisis Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan di wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (Studi Kasus No.03/Pid.Sus P/2012/PN.Mdn).

Sehingga jika dilihat dari segi judulnya, pokok permasalahan yang dibahas dengan penelitian ini sangatlah berbeda, oleh karena itu secara akademik penelitian ini dapat dipertanggungjawankan keasliannya (orosinil), bukan hasil plagiat atau duplikasi dari peneliti sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan pertimbangnan dan pegangan teoritis.17 Dalam pembahasan tesis ini menggunakan teori kebijakan kriminal dalam upaya pananggulangan tindak pidana pencurian hewan yang terdiri dari:

a. Kebijakan Kriminal

17

(13)

Kebijakan kriminal atau politik kriminal merupakan suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. Keterkaitannya dengan pembaharuan sistem peradilan pidana di Indonesia, maka sistem peradilan itu mempunyai tujuan, yakni. Pertama, mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.

Kedua, menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas karena keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah telah dipidana. Ketiga, mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulagi lagi kejahatannya. Karena empat komponen dalam sistem peradilan pidana (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan) diharapkan dapat bekerjasama dan membentuk Integrated criminal justice system.18

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial ( social-walfare policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social defence policy).19

b. Sosiologi Hukum

Dalam teori-teori sosiologi hukum yang bersifat makro selalu dapat disaksikan betapa para teoritisi senantiasa menghubungkan hukum dan sistem hukum dengan keadaan masyarakatnya, apakah itu struktur berupa struktur

18

Romli Atmasasmita. Sistem Peradilan Pidana Kontenporer. ( Jakarta: Prenada Media Grouf, 2010), Hal. 3

19

(14)

perekonomiannya, bentuk politiknya, solidaritas atau ciri-ciri lainnya. Dengan demikian, hukum merupakan variabel yang tergantung atau tidak tetap yang hanya bisa dipahami dengan baik dalam hubungannya dengan masyarakat.20

Soekanto menyebutkan kebalikan analisa Ehrlich adalah terletak pada usahanya dalam hal mengalihkan perhatian para ahli hukum ke wilayah lingkup sistem sosial sehingga ditemukan suatu kekuatan yang mengandalkan hukum. Ajaran hukum Ehrlich ini sangat membantu dalam memahami dalam konteks sosial atau hukum sebagai fakta sosial, namun dikatakan Soekanto bahwa yang jadi persoalan adalah sulitnya dalam menentukan suatu ukuran-ukuran yang dapat dipakai dalam menentukan bahwasanya suatu kaidah hukum tersebut itu apakah benar-benar merupakan hukum yang senyatanya hidup (living law) dan juga apakah benar-benar dianggap mempengaruhi rasa keadilan bagi masyarakat.21

Ehrlich memandang hukum sebagai fiet. Sebaliknya Sociological atau Functional Jurisprudence memandang hukum sebagai norm. (Vide Apeldoom Bab II mengenai "recht als fait" dan "recht als norm"). Di Amerika Serikat, politik sangat dipengaruhi oleh perkembangan sosiologi. Menurut sosiologi, hukum merupakan suatu gejala masyarakat, een maatschappelijk verschijnsel. Oleh karena itu functional jurisprudence juga memperhatikan pengaruh masyarakat terhadap hukum. sociological atau functional jurisprudence jangan dikacaukan dengan rechtssociologie. Kalau rechtssociologie (Eugen Ehrlich) hukum dipandang sebagai feit. Hukum adalah pasif, dipengaruhi oleh masyarakat. Sebaliknya functional

20

Satjipto Raharjo, Sosiologi Hukum. (Yogyakarta: Genta Publishing,2010), Hal.4

21

(15)

jurisprudence (Dean Rosce Pound) memandang hukum sebagai norma. Apakah fungsi hukum sebagai norma terhadap masyarakat? jawab: Ada psychisch dwingende werking.22 Hukum mempuanyai paksaan terhadap jiwa manusia. Hukum dapat mengalirkan masyarakat ke arah kemauan negara. Apakah sebabnya? Tidak lain dan tidak bukan oleh karena hukum mempunyai sanksi23

2.Kerangka Konsepsi

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin diteliti.24Dan defenisi operasional untuk mencegah pemahaman atau penafsiran yang keliru dalam penelitian, maka dengan ini perlu membuat beberapa konsep yang relevan dengan judul penelitian ini antara lain:

1. Kebijakan Kriminal

Kebijakan kriminal adalah suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan yang mencakub antara lain:

a. Upaya penanggulangan secara penal

Upaya penanggualangan kejahatan lewat jalur penal adalah suatu usaha bagaimana membuat dan merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik atau suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik.

b. Upaya penanggulangan non penal

22

Psychisch Dwingende Werking itu ada dua macam: 1). Preventive Werking yaitu menggunakan ancaman hukuman. 2). Stimularende Werking yaitu dengang menggunakan hadiah

23

Djokosuonto, Hukum Tata Negara. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982). Hal 24

24

(16)

Upaya penanggualangan kejahatan lewat jalur "non-penal" adalah suatu tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.

2. Hewan

Pengertian hewan menurut Undang Undang Nomor 41 Tahun 2014 perubahan atas Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan terdapat pada Pasal 1 (angka 3, 4, dan 5) yaitu:25

3. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada didarat, air dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang dihabitatnya. 4. Hewan peliharaan adalah Hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau

seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.

5. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukkan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

Pada hukum perdata hewan ternak dapat dilihat dalam Pasal 197 ayat (8) HIR atau Pasal 211 RBG dimana ketentuan pasal ini merupakan pengecualian terhadap asas yang diatur Pasal 1131 KUHPerdata. Menurut ketentuan ini, seluruh harta kekayaan debitur dapat dijadikan objek pelunasan pembayaran utangnya, ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR memuat pengecualian, berupa larangan untuk meletakkan sita terhadap jenis barang tertentu. Tentang hal ini, dapat dikemukakan salah satu putusan MA yang mengatakan bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (8) HIR, Pasal 211 RBG, PN dapat menyita semua harta kekayaan tergugat, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, akan tetapi dalam ketentuan pasal itu sendiri terdapat pengecualian meliputi: hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh digunakan

25

(17)

sebagai alat pencari nafkah sehari-hari.26

Sedangkan dalam huku pidana yang dimaksud dengan hewan dijumpai/dimuat pada pasal 101 KUHP yang berbunyi: Perkataan ternak berarti hewan yang berkuku satu, pemamah biak dan babi, atau dengan lain perkataan: kuda, sapi, atau kerbau dan babi. Disatu pihak, penentuan arti kata ini bersifat memperluas karena biasanya kuda dan babi tidak termasuk istilah ternak (vee), di pihak lain bersifat membatasi karena tidak masuk didalamnya: pluimvee atau ayam, bebek, dan sebagainya.27

3. Tindak Pidana

Tindak pidana yaitu istilah "pidana" secara resmi dipergunakan oleh rumusan Pasal VI UU No.1 Tahun 1946 untuk peresmian nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penggunaan istilah pidana diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama sering juga digunakan istilah lain yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana, dan hukuman pidana.28

4. Tindak Pidana Pencurian Hewan

Tindak pidana pencurian hewan adalah seperti yang disebutkan pada pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai mengambil barang, seluruhnya, atau sebagian milik orang lain dengan tujuan memilikinya secara melanggar hukum. Bentuk pencurian sebagaimana yang dirumuskan dalam pasal 363 (bentuk pokoknya) ditambah unsur-unsur lain, baik yang objektif maupun subjektif, yang bersifat memberatkan

26

M Yahya Harahap, HUKUM ACARA PERDATA (Gugatan, Persidangan,Penyitaan, dan Putusan Pengadilan), (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Hal.305

27

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, (Bandung: Refika Adiatma, 2010), Hal. 21

28

(18)

pencurian itu, dan oleh karenanya diancam dengan pidana yang lebih berat dari pencurian dalam bentuk pokoknya. Ternak ditetapkan oleh pembentuk Undang-undang sebagai faktor-faktor memperberat didasarkan pada pertimbangan mengenai keadaan khusus pada Indonesia.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan operasianal penelitian untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang membutuhkan populasi dan sampel.29 Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam penilitian ini ialah:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris. Penelitian yurudis normatif mencakup kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.30 Dan penelitian hukum empiris sebagaimana yang dikatakan Soejono Soekanto “ Penelitian hukum sosiologis atau empris yang terdiri dari:

a. Penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis); b. Penelitian terhadap evektifitas hukum.”31

Deskriptif analitis merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan agar

29

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), Hal.105

30

Ibid

31

(19)

dapat memberikan data seteliti mugkin mengenai objek penelitian sehingga mampu manggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau perundang-undangan yang berlaku.32 Dalam penulisan ini menguraikan tentang kebijakan kriminal dalam upaya penggulangan tindak pidana pencurian hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara

2. Sumber Bahan Hukum

Penelitian ilmu hukum adalah pengkajian terhadap bahan-bahan hukum, baik dalam hukum primer maupun bahan hukum skunder. Dengan mengumpulkan semua informasi yang ada kaitannya dengan permasalahan, kemudian dipilih informasi yang relevan dan esisnsial, baru ditentukan isu hukumnya (legal issues). Pada penelitian ini isu hukum (legal issues) yang diangkat yaitu permasalahan sosial pencurian hewan di Kabupaten Padang Lawas Utara.33

Dalam penelitian tesis ini, data yang digunakan adalah data skunder, maka didalam penelitian hukum normatif yang termasuk data skunder, yaitu:

a. Bahan hukum primer meliputi sumber bahan hukum dan non hukum yang mengikat dengan permasalahan dan tujuan penelitian, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk peresmian nama Kitab Uandang-Undang Hukum Pidana

3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;

32

Ibid, Hal. 223

33

(20)

4) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kabupaten; Padang Lawas Utara;

b. Bahan Hukum skunder, merupakan bahan hukum yang memeberikan paenjelasan mengenai bahan hukum primer sebagai mana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer yang terdiri dari:

1) Rancangan Undang-Undang; 2) Buku-buku;

3) Jurnal; 4) Majalah; 5) Artikel;

6) dan berbagai tulisan lainnya.

c. Bahan hukum tersier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan skunder, seperti:

1) Kamus;

2) Ensiklopedi dan lain sebagainya.

3) Statistik Sosial Kabupaten Padang Lawas Utara

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Data Primer

(21)

mendalam terhadap aparat Kepolisian, Pemerintah Kabupaten dan Masyarakat menangani kasus ini.

Penulis menggunakan interview bebas terpimpin (controlled interview), yaitu wawancara menggunakan interviewguide berupa pertanyaan yang berhubungan dengan permasalahan dan cara mengajukan pertanyaan diserahkan sepenuhnya pada keluwesan interviewer untuk menghilangkan kekakuan dalam proses interview. 2. Data Sekunder

Merupakan data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library research), yaitu mengumpulkan data dari referensi-referensi yang mendukung terhadap penelitian ini (melakukan studi kepustakaan yang berupa dokumen-dokumen, literatur, artikel-artikel yang berhubungan dengan permasalahan). Kemudian dilakukan sinkronisasi sehingga diperoleh data yang menjadi bahan masukan untuk melengkapi analisis permasalahan dalam penelitian ini.

4. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam ketegori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data.34 Analisis data yang dilakukan secara kualitatif. Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang akan dibahas, manafsirkan dan kemudian menarik kesimpulan yang secara deduktif35 pada akhirnya dapat menjawab permasalahan penelitian ini.

34

Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategori satuan uraian dasar. Lihat Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), Hal. 280

35

Referensi

Dokumen terkait

Daftar Sample Perusahaan Industri farmasi yang menjadi Sample Penelitian.. DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk

Dalam Pasal 21 Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 ditetapkan bahwa anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia diperoleh, baik secara sukarela maupun secara

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, bersama ini kami sampaikan pengumuman nama-nama guru peserta PLPG tahap I – tahap II yang dinyatakan (a) LULUS, (b) MENGIKUTI

Hal tersebut berdampak pada akurasi data tanggal pemberian imunisasi, apabila dibandingkan antara buku KIA/KMS atau catatan kesehatan lain dan buku register bayi di posyandu

Dalam penelitian Fahira [9], terdapat 38 faktor penyebab terjadinya cost overrun dengan hasil penelitian faktor-faktor yang paling mempengaruhi terjadinya overrun

Kerusakan pada tiang pancang dapat dimulai pada saat pelaksanaan antara lain akibat kualitas beton yang digunakan kurang baik atau penggunaan drop hammer yang kurang

Pada tabel 1 dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan siswa dalam menulis karangan narasi ekspositoris menggunakan pendekatan saintifik pada prasiklus di atas

alba serta serasah yang dapat meningkatkan kandungan unsur hara di perairan.Tujuan penelitian ini untuk mengukur dekomposisi serta mengetahui kandungan unsur hara