V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kelembagaan
Pengelolaan sampah di DKI Jakarta khususnya di Jakarta Timur dilakukan oleh Dinas Kebersihan, selain berfungsi sebagai pengelola sampah, dinas kebersihan juga berperan sebagai pengatur, pengawas dan pembina pengelolaan persampahan. Dalam mengelola sampah perlu dikutsertakan kelembagaan lain maupun masyarakat agar penanganan terhadap sampah dapat dikelola dengan baik. Adapun beberapa kelembagaan lain yang terlibat untuk membantu dinas kebersihan dalam memberikan penyuluhan pengelolaan sampah kepada masyarakat adalah LSM Bina Swadaya, JICA, Unilever.
a. Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur
Suku Dinas Kebersihan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara teknis administratif kepada Kepala Dinas dan secara teknis operasional kepada Walikotamadya yang bersangkutan. Kantor suku dinas kebersihan Jakarta Timur diresmikan pada tanggal 28 Januari 2008. Suku Dinas Kebersihan memiliki fungsi pelayanan kebersihan kepada masyarakat, instansi pemerintah dan swasta, pengendali kepatuhan masyarakat terhadap peraturan kebersihan serta pemberdayaan masyarakat di bidang kebersihan.
b. LSM Bina Swadaya dan JICA
LSM Bina Swadaya didirikan oleh ikatan petani pancasila pada Tanggal 24 Mei 1967. Beberapa kegiatan yang dilakukan diantaranya pemberdayaan
masyarakat seperti pengembangan daerah, lingkungan, dan terdapat juga kegiatan pelatihan, workshop. LSM ini bertujuan untuk memperjuangkan keberdayaan masyarakat. Bina Swadaya bekerja sama dengan JICA (Japan-Indonesia Cooperation Agency) untuk pengembangan desain 5R (Reduce, Reuse, Recycle, Replace, Replant) dalam pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat. Model pengelolaannya ada di Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Kerjasama LSM Bina Swadaya dan masyarakat RW 04 Kelurahan Susukan dilakukan
mulai awal September tahun 2006. "Warga RW 04 Kelurahan Susukan membentuk kelompok yang disebut Pahala. Mereka berhasil mengolah sampah menjadi kompos sebanyak 270 kilogram per bulan. Selain itu, warga juga mengubah sampah menjadi kerajinan tangan yang bernilai ekonomis.
c. Unilever
PT Unilever bergerak dalam bidang produksi sabun, deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim, makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik. Unilever Indonesia didirikan pada 5 Desember 1933 sebagai Zeepfabrieken N.V. Lever. Pada 22 Juli 1980, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia dan pada 30 Juni 1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Dalam mengolah dan memanfaatkan kembali sampah plastik kemasan, PT Unilever memberikan pelatihan kepada kelompok winarsih Kelurahan Ciracas, kerjasama PT Unilever dengan kelompok winarsih dilakukan sejak kelompok winarsih menjadi juara Jakarta Green and Clean (JGC) Agustus 2007.
5.2 Sumber dan Jumlah Timbunan Sampah
Sistem pengelolaan persampahan di daerah perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus, selain karena pengelolaan sampah didaerah perkotaan sangat penting karena melihat dari timbulan sampah yang dihasilkan besar (kepadatan penduduk tinggi) tidak adanya lahan baik sebagai tempat pengolahan dimana akhirnya menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Persampahan merupakan masalah yang tidak dapat diabaikan, karena di dalam semua aspek kehidupan selalu dihasilkan sampah, disamping produk utama yang diperlukan.
Timbulnya sampah di wilayah perkotaan dapat ditinjau dari 2 faktor yang saling berpengaruh yakni penduduk sebagai subyek penentu timbulnya sampah dan kondisi fisik (penggunaan lahan) sebagai tempat penduduk dalam melakukan kegiatan yang kemudian menghasilkan sampah. Sampah tersebut berasal dari berbagai sumber yakni : pemukiman, pasar, pertokoan, restoran dan hotel, fasilitas umum, kawasan industri dan saluran. Tidak semua sampah masuk ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS), sebagian kecil ada yang dimusnahkan secara
individual oleh masyarakat atau dibuang begitu saja ke saluran air, sungai atau parit yang terdapat di Jakarta Timur. Potensi sumber sampah dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Potensi wilayah/ sumber sampah Jakarta Timur Tahun 2008
No. Sumber Jumlah Volume Sampah (m³/hari)
Timbulan Persentase Terangkut Persentase Persentase Terlayani 1. Perumahan 661.574 5300 78,91 4210 75,13 79,43 2. Real Estate 15 62 0,92 62 1,11 100 3. Toko/ Pertokoan 2874 39 0,58 39 0,69 100 4. Gedung/Kantor 283 12 0,17 12 0,21 100 5. Mall/Supermket 10 20 0,29 20 0,36 100 6. Industri 210 202 3,13 200 3,57 99,01 7. Hotel 129 12 0,17 12 0,21 100 8. Apotik 43 3 0,04 3 0,05 100 9. Rumah Sakit 24 48 0,71 46 0,82 95,83 10. Puskesmas 65 24 0,35 21 0,37 87,5 11. Sekolah/ Perguruan tinggi 393 63 0,93 63 1,12 100 12. Bioskop 21 4 0,06 4 0,07 100 13. Pedagang Kaki Lima 22 226 3,36 221 3,94 97,78 14. Pasar 33 580 8,64 580 10,35 100 15. Taman/Fasilitas Umum 35 15 0,22 15 0,27 100 16. Bengkel/Show Room 39 9 0,13 9 0,16 100 17. Sungai/kali 5 19 0,28 12 0,21 63,16 18. Situ/Waduk 5 4 0,06 3 0,05 75 19. Tempat Rekreasi 4 8 0,11 8 0,14 100 20. Terminal 6 29 0,43 29 0,52 100 21. Stasiun Kereta Api 3 16 0,24 16 0,29 100 22. Lain-lain - 21 0,31 18 0,32 85,71 Total 665.793 6.716 100,04 5.603 99,96 83,43
Sumber : data sekunder yang diolah
Pada Tabel 11 diketahui sebagian besar timbunan sampah di Jakarta Timur berasal dari pemukiman sebesar 5300 m3/hari (78,91%) dan pasar dengan volume 580 m3/hari (8,64%). Sementara kemampuan dalam mengangkut sampah tidaklah berubah. Jumlah timbunan sampah yang terlayani yaitu sebesar 83,43% , sisanya tidak dapat diangkut setiap hari dan masih berada di TPS, selain itu juga berada di tempat-tempat sampah liar yang berada di pemukiman yang lokasinya jauh dari TPS dan jalan besar sehingga tidak dapat dijangkau oleh armada pengangkut.
5.3 Pelayanan pengangkutan sampah
Keberadaan sampah di perkotaan dikarenakan beberapa faktor salah satunya adalah pertambahan jumlah penduduk, dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan makanan semakin bertambah sehingga hal ini akan berdampak pada jumlah timbunan sampah yang ada di perkotaan. Sampah perkotaan sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan pola konsumsi yang berlebih adalah salah satu masalah yang dihadapi kota besar saat ini khususnya di kota Jakarta. Pengumpulan sampah pada lokasi timbunan sampah merupakan hal selanjutnya yang perlu diketahui, berbagai permasalahan yang timbul akibat pengumpulan sampah antara lain banyaknya timbunan sampah yang terkumpul menjadi terdekomposisi dan menimbulkan bau yang mengganggu pernapasan dan mengundang lalat yang merupakan pembawa berbagai jenis penyakit. Berdasarkan data yang diperoleh dari Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur, jumlah volume timbunan sampah yang diangkut dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Tingkat pelayanan pengangkutan sampah Jakarta Timur No Tahun Jumlah Penduduk Volume Timbunan Sampah (m3/hari) Volume Sampah Terangkut (m3/hari) Volume Sampah Tersisa (m3/hari) 1 2004 2.434.163 6060 5634 426 2 2005 2.385.121 6134 5897 237 3 2006 2.434.163 6086 5906 180 4 2007 2.393.788 6091 5999 92 5 2008 2.413.875 6396 6321 75
Sumber data Dinas kebersihan Provinsi DKI Jakarta 2008
Berdasarkan data Suku Dinas Kebersihan 2008, dari 10 kecamatan yang terdapat di Jakarta Timur, Kecamatan Makasar dan Kecamatan Pasar Rebo
merupakan kecamatan yang paling banyak menyisakan timbunan sampah. Di Kecamatan Makasar sampah belum tertanggulangi sebesar 202 m3/hari (36,33%),
Tabel 13 Timbunan sampah dan sampah tertanggulangi di masing-masing kecamatan
No. Kecamatan Timbunan (m3/hari) Tertanggulangi (m3/hari) (%) belum tertanggulangi (m3/hari) (%) 1 Matraman 597 552 92,46 45 7.54 2 Jatinegara 720 710 98,61 10 1.39 3 Pulogadung 912 877 96,16 35 3.84 4 Kramat Jati 849 849 100 0 0 5 Pasar Rebo 492 314 63,82 178 36.18 6 Duren Sawit 874 742 84,89 132 15.10 7 Cakung 680 680 100 0 0 8 Makasar 556 354 63,67 202 36.33 9 Ciracas 620 580 93,55 40 6.45 10 Cipayung 416 345 82,93 71 17.06
Sumber : data sekunder yang diolah
Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah petugas kebersihan dan jumlah armada angkut yang tersedia. Adapun data timbunan sampah serta sampah tertanggulangi wilayah kecamatan dan kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 8. 5.3.1 Pengangkutan sampah
Pengangkutan merupakan salah satu proses yang sangat menentukan dari pengelolaan sampah perkotaan. Pengangkutan sampah adalah subsistem yang bersasaran membawa sampah dari lokasi pemindahan atau dari sampah secara langsung ke tempat pembuangan akhir (TPA). Peranan Suku Dinas Kebersihan dalam pengangkutan sampah sebesar 48,58%, kendaraan sewa sebesar 7,62%, peranan PD (Perusahaan Daerah) Pasar sebesar 8,64%, peranan swastanisasi sebesar 13,25%, dan peranan instansi lain sebesar 2,34%, sehingga jumlah sampah yang terlayani oleh instansi kebersihan adalah 83,43%, peranan kelembagaan (instansi) dalam hal pengangkutan sampah dapat dilihat pada Lampiran 9.
Saat ini pemerintah kota Jakarta menerapkan sistem otomatif, pengangkutan mengunakan truk sebagai alat angkut utama, dan perlu diperhatikan komposisi jumlah armada angkut serta volume sampah/hari yang diangkut. Saran pengangkutan sampah yang dimiliki dinas kebersihan terdiri dari amrrol truck, pick up, compactor, wheel loader, mesin compactor, gerobak motor, truk angkut, mesin penyapuan jalan yang biasa digunakan untuk menyapu jalan di depan kantor walikota atau di jalan dekat kantor-kantor pemerintahan, hal ini untuk memudahkan petugas kebersihan dalam melakukan pembersihan jalan, selain menghemat waktu juga tidak menguras
tenaga. Sarana pengangkutan dapat dilihat pada Lampiran 6. Sedangkan sampah dari pemukiman maupun tempat lainnya diangkut ke TPS kemudian dari TPS sampah dinaikkan ke Truck atau ke Dump Truck dengan menggunakan Wheel Loader, mengangkut material pada jarak tidak lebih dari 50 m. Sampah yang diangkut dari TPS ke TPA dengan menggunakan Truck harus ditutup dengan terpal sehingga sampah yang diangkut tidak berterbangan dan tidak mencemari udara.
(a) (b)
Gambar 4 (a) Wheel Loader (b) Truk yang tidak menggunakan terpal ketika mengangkut sampah ke TPA
Wilayah pelayanan pengangkutan sampah di kota Jakarta Timur dibagi berdasarkan pembagian wilayah administratif kecamatan, yakni Kecamatan Matraman, Jatinegara, Pulogadung, Kramat Jati, Cakung, Pasar Rebo, Duren Sawit, Makasar, Ciracas dan Cipayung. Pelayanan pengangkutan terpusat pada pusat perbelanjaan, pertokoan, pemukiman, pasar-pasar termasuk penyapuan jalan-jalan protokol.
Di wilayah pemukiman, pengangkutan sampah dilakukan dengan mengunakan gerobak. Operasionalisasi gerobak dapat dilakukan berkoordinasi dengan pihak pemerintah kecamatan atau kelurahan dengan memberdayakan pihak RT sebagai pelaksana. Pemanfaatan gerobak sebagai alat angkut untuk mengumpulkan sampah dari rumah ke rumah (door to door) pada dasarnya paling tidak memiliki beberapa keuntungan yaitu dengan dikumpulkannya sampah di TPS akan dapat mengurangi volume pembakaran sampah dihalaman yang ternyata menimbulkan sisa bakaran yang membentuk sampah baru. Secara ekonomis kegiatan
ini akan menguntungkan pihak RT karena dapat memperoleh dana bagi kas jasa pengangkutan tersebut.
Pengangkutan dari TPS ke TPA banyak yang dilakukan dengan menggunakan truk bak terbuka dan sudah bocor, sehingga sering terjadi sampah dan cairan sampah yang diangkut tersebar disekitar rute perjalanan. Hal ini menjadikan keindahan kota terganggu karena sampah tercecer dan bau yang ditimbulkan akan menggangu para pengguna jalan. Banyaknya sampah yang harus diangkut akan memerlukan banyak truk pengangkut, dengan keterbatasan jumlah truk yang dimiliki oleh Dinas Kebersihan, ritasi truk pengangkut menjadi lebih tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan biaya perawatan truk pengangkut akan meningkat dan masa pakai kendaraan pengangkut akan semakin pendek.
5.3.2 Perwadahan dan Lokasi Penampungan Sampah
Pool gerobak dan bak beton sebagai sarana LPS merupakan wadah untuk menampung sampah sementara sebelum sampah diangkut ke TPA. Selain LPS resmi yang dibuat oleh dinas kebersihan terdapat juga LPS liar yang dibuat oleh warga sebagai alternatif tempat buangan sampah (Lampiran 6). LPS liar biasanya dibuat pada lahan kosong yang tidak dihuni atau tidak dirawat oleh pemiliknya sehingga masyarakat dengan leluasa membuang sampah di LPS liar tersebut. Adanya LPS liar ini akan sangat mengganggu kesehatan warga dan dapat mencemari lingkungan sekitarnya. Di Jakarta Timur jumlah LPS liar sebanyak 115, jumlah LPS liar terbanyak di Jakarta Timur terdapat di Kecamatan Matraman. Adapun jumlah LPS liar di Jakarta Timur dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14 Jumlah Lokasi Penampungan Sampah Jakarta Timur Tahun 2008
No Kecamatan Jumlah dan Jenis LPS
Dipo Pool Gerobak Transito Bak Beton Terbuka /Liar
1 Matraman 3 - 4 40 40 2 Jatinegara - 3 8 25 10 3 Pulogadung 5 6 9 15 5 4 Kramatjati 2 1 6 65 3 5 Pasar Rebo 4 1 11 8 6 6 Cakung 8 - 9 31 - 7 Duren Sawit 9 - 12 25 31 8 Makasar 5 4 17 93 4 9 Ciracas 4 - 5 41 11 10 Cipayung 3 - 2 27 5 Total 43 15 83 370 115
Sumber: Suku Dinas Kebersihan 2008
5.3.3 Retribusi Pengelolaan Sampah
Pengaturan mengenai retribusi pelayanan persampahan Jakarta Timur diatur dalam Perda Nomor 01 Tahun 2006. Pada pasal 103 ayat 1 menjelaskan bahwa tingkat penggunaan jasa persampahan /kebersihan dikenakan retribusi dan di ukur berdasarkan luas bangunan, volume sampah dan jangka waktu pelayanan. Sebagaimana yang terkandung dalam pasal 105, ketentuan besarnya tarif retribusi terhadap pelayanan dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Besaran tarif retribusi berdasarkan Perda Nomor 01 pasal 105 Tahun 2006 No. Jenis sumber timbunan sampah Skala dan Volume Tarif retribusi
(Rp) 1 Toko,warungmakan, apotik,bengkel,bioskop, tempat hiburan,penjahit/konveksi,salon Kecil (<0,50 m3/bln) Sedang (0,51-0,75 m3/bln) Besar (>0,76m3/bln) 10.000/bln 12.500/bln 15.000/bln 2 Industri, pusat pertokoan/plaza, pasar
swalayan, hotel, motel, taman rekreasi, restoran
Minimal 2,5 m3 20.000/m3
3 Rumah sakit, poliklink, laboratorium Minimal 1,00 m3 10.000/m3
4 Pedagang usaha mikro - 5.000/m3
5 Penyediaan tempat pembuangan Akhir - 10.000/m3 6 Penyediaan lokasi instalasi pengolahan air
buangan (LIPAB)
- 5000/m3
7 Penyedotan tangki septictang Minimal 2 m3 20.000/m3 8 Pemakaian toilet berjalan - 325.000/toilet/hari Sumber : Suku Dinas Kebersihan Jakarta Timur 2008
Berdasarkan data yang diperoleh secara umum penarikan tunai retribusi kebersihan selama 4 tahun terakhir ini masih belum dapat memenuhi target yang telah ditetapkan hal ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Perkembangan target dan realisasi retribusi kebersihan
No Tahun Anggaran Target Realisasi Persentase Pencapaian (%)
1 2004 1.898.892.000 1.528.129.250 80,47
2 2005 1.851.846.000 1.528.129.250 70,61
3 2007 932.190.000 691.181.000 74,15
4 2008 815.820.000 772.743.000 94,72
Sumber : Dinas Kebersihan Tahun 2008
Gambar 5. Grafik Perkembangan Target & Realisasi Retribusi Kebersihan Dari tahun ke tahun besarnya realisasi kurang dari target yang dicapai. Misalnya saja pada tahun 2008, besarnya target retribusi yang didapat yaitu sebesar Rp 815.820.000 sementara realisasi penerimaan retribusi mencapai Rp 772.743.000 maka hal ini menunjukkan penerimaan retribusi kebersihan belum melampaui target sebesar 5,28%. Oleh karenanya pemerintah dan Dinas Kebersihan harus mencari strategi baru dan mengambil tindakan tegas agar disiplin masyarakat dalam membayar retribusi sampah dapat terlaksana dengan baik.
5.4 Usaha Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah 3R ( Reduce, Reuse, Recycle ) 5.4.1 Usaha Pengomposan Sampah
Untuk mengetahui manfaat ekonomi maupun kelayakan usaha daur ulang sampah menjadi kompos peneliti mengambil sampel di pabrik kompos “Mutu Elok” yang terdapat di perumahan Cipinang Elok RW 10 kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
a) Sejarah Kompos Mutu Elok
Perumahan Cipinang Elok di RW 10 terdiri dari 15 RT dan 780 KK, dan diketuai oleh seorang ketua RW yaitu Bapak Saksono, dalam menangani masalah sampah beliau mengajak warganya untuk mulai mengelola sampah rumah-tangga masing-masing. Usaha dalam mengajak warganya berkembang menjadi pengelolaan kompos skala kawasan. Warga bekerjasama membangun tempat untuk kegiatan pengomposan yang diberi nama Pabrik Kompos Mutu Elok (Gambar 6). Pabrik kompos Mutu Elok didirikan awal Januari 2005, didirikannya pabrik ini merupakan gagasan dari pengurus RW 10 dengan tujuan untuk mengurangi volume sampah ke TPA Bantar Gebang. Pabrik ini didirikan di atas tanah seluas 75 m². Dana awal pendirian pabrik didapat dari PPMK dan Kas warga. Selain itu dinas kebersihan pun turut andil dalam menginvestasikan prasarana berupa mesin penyaring dan penggiling.
Awal tahun 2005 pengurus RW 10 membuat proposal untuk mengajukan permohonan bantuan dana mendirikan pabrik kompos Mutu Elok, dari proposal yang diajukan akhirnya membuahkan hasil, pihak kelurahan memberikan bantuan berkaitan dana PPMK (Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan). Dana yang diberikan yaitu sebesar Rp 9.565.000, dana tersebut digunakan sebagai investasi awal proyek. Selain dari dana PPMK pendapatan untuk produksi juga didapat dari kas warga. Kas warga didapat dari dana operasional RT/RW dan biaya retribusi yang diberikan warga tiap bulannya. Dana operasional RT/RW berasal dari gaji para pengurus RT/RW sebesar Rp 750.000/orang. RW 10 terdiri dari 15 RT sehingga kas warga mendapat tambahan pendapatan dari dana operasional sebesar Rp 12.000.000 tiap bulannya. Sedangkan kas warga dari retribusi didapat dari warga yang membayar retribusi tiap bulannya dengan kisaran Rp 20.000-Rp 70.000, biaya retribusi ditetapkan berdasarkan pada luasan tempat tinggal warga. Alokasi dana yang diberikan untuk pabrik kompos Mutu Elok yaitu Rp 1.800.000 tiap bulannya. Selain dari dana PPMK dan kas warga, dana pemasukan juga didapat dari bantuan mesins yang diberikan pihak dinas kebersihan sehingga pengelola pabrik kompos Mutu Elok tidak perlu
mengeluarkan biaya untuk membeli mesin. Mesin yang diberikan yaitu mesin penggiling dan mesin penyaring dengan harga sebesar Rp 10.000.000.
Adanya kerjasama dari berbagai pihak baik internal maupun eksternal sangat membantu upaya terwujudnya pengolahan sampah hijau menjadi kompos. Pihak internal yaitu pengurus RW dan partisipasi warga perumahan Cipinang Elok, pihak eksternal yaitu pengujian proses produksi dan kualitas kompos Mutu Elok yang dibantu oleh Ibu Setiati Ediono selaku dosen dari Fakultas Teknik Lingkungan Universitas Trisakti serta kerjasama dari pemerintah.
(a) (b)
Gambar 6. (a) TPS perumahan Cipinang Elok dan merangkap Pabrik kompos Mutu Elok; (b) Plang Pabrik Kompos Mutu Elok
b) Struktur kepengurusan
Dalam suatu usaha diperlukan adanya struktur organisasi atau kepengurusan dan diharapkan masing-masing orang yang berperan didalamnya tahu menjalankan tugas dan fungsi yang diperankan dalam suatu usaha. Kesederhanaan struktur organisasi yang ada dikarenakan aktivitas yang dilakukan hanya berdasarkan pada beberapa pembagian kerja. Adapun penggolongan pembagian kerjanya terdiri dari :
1. Penanggung jawab : (Bpk. Saksono Soehodo) 2. Seksi Kebersihan : (Bpk. Ajon Hermansyah) 3. Dua orang pekerja pembuat kompos : (Bpk. Parno dan Bpk Udin) 4. Sepuluh orang petugas pengambil sampah
Penggolongan pembagian kerja dapat dilihat pada gambar struktur organisasi dibawah ini.
Gambar 7. Struktur Organisasi Pengelola Pabrik Kompos “ Mutu Elok” Struktur organisasi dibentuk sangat sederhana sehingga tidak ada konflik besar yang terjadi. Tugas dan wewenang yang dilakukan sesuai dengan tanggungjawab masing-masing. Diperlukan jadual kerja yang rutin dengan spesifikasi kerja yang jelas sehingga usaha pengelolaan sampah menjadi kompos dapat terus berlangsung dengan baik.
c) Tenaga kerja dan tingkat pendidikan
Pabrik kompos Mutu Elok memiliki seorang penanggung jawab yang juga merupakan ketua RW 10, beliau memiliki latar belakang pendidikan Perguruan Tinggi dan memiliki pengalaman kerja di bidang Kebersihan dan Lingkungan, dalam menjalankan usaha pengomposan bapak Saksono tidak bekerja sendirian namun ditemani oleh para pekerja lainnya. Pekerja di Pabrik Kompos Mutu Elok berlatar belakang pendidikan SD dan SLTP, para pekerja tidak mempunyai keahlian dan pendidikan khusus tentang sampah. Oleh karena itu, sebelumnya mereka diberikan pelatihan dasar bagaimana mengolah sampah menjadi kompos agar kompos memiliki kualitas yang baik. Kegiatan pembuatan kompos dilakukan setiap hari, para pekerja pabrik kompos Mutu Elok bekerja dari pukul 08.00-16.00 WIB. Kegiatan pengomposan di pabrik kompos Mutu Elok memperkerjakan dua orang dan satu teknisi. Dalam menjalankan tugasnya dua orang pekerja pabrik kompos Mutu Elok yang mengolah sampah menjadi kompos bekerja secara fleksibel tanpa ada
Penanggungjawab
Seksi Kebersihan
2 Orang Pembuat Kompos 10 Orang Petugas Pengambil Sampah
pembagian tugas, maksudnya struktur kerja masing-masing pekerja tidak terlalu mengikat, hal ini dikarenakan beberapa pekerjaan pengomposan dapat dirangkap oleh dua pekerja. Untuk mendapatkan input produksi kompos berupa sampah daun, pekerja pabrik kompos Mutu Elok bekerjasama dengan 10 orang petugas kebersihan RW 10 untuk mengumpulkan sampah daun dari taman dan perumahan warga.
d) Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos
Berdasarkan pengamatan secara langsung proses pengolahan sampah (Lampiran 7) menjadi kompos sangat mudah, dalam pembuatannya ada beberapa bahan baku yang harus disiapkan yaitu, sampah daun yang menjadi input produksi, EM4 (Effective Mikroorganism-4), gula, dedak, tanah dan bokasi (merupakan hasil fermentasi bahan organik dengan perlakukan bakteri (EM-4). Fermentasi ini membutuhkan waktu 3 hari. Bokasi dibuat dari bahan organik yang biasa ditemukan
dilahan pertanian seperti misalnya sekam, rumput, daun-daunan, jerami (untuk memperbaiki sifat fisik tanah), ditambah kotoran hewan (untuk memperbaiki
sifat kimia tanah) dan larutan EM-4 (untuk memperbaiki sifat biologi tanah).
Adapun tahapan-tahapan dalam pembuatan kompos di pabrik Mutu Elok adalah sebagai berikut:
a. Awalnya sampah sisa tanaman (daun) dikumpulkan oleh petugas pengambil sampah, kemudian ditimbun dalam bak sampah selama 2 hari setelah ditimbun sampah daun dihancurkan di mesin penggiling. b. Setelah digiling, sampah dengan takaran 1-2 m³ diberikan cairan EM4 dan dicampur dengan 10 kg tanah, 10 kg dedak dan bokasi aduk campuran bahan-bahan tersebut sampai merata.
c. Adukan sampah yang telah merata tersebut diberi 1 kg gula yang telah larut dalam 200 liter air.
d. Sampah yang telah tercampur dengan larutan gula ditumbuk menjadi satu, kemudian dicetak dan ditekan dengan cangkul dan garu berukuran 1x1 m. Setelah dicetak sampah tersebut ditutup dengan terpal dan diamkan selama 15 hari, agar sampah tersebut dapat terfermentasi dengan baik.
e. Setelah 15 hari sampah yang telah terfermentasi mulai menguap dan menghasilkan kompos yang basah dan kasar sehingga dilakukan penggilingan kembali hingga halus.
f. Kompos basah yang telah halus digiling kemudian disaring dalam mesin penyaringan, hingga kandungan air dalam kompos berkurang. g. Setelah disaring, kompos tersebut ditampung dalam bak untuk
diangin-anginkan, setelah itu kompos siap untuk dikemas dalam plastik berukuran 5 kg.
e) Pemasaran Kompos
Pemasaran kompos elok masih terbatas secara lokal, namun produksinya memiliki daya saing yang cukup baik dengan kompos di tempat lain, baik dari segi harga maupun kualitasnya. Dalam menjual hasil yang di produksinya, pabrik kompos Mutu Elok masih menfokuskan di wilayah Jakarta Timur. Walaupun pabrik kompos Mutu Elok belum memiliki konsumen tetap. Namun tidak menutup kemungkinan bagi pabrik kompos Mutu Elok untuk meningkatkan pangsa pasarnya melihat kondisi permintaan konsumen yang cukup besar saat ini. Pemesanan kompos tidak hanya dari warga perumahan Cipinang Elok saja tetapi juga dari luar perumahan Cipinang Elok, selain itu ada juga konsumen yang datang langsung membeli kompos di pabrik kompos Mutu Elok.
Strategi pemasaran yang selama ini dilakukan adalah dengan mengikuti pameran produk dan memasarkan kompos lewat internet. Sehingga ada pemasaran secara tidak langsung dari pelanggan kepada masyarakat untuk mempromosikan kompos Elok. Kompos Elok dijual dalam kemasan berukuran 5 kg, namun disediakan juga bagi konsumen yang ingin membeli dengan ukuran yang sedikit atau yang lebih banyak dari 5 kg. Sebagian dari kompos yang telah dikemas dititipkan di Toko Eropa milik bapak Ajon yang juga merupakan seksi kebersihan dan bendahara di Pabrik kompos Mutu Elok. Pada awal produksi, penjual memberikan secara gratis kepada warga perumahan Cipinang Elok sekaligus promosi, setelah itu penjual menjual kompos hasil produksinya dengan harga yang terjangkau dan relatif murah yaitu seharga Rp 1000/kg. Namun seiring dengan perubahan harga input produsi, harga
jual kompos Elok menjadi Rp1500/kg. Sehingga untuk satu kemasan yang berukuran 5 kg harga jualnya adalah Rp 7500.
Untuk kemasan kompos yang baik dan harga yang relatif murah serta adanya promosi tidak langsung yang dilakukan pelanggan karena merasa puas dengan kualitas kompos menyebabkan permintaan konsumen terhadap kompos semakin meningkat serta menjadikan nilai tambah bagi pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok sehingga menjadi layak untuk dijalankan, selain itu dalam memasarkan kompos, Bapak Saksono selaku pengelola membagikan kompos secara gratis untuk menarik perhatian pembeli baik didalam maupun diluar komplek perumahan Cipinang Elok.
Potensi pasar bagi kompos yang dihasilkan dari permintaan konsumen tiap bulannya mencapai 500-700 kg. Potensi pasar yang belum dimanfaatkan dari pengelolaan sampah di pabrik kompos Mutu Elok adalah sampah organik limbah rumah tangga dan sampah non organik. Pabrik kompos Mutu Elok menggunakan sampah tanaman dari taman-taman disekitar perumahan Cipinang Elok dan tanaman warga untuk dijadikan kompos. Sehingga potensi sampah organik maupun non organik yang belum terolah menjadi ketersediaan input yang besar untuk menghasilkan keuntungan dari pengelolaan sampah di perumahan Cipinang Elok. f. Pendapatan (Inflow)
Pendapatan yang diterima dari kegiatan produksi kompos di Pabrik Mutu Elok berasal dari hasil penjualan tiap harinya. Selain itu, pabrik kompos Mutu Elok mendapat pemasukan dari aliran cashflow finansial pabrik kompos Mutu Elok yang meliputi dana PPMK dari kelurahan, kas warga RW 10, bantuan mesin yang diberikan dari dinas kebersihan. Perumahan Cipinang Elok menghasilkan sampah 14-15 m3/harinya, dan 2-3 m3/hari sampah dari tanaman digunakan untuk membuat kompos. Untuk menghasilkan kompos kemasan siap jual dalam jumlah banyak maka kegiatan pengomposan dilakukan setiap hari. Tiap bulannya pabrik kompos Mutu Elok mampu menghasilkan 500-700 kg kompos siap jual. Harga jual yang ditetapkan dari tahun 2006-2007 sebesar Rp 1000/kg, sedangkan tahun 2008 dan 2009 harga kompos naik menjadi Rp 1500/kg, hal ini dikarenakan krisis dan harga bahan
pembuatan yang semakin mahal. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bapak Ajon Hermansyah selaku seksi kebersihan dan bendahara, pada tahun 2006 kompos terjual 6.906 kg, pada tahun 2007 terjual 7.259, sedangkan tahun 2008 dan 2009 terjual sebanyak 8.883 kg. Adapun total penjualan kompos dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Total penjualan kompos elok pada tahun 2006-2009
Tahun Harga Jual (Rp/kg) Produksi Kompos (Kg/tahun) Total penjualan
2006 1000 6.906 6.906.000
2007 1000 7.259 7.259.000
2008 1500 8.883 13.324.500
2009 1500 8.883 13.324.500
Sumber Hasil Penelitian 2009
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Ajon selaku seksi kebersihan, proyeksi produksi kompos sampai dengan tahun 2014 yaitu 700 kg tiap bulannya, sehingga dapat diproyeksikan produksi kompos tiap tahunnya dari tahun 2009 sampai 2014 sebanyak 8.883 kg. Hal ini dikarenakan bahan baku kompos yang berasal dari sampah daun sisa tanaman warga masih berkisar 2-3 m3. Pengelola kompos Mutu Elok tidak meningkatkan harga jualnya sampai pada kurun waktu tujuh tahun kedepan, sehingga harga yang ditetapkan masih sama yaitu sebesar Rp 1500/kg, Hal ini disebabkan karena adanya kekhawatiran akan turunnya permintaan penjualan kompos Mutu Elok.
g. Pengeluaran (Outflow)
Pengeluaran yang dikeluarkan Pabrik kompos Mutu Elok selama kegiatan produksi kompos terdiri dari biaya investasi, biaya produksi, biaya pegawai, dan biaya lain-lain/biaya tak terduga. Penjelasan akan biaya pengeluaran akan dijelaskan sebagai berikut : Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan di awal proyek dan tidak habis dibagi dalam satu periode produksi, biaya investasi yang dikeluarkan oleh Pabrik kompos Mutu Elok di tahun 2005 adalah pendirian bangunan, peralatan, investasi meja dan kursi. Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk proses pembuatan kompos, adapun input produksi yang digunakan dalam membuat kompos dapat dilihat pada Lampiran 10. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan kompos ini dibeli untuk penggunaan kurun waktu satu tahun, tiap
tahunnya EM4 dibeli sebanyak 10 botol dengan harga Rp 25.000, sedangkan untuk harga dedak mengalami kenaikan harga tiap tahunnya, tahun 2006 harga dedak sebesar Rp 1.600/kg, tahun 2007 seharga Rp 2000/kg dan tahun 2008 meningkat lagi seharga Rp 3.500/kg. Kenaikan harga bahan baku menyebabkan adanya kenaikan harga penjualan kompos/kg. Adapun rincian harga biaya produksi dapat dilihat pada Lampiran 10. Selain biaya investasi dan biaya produksi, biaya lain yang dikeluarkan pabrik kompos Mutu Elok adalah biaya tenaga kerja dan biaya lain-lain. Dalam memproduksikan kompos Elok, pabrik kompos memiliki 2 orang pekerja. Setiap pekerja mendapatkan gaji per bulannya sebesar Rp 900.000. sehingga dalam setahun biaya yang dikeluarkan untuk membayar gaji pegawai Pabrik kompos Mutu Elok yaitu sebesar Rp 21.600.000. Selain itu biaya pengeluaran pabrik kompos Mutu Elok adalah biaya lain-lain seperti biaya perbaikan peralatan, biaya perbaikan gerobak dan ongkos kirim kompos. Biaya yang dikeluarkan oleh Pabrik Kompos Mutu Elok untuk perbaikan peralatan yaitu sebesar Rp 300.000/tahun, sedangkan untuk biaya perbaikan gerobak sebesar Rp 85.000/tahun dan biaya ongkos kirim pengelola menetapkan Rp 700.000 tiap tahunnya. Sehingga dapat diakumulasikan besarnya biaya lain-lain yaitu Rp 1.085.000, hal ini dapat dilihat pada Lampiran 10.
f. Analisis kelayakan usaha
Unsur-unsur yang terdapat dalam perhitungan adalah penerimaan yang merupakan arus manfaat (inflow), serta pengeluaran (outflow) yang berupa biaya investasi serta biaya operasional. Analisis kelayakan finansial memperhitungkan besarnya penerimaan pabrik kompos Mutu Elok yang berasal dari hasil penjualan, bantuan mesin, dana PPMK dan kas warga, selain itu juga diperhitungkan besarnya pengeluaran yang digunakan untuk investasi, produksi, tenaga kerja dan biaya lain-lain. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran merupakan keuntungan ataupun kerugian yang diterima oleh pengelola pabrik kompos Mutu Elok, kriteria yang digunakan adalah NPV, nilai B/C ratio dan IRR. Nilai NPV yang didapat sebesar Rp 24.480.229,42, nilai net B/C sebesar 5 dan nilai IRR sebesar 44,47 %, usaha pengelolaan sampah dan dauran sampah organik menjadi kompos dikatakan layak untuk dikembangkan secara finansial karena nilai NPV > 0, B/C > 1 dan nilai IRR
lebih besar dari tingkat DR (Discount Rate) yang ditentukan yaitu sebesar 10 %. Untuk lebih jelasnya penghitungan maupun hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 10.
5.4.2 Usaha daur ulang sampah kota
Usaha pemanfaatan sampah merupakan komponen penting dalam pengelolaan sampah untuk dapat mengurangi dampak lingkungan, khususnya sampah anorganik yang dapat didaur ulang dan memiliki manfaat ekonomi. Manfaat ekonomi yang diperoleh pemulung dari berbagai jenis bahan dauran sampah serta harga jualnya dapat dilihat pada Tabel 18. Dan beberapa aspek yang dapat dilihat dari kegiatan pengelolaan sampah oleh pemulung diuraikan sebagai berikut.
Tabel 18 Nilai ekonomi bahan dauran sampah anorganik Tahun 2009 No. Jenis barang bekas Volume
(ton) Harga jual (Rp/kg) Manfaat ekonomi (Rp) 1. - Kertas 103,2 700 72.240.000 - Plastik Plastik Asoy/Kresek Plastik Ember 19,2 18 400 1500 7.680.000 27.000.000 - Karet 1 500 500.000 - Kaca 24 300 7.200.000 - Logam 1,5 9000 13.500.000 - Kaleng 0,9 1200 1.080.000 - Aqua Botol Gelas 2,4 3 2500 4000 12.000.000 6.000.000 - Kardus 18 1300 23.400.000 2. Jumlah 191,2 170.600.000
4. Nilai ekonomi bahan
dauran sampah/ton = Rp 170600000 = Rp 892.259,41 191,2 ton
5. Besar manfaat ekonomi yang diperoleh / hari = Rp 892.259,41 X 0,035 kg/hari = Rp 31.229,08
Sumber data primer yang diolah
Nilai manfaat ekonomi yang diperoleh dapat diketahui dari perkiraan volume bahan dauran sampah yang didapat oleh pemulung dikalikan dengan nilai jualnya. Besarnya manfaat ekonomi yang diperoleh dari bahan dauran sampah kota bagi para pemulung sebesar Rp 170.600.000. Diperkirakan dengan rataan mengumpulkan dan menjual bahan dauran sebanyak 35 kg/ harinya, maka besar manfaat ekonomi yang diperoleh/hari adalah Rp 31.229,08. Pemanfaatan sampah anorganik perlu di
tingkatkan dan perlu mendapatkan perhatian khusus pemerintah agar masyarakat memanfaatkan dan mengolah kembali sampah anorganik.
a) Arus pemasaran bahan dauran
Untuk mendapatkan uang pemulung harus berusaha mengumpulkan sebanyak-banyaknya bahan dauran. Bahan dauran sampah yang dikumpulkan oleh pemulung beraneka ragam yaitu aqua botol, aqua gelas, kaleng, kardus, karung, plastik (kemasan dan asoy), kertas, besi, tembaga, alumunium. Setelah keranjang atau gerobak pemulung penuh dengan bahan dauran sampah, oleh pemulung akan ditumpuk dekat gubuknya masing-masing. Bahan dauran sampah yang telah terkumpul banyak akan dijual ke lapak/penampung, masing-masing pemulung biasanya sudah memiliki pelanggan tetap untuk menjual bahan daurannya pada lapak. Kemudian bahan dauran yang telah diterima lapak akan dijual ke agen/ lapak besar sampai selanjutnya bahan dauran sampah tersebut sampai pada pabrik pengolah bahan baku / pabrik daur ulang (Gambar 8).
Pabrik pengolah bahan dauran skala industri kecil atau skala rumah tangga biasanya transaksi pembayaran dilakukan secara tunai. Keuntungan yang diperoleh pada masing-masing peran berbeda, lapak kecil memiliki keuntungan lebih kecil dari agen/ lapak besar karena agen/ lapak besar memiliki akses yang lebih besar terhadap modal dan informasi pasar
Gambar 8. Arus pemasaran dauran Pabrik Pengolahan Bahan Baku dan Bahan Jadi
Pemasok Bahan Dauran
Agen / Lapak Besar
Lapak Kecil
b) Keterikatan dengan Lapak
Sebagian dari pemulung memiliki keterikatan dengan lapak, adanya keterikatan dengan lapak akan memudahkan pemulung dalam memasokkan hasil pulungannya, selain itu pemulung yang bekerja dengan lapak diberikan alat kerja seperti gerobak, alat timbangan dan fasilitas kerja seperti pemondokan dan modal kerja untuk pemulung. Karena seluruh kebutuhannya telah dipenuhi oleh pemilik lapak, pemulung berkewajiban untuk mencari barang-barang bekas dan pemulung yang memiliki keterikatan dengan lapak tidak boleh menjual hasil pulungannya ke lapak manapun. Berapa pun harga yang ditetapkan oleh pemilik lapak, pemulung harus menerimanya. Pemilik lapak dalam hal ini akan membeli barang-barang bekas dengan harga serendah mungkin dan berupaya mendapatkan harga setinggi mungkin ketika menjualnya. Terdapatnya pemulung yang tidak terikat dengan lapak dikarenakan mereka merasa dirugikan oleh pihak lapak, keluarnya pemulung dari lapak dianggap lebih adil karena pemulung dapat menjual barang-barang bekasnya ke lapak mana saja dengan lebih bebas sesuai dengan keinginan mereka. Selain itu, pemulung tidak lagi dikejar-kejar oleh target atau diperintah oleh pemilik lapak untuk mencari barang-barang bekas. Demikian halnya dengan waktu kerjanya mereka merasa lebih leluasa dengan jadwal waktu mencari dan menjual barang-barang bekas.
Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 72% pemulung memiliki keterikatan dengan lapak, sedangkan sisanya 28% tidak terikat dengan lapak. Adapun jumlah pemulung yang memiliki keterikatan dengan lapak dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Keterikatan pemulung dengan lapak
No Keterikatan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)
1 Ya 36 72
2 Tidak 14 28
Total 50 100
(a) (b)
Gambar 9. (a) Pemulung yang tidak memiliki keterikatan dengan lapak; (b) pemulung yang difasilitasi gerobak oleh lapak;
c) Jenis Sampah
Berdasarkan hasil yang telah diolah, diperoleh jenis plastik kemasan sebesar 16%, jenis botol aqua sebesar 34%, sedangkan 50% nya jenis yang lain seperti kardus, kertas, logam, besi, karung, kaleng. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemulung, jenis plastik yang banyak ditemukan adalah plastik kresek (asoy), saat ini nilai jual kantong kresek (asoy) sangat rendah sehingga tidak banyak pemulung yang bersedia untuk mengais plastik kresek. Pemulung lebih banyak mengais aqua gelas/botol, karung, kardus dan sampah anorganik dari bahan aluminium. Hal ini dikarenakan nilai jualnya lebih tinggi. Kecepatan tangan pemulung dalam mengais sangat menentukan banyak tidaknya hasil pulungan yang didapat.
(a) (b)
d) Sumber sampah
Para pemulung mendapatkan hasil pulungannya dari berbagai sumber seperti pemukiman, TPS, pabrik, pasar, sekolah, jalan protokol. Biasanya sebagian besar pemulung memilih untuk beroperasi lebih dari satu tempat hal ini dikarenakan agar hasil pulungan yang didapat oleh pemulung bervariasi dan pemulung berharap agar mendapat hasil pulungan lebih banyak. Tetapi ada juga pemulung yang hanya memilih satu tempat untuk mendapat hasil pulungan tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga, misalnya pemulung yang memilih untuk beroperasi hanya di daerah-daerah pabrik saja atau memilih di pemukiman saja. Dari data yang telah diolah didapat 14% berasal dari pemukiman, 10% dari pabrik, sampah yang berasal dari pemukiman dan pabrik 14%, 26% sampah berasal dari pemukiman dan jalan protokol, dan dari sumber lainnya masing-masing sebesar 2-8%. Dari gambar grafik dibawah ini dapat dilihat bahwa pemulung mendapatkan hasil pulungan lebih banyak di pemukiman dan jalan.
Gambar 11. Grafik sumber sampah yang didapatkan oleh pemulung Keterangan : 1 : Pemukiman 2 : Jalan Protokol 3 : Pabrik
4 : Pemukiman & Pabrik 5 : Pemukiman & TPS 6 : Pemukiman & Jalan Protokol 7 : Pemukiman & Pasar 8 : Pemukiman & Kantor 9 : Pemukiman & Sekolah 10 :Jalan Protokol &
Pabrik
11 : Jalan Protokol & Pasar 12 : Pabrik & Sekolah 13 : > 2 tempat Sumber Sampah 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Perse ntase 30 20 10 0 2% 4% 6% 2% 4% 2% 4% 8% 14% 10% 4% 14% 26%
e) Karakteristik Pemulung
Sebagian besar pemulung beroperasi di sekitar pemukiman, pasar, pabrik, jalan protokol, perkantoran dan TPS. Peran pemulung dalam penanganan sampah kota sangat penting, karena kegiatan pemulungan dapat mengatasi penumpukan sampah di sumber dan TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Responden pemulung yang diwawancarai sebanyak 50 orang. Dalam penelitian ini aspek yang dikaji yaitu jenis kelamin, umur, pendidikan, daerah asal, lama bekerja, pendapatan, keterikatan dengan lapak, jenis sampah yang ditemukan, sumber sampah yang didapat, (Lampiran 3). Berikut uraian dari karakteristik responden pemulung :
1. Jenis Kelamin dan Umur
Hasil Pengumpulan data yang telah diolah menunjukkan pemulung yang berjenis kelamin pria sebesar 94 persen dan sisanya yaitu 6 persen berjenis kelamin wanita. Berdasarkan hasil yang diperoleh, umur responden dengan kelas umur 15-24 tahun sebesar 8%, kelas umur 25-35 tahun sebesar 40% sedangkan kelas umur 36-45 tahun dan 46-55 tahun masing-masing sebesar 26%. Usia pemulung tergolong produktif dimana kemampuan dan semangat bekerjanya masih tinggi. Sehingga sedikitnya dapat membantu pemerintah kota khususnya petugas kebersihan dalam mengurangi keberadaan sampah di pemukiman maupun jalan.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang dapat mempengaruhi dan mewarnai pola pikir seseorang mengenai wawasan atau pandangannya dalam melihat dan menganalisa sesuatu hal. Tinggi rendahnya tingkat pendidikan seseorang akan menghantarkan sejauh mana para pemulung dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Umumnya pemulung memiliki pendidikan rendah dari hasil yang diperoleh jumlah pemulung yang tidak sekolah sebesar 12% (6 orang), tamat SD sebesar 48% (24 orang), tidak tamat SD sebesar 22% (11 orang) dan tamat SMP sebesar 18% (9 orang). Keadaan ekonomi yang lemah menyebabkan mereka putus sekolah atau tidak sekolah sama sekali, sehingga kondisi seperti inilah yang memaksa mereka untuk menekuni profesi sebagai pemulung.
3. Daerah Asal
Berdasarkan hasil wawancara dengan 50 responden, pemulung yang bekerja di Jakarta Timur 72% (36 orang) diantaranya merupakan warga pendatang yang berasal dari Demak, Rangkas Bitung, Tegal, Madura, dan 28% (14 orang) pemulung merupakan warga asli kota Jakarta (Gambar 12). Sehingga menyebabkan penduduk di Jakarta semakin padat namun adanya pemulung akan dapat membantu proses pengurangan sampah yang ada di kota Jakarta khususnya.
Gambar 12. Daerah asal pemulung 4. Lama Bekerja dan pendapatan
Bekerja sebagai pemulung merupakan mata pencaharian pokok mereka, sedangkan usaha lainnya sebagai sampingan saja, misalnya menjadi kuli bangunan, kuli panggul di pasar sedangkan wanitanya memiliki kerja sampingan menjadi bibi cuci. Pada penelitian ini lama kerja atau jumlah waktu kerja dibagi dalam empat kategori (Tabel 20). Berdasarkan hasil yang diperoleh, 34% pemulung memilih bekerja dengan waktu yang relatif lebih lama yaitu > 13 jam, 26% bekerja 11-13 jam, 16% bekerja 8-10 jam dan 24% pemulung memilih waktu bekerja 5-7 jam. Para pemulung berangkat kerja pukul 05.00- 11.30 WIB, istirahat dan sholat kemudian berangkat lagi pukul 13.00 sampai sore yang tidak tentu waktunya.
Tabel 20 Lama bekerja pemulung dalam mengais hasil pulungan No Lama bekerja (jam) Jumlah individu Persentase
1 5-7 12 24
2 8-10 8 16
3 11-13 13 26
4 > 13 17 34
Dari hasil wawancara pendapatan rata-rata per bulan yang mereka dapat bervariasi. Faktor yang cukup berpengaruh terhadap pendapatan pemulung sampah adalah lamanya waktu yang dipergunakan untuk melakukan pengumpulan bahan
dauran sampah. Berdasarkan hasil yang didapat, 38% menerima pendapatan Rp 1.000.000-1.500.000. 36% menerima pendapatan Rp 500.000-1000.000 per bulannya, sisanya 26% pemulung berpendapatan Rp 300.000-500.000. Hubungan lama waktu kerja dengan pendapatan yang dimiliki dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar 13. Keterkaitan Lama Bekerja dengan Pendapatan
5.5 Partisipasi Masyarakat
5.5.1 Nilai Partisipasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Dalam Pengelolaan Sampah Terpadu.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah merupakan aspek terpenting untuk diperhatikan dalam sistem pengelolaan sampah secara terpadu (Lampiran 1). Dalam penelitian ini ada 7 bentuk untuk menilai partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan sampah di lingkungannya, yaitu keikutsertaan memilah sampah, ketersediaan tempat sampah dirumah, pengetahuan, pendapat warga terhadap pemisahan sampah organik dan anorganik, hal yang dilakukan jika tempat tinggal kotor, cara membuang sampah rumah, keikutsertaan dalam kerja bakti. Tingkat partisipasi warga dalam mengelola sampah dapat dilihat pada Tabel 21.
Bars show Medians
1 2 3 4 lama bekerja 0 1 2 3 p e n d a p a ta n 5-7 j am 8-10 j am 11-13 j am > 13 j am Rp 300000-500000 ket :1 : pendapa ta n 2 :Rp 500000-1000000 3 :Rp 1000000-1500000
Tabel 21 Tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah berdasarkan hasil sebaran kuisioner
No Kategori Tingkat Partisipasi Jumlah Responden Persentase
1 Rendah 1 1,67
2 Sedang 16 26,67
3 Tinggi 43 71,67
Total 60 100
Sumber data primer yang diolah
Hasil penelitian menyatakan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Kelurahan Susukan dan Kelurahan Ciracas dalam mengelola sampah berada pada tingkat tinggi dengan persentase 71,67 %. Hal ini dikarenakan adanya kerjasama dan komunikasi yang baik antara RT dengan warganya, berdasarkan pengamatan langsung, RT dan kader lingkungan sering memberikan penyuluhan tentang pemanfaatan sampah organik dan anorganik serta penyuluhan tentang lingkungan. Sedangkan tingkat partisipasi pada masing-masing variabel dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Tingkat partisipasi masyarakat berdasarkan variabel dan hasil sebaran kuisioner
No Variabel Kategori Tingkat Partisipasi Jumlah Responden Rendah % Sedang % Tinggi %
1 Keikutsertaan Dalam Kerjabakti 3 5 25 41.6 32 53.3 60 2 Keikutsertaan Memilah Sampah 15 25 6 10 39 65 60 3 Ketersediaan Tempat Sampah di Rumah 0 0 34 56.7 26 43.3 60
4 Cara Membuang Sampah Rumah
6 10 1 1.7 53 88.3 60
5 Hal yang dilakukan Jika Tempat Tinggal Kotor
0 0 41 68.3 19 31.7 60
6 Pengetahuan warga tentang TPA
16 26.7 25 41.7 19 31.7 60 7 Pendapat warga terhadap
pemilahan sampah organik dan anorganik
2 3.3 31 51.7 27 45 60
Kerja bakti adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing RT untuk mengajak warganya agar peduli dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan lingkungan yang bersih di tempat tinggal mereka masing-masing. Setiap RT memiliki jadwal yang berbeda-beda untuk kerja bakti, adapun kegiatan yang dilakukan dalam kerja bakti yaitu membersihkan saluran air (got), penanaman, penyapuan dan pemeliharaan jalan di dalam maupun di luar gang.
Dari hasil kuisioner, sebanyak 3 responden (5%) menjawab tidak pernah mengikuti kerja bakti, 25 responden (41,7%) menjawab kadang-kadang mengikuti jika tidak berhalangan hadir dan 32 responden (53,3%) menjawab selalu mengikuti kegiatan kerja bakti di tempat tinggalnya. Responden yang menjawab tidak pernah ikut kerja bakti dan menjawab kadang-kadang dikarenakan kesibukan diluar rumah. Berdasarkan wawancara dengan ketua RT biasanya warga semua aktif kerja bakti hanya disaat ada perlombaan kebersihan, pada saat menjelang perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia serta jika ada kunjungan instansi terkait kebersihan lingkungan. Kegiatan kebersihan dalam hal ini kerja bakti masih bersifat momental, yang berarti warga berperan aktif ketika hari atau moment tertentu saja. Kuatnya peranan nilai-nilai sosial dalam masyarakat terutama budaya malu, menyebabkan warga mengusahakan dirinya turut berperan dalam kerja bakti ataupun kegiatan lain yang melibatkan warga disuatu lingkungan tempat tinggalnya. Perlu diadakan kerjasama Dinas Kebersihan Provinsi maupun Kabupaten hingga Seksi Kebersihan tingkat Kelurahan untuk membuat suatu jadual secara rutin mengenai kegiatan kebersihan lingkungan, bila perlu diberikan sanksi atau denda bagi warga yang tidak ikut serta dalam kegiatan kebersihan sehingga hasil denda tersebut dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah di tingkat RT.
Warga RT 03/RW 04 dan RT 05/ RW 08 memiliki partisipasi yang baik dalam memilah sampah. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 22 dimana sebanyak 39 responden (65%) melakukan pemilahan sampah, sisanya 15 responden (25%) tidak melakukan pemilahan, dan 6 responden (10%) melakukan pembakaran sampah skala kecil. Adanya warga yang melakukan pembakaran sampah dikarenakan adanya lahan untuk membakar sampah, dan seringkali warga berpendapat sampah sudah terlalu
lama menumpuk, “dilakukannya pembakaran sampah juga bertujuan untuk mengusir keberadaan nyamuk cetus salah seorang warga”. Ketua RT juga tidak tinggal diam, dalam menyikapi hal ini ketua RT sering memberikan teguran bagi warganya yang melakukan pembakaran sampah walaupun pembakaran sampah yang dilakukan dalam skala kecil dan teguran juga diberikan bagi warganya yang tidak memilah sampah. Sikap tegas/bijaksana , berjiwa sosialisasi tinggi dan sikap peduli lingkungan sangat diperlukan bagi seorang RT dalam membina warganya untuk menciptakan suatu lingkungan yang bersih dan nyaman. Sikap peduli seorang RT atau pimpinan terhadap suatu lingkungan, diharapkan dapat berpengaruh terhadap warganya. Hal ini tercermin dari bapak Maman selaku ketua RT 03/RW 04 dan bapak Sukasno selaku ketua RT 05/RW 08 yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan, beliau bersama Pepulih lainnya sering memberikan penyuluhan tentang kebersihan lingkungan selain itu bapak Sukasno juga mengajak warganya untuk melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik.
Dalam melakukan pemilahan dibutuhkan adanya wadah yang membedakan sampah organik dan anorganik. Ketersediaan wadah/tempat sampah di lingkungan rumah sangatlah diperlukan hal ini diharapkan agar masyarakat membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya, walaupun tidak menutup kemungkinan ada juga sebagian kecil masyarakat yang masih membuang sampah tidak pada tempatnya. Berbagai macam jenis tempat sampah yang disediakan oleh RT dan warga, ada yang berupa kantong plastik, karung beras, kardus, ada juga yang berupa kotak dari plastik, kayu, semen. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung terdapat 34 responden (56,7%) menggunakan kantong plastik atau karung beras sebagai tempat sampah mereka sedangkan sisanya 26 responden (43,3%) tempat sampah yang dimiliki berupa kotak dari plastik/kayu/semen. Hal ini dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi warga akan ketersediaan tempat sampah berada pada tingkat sedang. Lebih banyaknya penggunaan kantong plastik maupun karung sebagai wadah sampah dikarenakan di daerah lingkungan tempat tinggal mereka telah disediakan tong sampah organik dan anorganik yang diberikan oleh pihak Kelurahan. Jenis tempat sampah yang ada dapat dilihat pada Gambar 14.
(a) (b)
(c)
Gambar 14. (a) tempat sampah drum plastik; (b) tempat sampah dari kelurahan; (c) wadah berupa kantong plastik untuk menampung sampah.
Dalam prosesnya sampah yang berada di rumah warga diangkut ke TPS kemudian diangkut ke TPA. Untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan masyarakat, peneliti memberikan pertanyaan kepada responden “apakah ibu/bapak tahu apa TPA dan bagaimana proses sampah di TPA?” dari pertanyaan yang diajukan 16 responden (26.7%) menjawab tidak tahu, 25 responden (41,7%) menjawab tahu, 19 responden (31.7%) menjawab mengerti apa yang dimaksud dengan TPA, dengan adanya pengetahuan yang dimiliki masyarakat akan TPA, maka masyarakat akan mengetahui bagaimana proses pengangkutan sampah dari rumah warga sampai ke TPA dan mengetahui proses sampah berikutnya.
Sebagai konsekuensi dari aktifitas masyarakat sebagai penghasil sampah maka masyarakat dipungut biaya untuk jasa pelayanan kebersihan, Dari hasil wawancara dengan bapak RT, warganya bersedia membayar retribusi, walaupun terkadang tidak tepat waktu dalam membayarnya. Retribusi kebersihan biasanya digabungkan dengan iuran lain, dengan adanya penggabungan iuran ini mewajibkan warga untuk membayar iuran kebersihan. Dari data yang diolah 100% responden
menjawab membayar retribusi. Iuran retribusi kebersihan plus kas warga sebesar Rp 10.000 per bulan.
Lingkungan bersih merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap lingkungan di tempat tinggalnya. Sumber sampah yang berasal dari masyarakat sebaiknya dikelola oleh masyarakat yang bersangkutan agar mereka bertanggung jawab terhadap sampahnya sendiri. Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan secara langsung, warga di Kelurahan Susukan RW 04 dan Kelurahan Ciracas RW 08 hal yang dilakukan jika lingkungan tempat tinggalnya kotor yaitu 41 responden (68,3%) membersihkan sendiri,19 responden (31,7%) mengajak tetangga kerja bakti. Dalam hal ini sangat diperlukan adanya komunikasi sesama warga (tetangga) untuk bersama membangun dan menciptakan lingkungan yang asri.
Cara warga dalam membuang sampah juga dapat menunjukkan partisipasi warga dalam menangani sampah yang berada di lingkungan tempat tinggalnya. Dalam hal membuang sampah, 6 responden (10%) menjawab membuang di tempat buang sendiri/dibakar, sedangkan 53 responden (88,3%) menjawab dimasukkan ke dalam wadah lalu diambil petugas dan 1 responden (1,7%) menjawab membuang sampah ke TPS. Banyaknya responden yang menjawab dimasukkannya sampah kedalam wadah dikarenakan lokasi TPS yang jauh dan sudah ada petugas kebersihan yang mengerjakan.
Aspek pemilahan sampah merupakan faktor penting dalam mengurangi jumlah sampah yang akan dibuang ke TPA dan akan sangat membantu petugas kebersihan dalam mengangkut dan mengolah sampah di TPA. Pemilahan sampah dilakukan dengan menyediakan tong sampah dengan warna yang berbeda. Berdasarkan data yang diolah sebanyak 31 responden (51,7%) menyatakan sangat setuju adanya pemilahan organik dan anorganik serta bersedia untuk menerapkan dalam kehidupannya sehari-hari, 27 responden (45%) menjawab setuju akan kegiatan pemilahan sampah dan 2 responden (3,3%) tidak setuju terhadap kegiatan pemilahan dikarenakan sudah menjadi tanggungjawab petugas kebersihan, adanya partisipasi warga dalam memilah sampah akan sangat membantu petugas kebersihan. Selain menghemat waktu, kegiatan pemilahan sampah akan memudahkan petugas
pengangkut dalam mengumpulkan sampah dan menambah penghasilan petugas kebersihan, karena oleh petugas kebersihan di lingkungan RT sampah tersebut dapat dijual kembali ke lapak.
Gambar 15. Petugas kebersihan di tingkat RT yang memanfaatkan sampah anorganik untuk dijual ke agen.
5.5.2 Korelasi Antara Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengelolaan Sampah Dalam pembahasan berikut ini akan dikemukakan hubungan beberapa variabel karakteristik masyarakat dengan tingkat partisipasi dalam pengelolaan
sampah perkotaan. Dari hasil uji statistik dengan menggunakan metode
Rho-Spearman memperlihatkan tingkat keeratan hubungan yang berbeda dari masing-masing variabel tersebut. Menurut Santoso, 1999 analisis output SPSS didasarkan pada penafsiran korelasi sebagai berkut :
1. Adanya tanda pada hasil korelasi akan berpengaruh pada penafsiran hasil. Tanda negatif pada output menunjukkan adanya arah yang berlawanan sedangkan positif menunjukkan arah yang sama.
2. Penafsiran korelasi berkenaan juga dengan besaran angka, jika angka korelasinya berada pada angka 0 maka tidak ada korelasi sama sekali sedangkan jika angka korelasinya 1 maka korelasi sempurna. Secara sederhana dapat dikatakan angka korelasi diatas 0,5 menunjukkan adanya korelasi yang cukup kuat, sementara jika angka korelasinya dibawah 0,5 maka korelasi lemah.
Untuk uji signifikasi dilihat pada nilai P value. Jika (p) > 0,05 maka tidak ada korelasi yang signifikan antara kedua variabel sedangkan (p) < 0,05, maka antara dua
variabel tersebut memiliki korelasi yang siginifikan. Hasil uji korelasi Spearman menggunakan program software SPSS versi 15.0, hasil uji korelasi Spearman dapat dilihat pada Lampiran 4.
1. Pendidikan dan Partisipasi
Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam menjalankan pengelolaan sampah, secara teoritis dapat dikatakan bahwa keterlibatan seseorang dalam suatu kegiatan baik itu secara fisik maupun mental atau yang dikenal dalam terminologi partisipasi dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal yang mempengaruhi partisipasi adalah karakteristik individu. Karakteristik yang dipakai yaitu pendidikan, pendapatan, pekerjaan dan lama menetap.
Menurut Inkeles (1969) Tingkat pendidikan sangat berhubungan erat dengan pengetahuan, semakin tinggi tingkat pendidikan individu maka akan semakin luas juga pengetahuan dan kesadarannya akan masalah-maslah kemasyarakatan. Masalah kemasyarakatan yang dimaksud misalnya dalam mengelola sampah. Berdasarkan uji korelasi Spearman di Lampiran 4, antara tingkat pendidikan dan pengetahuan memiliki angka koefisien korelasi 0,396 (<0,5), artinya dua varibel tersebut saling berkorelasi. Pendidikan memberikan suatu informasi atau pengetahuan dan keterampilan untuk bekal hidup dalam masyarakat. Dengan memperoleh pendidikan diharapkan seseorang dapat semakin memahami kondisi yang terjadi di sekitarnya atau di lingkungan tempat tinggalnya. Pemahaman tersebut akan memberikan kesadaran bahwa orang tersebut memiliki peranan dalam menentukan kualitas interaksi dirinya dengan lingkungan maupun sebaliknya lingkungan dengan dirinya secara individual. Dari hasil uji korelasi Spearman terdapat hubungan korelasi yang kuat antara pendidikan dengan partisipasi (keikutsertaan memilah sampah) hal ini dapat dilihat pada angka korelasi sebesar 0,412 (<0,5) yang artinya antara pendidikan dan tingkat partisipasi masyarakat dalam memilah sampah saling berkorelasi dan dilihat dari angka signifikansinya yaitu 0,001 (p<0,01) maka kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang signifikan. Sehingga perlu bagi pemerintah daerah khususnya secara rutin memberikan penyuluhan dan pemahaman tentang pentingnya menangani masalah sampah sejak dini dalam upaya menanggulangi banjir.
2. Pekerjaan dan Partisipasi
Dilihat dari hasil uji statistik spearman antara pekerjaan dengan tingkat partisipasi memiki hubungan perolehan korelasi 0,553 dan Pvalue sebesar 0,000 (p<0,01) pada selang kepercayaan 99%. Warga Kelurahan Susukan sebagian besar mata pencahariannya yaitu PNS sedangkan warga di Kelurahan Ciracas bergerak di bidang jasa, sisanya yaitu PNS, pedagang (Lampiran 2) Dengan semakin tingginya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat melalui gaji yang didapat maka diharapkan warga dapat berpartisipasi terhadap kebersihan lingkungan.
3. Pendapatan dan Partisipasi
Penghasilan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mengikuti kegiatan di lingkungannya, semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin banyak partisipasi yang diberikan pada lingkungan tempat tinggalnya sebaliknya, jika seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan dirinya sendiri maka akan sangat sulit bagi orang tersebut untuk ikut berpartisipasi. Dari hasi uji statistik perolehan nilai korelasi yang didapat yaitu sebesar 0,604 (>0,5) dengan Pvaluesebesar 0,000 (p<0,01) yang berarti terdapat korelasi yang cukup kuat dengan kata lain semakin tinggi tingkat pendapatan maka akan semakin tinggi juga partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah dilingkungannya. Menurut King, 1983 ; Isbal 1989 dalam (Dwiyanti 2005) menyatakan bahwa orang yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang baik mempunyai kecenderungan untuk berpartisipasi dibandingkan dengan orang yang tingkat sosial ekonominya masih kurang.
4. Lama Menetap dan Partisipasi
Dari hasil uji rank Spearman didapat angka korelasi antara tingkat lama menetap dengan partisipasi sebesar -0,029 dan nilai (p >0,01) hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lama menetap responden dengan tingkat partisipasinya. Hasil uji statistik rank Spearman dapat dilihat pada Lampiran 4. Hal ini dikarenakan warga yang telah lama maupun belum lama menetap tinggal dilingkungan tersebut memiliki partisipasi yang sama.
5.5.3 Pemanfaatan sampah organik dan anorganik oleh warga
a. Pemanfaatan sampah organik oleh warga RW 04 Kelurahan Susukan, Jakarta Timur
Sebagian masyarakat Jakarta Timur memanfaatkan sampah organik dan anorganik untuk didaur ulang kembali menjadi suatu yang bermanfaat. Misalnya saja warga di kelurahan Susukan RW 04/RT 03, 07 dan 15 memanfaatkan sampah dapur dan daun-daunan menjadi kompos. Pemanfaatan sampah menjadi kompos di RT 03/RW 04 dilakukan oleh bapak Maman sebagai ketua RT 03/RW 04, usaha kompos yang dikerjakan masih dalam lingkup usaha skala kecil. Dalam mengolah sampah organik menjadi kompos, bapak Maman menggunakan mesin penggiling/penghalus sederhana buatannya sendiri sehingga menghemat waktu dan biaya. Selain itu terdapat juga alat pengaduk kompos untuk meratakan kompos dengan cairan EM4 (Gambar 16).
(a) (b)
Gambar 16. (a)Saung Kompos Organik miik RT 03/RW 04; (b) Mesin Penggilingan yang dibuat bapak Maman
Pada Tahun 2007 kelompok wilayah ini pernah terpilih sebagai juara 2 lomba bina RT Tingkat Kecamatan Ciracas mengenai kebersihan lingkungan. Masyarakat dapat merasakan manfaat langsung dari kegiatan pemilahan sampah yang telah dilakukan secara rutin. Dengan adanya kegiatan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos pengetahuan masyarakat akan pemanfaatan sampah organik akan semakin bertambah. Beliau mengharapkan agar kegiatan pemilahan dapat dilakukan secara terus menerus melalui proses peningkatan pemahaman sehingga seiring dengan berjalannya waktu akan merubah sikap dan perilaku masyarakat dalam memandang
sampah. Namun untuk merubah pola pikir, cara pandang dan perubahan sikap masyarakat diperlukan waktu yang cukup lama, serta sosialisasi secara terus menerus mengenai pentingnya menciptakan suatu lingkungan yang bersih, nyaman dan tentram.
Selain pemanfaatan sampah organik menjadi kompos terdapat juga pemanfaatan sampah anorganik menjadi suatu produk yang memiliki nilai jual tinggi. Contohnya saja pemanfaatan sampah anorganik yang dilakukan bapak R uskendi dan bapak Chandra. Bapak Ruskendi merupakan salah seorang warga RT 07/RW 04 yang turut berpartisipasi terhadap kepedulian lingkungan khususnya masalah sampah, beliau juga merupakan sekretaris dari kelompok PAHALA. Dalam lingkungan tempat tinggalnya bapak Ruskendi memanfaatkan aqua gelas bekas menjadi media tanam (pot) yang menarik (Lampiran 11), untuk membuat satu pot beliau menggunakan 3-4 aqua gelas. Jenis plastik aqua gelasnya dipilih yang kaku. Harga pot bervariasi sesuai ukuran, untuk satu pot dijual seharga Rp 5000-10.000. Ukuran pot yang kecil dijual seharga Rp 5000, sedangkan yang ukuran besar dijual seharga Rp 10.000/pot. Selain didapat dari lingkungannya sendiri, beliau juga membeli aqua gelas bekas dari pemulung, 1 kg berisi 80-100 buah aqua gelas bekas dan 1 kg nya dijual pemulung seharga Rp 10.000, bisa dibayangkan keuntungan yang didapat oleh bapak Ruskendi, namun disamping itu juga terdapat beberapa kendala yang dihadapi yaitu kesulitan dalam mendapatkan jenis aqua gelas plastik yang kaku serta pemasarannya yang belum menyebar luas dan persaingan dengan para pengrajin pot yang lain baik dari segi harga maupun kualitasnya.
Sedangkan bapak Chandra memanfaatkan kertas bekas untuk dijadikan topeng/ hiasan dinding, dan menghias helm dari kertas yang merupakan usaha dari bapak Candra (Lampiran 11). Usaha yang dikerjakan masih dalam lingkup usaha skala kecil, pemasarannya masih sangat terbatas, jika ada kegiatan di Kelurahan maupun Kecamatan biasanya bapak Chandra diminta hasil karyanya untuk diperlihatkan sebagai salah satu bentuk contoh pemanfaatan sampah anorganik, selain itu terdapat juga warga dari daerah lain yang membeli hasil kerajinan tangan milik bapak Chandra, keberadaan usaha kerajinan tangan milik bapak Chandra ini diketahui
dari mulut ke mulut. dalam proses pembuatannya sangatlah mudah, dan alat yang digunakan pun sederhana.
b. Pemanfaatan sampah anorganik oleh warga RT 05/RW 08 Kelurahan Ciracas, Jakarta Timur.
Warga RT 05/ RW 08 Kelurahan Ciracas ini diharuskan memilah sampah di rumah kemudian menyetorkannya ke bank sampah. Selanjutnya di bank sampah, sampah yang telah dipilah oleh warga dipilah kembali sesuai dengan jenisnya. Warga membuat Bank Sampah sebagai pusat pengelolaan skala komunal. Bank sampah dibangun pada bulan April 2007. Tahun 2007 setelah mendapat pelatihan dari PT Unilever, warga mulai lebih memfokuskan kegiatan daur ulang sampah kering untuk dijadikan barang kerajinan. Produk kerajinan tas daur ulang yang dibuat warga rencananya akan ditampung oleh supermarket Carefour. Bahkan diadakan kerjasama dengan perusahaan daur ulang untuk mengekspor tas khusus untuk laptop ke Amerika, Australia dan Belanda dalam program mendaur ulang sampah plastik kemasan untuk dijadikan tas, kelompok ini difasilitasi 2 mesin jahit yang dirancang oleh Unilever untuk menjahit plastik kemasan tersebut. Pada bulan Desember 2008 bangunan Bank Sampah tersebut dibongkar karena yang punya tanah membangun rumah. Dibongkarnya Bank Sampah tidak menurunkan niat warga RT 05/ RW 08 untuk terus melakukan kegiatan pemilahan sampah.
Kemasan plastik bekas yang tidak memiliki nilai menjadi bermanfaat dengan dijadikannya sebagai tas dari bentuk dan ukuran yang bervariasi (besar, sedang, kecil) serta memiliki keguanaan yang beragam (tas laptop, dompet, tas belanja, tas sekolah, dan lain-lain), hasil kerajinan tersebut diberi merk “Trashion” harga tas dari plastik kemasan tersebut dijual dengan harga yang beragam sesuai ukuran gabungan dari trash (sampah) dan fashion (Lampiran 11). Harga yang dibuat bervariasi sesuai ukuran tas, tingkat kesulitan dalam membuat dan modal yang dibutuhkan. Ukuran dompet dijual seharga Rp 25.000, tas ukuran kecil dijual berkisar Rp 40.000-50.000, tas ukuran sedang/medium dijual seharga Rp 80.000-100.000 dan tas ukuran besar dijual dengan harga sekitar Rp 120.000-200.000. Adanya pemnfaatan sampah yang
dilakukan oleh warga akan sangat membantu mengurangi timbunan sampah perkotaaan.
Selain itu terdapat juga pemanfaatan dalam bentuk lain seperti yang dilakukan oleh bapak Wakir. Bapak Wakir adalah salah seorang ketua RT 07/RW 02 Kelurahan Ciracas yang memanfaatkan puing-puing bangunan (Lampiran 11). Terbesit dipikiran bapak Wakir untuk mengajak warganya mengolah kembali puing-puing bangunan menjadi conblok. Awalnya bapak Wakir hanya ingin mengurangi dana yang dikeluarkan untuk perbaikan jalan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun langkah ini sangat disambut baik oleh warganya yang sama-sama berniat untuk mengurangi sisa-sisa puing bangunan.
Ketua RT 07/RW 02 yang akrab dipanggil dengan sebutan pak Wakir ini ingin mengembangkannya menjadi suatu bisnis, namun kendala dana dan keterbatasan alat menyebabkan keinginan beliau tertunda sementara waktu. Pembuatannya tidaklah sulit namun dibutuhkan ketelitian dan kehati-hatian, pertama kali hal yang dilakukan oleh bapak Wakir dan 4 orang warga yang ikut membantunya adalah menghaluskan puing-puing bekas tembok bangunan hingga menjadi butiran yang halus kemudian diperbaiki sifat fisiknya dengan mencampurkan bahan aditif, setelah tercampur olahan tersebut kemudian di cetak dan dikeringkan. Dalam sehari dengan 5 orang pekerja dapat menghasilkan 150 conblog. Adanya ide kreatif dan semangat yang tinggi dalam memanfaatkan kembali sampah menjadi suatu barang berguna sangat dibutuhkan dalam menangani permasalaham sampah dilingkungan tempat tinggal masing-masing.
5.5.4 Kelompok Masyarakat Peduli Lingkungan
Dalam suatu lingkungan sangat diperlukan adanya pelopor sebagai penggerak warga sekitar, khususnya untuk peduli terhadap lingkungan di wilayahnya, dengan adanya pelopor atau tokoh masyarakat ini diharapkan dapat menanamkan dan menyebarluaskan budaya hidup bersih dan sehat. Di Jakarta Timur khususnya Kecamatan Ciracas terdapat sekelompok masyarakat yang peduli terhadap lingkungan misalnya saja mengenai masalah sampah. Kelurahan Susukan dan Kelurahan Ciracas merupakan dua kelurahan yang terdapat di Kecamatan Ciracas. Di