• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi dan karakterisasi pewarna daun erpa

Penilaian terhadap karakter pewarna erpa dilakukan dengan melihat kepekatan pewarna secara visual, semakin sedikit jumlah air yang digunakan maka secara visual semakin pekat pewarna erpa yang dihasilkan. Perbandingan daun erpa dan akuades sebesar 1:2 adalah perbandingan terpilih yang digunakan, karena dengan perbandingan lebih sedikit lagi, air tidak bisa mengekstrak semua pewarna yang ada karena daun erpa sulit untuk dihaluskan. Semakin sedikit jumlah air yang digunakan untuk mengekstrak bahan maka akan semakin pekat ekstrak pewarna yang dihasilkan. Eksraksi pewarna erpa dilakukan dengan menggunakan pelarut akuades, karena ekstraksi daun erpa dengan menggunakan pelarut akuades menghasilkan rendemen antosianin yang lebih besar dibandingkan metanol dan etanol (Raharja dan Dianwati 2001).

Ekstrak pewarna yang dihasilkan dari penelitian ini memiliki pH 5.09 dan berdasarkan perhitungan diperoleh total antosianin sebesar 116.65 mg antosianin/100 g daun erpa segar. Total antosianin diperoleh lebih tinggi dibanding dengan ekstrak daun erpa yang dihasilkan dari penelitian Ningrum (2005) yaitu sebesar 69.98 mg antosianin/100 g daun erpa segar, dengan perbandingan daun erpa dan akuades 1:5, dan juga lebih tinggi dari beberapa sumber antosianin lainnya seperti stroberi yang hanya memiliki rendemen antosianin sebesar 45 mg/100 g bahan, atau kulit rambutan yang hanya memiliki total antosianin sebesar 1.925 x 10-3 mg/ml (Rein 2005). Zat pewarna alami yang dominan terdapat pada daun erpa adalah antosianin, dengan jenis antosianidin yang dominan yaitu jenis sianidin (Raharja dan Dianawati 2001).

Ekstrak yang diperoleh dapat digunakan sebagai pewarna pada matrik film. Gambar ekstrak daun erpa yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Ekstrak daun erpa

4.2 Pembuatan dan karakterisasi film indikator warna

Perlakuan dengan menambahkan berbagai konsentrasi pewarna (5,10,15,20,25) mL pewarna /100 mL larutan film) kedalam larutan matriks film lalu dikeringkan pada suhu 50oC menghasilkan film indikator dengan warna

merah merata untuk film yang ditambahkan pewarna sintetis pada semua konsentrasi warna, namun untuk film yang ditambahkan pewarna daun erpa tidak

(2)

menghasilkan film indikator dengan warna merah yang diharapkan. Larutan film dengan pewarna daun erpa menghasilkan warna yang tidak stabil, sehingga larutan film sudah berubah warna menjadi kuning ketika bahan dikeringkan, dan menghasilkan film yang berwarna kuning dan tidak bisa digunakan sebagai indikator warna. Hal ini disebabkan karena antosianin yang terdapat pada ekstrak pewarna daun erpa sangat rentan terhadap suhu tinggi yang digunakan pada saat pengeringan yaitu 50oC. Perubahan warna larutan film dan film yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 10.

(a) (b)

Gambar 10 Warna film (a) sebelum dikeringkan; (b) setelah dikeringkan pada suhu 50oC

Perlakuan dengan mengeringkan larutan film yang sudah ditambahkan pewarna daun erpa pada suhu ruang, menghasilkan larutan film dengan pewarna daun erpa tetap mengalami perubahan warna, mulanya warna mengalami perubahan dari merah darah menjadi orange pada satu jam pertama, kemudian menjadi kekuningan pada jam berikutnya sehingga larutan film sudah berubah warna sebelum kering menjadi lembaran film. Ekstrak pewarna daun erpa di dalam matrik film sangat rentan terhadap suhu ruang dan suhu tinggi, sehingga film sudah berubah warna selama pengeringan, maupun selama pembuatan film.

Secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur dan konsentrasi antosianin, suhu, pH, oksigen, cahaya, enzim, asam askorbat, gula, sulfit dan sebagainya (Jackman dan Smith 1996). Pada saat pewarna dicampurkan kedalam larutan matrik film, pewarna antosianin pada ekstrak daun erpa terdegradasi dan mengalami kehilangan warna merah (memudar) karena adanya kandungan asam pada larutan film. Menurut Jackman dan Smith (1996) antosianin pada pH 3-6 terjadi serangan nukleofilik air terhadap gugus karbon no.2 inti kation flavium sehingga menstimulasi pembentukan struktur pseudobasa yang berkesetimbangan dengan kalkon (tidak berwarna). Perubahan warna larutan film yang dikeringkan pada suhu ruang dapat dilihat pada Gambar 11.

(a) (b) (c)

Gambar 11 Perubahan warna larutan film (a) setelah dihomogenisasi; (b) 1 jam pada suhu ruang; (c) 3 jam pada suhu ruang

(3)

Percobaan selanjutnya dilakukan dengan teknik pengolesan ekstrak pewarna pada matrik film yang sudah dikeringkan. Metode ini dipilih juga karena menurut Sumarto (2008) polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam, tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga gerakan dan konfigurasinya terbatas, sehingga ketika pewarna dioleskan pada film yang sudah dalam bentuk lembaran menghasilkan film dengan warna yang lebih stabil dibanding ketika pewarna dicampurkan dalam larutan film yang berbentuk cair.

Sebelum melakukan pengolesan terlebih dahulu dipilih perbandingan film yang akan digunakan untuk diolesi pewarna. Perbandingan film yang digunakan adalah perbandingan PVA dan kitosan (60:40), perbandingan ini dipilih karena menghasilkan film dengan sifat fisik yang baik dibanding perbandingan lain yang telah dilakukan. Uji yang dilakukan perbandingan (100:0) dan (80:20) cenderung susah untuk menyerap pewarna yang dioleskan sehingga warna kurang merata. Film dengan perbandingan (40:60), (20:80), dan (0:100) cepat menyerap warna sehingga film yang dihasilkan menjadi mudah sobek. Hal ini sesuai dengan penelitian Apriyanto (2007) di mana semakin tinggi jumlah kitosan yang digunakan dibanding dengan PVA akan meningkatkan laju transmisi uap air yang berhubungan dengan kerapatan rantai pilimer film. Semakin tinggi nilai laju transmisi uap air maka bahan tersebut akan semakin mudah dilalui uap air dan air. Rantai polimer yang lurus dan sederhana memiliki tingkat kerapatan yang tinggi sehingga nilai laju transmisi oksigen rendah (Herjanti 1997).

Metode pengolesan dilakukan hingga didapatkan film indikator warna dengan warna merata secara visual. Pengolesan 1 mL pewarna erpa pada 40 cm2 film menghasilkan film dengan warna merah yang stabil dan rata secara visual. Film hasil sebelum dan sesudah pengolesan pewarna daun erpa dapat dilihat pada Gambar 12

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 12 Lembaran film (a) belum diberi pewarna; (b) proses pewarnaan film; (c) lembar indikator warna; (d) siap untuk diuji penyimpanan

(4)

4.2.1 Karakteristik sifat fisik dan mekanis film indikator

Sifat fisik dan mekanis film berkaitan dengan proses pencetakan, jenis dan sifat bahan yang digunakan untuk membentuk film dan terutama sifat kohesi dari larutan bahan. Sifat kohesi bahan akan mempengaruhi kemampuan polimer, terutama ikatan molekul antar rantai polimer (Gontard dan Gilbert 1994). Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3

Tabel 3 Sifat fisik film kemasan cerdas indikator warna Parameter Uji Satuan Hasil Uji film

Ketebalan Mm 0.22

Kuat tarik kgf/cm2 42.67

Elongasi % 78.06

Ketebalan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui karakteristik film yang telah dibuat. Terjadi pengerutan ketika proses pengeringan pada suhu 50oC, di mana terjadi penguapan pelarut saat terbentuk lembaran film. Pembentukan lembaran film diawali dengan melemahnya jarak antar partikel yang saling berikatan dalam suatu cairan, sehingga setelah terjadi proses penguapan akan terbentuk lembaran (Buckmann et al. 2002).

Ketebalan film dipengaruhi oleh volume larutan film dan luas cetakan yang digunakan dalam pembuatan film, semakin besar volume larutan film yang dimasukkan ke dalam cetakan dengan ukuran tertentu maka akan semakin tebal film yang dihasilkan. Ketebalan film juga dipengaruhi oleh kekentalan atau viskositas larutan film yang digunakan, semakin besar persentase padatan bahan baku dan plasticizer yang digunakan maka akan semakin meningkatkan ketebalan film yang dihasilkan.

Proses pewarnaan menyebabkan ketebalan film yang dihasilkan sedikit turun, namun tidak begitu berbeda dengan ketebalan film yang belum diwarnai. Pada penelitian ini, volume larutan yang dituangkan ke dalam cetakan yaitu 400 mL dengan ukuran cetakan 20×30 cm2, dan menghasilkan film yang belum di warnai dengan ketebalan 0.26 mm dan 0.22 mm untuk film yang sudah diwarnai. Proses pengolesan menyebabkan permukaan film tergerus oleh kuas, mengakibatka terjadinya sedikit penipisan pada film.

Kuat tarik dan persen pemanjangan merupakan sifat mekanik yang berhubungan dengan kekuatan film, semakin tinggi nilai kuat tarik suatu film maka semakin kuat juga film tersebut. Kuat tarik atau kekuatan tarik menunjukkan ukuran ketahanan film, yaitu, yaitu regangan maksimal yang dapat diterima sampel sebelum putus, sedangkan persen pemanjangan atau elongasi merupakan perubahan panjang maksimum yang di alami (Theresia 2003).

Nilai kuat tarik film yang dihasilkan cukup tinggi yaitu 42.67 kgf/cm2, jika dibandingkan dengan kuat tarik film dari bahan kitosan saja yaitu sebesar 13.3 kgf/cm2 (Putri 2012), hal ini disebabkan pembentukan ikatan hidrogen antar

molekul antara NH3+ pada struktur khitosan dan OH- pada polivinil alkohol.

Gugus amino (NH2) pada khitosan telah diprotonasi menjadi NH3+ dalam larutan

asam asetat, dan gugus OH- pada polivinil alkohol akan berikatan dengan NH 3+

membentuk ikatan hidrogen (Xu et al. 2004).

Elongasi atau persen pemanjangan film yang dihasilkan 78.06%, semakin besar nilai persen pemanjangan, maka akan semakin elastis film tersebut. Elongasi film yang dihasilkan lebih tinggi daripada elongasi film kitosan dengan plasticizer

(5)

gliserol yaitu 20.8% (Putri 2012), juga lebih tinggi dari elongasi film dengan

plasticizer sorbitol yaitu 16.6% (Purwanti 2010). Jika dibandingkan dengan film

dari polimer lain, nilai elongasi juga lebih tinggi, yaitu elongasi film dari pati ubi jalar sebesar 9.00±2.70%, dengan pati ubi kayu sebesar 10.67±2.39%, dengan pati kentang sebesar 4.67±1.55%, dengan pati garut sebesar 4.33±1.55% dan dengan pati jagung sebesar 25.33±6.29% (Ardian 2011).

Penambahan plasticizer yaitu gliserol mempengaruhi tingkat elastisitas film yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan plasticizer, maka elastisitas film akan semakin tinggi. Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film.

Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih

tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan mekanik senyawa tersebut. Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari keretakan selama penanganan maupun penyimpanan yang dapat mengurangi sifat–sifat tahanan film (Sumarto 2008). Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil dalam satu molekul (alkohol trivalen). Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3 dengan nilai densitas 1,23 g/cm3 dan titik

didihnya 204oC, berbentuk cair, tidak berbau, transparan, higroskopis, dan dapat larut dalam air dan alkohol. Gliserol efektif digunakan sebagai plasticizer pada film hidrofilik. Penambahan gliserol dengan jumlah sedikit akan menghasilkan film yang lebih fleksibel dan halus, namun tidak terlalu menurunkan kuat tarik dari film yang dihasilkan (Nurdiana 2002).

4.2.2 Stabilitas warna film selama penyimpanan

Warna adalah spektrum cahaya yang dipantulkan oleh benda yang kemudian ditangkap oleh indra penglihatan kita (yakni mata) lalu diterjemahkan oleh otak sebagai sebuah warna tertentu. Warna merupakan faktor yang ikut menentukan mutu, selain itu warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan (Putri 2012).

Dari hasil uji yang dilakukan, secara umum hasil analisis warna pada film selama penyimpanan menunjukkan perubahan warna pada film sampel yaitu dari warna merah menjadi warna kuning. Untuk film yang disimpan pada suhu 40oC dengan paparan cahaya, secara visual berubah warna dari merah menjadi kuning dalam waktu dua jam. Pada suhu ruang (25±3oC), secara visual film berubah dari warna merah menjadi kuning dalam waktu satu hari. Untuk film yang disimpan pada suhu refrigerator (3±2oC) secara visual film mulai berubah dari merah menjadi merah kekuningan pada hari ke-8 namun benar-benar berubah menjadi kuning pada hari ke-12. Film yang disimpan pada suhu freezer ((-10)±2oC)

mengalami sedikit perubahan warna namun tetap berwarna merah secara visual setelah disimpan selama 78 hari.

Untuk film dengan pewarna sintetis (karmoisin CI 14720) sangat stabil, semua perlakuan penyimpanan dengan suhu freezer, refrigerator, dan suhu ruang juga paparan cahaya matahari dengan matahari dan alat pengganti cahaya matahari dengan suhu 40o C dengan RH 35-40% dan intensitas cahaya 400 klx sudah dilakukan selama 40 hari dengan penyinaran 6 jam per hari, namun film tidak mengalami perubahan warna secara visualisasi, film tetap menampilkan warna merah selama di semua kondisi penyimpanan, sehingga untuk film dengan pewarna sintetis tidak dilakukan pengukuran warna dengan kromameter.

(6)

4.2.2.1 Nilai L

Nilai L merupakan nilai yang menunjukkan tingkat kecerahan suatu sampel. Nilai L berkisar antara 0 (gelap/hitam) dan 100 (terang/putih). Semakin tinggi nilai L sampel makan bisa diartikan sampel tersebut memiliki warna yang semakin cerah. Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai L yaitu dari 41.10 pada hari ke-0 menjadi 44.04pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 42.42 pada hari ke-0 menjadi 43.96 pada hari ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu

refrigerator terjadi peningkatan nilai L dari 39.67 pada hari ke-0 menjadi 53.91

pada hari ke-12 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 41.81 pada hari ke-0 menjadi 53.59 pada hari ke-12 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai L meningkat dari 41.22 pada jam ke-0 menjadi 55.12 pada jam ke-11 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 42.03 pada jam ke-0 menjadi 55.19 pada jam ke-11 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu 40oC dengan penyinaran cahaya matahari, nilai L meningkat dari 41.22 pada jam ke-0 menjadi 56.21 pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 41.93 pada jam ke-0 menjadi 57.93 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus. Perubahan nilai L film indikator warna untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai L film indikator terlihat pada Gambar 13 dan Tabel 4.

(a) (b)

(c) (d) Ket : ♦ Tanpa dibungkus, ■ Dibungkus

Gambar 13 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai L film pada suhu:

(a) freezer ((-10)±2oC); (b) refrigerator (3±2oC); (c) ruang (25±3oC),

dan (d) luar yaitu 40oC dengan paparan cahaya. 35 40 45 50 55 60 0 1000 2000 N il a i L

Lama Penyimpanan (jam)

35 40 45 50 55 60 0 200 400 Nila i L

Lama Penyimpanan (jam)

35 40 45 50 55 60 0 5 10 15 Nila i L

Lama Penyimpanan (Jam)

35 40 45 50 55 60 0 1 2 3 Nila i L

(7)

Tabel 4 Kinetika perubahan nilai L film selama penyimpanan Cara

Penyimpanan

Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R2

Dibungkus Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0009x + 42.19 0.88

Refrigerator (3±2oC) y = 0.0415x + 42.07 0.94

Ruang (25±3oC) y = 1.2150x + 42.38 0.99

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 8.0000x + 41.35 0.98 Tanpa

dibungkus

Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0016x + 40.97 0.93

Refrigerator (3±2oC) y = 0.0509x + 37.15 0.90

Ruang (25±3oC) y = 1.2770x + 41.11 0.97

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 7.4950x + 40.86 0.99 y (nilai L film), x (lama penyimpanan)

Secara umum rata-rata nilai L (tingkat kecerahan) sampel film setelah penyimpanan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum penyimpanan, berarti selama penyimpanan sampel menjadi semakin cerah atau nilai L meningkat. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Hong dan Park (2000) di mana sebaliknya terjadi perubahan warna indikator Metyl Red dari orange menjadi merah sehingga menurunkan nilai L pada indikator. Dapat disimpulkan semakin pekat warna sampel maka kecerahan atau nilai L akan semakin menurun, dan semakin memudar warna sampel mendekati putih, maka nilai L sampel akan semakin meningkat.

Data yang didapatkan menggambarkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan menyebabkan nilai L semakin cepat meningkat. Peningkatan nilai L disebabkan terjadinya proses degradasi antosianin akibat pengaruh suhu yang menyebabkan peningkatan nilai L (Ningrum 2005). Adanya peningkatan nilai L dapat menunjukkan telah terjadi degradasi warna pada sampel. Persamaan matematis juga menggambarkan adanya peningkatan nilai L, dapat dilihat nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai L pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai L semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai L sebesar 0.0009 satuan pada film yang dibungkus dan 0.0016 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai L sebesar 0.0415 satuan pada film yang dibungkus dan 0.0509 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai L sebesar 1.215 satuan pada film yang dibungkus dan 1.277 pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai L sebesar 8 satuan pada film yang dibungkus dan 7.495 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai L selama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh selotip yang digunakan untuk membungkus adalah selotip bening yang tipis dan tidak mampu menghambat suhu lingkungan terpapar terhadap film indikator yang dibungkus, sehingga perubahan nilai L yang terjadi tidak berbeda nyata dengan film indikator yang tidak dibungkus.

(8)

4.2.2.2 Nilai a

Nilai a positif (+a) menunjukkan sampel memiliki derajat kemerahan, sedangkan nilai a negatif (-a) menunjukkan sampel memiliki derajat kehijauan. Antosianin merupakan pigmen yang cenderung memiliki nilai a positif. Nilai a pada film kemasan cerdas indikator warna yang dihasilkan berada pada kisaran nilai positif (+a) yang berarti film kemasan cerdas indikator warna berada pada kisaran warna merah. Untuk sampel yang disimpan pada suhu freezer terjadi sedikit penurunan nilai a yaitu dari 37.62 menjadi 31.01 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 40.10 menjadi 28.785 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi penurunan nilai a dari 37.89 menjadi 15.18 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 35.24 menjadi 12.625 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai a turun dari 38.10 menjadi 11.78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 38.15 menjadi 14.115 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu 40oC dengan penyinaran cahaya matahari, nilai a turun dari 38.23 pada jam ke-0 menjadi 10.27 pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 40.01 pada jam ke-0 menjadi 9.99 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus. Perubahan nilai a film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai a terlihat pada Gambar 14 dan Tabel 5.

(a) (b)

(c) (d) Ket : ♦ Tanpa dibungkus, ■ Dibungkus

Gambar 14 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai a film pada suhu:

(a) freezer ((-10)±2oC); (b) refrigerator (3±2oC); (c) ruang (25±3oC),

dan (d) luar yaitu 40oC dengan paparan cahaya. 5 15 25 35 45 0 500 1000 1500 2000 Nila i a

Lama penyimpanan (jam)

5 15 25 35 45 0 100 200 300 400 Nila i a

Lama Penyimpanan (jam)

5 15 25 35 45 0 5 10 15 Nila i a

Lama Penyimpanan (Jam)

5 15 25 35 45 0 1 2 3 Nila i a

(9)

Tabel 5 Kinetika perubahan nilai a film selama penyimpanan Cara

Penyimpanan

Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R2 Dibungkus Freezer ((-10)±2oC) y = -0.0051x + 40.65 0.82

Refrigerator (3±2oC) y = -0.0693x + 36.98 0.92

Ruang (25±3oC) y = -2.0880x + 40.54 0.96

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = -15.010x + 40.97 0.99 Tanpa

dibungkus

Freezer ((-10)±2oC) y = -0.0035x + 37.79 0.94

Refrigerator (3±2oC) y = -0.0389x + 37.01 0.95

Ruang (25±3oC) y = -2.1140x + 39.95 0.94

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = -13.980x + 39.18 0.99 y (nilai a film), x (lama penyimpanan)

Penurunan nilai a menunjukkan terjadinya penurunan derajat kemerahan sampel film yang juga berimplikasi pada perubahan warna film secara visualisasi dari merah menjadi kekuningan. Penurunan nilai a ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ningrum (2005), di mana juga terjadi penurunan nilai a pada minuman ringan dan puding agar seiring dengan perubahan warna kedua bahan tersebut dari merah menjadi kekuningan. Hong dan Park (2000) menemukan terjadi kenaikan nilai a pada di perubahan warna indikator Methyl Red dari orange menjadi merah. Nilai a akan meningkat ketika warna sampel menjadi kemerahan dan akan menurun ketika warna sampel menjadi kekuningan.

Peningkatan suhu dan lama penyimpanan menyebabkan penurunan derajat kemerahan sampel film. Derajat kemerahan (+a) pada suhu yang lebih rendah cenderung lebih lama bertahan dibandingkan dengan suhu yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan persamaan matematis yang menggambarkan adanya penurunanan nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai a pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai a semakin cepat mengalami penurunan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi penurunan nilai a sebesar 0.0051 satuan pada film yang dibungkus adan 0.0035 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi penurunan nilai a sebesar 0.0693 satuan pada film yang dibungkus dan 0.0389 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi penurunan nilai a sebesar 2.088 satuan pada film yang dibungkus dan 2.114 pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi penurunan nilai a sebesar 15.01 satuan pada film yang dibungkus dan 13.98 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep

didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai a selama penyimpanan karena selotip yang digunakan adalah selotip bening dan tipis sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap perubahan nilai a film indikator

Peningkatan suhu penyimpanan mampu menstimulasi proses hidrolisis ikatan glikosidik antara gugus aglikon dan glikon pada struktur antosianin. Hidrolisis tersebut mampu menghasilkan gugus-gugus aglikon yang mudah mengalami transformasi struktural menjadi senyawa kalkon yang tidak berwarna (Jackman dan Smith 1996). Penurunan nilai derajat kemerahan disebabkan peningkatan kecepatan reaksi transformasi struktural kation flavilum (berwarna merah) menjadi kalkon (tidak berwarna) (Viguera dan Bridle 1999).

(10)

4.2.2.3 Nilai b

Nilai b merupakan nilai yang menunjukkan derajat kekuningan dan kebiruan suatu sampel. Nilai b positif (+b) menunjukkan sampel memiliki derajat kekuningan, sedangkan nilai b negatif (-b) menunjukkan sampel memiliki derajat kebiruan. Perubahan nilai b film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai b terlihat pada Gambar 15 dan Tabel 6.

(a) (b)

(c) (d) Ket : ♦ Tanpa dibungkus, ■ Dibungkus

Gambar 15 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai b film pada suhu:

(a) freezer ((-10)±2oC); (b) refrigerator (3±2oC); (c) ruang (25±3oC),

dan (d) luar yaitu 40oC dengan paparan cahaya.

Tabel 6 Kinetika perubahan nilai b film selama penyimpanan Cara

Penyimpanan

Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R2 Dibungkus Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0017x + 25.63 0.84

Refrigerator (3±2oC) y = 0.0917x + 12.50 0.97

Ruang (25±3oC) y = 2.4980x + 9.200 0.97

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 13.590x + 15.67 0.88 Tanpa

dibungkus

Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0015x + 16.95 0.91

Refrigerator (3±2oC) y = 0.0699x + 9.710 0.82

Ruang (25±3oC) y = 2.4720x + 8.560 0.96

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 13.450x + 15.83 0.86 y (nilai b film), x (lama penyimpanan)

0 5 10 15 20 25 30 35 0 500 1000 1500 2000 Nila i b

Lama Penyimpanan (jam)

0 10 20 30 40 50 0 100 200 300 400 Nila i b

Lama Penyimpanan (jam)

5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 5 10 15 N il a i b

Lama Penyimpanan (Jam)

5 10 15 20 25 30 35 40 45 0 1 2 3 N il a i b

(11)

Secara umum rata-rata nilai b (derajat kekuningan) sampel film setelah penyimpanan lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum penyimpanan. Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai b yaitu dari 16.37 pada hari ke-0 menjadi 19.67 pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 25.19 pada hari ke-0 menjadi 28.35 pada hari ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi peningkatan nilai b dari 12.42 pada hari ke-0 menjadi 37.605 pada hari ke-12 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 11.18 pada hari ke-0 menjadi 36.205 pada hari ke-12 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai b meningkat dari 11.37 pada jam ke-0 menjadi 35.79 pada jam ke-11 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 11.91 pada jam ke-0 menjadi 36.095 pada jam ke-11 untuk sampel yang dibungkus. Sedangkan pada penyimpanan suhu 40oC dengan penyinaran cahaya matahari, nilai b meningkat dari 12.76 pada jam ke-0 menjadi 39.67 pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 12.83 pada jam ke-0 menjadi 40.01 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus.

Perubahan warna film yang disebabkan karena degradasi antosianin menjadi senyawa kalkon dan turunannya yang tidak berwarna menyebabkan meningkatnya derajat kekuningan (+b) dari sampel terutama pada sampel yang disimpan pada suhu ruang dan suhu luar dengan penyinaran sinar matahari. Persamaan matematis menggambarkan sampel yang disimpan pada suhu luar lebih cepat mengalami perubahan dari pada sampel yang disimpan pada suhu lain, ditandai dengan tingginya nilai slope persamaan pada suhu luar. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai b semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai b sebesar 0.0017 satuan pada film yang dibungkus adan 0.0015 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai b sebesar 0.0917 satuan pada film yang dibungkus dan 0.0699 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai b sebesar 2.498 satuan pada film yang dibungkus dan 2.472 pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai b sebesar 13.59 satuan pada film yang dibungkus dan 13.45 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep

didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai a selama penyimpanan.

Untuk film dengan pewarna daun erpa sangat rentan terhadap cahaya matahari, terjadi perubahan warna dari merah ke kuning selama 2 jam terkena paparan cahaya matahari. Ini menunjukkan peningkatan suhu dan cahaya menyebabkan senyawa antosianin terdegradasi lebih cepat. Terakumulasinya senyawa karbinol yang kurang berwarna menjadikan nilai b meningkat. Senyawa karbinol akan terdegradasi menjadi senyawa kalkon yang tidak berwarna atau kekuningan jika suhu penyimpanan terus meningkat dan lama penyimpanan di perpanjang. Senyawa kalkon secara visual tidak berwarna dan dapat menyebabkan peningkatan nilai b positif (+b) atau derajat kekuningan (Ningrum 2005).

4.2.2.4 Nilai ohue

Nilai °hue atau nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan derajat warna visual yang terlihat. Nilai °hue diperoleh melalui perhitungan invers

(12)

tangen perbandingan nilai b dengan nilai a. Nilai °hue merupakan gambaran dari sumbu 360o di mana daerah kuadran 1 menunjukkan warna kemerahan, daerah kuadran 2 menunjukkan warna kuning hijau, daerah kuadran 3 menunjukkan warna hijau biru, dan kuadran 4 menunjukkan warna ungu. Dari data yang di hasilkan, dapat diketahui bahwa kisara ohue film berada pada kuadran 1 dan 2,

yaitu pada kisaran warna kemerahan hingga kuning, pada tahap awal sampel berada pada kuadran 1 dengan warna merah dan perlahan nilai ohue naik sehingga beralih kekuadran 2 dengan warna kekuningan, dengan kisaran ohue sampel

berada pada angka 28o hingga 100o.

Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai °hue yaitu dari 40.96o pada hari ke-0 menjadi 55.98o pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 55.68o pada hari ke-0 menjadi 75.52o pada hari

ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Pada sampel yang disimpan di suhu freezer

°hue berkisar antara 40.96o-75.52o, jika merujuk pada tabel daerah kisaran warna °hue film yang disimpan pada suhu freezer berada pada kisaran warna merah hingga kuning merah. Sampel yang disimpan pada suhu refrigerator dengan cara tidak dibungkus terjadi peningkatan nilai °hue dari 31.75o pada hari ke-0 menjadi 42.59o pada hari ke-5, hingga hari ke-5 ini, kisaran warna berada pada warna merah, dan pada hari ke-6 sampai hari ke-11, °hue sampel berada meningkat pada daerah kisaran warna kuning merah dengan nilai °hue 57.27o-77.61o, sedangkan pada hari ke-12 °hue menjadi 98.60o, nilai tersebut berada pada daerah kisaran warna kuning. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator dengan cara dibungkus, nilai °hue meningkat dari 30.70o pada hari ke-0 menjadi 50.65o pada hari ke-3, yang merupakan nilai °hue yang berada pada daerah kisaran warna merah, pada hari ke-4 hingga hari ke-9 nilai °hue sampel berada pada daerah kisaran warna kuning merah yaitu dengan nilai °hue sebesar 62.51o pada hari ke-4 dan 86.31o pada hari ke-9. Pada hari ke-10 hingga hari ke-12 nilai °hue sampel meningkat menjadi pada daerah kisaran warna kuning dengan nilai °hue sebesar 92.37o-99.36o.

Sampel yang disimpan pada suhu ruang dengan cara tidak dibungkus terjadi peningkatan nilai °hue dari 28.99o pada jam ke-0 menjadi 53.44o pada jam

ke-5, hingga jam ke-5 ini, nilai °hue berada pada daerah kisaran warna merah, dan pada jam ke-6 sampai jam ke-9, °hue sampel berada meningkat pada daerah kisaran warna kuning merah dengan nilai °hue 60.50o-88.82o, sedangkan pada jam ke-10 hingga jam ke-11 nilai °hue berada pada daerah kisaran warna kuning, dengan nilai °hue berkisar antara 94.38o -99.54o. Untuk sampel yang disimpan pada suhu ruang dengan cara dibungkus, nilai °hue meningkat dari 30.19o pada jam ke-0 menjadi 46.64o pada jam ke-4, yang merupakan nilai °hue yang berada

pada daerah kisaran warna merah, pada jam ke-5 hingga jam ke-9 nilai °hue sampel berada pada daerah kisaran warna kuning merah yaitu dengan nilai °hue antara 57.54o pada jam ke-5 dan 89.39o pada jam ke-9. Pada jam ke-10 hingga jam

ke-11 nilai °hue sampel meningkat menjadi pada daerah kisaran warna kuning dengan nilai °hue sebesar 93.99o-98.80o.

Sampel yang disimpan pada suhu luar dengan penyinaran cahaya matahari cenderung lebih cepat mengalami perubahan warna dari daerah kisaran warna merah pada jam ke-0, meningkat menjadi kuning merah pada jam ke 1 dan menjadi kuning pada jam ke 3. Nilai °hue yang pada jam ke-0 yang memiliki nilai °hue 32.19o untuk film yang tidak dibungkus dan 31.01o untuk sampel film yang

(13)

dibungkus, mengalami peningkatan pada jam ke-1 menjadi 86.34o untuk film yang tidak dibungkus dan 84.93o untuk sampel film yang dibungkus, sedangkan pada jam ke-3 nilai °hue sudah berada pada angka 99.91o untuk untuk film yang tidak dibungkus dan 99.93o untuk sampel film yang dibungkus, sehingga warna film berada pada daerah kisaran warna kuning. Perubahan nilai °hue film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai °hue terlihat pada Gambar 16 dan Tabel 7.

(a) (b)

(c) (d) Ket : ♦ Tanpa dibungkus, ■ Dibungkus

Gambar 16 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film dan perubahan warna film dengan pada suhu: (a) freezer ((-10)±2oC); (b) refrigerator

(3±2oC); (c) ruang (25±3oC), dan (d) luar yaitu 40oC dengan paparan cahaya 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 500 1000 1500 2000 N il a i ohue

Lama penyimpanan (jam)

20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 0 100 200 300 400 Nila i ohue

Lama penyimpanan (jam)

20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 0 5 10 15 Nil a i ohue

Lama Penyimpanan (Jam)

20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 0 1 2 3 Nila i ohue

(14)

Tabel 7 Kinetika perubahan nilai ohue film selama penyimpanan Cara

Penyimpanan

Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R2

Dibungkus Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0095x + 55.19 0.87

Refrigerator (3±2oC) y = 0.2371x + 35.95 0.98

Ruang (25±3oC) y = 7.0620x + 23.95 0.97

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 34.460x + 37.49 0.90 Tanpa

dibungkus

Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0067x + 41.78 0.89

Refrigerator (3±2oC) y = 0.1997x + 26.48 0.89

Ruang (25±3oC) y = 7.1100x + 22.95 0.97

Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 33.860x + 38.95 0.89 y (nilai ohue film), x (lama penyimpanan)

Sinar matahari merupakan salah kondisi yang menyebabkan terjadinya perubahan warna. Benda di sekitar manusia, apabila diamati, terlihat bahwa benda yang sering terkena sinar matahari secara langsung mengalami perubahan warna lebih cepat dibanding dengan benda-benda yang terkena sinar matahari secara tidak langsung (pada kondisi lain yang sama). Begitu pula pada zat warna dari film ini. Intensitas warnanya berubah cukup cepat terhadap sinar matahari seperti yang ada pada grafik, Hal ini menunjukkan bahwa zat warna ini tidak stabil terhadap sinar matahari. Persamaan matematis juga menggambarkan perubahan yang cepat pada sampel yang disimpan pada suhu luar dengan penyinaran cahaya matahari dibanding dengan penyimpanan pada suhu-suhu lainnya, ini ditandai dengan besarnya nilai persama y berbanding x.

Persamaan matematis menggambarkan adanya peningkatan nilai ohue, dapat dilihat nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai ohue pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai ohue semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ohue sebesar 0.0095 satuan pada film yang dibungkus dan 0.0067 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ohue sebesar 0.2371 satuan pada film yang dibungkus dan 0.1997 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ohue sebesar 7.062 satuan pada film yang dibungkus dan 7.11 pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai ohue sebesar 34.46 satuan pada film yang dibungkus dan 33.86 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai ohue selama penyimpanan.

Perubahan nilai a dan b berpengaruh pada perubahan nilai °hue, nilai a yang cenderung berkurang derajat kemerahannya dan nilai b yang cenderung meningkat derajat kekuningannya menyebabkan daerah kisaran warna kromatis sampel film bergeser dari merah menjadi kuning seiring meningkatnya nilai °hue. Peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan nilai °hue, dan semakin lama waktu penyimpanan juga menyebabkan ohue semakin meningkat. Berdasarkan hasil yang diperoleh, nilai °hue film indikator warna sebelum penyimpanan lebih tinggi dibandingkan setelah penyimpanan. Hasil ini sejalan jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum (2005),

(15)

nilai °hue pada minuman ringan dan puding agar juga mengalami peningkatan seiring dengan berubahnya warna minuman ringan dan pudding agar secara visual, dari warna merah menjadi warna kekuningan.

4.2.2.5 Nilai ∆E

Total perubahan warna sampel film selama penyimpanan dapat dideteksi melalui nilai ΔE. Nilai ΔE merupakan atribut nilai yang menjadi parameter terjadinya perubahan warna secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai ΔE menunjukkan lebih besarnya total perubahan warna sampel selama penyimpanan, sedangkan semakin kecil nilai ΔE menunjukkan perubahan warna sampel selama penyimpanan relatif kecil (Hutchings 1999). Semakin besar nilai ΔE, menunjukkan menurunnya intensitas warna yang jauh berbeda terhadap warna semula. Perubahan nilai ΔE film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan dan persamaan matematis perubahan nilai ΔE terlihat pada Gambar 17 dan Tabel 8.

Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi sedikit peningkatan nilai ∆E yaitu dari 0 pada hari ke-0, karena hari ke-0 dijadikan sebagai patokan warna awal, menjadi 7.88 pada hari ke-78 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari ∆E yang 0 pada hari ke-0 menjadi 11.85 pada hari ke-78 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi peningkatan nilai ∆E dari 0 pada hari ke-0 menjadi 36.71 pada hari ke-12 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari 0 pada hari ke-0 menjadi 35.73 pada hari ke-12 untuk sampel yang dibungkus. Pada penyimpanan suhu suhu ruang, nilai ∆E meningkat dari 0 pada jam ke-0 menjadi 38.50 pada jam ke-11 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari nilai ∆E yang nol pada jam ke-0 menjadi 36.59 pada jam ke-11 untuk sampel yang dibungkus. Film pada penyimpanan suhu 40oC dengan penyinaran cahaya matahari, nilai ∆E meningkat dari nol pada jam ke-0 menjadi 41.60 pada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan dari nol pada jam ke-0 menjadi 43.54 pada jam ke-2 untuk sampel yang dibungkus.

Perubahan warna sampel menunjukkan lama penyimpanan, suhu dan cahaya dapat menyebabkan terjadinya degradasi antosianin yang menyebabkan perubahan warna sampel dari merah menjadi kekuningan. Peningkatan suhu penyimpanan dan lama penyimpanan mengakibatkan kenaikan nilai ∆E, sebagai imbas dari perubahan nilai L, a, dan b dari sampel film. Data yang didapat memperlihatkan bahwa film yang disimpan pada suhu yang lebih tinggi yaitu suhu ruang dan suhu luar memiliki perubahan nilai ∆E yang lebih besar dan lebih cepat di banding film yang disimpan pada suhu yang lebih rendah yaitu suhu

freezer dan suhu refrigerator. Dari hasil penelitian dapat diketahui, perubahan

warna menyebabkan peningkatan nilai ∆E pada semua suhu penyimpanan, hal ini sejalan dengan hasil penelitian Wanihsuksombat et al. (2010), perubahan

prototype TTI berbasis asam laktat dari warna kuning kehijauan menjadi merah

(16)

(a) (b)

(c) (d) Ket : ♦ Tanpa dibungkus, ■ Dibungkus

Gambar 17 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ∆E film pada suhu:

(a) freezer ((-10)±2oC); (b) refrigerator (3±2oC); (c) ruang (25±3oC),

dan (d) luar yaitu 40oC dengan paparan cahaya

Tabel 8 Kinetika perubahan nilai ∆E film selama penyimpanan Cara

Penyimpanan

Suhu Penyimpanan Persamaan Matematis R2 Dibungkus Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0052x + 0.09 0.85

Refrigerator (3±2oC) y = 0.1219x + 0.53 0.99

Ruang (25±3oC) y = 3.4370x – 2.76 0.98 Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 21.770x + 1.41 0.99 Tanpa

dibungkus

Freezer ((-10)±2oC) y = 0.0034x + 0.33 0.83

Refrigerator (3±2oC) y = 0.0998x - 2.76 0.85

Ruang (25±3oC) y = 3.4750x - 2.87 0.97 Luar (40oC dengan paparan cahaya) y = 20.800x + 1.75 0.98 y (nilai ΔE film), x (lama penyimpanan)

Hal ini sesuai dengan persamaan matematis yang menggambarkan adanya peningkatan nilai ΔE, dapat dilihat nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai ΔE pada penyimpanan suhu luar lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai ΔE semakin cepat mengalami peningkatan. Pada suhu freezer setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar 0.0052 satuan pada film yang dibungkus dan 0.0034 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu refrigerator setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar 0.1219 satuan pada film yang dibungkus dan

0 10 20 30 40 50 0 500 1000 1500 2000 Nila i Δ E

Lama penyimpanan (jam)

0 10 20 30 40 50 0 100 200 300 400 Nila i Δ E

Lama penyimpanan (jam)

0 10 20 30 40 50 0 5 10 15 Nila i ∆E

Lama Penyimpanan (Jam)

0 10 20 30 40 50 0 1 2 3 Nila i ∆E

(17)

0.0998 pada film yang tidak dibungkus. Pada suhu ruang setiap jamnya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar 3.437 satuan pada film yang dibungkus dan 3.475 pada film yang tidak dibungkus, dan pada suhu luar setiap harinya terjadi peningkatan nilai ΔE sebesar 21.77 satuan pada film yang dibungkus dan 20.80 pada film yang tidak dibungkus. Dari hasil uji t terhadap nilai kemiringan (slope) dan nilai intersep didapatkan hasil nilai t hitung lebih kecil dari pada nilai t tabel, hal ini menunjukkan bahwa perlakuan pembungkusan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai ΔE selama penyimpanan.

4.2.2.6 Perubahan kadar air dan ketebalan selama penyimpanan

Pengukuran kadar air film selama penyimpanan dilakukan untuk melihat ketahanan film selama disimpan. Kadar air film selama penyimpanan juga mengalami penurunan pada penyimpanan freezer dan refrigerator di awal penyimpanan, hal ini disebabkan karena menguapnya atau berpindahnya air pada film ke ruangan penyimpanan karena tingkat kelembaban yang rendah, terutama pada suhu freezer dengan RH 25-30%. Perubahan nilai kadar air indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan terlihat pada Gambar 18.

(a) (b)

(c) (d) Ket : ♦ Tanpa dibungkus, ■ Dibungkus

Gambar 18 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai kadar air film pada suhu:

(a) freezer ((-10)±2oC); (b) refrigerator (3±2oC); (c) ruang (25±3oC),

dan (d) luar yaitu 40oC dengan paparan cahaya

Pada penyimpanan suhu freezer terjadi penurunan kadar air dari 27.375 menjadi 16.735 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 28.4175 menjadi 16.08 untuk sampel yang dibungkus. Untuk sampel yang disimpan pada suhu

0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3 4 11 18 48 78 K a d a r Air ( %)

Lama Penyimpanan (Hari)

0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K a da r Air (%)

Lama Penyimpanan (hari)

0 5 10 15 20 25 30 0 1 K a da r Air (%)

Lama Penyimpanan (Hari)

0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 K a da r A ir ( %)

(18)

refrigerator terjadi penurunan kadar air dari 25.825 menjadi 18.02 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 27.07 menjadi 18.355 untuk sampel yang dibungkus. Untuk suhu ruang kadar air cendrung tidak mengalami penurunan yang berarti yaitu dari 19.02 menjadi 19.175 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 16.87 menjadi 16.81 untuk sampel yang dibungkus. Sedangkan pada sampel yang disimpan pada suhu luar dengan penyinaran matahari, kadar air turun dalam waktu 2 jam penyimpanan, yaitu dari 19.27 pada jam ke-0 menjadi 14.02 ada jam ke-2 untuk sampel yang tidak dibungkus dan 19.09 menjadi 15.78 untuk sampel yang dibungkus. Hal ini disebabkan oleh panasnya suhu dan panas dari cahaya matahari yang menyebabkan menguapnya air dari film ke udara.

Ketebalan film selama penyimpanan cendrung stabil berkisar antara 0.20 mm-0.22 mm. Hal ini terjadi karena bahan tidak mengalami kehilangan atau penambahan kadar air yang berarti, sehingga tidak terjadi penipisan maupun penebalan yang besar. Tidak terlihatnya perubahan ketebalan juga karena pengukuran ketebalan film hanya dilakukan micrometer scrup yang hanya memiliki ketelitian 0.01 mm, sehingga tidak terlihat nilai perubahan yang berarti pada ketebalan film. Perubahan nilai ketebalan film indikator untuk masing-masing suhu penyimpanan terlihat pada Gambar 19.

(a) (b)

(c) (d) Ket : ♦ Tanpa dibungkus, ■ Dibungkus

Gambar 19 Hubungan lama penyimpanan terhadap ketebalan film pada suhu:

(a) freezer ((-10)±2oC); (b) refrigerator (3±2oC); (c) ruang (25±3oC),

dan (d) luar yaitu 40oC dengan paparan cahaya 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0 1 2 3 4 11 18 48 78 K et eba la n ( m m )

Lama Penyimpanan (Hari)

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 K et eba la n ( m m )

Lama Penyimpanan (Hari)

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0 1 K et eba la n ( m m )

Lama Penyimpanan (Hari)

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0 1 2 K et eba la n ( m m )

(19)

4.3 Aplikasi kemasan cerdas pada penyimpanan produk pangan

Film indikator yang dihasilkan dari penelitian ini dapat diaplikasikan menjadi kemasan cerdas yang merupakan TimeTemperature Indicator (TI), yaitu kemasan cerdas yang dapat memberikan informasi apakah suhu berada di atas atau di bawah suhu kritis penyimpanan yang dianjurkan pada masing-masing produk. Label indikator warna daun erpa ini dapat ditempelkan pada kemasan pangan, akan memberikan informasi mengenai perubahan suhu pada kemasan selama distribusi maupun penyimpanan, hal ini ditunjukkan dengan respons perubahan warna dari merah menjadi kuning. Perubahan warna merah menjadi kuning yang disebabkan oleh faktor perubahan suhu selama penyimpanan terjadi karena kerusakan dan perubahan warna antosianin yang merupakan pigmen warna merah pada indikator warna, yaitu melalui tahapan : (i) terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosidik antosianin dan menghasilkan aglikon-aglikon yang labil; dan (ii) terbukanya cincin aglikon sehingga terbentuk gugus karbinol dan kalkon yang berwarna kuning hingga tidak berwarna.

Selman (1995) menjabarkan syarat-syarat TTI untuk dapat digunakan secara komersial dalam kemasan pangan adalah :

 Mudah untuk digunakan dan diaktivasi dan tidak merusak kemasan

 Harus diaplikasikan dan diaktivasi pada saat pengemasan (bukan sebelum pengemasan).

 Harus memberikan respon yang akurat mengenai perubahan suhu penyimpanan dan fluktuasi suhu yang cepat. Respon ini harus tidak dapat balik (irreversible) dan berkorelasi dengan kerusakan aktual pada bahan pangan.

 Perubahan TTI berkorelasi dengan kerusakan produk

Berdasarkan data yang didapatkan, film indikator warna yang dihasilkan telah memenuhi syarat-syarat tersebut, hal ini terbukti film indikator warna yang dihasilkan lebih stabil pada suhu penyimpanan yang lebih rendah seperti pada suhu freezer, suhu ini dapat digunakan sebagai suhu penyimpanan film indikator warna sebelum digunakan sebagai kemasan cerdas. Kemampuan untuk berubah warna sehingga dapat memberikan respon terhadap perubahan suhu penyimpanan dibuktikan dengan perubahan warna film indikator warna ketika disimpan pada suhu yang lebih tinggi, karena film indikator warna akan sangat mudah terdegradasi pada suhu penyimpanan suhu ruang dan suhu luar dengan penyinaran matahari. Oleh karena itu, film indikator warna erpa dapat direkomendasikan untuk diaplikasikan sebagai kemasan cerdas pada susu pasteurisasi yang harus disimpan pada suhu freezer dan refrigerator, karena film indikator warna erpa akan sangat cepat mengalami kerusakan jika disimpan pada suhu ruang dan suhu yang lebih tinggi.

Dalam penelitian ini, sampel produk pangan yang digunakan adalah susu pasteurisasi dengan merek dagang Cimory. Susu pasteurisasi ini memiliki masa simpan selama 10 hari sejak diproduksi jika disimpan pada suhu 3-5o C. Selama ini masa kedaluwarsa produk diinformasikan kepada konsumen melalui tanggal kedaluwarsa yang dicantumkan pada botol. Susu pasteurisasi sangat rentan terhadap suhu tinggi, pada kemasan ditampilkan bahwa susu bisa mengalami kerusakan lebih cepat dari tanggal kadaluarsa apabila disimpan pada suhu lebih tinggi dari 5oC, namun tidak ada label yang bisa memberikan informasi kepada

(20)

distribusi maupun penyimpanan terjadi peningkatan suhu, maka tanggal kedaluwarsa yang dicantumkan pada botol tidak dapat lagi dijadikan acuan. Oleh karena itu diharapkan film indikator warna erpa dapat dijadikan kemasan cerdas acuan, sehingga kesalahan penyimpanan dapat diketahui konsumen. Aplikasi film indikator warna pada kemasan susu pasteurisasi Cimory dapat dilihat pada Gambar 20.

(a)

(b)

Gambar 20 Aplikasi film indikator warna sebagai kemasan cerdas pada kemasan susu pasteurisasi pada penyimpanan (a) suhu refrigerator dan (b) suhu ruang

Pengujian mutu susu pasteurisasi dilakukan melalui uji organoleptik dan uji lempeng total susu pada penyimpanan suhu refrigerator (3±2oC) dan suhu ruang (25-30oC). Uji lempeng total dilakukan untuk melihat total mikroba yang terdapat pada susu pasteurisasi selama penyimpanan.

4.3.1 Uji organoleptik susu pasteurisasi

Uji organoleptik dilakukan untuk melihat penerimaan konsumen terhadap susu pasteurisasi selama penyimpanan, dan untuk mengetahui apakah susu pasteurisasi masih layak untuk dikonsumsi atau tidak. Uji Organoleptik yang dilakukan adalah warna, aroma, dan rasa susu pasteurisasi. Penentuan mutu bahan pangan pada umumnya sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti cita rasa, warna, tekstur dan nilai gizinya serta sifat mikrobiologis. Sebelum faktor-faktor lain dipertimbangkan, faktor visual merupakan faktor warna yang tampil terlebih

(21)

dahulu dan cenderung sangat menentukan. Warna memberikan daya tarik tersendiri dan sangat berpengaruh terhadap penilaian panelis terhadap suatu produk. Produk susu segar memiliki warna putih kekuningan. Warna putih disebabkan karena kandungan kasein dan kalsium fosfat yang merupakan dispersi koloid sehingga tidak tembus cahaya, sedangkan warna kekuningan disebabkan oleh kandungan lemak dalam susu, terutama dipengaruhi oleh zat-zat terlarut dalam lemak seperti karoten yang berasal dari pakan ternak (Buckle et al. 1987). Selama penyimpanan tidak terjadi perubahan warna yang signifikan pada susu yang disimpan pada suhu 4oC, hingga hari ke 10 penilaian panelis adalah normal/suka terhadap warna susu pasteurisasi.

Aroma juga merupakan salah satu faktor penting pada penilaian mutu atau penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi. Aroma memberikan penilaian terhadap suatu produk apakah produk tersubut layak dikonsumsi atau tidak. Pengujian aroma /flavor susu pasteurisasi segar menunjukkan bau yang mengarah kepada bau yang sedap/enak. Aroma susu pasteurisasi adalah spesifik karena kandungan asam-asam volatil dan lemak dalam susu (Buckle et al. 1987). Pada penyimpanan susu pasteurisasi di suhu 4oC, secara umum aroma susu masih cenderung diterima oleh konsumen sampai hari ke-9 namun pada hari ke-11 hanya 33.3% panelis yang menerima aroma susu dalam batas normal, 50% panelis lain menyatakan kurang suka dan 16.7% menyatakan tidak suka terhadap aroma susu pasteurisasi. Hal ini membuktikan bahwa aroma susu akan semakin tidak normal dan cenderung asam selama penyimpanan, hal ini disebabkan karena semakin banyaknya mikroba yang terdapat pada susu pasteurisasi dan pada hari ke-11 susu pasteurisasi dinyatakan tidak layak konsumsi.

Rasa adalah juga menentukan penilaian mutu dan penerimaan panelis terhadap susu pasteurisasi. Pengujian rasa melibatkan indera pengecap karena rasa merupakan parameter mutu dimana penilaian dilakukan dengan meminum produk yang diujikan. Susu pasteurisasi mempunyai rasa normal, agak sedikit manis karena terdapat kandungan laktosa dan juga akibat penambahan gula, laktosa merupakan satu-satunya karbohidrat yang terkandung dalam susu. Laktosa adalah disakarida yang tersusun dari 1 molekul glukosa dan 1 molekul galaktosa (Buckle

et al. 1987).

Uji rasa menunjukkan bahwa susu pasteurisasi pada lama penyimpanan 0,3,5,7 dan 9 hari masih normal, dibuktikan dengan 66-100% panelis masih menyatakan suka terhadap rasa susu pasteurisasi yang diujikan. Rasa asam pada susu pasteurisasi mulai terdapat pada lama penyimpanan hari ke-11 terjadi penurunan rasa sehingga hanya 26.7% panelis menyatakan bahwa rasa susu normal, dan 73.3% lainnya menyatakan kurang dan tidak suka. Rasa asam diakibatkan dekomposisi komponen susu oleh mikroba yang menyebabkan peragian laktosa menjadi asam laktat, sedangkan rasa pahit disebabkan oleh bakteri pembentuk pepton. Dekomposisi susu pasteurisasi oleh baktei secara enzimatik juga bisa terjadi dan berpengaruh terhadap rasa susu (Buckle et al. 1987). Hasil uji organoleptik susu pasteurisasi dan perubahan warna kemasan cerdas indikator warna erpa selama penyimpanan suhu refrigerator (3±2oC) dapat dilihat pada Gambar 21.

(22)

(a) (b)

(c)

(d)

Gambar 21 Hasil uji organoleptik susu pasteurisasi (a) Warna; (b) Aroma; (c) Rasa; dan (d) perubahan warna kemasan cerdas indikator selama penyimpanan suhu refrigerator (3±2oC)

Pada Gambar 21 dapat dilihat, hasil uji organoleptik susu sejalan dengan perubahan warna pada kemasan cerdas indikator warna erpa. Pada waktu warna, aroma dan rasa susu sudah mengalami perubahan dan ada persentase konsumen yang tidak suka atau tidak menerima produk, maka diwaktu yang sama kemasan cerdas indikator warna erpa juga mengalami perubahan menjadi lebih kekuningan.

4.3.2 Uji Total Mikroba Susu Pasteurisasi

Susu pasteurisasi merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Karena kandungan gizi yang lengkap susu menjadi media yang sangat disukai oleh mikrooganisme untuk tumbuh dan berkembang sehingga bila tidak ditangani secara benar dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak untuk dikonsumsi (Habibah 2011). Mikroorganisme yang berkembang di dalam susu selain menyebabkan susu menjadi rusak juga membahayakan kesehatan manusia

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 3 5 7 9 11 % P an el is

Lama Penyimpanan (Hari)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 3 5 7 9 11 % P an el is

Lama Penyimpanan (Hari)

0 20 40 60 80 100 0 3 5 7 9 11 % P an el is

Lama Penyimpanan (Hari)

(23)

yang mengkonsumsinya. Selain itu penanganan susu yang tidak benar juga dapat menyebabkan daya simpan susu menjadi singkat.

Penyebab utama kerusakan susu adalah mikroba, terutama bakteri. Kerusakan pada susu disebabkan oleh terbentuknya asam laktat sebagai hasil fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat dan juga kontaminasi bakteri lain seperti Escherichia coli. Aktivitas bakteri ini akan menyebabkan aroma susu menjadi berubah dan tidak disukai oleh konsumen. Pertumbuhan mikroorganisme dalam susu dapat menurunkan mutu dan keamanan pangan susu karena perubahan rasa, aroma, warna, konsistensi dan penampakannya (Buckle et al. 1987). Menurut SNI No. 7388 Tahun 2009, Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) untuk susu pasteurisasi adalah dengan total bakteri sebesar 5 × 104 koloni/ml. Perubahan total koloni mikroba dan perubahan warna indikator selama penyimpanan suhu refrigerator (3±2oC) dan suhu ruang (25±3oC) dapat dilihat pada Gambar 22.

(a)

(b)

Gambar 22 Hasil uji total koloni mikroba susu pasteurisasi selama penyimpanan pada suhu (a) refrigerator (3±2oC); (b) ruang (25±3oC)

0 1 2 3 4 5 6 0 2 4 6 8 10 12 Ko lo n o /m l

Lama Penyimpanan (Hari) Total Koloni Mikroba

0 1 2 3 4 5 6 7 0 2 4 6 8 10 12 Ko lo n i/m l

(24)

Pada Gambar 22 dapat dilihat perubahan warna kemasan cerdas indikator warna seiring dengan peningkatan total koloni mikroba meningkat selama penyimpanan. Penyimpanan susu pasteurisasi pada suhu (3±2oC) dapat mempertahankan mutu susu pasteurisasi sampai 9 hari dengan indikator berwarna kuning-merah pada hari ke-9 yang menyatakan bahwa produk harus segera dikonsumsi, dan total mikroba melebihi batas maksimum total koloni mikroba pada hari ke 11 dengan indikator warna berwarna kuning. Pada suhu ruang mutu susu hanya bertahan selama 7 jam dengan indikator berwarna kuning-merah pada hari ke-7 yang menyatakan bahwa produk harus segera dikonsumsi, dan total mikroba melebihi batas maksimum total koloni mikroba pada hari 8 hingga ke-11 dengan indikator warna berwarna kuning.

Susu pasteurisasi pada penyimpanan suhu refrigerator tidak terjadi perkembangan bakteri yang signifikan dan masih berada di bawah BMCM SNI No. 7388 Tahun 2009 yakni dibawah 5 x104 koloni/ml pada penyimpanan 0, 3, 5, 7 dan 9 hari. Kerusakan susu yang disimpan pada suhu refrigerator terjadi pada penyimpanan hari ke -11, dimana total koloni mikroba melebihi batas maksimum cemaran mikroorganisme. Hal ini sejalan dengan pernyataan Habibah (2011), bahwa susu pasteurisasi dapat bertahan selama 9 hari dari tanggal atau hari pemprosesan jika disimpan pada suhu yang ideal yaitu 3-5 ˚C, oleh karena itu susu pasteurisasi harus disimpan dalam lemari es.

Susu pasteurisasi pada penyimpanan suhu ruang cenderung mengalami kerusakan lebih cepat, terjadi peningkatan total koloni mikroba selama penyimpanan. Total koloni mikroba masih berada dibawah batas maksimum koloni mikroba SNI No.7388 tahun 2009 hingga 6 jam penyimpanan. Susu pasteurisasi memiliki total koloni mikroba diatas batas maksimum ketika jam ke-7 penyimpanan yaitu sebesar 5.1 x 104 koloni/ml dan terus meningkat di jam ke 9,10 dan 11. Hal ini menunjukkan bakteri lebih cepat berkembang pada suhu yang lebih tinggi dibanding suhu yang rendah.

Peningkatan total koloni mikroba ini menyebabkan perubahan sifat fisik dari susu pasteurisasi, sehingga susu tidak layak lagi untuk dikonsumsi, seperti pernyataan Buckle et al. (1987), pertumbuhan mikroorganisme di dalam atau pada makanan dapat mengakibatkan berbagai perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan , sehingga bahan pangan tersebut tidak layak untuk di konsumsi lagi. Apabila hal ini terjadi, produk pangan tersebut dinyatakan sebagai bahan pangan yang busuk.

(25)

4.4 Potensi Aplikasi Film Indikator Warna Sebagai Kemasan Cerdas

Film indikator warna daun erpa sangat potensial untuk diaplikasikan pada produk susu pasteurisasi. Film indikator warna daun erpa dapat diaplikasikan dalam bentuk label yang ditempel di bagian luar kemasan susu pasteurisasi. Aplikasi film indikator warna daun erpa ditempel dalam bentuk label bersamaan dengan pedoman warna film indikator warna daun erpa sehingga dapat di aplikasikan sebagai kemasan cerdas. Adanya pedoman warna film indikator warna daun erpa dapat menjadi panduan bagi konsumen, agar konsumen dapat melihat tingkat perubahan warna film indikator warna daun erpa sebagi kemasan cerdas, dan dapat dijadikan panduan kerusakan produk hanya dengan melihat perubahan warna dari film indikator dan mencocokkannya dengan warna panduan. Label indikator warna daun erpa sebagai kemasan cerdas dapat dilihat pada Gambar 23.

Gambar

Gambar  13  Hubungan  lama  penyimpanan  terhadap  nilai  L  film  pada  suhu:
Gambar  14  Hubungan  lama  penyimpanan  terhadap  nilai  a  film  pada  suhu:
Gambar  15  Hubungan  lama  penyimpanan  terhadap  nilai  b  film  pada  suhu:
Gambar 16 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai  o hue film dan perubahan  warna film dengan pada suhu: (a) freezer ((-10)±2 o C); (b) refrigerator  (3±2 o C); (c) ruang (25±3 o C), dan (d) luar yaitu 40 o C dengan paparan  cahaya   20304050607080901000
+7

Referensi

Dokumen terkait

Susu yang disimpan pada suhu chiller akan basi selama 5 hari dalam penyimpanan [5], sedangkan TTI memberikan perubahan warna dari merah kecoklatan menjadi

Ketika diaplikasikan dengan menggunakan 3 Kg jamur tiram, suhu jamur tiram pada kemasan dapat mencapai 15 O C membutuhkan waktu 8 jam setelah jamur disimpan

Keju Edam yang menggunakan bahan baku susu tanpa pasteurisasi, memiliki cita rasa dan konsistensi yang lebih baik jika dibandingkan dengan keju Edam yang menggunakan

Perlakuan suhu berpengaruh terhadap susut bobot, sehingga buah tomat yang disimpan pada suhu 10°C memiliki nilai susut bobot yang lebih rendah bila dibandingkan dengan buah

Setelah disimpan selama tiga bulan, skor kesukaan terhadap atribut warna seduhan mengalami penurunan dengan nilai median dan modus 3 (netral) pada setiap

Namun seiring lamanya penyimpanan, buah manggis yang disimpan pada suhu ruang mengalami peningkatan kekerasan lebih cepat dibandingkan pada suhu dingin karena pada

Namun perbedaan suhu memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap mutu pisang cavendish dimana pisang tidak tahan disimpan pada suhu ruang lebih dari 7 hari karena

Penggunaan susu low fat yang memiliki kadar lemak rendah, yaitu sekitar 1,25 gram per 100 mL dilihat dari kemasan Susu Ultra Low Fat dan penggunaan susu jali yang memiliki kandungan