• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. satunya diukur dari hasil panen yang didapatkan. hasil dari kegiatan pertanian. Pemupukan merupakan upaya untuk mencukupi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. satunya diukur dari hasil panen yang didapatkan. hasil dari kegiatan pertanian. Pemupukan merupakan upaya untuk mencukupi"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kegiatan pertanian dan perkebunan masih menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan oleh sebagian besar penduduk di Indonesia sebagai sumber mata pencaharian mereka. Keberhasilan kegiatan pertanian dan perkebunan salah satunya diukur dari hasil panen yang didapatkan. Kegiatan pertanian dan perkebunan tentu tidak bisa dipisahkan dari komponen yang disebut pupuk, karena pupuk merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam perolehan hasil dari kegiatan pertanian. Pemupukan merupakan upaya untuk mencukupi kebutuhan unsur hara bagi tanaman yang dapat meningkatkan produktivitas tanah dan produksi tanaman. Unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar disebut unsur hara makro, yaitu terdiri dari unsur Nitrogen, Fosfor dan Kaliu (NPK). Ketersediaan unsur hara NPK didalam tanah akan berpengaruh terhadap kuantitas hasil komoditi pertanian. Untuk menyediakan jumlah unsur hara tersebut maka dilakukan pemupukan dalam bentuk pupuk NPK.

Pupuk memainkan peranan yang vital untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan dalam proses pertumbuhan tanaman (Plimer dkk. 2003). Proses pemupukan dalam dosis yang tepat akan lebih bermanfaat bagi tanaman, karena setiap tanaman memerlukan jumlah nutrisi yang berbeda dalam setiap tahap pertumbuhannya. Pada sisi yang lain, pemberian pupuk yang berlebihan justru akan menimbulkan permasalah pencemaran lingkungan, karena tidak semua

(2)

2 nutrisi yang terkandung dalam pupuk bisa terserap oleh tanaman. Sebagai contoh adalah unsur N. Tanaman hanya menyerap 30% dari pupuk N yang diberikan (Dobermann, 2000). Unsur hara yang tidak terserap akan terbuang ke lingkungan disebabkan karena terbawa aliran air dan penguapan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk bagi tanaman. Beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan pupuk lepas lambat (slow release fertilizer) adalah salah satu pilihan teknologi yang bisa meningkatkan efisiensi penyerapan nutrisi yang ada di dalam pupuk. Penggunaan pupuk lepas lambat (slow release fertilizer) secara signifikan bisa mengurangi kemungkinan kehilangan nutrisi, terutama kehilangan unsur nitrogen yang terjadi dari mulai pupuk diberikan sampai proses penyerapan oleh tanaman melalui pelepasan nutrisi secara bertahap. Pupuk lepas lambat juga mengurangi kehilangan ammonia karena penguapan. Hal ini secara substansial telah mengurangi resiko pencemaran lingkungan (Trenkel, 2007). Selama dua dekade terakhir, pengenalan penggunaan pupuk lepas lambat telah banyak dilakukan. Salah satu jenis pupuk lepas lambat yang mudah diproduksi adalah jenis pupuk lepas lambat dengan formulasi matrik dimana komponen aktif tersebar di dalam matrik dan berdifusi dalam rangkaian matrik (Liang dkk. 2006). Pupuk lepas lambat jenis ini memerlukan bahan yang akan berfungsi sebagai matrik yang dicampurkan dengan pupuk kimia dengan kandungan unsur hara tertentu.

Berbagai jenis bahan telah dikembangkan menjadi matrik. Contoh bahan yang telah dikembangkan menjadi matrik adalah zeolit, kompos dan rumput-rumputan (grasses). Bahan-bahan tersebut dipilih karena masing-masing memiliki

(3)

3 kelebihan. Zeolit dipilih menjadi matrik karena zeolit adalah salah satu bahan berpori dengan kemampuan sebagai adsorbent yang baik. Kompos dipilih sebagai matrik karena memiliki kandungan nutrisi yang akan lebih memperkaya nutrisi dalam pupuk. Rumput-rumputan (grasses) dipilih sebagai bahan matrik karena memiliki kandungan lignin yang sekaligus bisa berfungsi sebagai perekat (binder). Bahan lain yang bisa dipergunakan sebagai matrik adalah karbon. Karbon juga telah diteliti sebagai bahan biochar. Biochar adalah adalah produk dari pirolisis biomassa atau limbah padat yaitu proses pemanasan dengan kondisi sedikit oksigen yang akan dihasilkan arang. Disebut biochar jika arang tersebut ditujukan khusus untuk kegunaan remediasi tanah pertanian (Lehmann dkk. 2009). Salah satu bahan yang bisa dimanfaatkan menjadi biochar adalah Baggase Fly Ash (BFA). Baggase Fly Ash (BFA) adalah merupakan produk samping dalam jumlah besar dari pabrik tebu. BFA dihasilkan dari proses pembakaran ampas tebu pada unit boiler. Sebagai sebuah produk samping, BFA memiliki beberapa potensi yang bisa dimanfaatkan. Komposisi kimia dari BFA adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Komposisi kimia dari BFA tanpa perlakuan (Purnomo dkk.2012)

Element % weight SiO2 K2O CaO Al2O3 MgO Fe2O3 Others LOI (carbon) 49.98 3.97 2.78 2.20 1.65 1.22 0.70 37.50

(4)

4 Dari Tabel 1.1 tersebut, terdapat 2 elemen dalam persen yang besar yaitu SiO2 dan karbon. Keberadaan elemen Si dalam jumlah yang besar merupakan potensi tersendiri, karena elemen Si adalah unsur mikro yang diperlukan oleh tanaman. Sedangkan keberadaan unsur karbon dalam jumlah besar juga merupakan kelebihan, karena unsur karbon berperan dalam perbaikan kualitas tanah.

BFA juga telah memiliki porositas awal yang baik dan memiliki luas permukaan pori yang cukup besar melebihi 100 m2/g yang dapat dengan mudah ditingkatkan porositasnya dengan mengurangi partikel yang lebih kecil melalui proses pengayakan sederhana (Purnomo dkk. 2012). Tabel 1.2 di bawah ini menunjukkan nilai porositas awal dari BFA yang belum melalui proses aktivasi.

Tabel 1.2. Karakteristik beberapa fraksi BFA (Purnomo dkk. 2012) Particle Size

(mm) % wt

Proximate (wt.%) Initial porosity

VM FC Ash Vmic (cc/g) Vmes (cc/g) SBET m2/g Small (<0,7 mm) Medium (0,7 – 1,4 mm) Large (> 1,4 mm) 89 10 1 15.6 46.8 36.9 27.6 44.4 53.1 56.8 8.8 10.0 0.050 0.207 0.273 0.007 0.018 0.045 114 475 617

BFA yang belum melalui proses aktivasi pun telah memiliki nilai porositas awal yang baik. Faktor ini merupakan kelebihan yang bisa dimanfaatkan, karena dengan porositas yang baik, BFA dimungkinkan akan bisa menjerap nutrisi dari pupuk jika BFA dipergunakan sebagai bahan matrik.

(5)

5 Selain kelebihan berupa karakterisitiknya, BFA juga tersedia dalam jumlah yang melimpah di Indonesia. Keberadaan BFA di Indonesia sangat besar sekitar 140.000 ton/tahun dan akan terus meningkat namun hingga saat ini BFA belum dimanfaatkan secara optimal (Purnomo dkk. 2011). Dua hal tersebut, baik ketersediaan BFA dalam jumlah yang melimpah dan karakteristiknya diatas, menjadi hal yang mendasari pemilihan BFA sebagai matrik dalam pembuatan pupuk lepas lambat pada penelitian ini.

Dalam pembuatan pupuk lepas lambat dengan formulasi matrik, diperlukan bahan perekat atau binder. Beberapa jenis bahan perekat yang ramah lingkungan juga telah banyak dipergunakan antara lain pati, tanah liat dan molases. Bahan perekat yang dipilih pada penelitian ini adalah molases. Molases sendiri juga merupakan hasil samping dari industri pabrik gula. Molases dihasilkan dari proses kristalisasi. Kristal gula dibuat dalam Vacuum Pans melalui proses pembesaran kristal hingga mencapai ukuran yang dikehendaki dengan cara memasukkan nira kental (syrup), gula leburan, molasses kedalam pans pada kondisi temperatur dan vacuum yang terkendali. Proses kristalisasi dilakukan secara bertahap atau bertingkat, agar didapat kristal gula sebanyak mungkin. Tahap – tahapnya yaitu:

1. Tahap pembuatan inti kristal

Nira kental ditarik ke pan masakan, kemudian dikentalkan lagi sampai masakan menjadi tua kemudian ditambahkan fondan hingga terbentuk inti Kristal

(6)

6 2. Tahap pembesaran kristal

Pembesaran inti Kristal yang telah terbentuk dengan cara pelapisan molekul – molekul sukrosa pada inti Kristal. Pelapisan molekul terjadi karena adanya gaya adhesi antara permukaan inti Kristal dengan molekul sukrosa.

Proses masakan pertama nira kental tersulfitasi dimasukan kedalam pan masakan untuk proses kristalisasi pada keadaan vaccum. Tujuan dari kondisi masakan vakum supaya sukrosa tidak mengalami karamelisasi. Gula yang dihasilkan pada pan masakan ini terdiri dari 3 tingkatan yaitu:

1. Gula A sebagai gula produk

2. Gula C (babonan C) sebagai bibitan untuk pembuatan gula A 3. Gula D (babonan D) sebagai bibitan untuk gula C

Hasil dari kristalisasi adalah berupa massecuite (campuran kristal gula dengan molasses). Pada akhir proses kristalisasi, dilakukan pemisahan dan dihasilkan gula sebagai produk utama dan molases sebagai produk samping (Plur, N., 2014).

Sebagai produk samping, molases banyak dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku untuk beberapa industri antara lain ethanol, methanol, asam asetat dan beberapa industri yang lain. Selain itu, molases juga dimanfaatkan sebagai pupuk cair. Manfaat utama penggunaan molases sebagai pupuk adalah sebagai sumber potassium. Namun selain itu, molases juga memiliki kelebihan lain jika dipergunakan sebagai pupuk yaitu meningkatkan kandungan bahan organik di dalam tanah dan meningkatkan aktivitas mikrobia yang berhubungan dengan proses nitrifikasi di dalam tanah. Molases juga mengandung elemen-elemen sekunder seperti fosfor, sulfur, kalsium dan magnesium walupun dalam jumlah

(7)

7 yang kecil. Penggunaan molases sebagai pupuk juga meningkatkan agregasi tanah dan mengurangi pengerasan permukaan pada tanah keras (Wynne and Meyer, 2002). Dengan kelebihan tersebut, maka molases dipilih sebagai bahan perekat (binder) dalam pembuatan pelet pupuk.

Konsep dasar dari pupuk lepas lambat adalah menunda pelepasan unsur hara yang ada didalam pupuk untuk jangka waktu yang lebih lama sehingga unsur hara tidak akan terbuang percuma ke lingkungan karena pelepasan unsur bisa disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Keberhasilan dari pupuk lepas lambat salah satunya diukur dari lama waktu pelepasan unsur hara yang bisa dicapai. Tingkat kecepatan pelepasan unsur hara dari pupuk lepas lambat (slow release fertilizer) dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor kondisi mekanis dari pelet. Salah satu dari kondisi mekanis pelet yang berpengaruh adalah densitas. Densitas pelet ditentukan oleh proses pencetakan. Perlakuan pada proses pencetakan secara garis besar terdiri dari tahapan pencampuran bahan, pembentukan pelet dan pengeringan. Pada penelitian ini dipilih pengaruh parameter tekanan dan temperatur pengeringan terhadap pupuk lepas lambat yang dihasilkan.

1.2. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang pupuk lepas lambat telah dilakukan beberapa peneliti sebelumnya. Dari penelusuran terhadap jurnal-jurnal penelitian yang dipublikasikan, berikut ini adalah beberapa jurnal penelitian tentang pupuk lepas lambat yang telah dilakukan oleh beberapa orang peneliti.

(8)

8 a. Escobar dkk. (2003), meneliti tentang efek penggunaan pupuk konvensional dan pupuk nitrogen slow-release pada pertumbuhan tanaman zaitun, sekaligus mempelajari tentang kehilangan nitrogen karena leaching. Pupuk konvensional yang dipakai adalah urea, ammonium sulfat, ammonium nitrat dan kalsiumnitrat. Sedangkan pupuk nitrogen slow-release yang dipakai adalah Greenmaster (urea dengan dilapisi sulfur), Basammon, Floanid dan Multicote (urea dengan dilapisi resin). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman zaitun lebih baik ketika diberikan pupuk nitrogen slow-release dan total kehilangan nitrogen dari leaching pada pupuk nitrogen slow-release lebih kecil dibanding pupuk tradisional tanpa coating.

b. Lan dkk. (2007) meneliti tentang persiapan dan properti dari pupuk NPK dengan coating yang mempunyai dua lapisan coating, yang terdiri dari poli-asam akrilat/diatomite sebagai lapisan luar dan chitosan sebagai lapisan dalam. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa rasio pelepasan nutrien efektif tidak sampai 75% kandungan totalnya dalam waktu 30 hari yang memperlihatkan kuantitas yang baik dari pupuk coating dalam hal pelepasan nutrien. Dalam penelitian ini, inti granul yang digunakan merupakan campuran antara sludge biodigester dengan pupuk urea dan coating yang digunakan adalah campuran antara zeolit alam dengan sludge biodigester. c. Alemi dkk. (2010) meneliti tentang pengaruh proses pencetakan pupuk dalam

bentuk pelet (peletisasi) terhadap slow-release Nitrogen di dalam tanah. Bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah kompos dari kotoran hewan dan bentonit sebagai binder. Tujuan dari penelitian yang sudah

(9)

9 dilakukan tersebut adalah untuk mempelajari karakteristik proses pembuatan pelet dan untuk menentukan parameter proses serta fungsi dari binder yang mungkin berperan penting dalam memproduksi pelet pupuk yang berkualitas tinggi. Variasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah variasi tekanan pada saat proses pencetakan pelet. Penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu menghaluskan kotoran hewan yang telah kering. Setelah halus, sampel penelitian tersebut dibasahi dengan air sampai tingkat kandungan air tertentu (11, 16 dan 24%). Selanjutnya sampel disimpan dalam pendingin pada suhu 4⁰C, minimal selama 72 jam. Kemudian sampel tersebut dicetak menjadi pelet dan dipanaskan dengan suhu 75⁰C sebelum dikeluarkan dari cetakan. Pelet pupuk yang dihasilkan selanjutnya diujicobakan pada tanaman gandum untuk dievaluasi pengaruhnya terhadap hasil panen yang diperoleh. Kesimpulan yang didapat dari penelitian tersebut adalah kualitas fisik dari pelet yang tercetak dipengaruhi oleh binder, kadar air dan faktor tekanan pada saat proses pencetakan pelet. Peningkatan densitas dari pelet yang dicetak, berbanding lurus dengan peningkatan besaran tekanan yang diaplikasikan pada saat proses pencetakan (1 – 5 kN) dan berbanding lurus juga dengan peningkatan kadar air (11-24% w.b). Dari uji tanaman, hasil panen dari tanaman gandum yang menggunakan pupuk lepas lambat tercatat meningkat dibandingkan dengan yang menggunakan pupuk biasa.

d. Pyoungchung dkk. (2014) meneliti tentang pelepasan nutrien dari pelet yang dibuat dari biochar rumput gajah dicampur pupuk. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah biochar dari switchgrass, lignin dan pupuk K dan

(10)

10 P. Selanjutnya campuran bahan-bahan tersebut diproses menjadi pelet dengan variasi kandungan lignin sebagai perekat dan variasi suhu pengeringan. Varias kandungan lignin yang dipergunakan adalah 10%, 20% dan 30% dari berat. Sedangkan variasi suhu pengeringan yang dipergunakan adalah 105 ⁰C dan 108 ⁰C. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat pupuk lepas lambat yang ramah lingkungan dengan mengkombinasikan biochar, bahan perekat dan pupuk. Kesimpulannya, penelitian ini membuktikan bahwa jika biochar yang diproduksi dengan proses pirolisis yang cepat, kemudian dicampur dengan pupuk dan lignin sebagai bahan perekat lalu dicetak dalam bentuk pelet dan kemudian dikeringkan dengan suhu yang lebih tinggi dari glass transition temperature bahan lignin, maka pelet yang dihasilkan akan lebih tahan. Dari proses tersebut juga dihasilkan pelet dengan ukuran pori yang lebih kecil, total luas permukaan yang lebih rendah dan juga volume pori yang lebih rendah pula. Kondisi pelet tersebut sangat berperan dalam menahan unsur hara dalam pelet untuk waktu yang lebih lama dan juga berperan memperlambat pelepasan unsur hara dari dalam pelet.

e. Azeem dkk. (2014) melakukan penelitian berupa peninjauan terhadap material-material dan metode-metode untuk membuat pupuk controlled release coated urea. Pada penelitian ini dilakukan telaah terhadap beberapa metode pembuatan controlled release coated urea dan bahan-bahan yang dipergunakan. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pupuk urea yang dibentuk dalam model controlled release coated urea memang berhasil menghambat kehilangan unsur nitrogen dalam pupuk urea

(11)

11 oleh proses perlindian, penguapan dan denitrifikasi. Namun masih terdapat beberapa kekurangan berupa proses yang lebih komplek, biaya produksi yang lebih tinggi serta beberapa dampak turunan yang kurang ramah terhadap lingkungan.

Dari penelusuran terhadap jurnal yang ada, penelitian yang banyak dilakukan dalam bidang slow-release fertilizer adalah model slow-release fertilizer yang mempergunakan coating. Sedangkan penelitian terhadap slow-release fertilizer tanpa coating tidak banyak dilakukan. Salah satu penelitian yang mendekati dengan rencana penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh Alemi dkk. (2010). Yang membedakan adalah bahan-bahan yang dipergunakan dan besaran level tekanan dan suhu pengeringan yang akan dipilih sebagai variasi pada penelitian ini.

1.3. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk pengembangan slow-release fertilizer tanpa coating serta bisa dimanfaatkan sebagai data awal untuk perancangan proses produksi dalam skala yang lebih besar.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui pengaruh variasi tekanan pada proses pencetakan terhadap kecepatan pelepasan unsur hara dalam pupuk lepas lambat;

(12)

12 b. Mengetahui pengaruh variasi suhu pengeringan terhadap kecepatan pelepasan

Gambar

Tabel 1.1.   Komposisi kimia dari BFA tanpa perlakuan (Purnomo dkk.2012)
Tabel 1.2.  Karakteristik beberapa fraksi BFA (Purnomo dkk. 2012)  Particle Size

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan bahwa produktivitas karyawan CV Surya Kencana Food masih belum mampu memenuhi standart maupun target produksi yang ditetapkan oleh

Kerangka pikiran pada dasarnya menggambarkan jalan pikiran rasional dan pelaksanaan penelitian tentang tanggapan remaja terhadap tayangan sinetron Cerita SMA pada

Perairan Muara Badak memiliki 24 jenis plankton, dari hasil analisis indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi menunjukkan bahwa perairan ini

Upaya-upaya peningkatan kualitas dadih baik secara fisik, kimia, maupun mikrobiologis sangat diperlukan.Upaya pengembangan dadih dari makanan tradisional menjadi salah satu produk

[r]

Menurut Rangkuti (2000) pada prinsipnya strategi dapat dikelompokkan berdasarkan 3 (tiga) tipe strategi yaitu, strategi manajemen, strategi investasi dan strategi bisnis. 1) Strategi

Simposium lahan gambut internasional ini dimaksudkan untuk memperkuat momentum dan menjadikannya menjadi aksi untuk mentransformasi restorasi lahan gambut dari fase

pengajar sebab penggunaannya yang tidak sejalan dengan tujuan pengajaran. Karena itu tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai dasar atau acuan untuk menggunakan suatu