• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan fungsi hati (Cotran dkk., 1999). Melihat peran hati yang sangat penting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kerusakan fungsi hati (Cotran dkk., 1999). Melihat peran hati yang sangat penting"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Gangguan hati banyak dialami oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Organ yang merupakan tempat metabolisme nutrisi dan xenobiotik ini rawan terpapar oleh beragam senyawa yang masuk ke dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan fungsi hati (Cotran dkk., 1999). Melihat peran hati yang sangat penting untuk tubuh namun rawan terhadap kerusakan, maka diperlukan agen yang dapat berfungsi sebagai proteksi dari paparan berbagai zat kimia, infeksi virus, kerusakan metabolik, dan alkohol (Cao, 2015). Kerusakan yang terjadi pada hati sangat beragam, yaitu berupa nekrosis hepatosit, kolestasis, dan timbulnya disfungsi hati secara perlahan. Perubahan struktur hati akibat senyawa kimia yang tampak ketika dilakukan pengamatan di bawah mikroskop antara lain berupa radang, fibrosis, degenerasi, dan nekrosis (Robbins dan Kumar, 1996).

Salah satu obat yang dapat menyebabkan kerusakan hati adalah parasetamol atau sering disebut asetaminofen (N-acetyl-para-aminophenol). Parasetamol merupakan obat analgetik antipiretik yang relatif aman digunakan pada dosis lazim yaitu 500-2000 mg (Ikawati, 2010). Hepatotoksisitas pada orang dewasa terjadi pada penggunaan dosis tunggal parasetamol 150-250 mg/kgBB. Hal ini dikarenakan adanya konversi parasetamol menjadi metabolit reaktif yang toksik (Goodman dan Gilman, 2007). Pada Parasetamol dosis tinggi, metabolit reaktif parasetamol (NAPQI) akan bereaksi dengan makromolekul sel-sel hati dan menimbulkan kerusakan dan kematian sel (Yan dkk.,1994).

(2)

Saat ini terapi kerusakan hati dengan menggunakan obat-obat sintesis modern seperti silimarin dan ribavirin, seringkali menghasilkan efikasi yang terbatas, tingginya efek samping, dan harganya mahal (Sabir dan Rocha, 2008).Selama ini penelusuran terhadap agen hepatoprotektif telah banyak dilakukan termasuk dengan pemanfaatan bahan alam. Indonesia memiliki banyak tanaman obat yang dapat dimanfaatkan untuk pengobatan, diantaranya adalah kunyit (Curcuma

domestica Val.) dan meniran (Phyllanthus niruri Linn.). Kunyit (Curcuma domestica Val.) tergolong jenis temu-temuan yang mengandung senyawa

kurkuminoid dan memiliki aktivitas biologis sebagai agen antihepatotoksik (Sujatno, 1997). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol rimpang kunyit 10 mg/kgBB mampu memberikan efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang diinduksi parasetamol 1,35 mg/kgBB (Hartono dkk., 2005). Di samping itu, ekstrak petroleum eter meniran dosis 100 mg/100gBB mamiliki aktivitas hepatoprotektif berdasarkan pengamatan histopatologi organ hati terhadap mencit yang diinduksi parasetamol dosis 500 mg/kgBB (Ahmed dkk., 2005). Senyawa kimia di dalam meniran yaitu

phyllanthin dan hypophyllanthin memiliki efek antioksidatif dan efek

antihepatotoksik terhadap CCl4 dan galaktosamin (Bagalkotkar dkk., 2006). Senyawa kuersetin dalam meniran juga dapat mengurangi efek kerusakan hati pada hewan uji akibat induksi parasetamol (Yousef dkk., 2010). Hasil uji coba pada mencit menunjukkan bahwa ekstrak air dari meniran dapat berperan sebagai agen hepatoprotektif untuk menangkal kerusakan hati (Sabir dan Rocha, 2008).

(3)

Pada penelitian Novianto (2014) diketahui bahwa kombinasi antara ekstrak etanol kunyit pasca distilasi 75 mg/kgBB dan ekstrak etanol meniran 50 mg/kgBB dapat berefek sebagai hepatoprotektif. Bentuk kombinasi ekstrak etanol kunyit dan ekstrak etanol meniran tersebut, kemudian diformulasikan menjadi bentuk sediaan kapsul GAMALIVE B dengan komposisi 240 mg ekstrak kunyit pasca distilasi dan 160 mg ekstrak meniran yaitu dengan perbandingan 3:2 dan ditambah bahan pengisi 176 mg berupa amprotab dan comprecel dengan perbandingan 1:1, sehingga perbandingan kedua ekstrak dengan bahan pengisi adalah 2:1. Formulasi yang berisi kombinasi kedua bahan tersebut perlu dilakukan uji terhadap efek hepatoprotektifnya, karena bahan alam bisa jadi memberikan efek yang berbeda ketika dalam bentuk raw material, ekstrak, maupun ketika dalam bentuk sediaan.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah sediaan kapsul GAMALIVE B yang mengandung ekstrak kunyit pasca distilasi dan ekstrak meniran dengan perbandingan 3:2 memiliki efek hepatoprotektif ?

2. Apakahaktivitas hepatoprotektif sediaan kapsul GAMALIVE B akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang diberikan?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui efek hepatoprotektif sediaan kapsul GAMALIVE B yang mengandungekstrak kunyit pasca distilasi dan ekstrak meniran pada tikus yang diinduksi parasetamol.

(4)

2. Mengetahui dosis optimal dari sediaan kapsul GAMALIVE B yang berefek sebagai hepatoprotektif.

D. Tinjauan Pustaka 1. Hati

Hati adalah organ terbesar dalam tubuh dengan berat 1,2 – 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa dan merupakan pusat dari metabolisme tubuh dengan fungsi yang kompleks (Amirudin, 2009). Di bawah permukaan hati terdapat pembuluh darah masuk (vena porta dan arteri hepatika), duktus hepatikus kiri dan kanan yang menuju ke arah luar dari organ hati. Daerah ini sering disebut vena hepatis (Junqueira, 1995). Hati dilindungi oleh kapsula Glisson yang merupakan jaringan penyambung padat. Kapsula Glisson merupakan jaringan ikat fibrosa setebal 70-100 µm (Delmann dan Brown, 1992). Permukaan superior hati berbentuk cembung dan berada di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian inferior berbentuk cekung dan merupakan atap ginjal kanan, lambung, pankreas dan usus.

Organ hati terbagi menjadi beberapa lobus. Lobus utama hati adalah lobus kanan yang merupakan lobus terbesar dan lobus kiri. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak dapat terlihat dari luar, sedangkan lobus bagian kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiforme dan dapat terlihat dari luar (Price dan Wilson, 1994). Lobus hati dibagi lagi menjadi lobulus-lobulus. Lobulus hati merupakan struktur kecil dari lobus berbentuk silindris yang panjangnya hanya beberapa

(5)

milimeter dan diameternya antara 0,8 sampai 2 milimeter. Satu buah lobulus hati merupakan badan heksagonal yang terdiri dari lempeng-lempeng hati (hepatosit) yang berbentuk kubus, tersusun mengelilingi vena sentralis. Lobulus hati pada manusia terdiri dari 50.000-100.000 unit lobulus (Guyton dan Hall, 1997).

Pembagian lobulus sebagai unit fungsional pada hati dapat dibagi menjadi tiga zona yaitu, zona 1 yang merupakan zona aktif di mana sel-selnya paling dekat dengan pembuluh darah, sehingga zona ini merupakan zona yang pertama kali dipengaruhi oleh perubahan darah yang masuk, zona 2 yaitu zona intermediet, di mana sel-selnya akan memberikan respon kedua dari darah, zona 3, yaitu zona pasif, di mana aktivitas sel-selnya rendah dan akan tampak aktif jika kebutuhannya meningkat (Leeson dkk., 1996). Lempeng-lempeng sel hati dipisahkan oleh kapiler-kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika yang dibatasi oleh sel fagosit (sel kupffer). Sel kupffer adalah sistem monosit-makrofag yang dapat menelan bakteri atau benda asing yang masuk ke dalam darah (Price dan Wilson, 1994).

Secara umum, gambaran histologi hati terdiri dari beberapa komponen yaitu jaringan ikat dan hepatosit.Jaringan ikat pada hati terdapat dalam jumlah yang sedikit. Hati ditutupi oleh selapis jaringan ikat fibrosa dengan tebal 70-100 µm yang disebut kapsula Glisson. Jaringan ikat ini berlanjut ke dalam ruang interlobularis (Delmann dan Brown, 1992). Selain itu hati juga terdiri dari hepatosit. Hepatosit tersusun dari lempeng-lempeng yang saling terkait dan bercabang membentuk seperti anyaman tiga dimensi. Bentuk hepatosit adalah polihedral, dengan inti berbentuk bulat dan terletak di tengah. Terdapat satu atau

(6)

lebih nukleus dengan kromatin yang menyebar. Adanya dua inti diakibatkan karena hasil pembagian sitoplasma yang tidak sempurna setelah terjadi pembelahan inti. Antar hepatosit terdapat saluran sempit (kanalikuli baliaris) yang mengalir dari tepi lobulus ke dalam duktus biliaris (Junqueira, 1995). Permukaan hepatosit terdiri dari enam bagian atau lebih. Di sana terdapat tiga tipe permukaan yang berbeda yaitu permukaan yang mengandung mikrovili dan menghadap ruang perisimusoid, permukaan yang berbatasan dengan kanalikuli baliaris, dan permukaan yang saling berhadapan dan memiliki gap junction (Delmann and Brown, 1992).

Organ hati memiliki peran penting dalam mempertahankan kehidupan dan terlibat dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh. Hanya dengan 10-20% jaringan hati yang berfungsi, sudah mampu menopang kehidupan manusia (Price dan Wilson, 1994). Secara umum fungsi dasar dari hati adalah untuk menyimpan dan menyaring darah, fungsi metabolisme yang terkait dengan sistem metabolisme tubuh, fungsi sekresi yaitu peran hati menghasilkan empedu yang nantinya mengalir melalui saluran empedu menuju ke saluran pencernaan. Adapun fungsi utama organ hati yaitu mensekresi cairan empedu. Cairan empedu dibawa melalui saluran empedu, sedangkan kandung empedu berperan sebagai tempat penyimpanan dan pengeluaran empedu menuju usus halus. Satu liter cairan empedu mampu disekresi oleh organ hati dalam sehari. Komposisi cairan empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid, (terutama lesitin) kolesterol dan pigmen empedu (terutama bilirubin). Pigmen empedu (bilirubin) merupakan hasil akhir dari metabolisme yang digunakan sebagai petunjuk

(7)

penyakit hati dan saluran empedu. Bilirubin akan mewarnai jaringan maupun cairan yang kontak dengannya (Price dan wilson, 1994).

Fungsi spesifik hati yaitu memetabolisme karbohidrat, protein, dan lemak. Pada metabolisme karbohidrat, hati berperan sebagai penyimpanan glikogen, mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, dan membentuk banyak senyawa kimia penting dalam mempertahankan gula darah normal (Guyton dan Hall, 1997). Metabolisme protein juga merupakan hal yang sangat penting. Hati mensintesis hampir semua protein plasma kecuali gamma globulin. Sintesis protein albumin oleh hati digunakan untuk mempertahankan osmotik koloid, protrombin, fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan darah yang lain. Selain itu hati berperan dalam metabolisme lemak. Hati mengoksidasi beta asam lemak secara cepat untuk mensuplai energi, pembentukan sebagian besar lipoprotein, mengubah sebagian besar karbohidrat dan protein menjadi lemak, serta pembentukan sebagian besar kolesterol dan fosfolipid (Guyton dan Hall, 1997).

Hati juga berfungsi sebagai detoksifikasi zat endogen dan eksogen. Enzim-enzim yang terdapat di dalam hati mendetoksifikasi zat tersebut melalui reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau melalui konjugasi menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif (Price dan Wilson, 1994). Hati yang memiliki berbagai fungsi penting di dalam tubuh sangat rentan terhadap kerusakan. Penyebab kerusakan hati diantaranya adalah penyakit autoimun primer (hepatitis lupoid), infeksi virus, obat (misalnya parasetamol, oksifenisatin, metildopa, nitrofurantoin, isoniazid, dan lain-lain), alhokol, dan defisiensi alfa-1-antitripsin (Akintowa dan

(8)

Essien, 1990). Ketika penumpukan senyawa toksik terus terjadi dalam parenkhim hati, nantinya akan menimbulkan luka pada sel hepatosit dan terjadi perubahan histopatologi yang beragam (Himawan, 1992). Hati dalam keadaan normal memiliki permukaan halus dan rata serta berwarna merah kecoklatan, sedangkan hati yang abnormal permukaannya seperti jaringan ikat, kista maupun bintik-bintik dan terdapat perubahan warna (Robins dan Kumar, 1996).

Selain dengan pengamatan histopatologi, parameter lain yang dapat digunakan untuk melihat kerusakan hati adalah aktivitas SGPT dan SGOT. Pada gangguan fungsi hati terdapat peningkatan aktivitas serum transferase yaitu SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase), SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic

Transaminase), laktat dehidrogenase dan bilirubin serum (Wilmana,1995). Serum transaminase merupakan indikator yang peka ketika terjadi kerusakan sel

hepatosit. Kenaikan kadar transaminase dalam serum disebabkan karena sel-sel hati yang kaya akan enzim transaminase telah mengalami nekrosis. Enzim-enzim tersebut kemudian masuk ke dalam peredaran darah, sehingga menyebabkan konsentrasi dalam darah meningkat. Meskipun peningkatkan aktivitas SGPT dan SGOT juga dapat disebabkan oleh penyakit lain seperti penyakit jantung, ginjal, trauma otot yang berat, dan penyakit pada saluran pencernaan (Speicher dan Smith, 1996).

SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau ALT (Alanine

Aminotransferase) mampu mengkatalisis pemindahan gugus amino diantaranya

adalah alanin dan asam alfa-ketoglutarat. SGPT terdapat dalam jumlah yang banyak di sel-sel hati namun terdapat dalam jumlah yang relatif rendah di jaringan

(9)

lain. SGPT relatif lebih sensitif ketika terjadi kerusakan hati dibandingkan dengan SGOT (Sacher dan McPerson, 2000).

Enzim SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau AST (Aspartat Aminotransaminase) merupakan katalisator reaksi antara asam aspartat dan asam alfa-ketoglutarat. SGOT terkandung lebih banyak di dalam jantung daripada hati. Enzim ini juga dapat dijumpai di otot rangka, otak, dan ginjal, sehingga kurang sensitif untuk indikator penyakit hati. Kadar SGOT akan meningkat tajam ketika terjadi perubahan infark miokardium (Husadha, 1996).

Kadar SGPT pada tikus dalam keadaan normal yaitu 17,5-30,2 U/L, sedangkan kadar SGOT pada tikus normal yaitu 45,7-80,8 U/L (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Ada beragam jenis dan wujud dari kerusakan hati. Kerusakan hati akut maupun kronis dapat disebabkan oleh zat hepatotoksin yaitu zat yang memiliki efek toksik terhadap hati pada dosis yang berlebih ataupun pemaparan dalam jangka waktu yang lama (Zimmerman, 1978). Terdapat tiga macam kerusakan yang terjadi pada hati yaitu sitotoksik,kolestatis, dancampuran. Sitotoksik merupakan kerusakan parenkhim hati yang berupa degenerasi, nekrosis sel-sel hati, dan steatosis (degenerasi melemak). Kolestasis merupakan hambatan aliran empedu yang dapat disertai kerusakan hepatosit dan dapat menjadikan luka pada kanalikuler ataupun pada saluran empedu. Sedangkan kerusakan campuran yaitu kombinasi antara kerusakan sitotoksik dan kolestatik. Pada kerusakan hati kronis dapat berupa steatosis, neoplasma, trombosis vena hepatik, dan sirosis (Zimmerman, 1978). Perlemakan hati (steatosis) jika dilihat secara biokimiawi

(10)

ditandai dengan peningkatan kandungan lemak pada hati dalam jumlah besar, yaitu lebih dari 5% dari berat hati manusia normal. Secara histologis, hepatosit terdiri dari bulatan lemak, vakuola kosong yang menggantikan nukleus di batas luar sel. Steatosis adalah suatu respon karena paparan akut zat hepatotoksin kecuali parasetamol yang bersifat reversibel namun tidak sampai menyebabkan kematian hepatosit (Treinen dan Moslen, 2001).

Pada kematian sel hepatosit dapat dibedakan menjadi dua yaitu nekrosis dan apoptosis. Nekrosis adalah kematian sel yang ditandai dengan adanya pembengkakan sel, kebocoran, hancurnya inti, dan masuknya sel-sel radang. Sedangkan apoptosis merupakan penyusutan sel, pecahnya inti, pembentukan badan-badan apoptotik, tanpa disertai peradangan. Kebocoran membran plasma saat mengalami nekrosis dapat dideteksi secara kimiawi dengan menguji kadar enzim dari sitosol yang ada dalam plasma dan serum terutama tingkat aktivitas Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) (Treinen dan Moslen, 2001). Awal perubahan morfologi saat kematian sel berupa edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma, disintegrasi polisom, dan akumulasi trigliserida sebagai butiran lemak. Kematian sel terjadi seiring dengan pecahnya membran plasma, yang sebelumnya telah mengalami pembengkakan mitokondria progresif dengan kerusakan krista, pembengkakan sitoplasma, serta penghancuran organel dan inti sel (Lu, 1995).

Kerusakan kolestasis kanalikuler ditandai dengan tingginya volume empedu akibat gangguan sekresi yang menuju empedu. Secara biokimiawi ada peningkatan kadar senyawa pada serum yang dalam keadaan normal terdapat pada

(11)

empedu. Senyawa tersebut terutama adalah garam empedu dan bilirubin. Saat terdapat gangguan ekskresi pigmen bilirubin, maka bilirubin akan terakumulasi di kulit dan mata dan menimbulkan warna kekuningan (jaundice). Bilirubin juga diekskresi melalui urine menghasilkan warna kuning terang atau coklat gelap pada urine (Treinen dan Moslen, 2001).

Sirosis merupakan kerusakan hati kronis yang disebabkan oleh paparan zat kimia beracun secara berulang, sehingga menyebabkan kerusakan irreversibel, dan mengurangi tingkat harapan hidup pasien. Sirosis ditandai dengan adanya akumulasi jaringan fibrosa secara luas, khususnya serabut kolagen. Sirosis dapat terakumulasi pada jaringan fibrosa dan merupakan respon adanya peradangan dan kerusakan sel hepatosit. Sel hepatosit yang mengalami peradangan karena paparan zat kimia secara terus-menerus, mengakibatkan hancurnya sel dan digantikan oleh jaringan parut fibrotik (Treinen dan Moslen, 2001).

Pemeriksaan patologi hati dapat dilakukan secara makroskopis maupun mikroskopis. Secara makroskopis dapat dilihat berdasarkan perubahan warna dan penampilan yang mengarah pada tanda-tanda toksisitas seperti nekrosis, kongesti, perlemakan hepar, atau sirosis. Secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop cahaya dapat dideteksi berbagai jenis kelainan histologi, yaitu perlemakan, nekrosis, sirosis, nodul hiperplastik, dan neoplasia (Lu, 1995). Namun karena jaringan hati tidak berwarna, perlu dilakukan pewarnaan jaringan agar dapat diamati secara mikroskopis.Pengecatan dengan hematoksilin eosin (HE) dapat berfungsi untuk melihat morfologis nukleus, sitoplasma, dan matrix seluler di bawah mikroskop cahaya (Junqueira dan Carniero, 1995). Hematoksilin

(12)

dan eosin merupakan metode pewarnaan yang telah banyak digunakan untuk pewarnaan jaringan. Hematoksilin adalah bahan pewarna yang digunakan pada pewarnaan histoteknik yang merupakan ekstrak dari pohon yang disebut logwood

tree. Hematoksilin bekerja sebagai pewarna basa. Zat ini akan mewarnai unsur

basofilik jaringan. Hematoksilin akan mewarnai inti dan struktur asam lainnya dari sel (bagian sitoplasma yang terdapat banyak RNA dan matriks tulang rawan) menjadi warna biru. Sedangkan eosin bersifat asam. Eosin akan mewarnai komponen asidofilik jaringan seperti mitokondria, granula sekretoris dan kolagen. Eosin akan mewarnai sitoplasma dan kolagen menjadi warna merah muda (Junqueira dkk., 1995).

2. Kunyit

a. Taksonomi tanaman kunyit : divisi : Spermatophyta subdivisi : Angiospermae kelas : Monocotyledone bangsa : Zingiberales suku : Zingiberaceae marga : Curcuma

jenis :Curcuma domestica Val. (Dalimartha, 2000). b. Morfologi

Berdasarkan Materia Indonesia Jilid I (1977) kunyit adalah tanaman rempah dan obat yang dapat tumbuh sepanjang tahun. Batang tanaman kunyit

(13)

berwarna semu hijau atau sedikit keunguan, berhabitus terna, rimpangnya terbentuk dengan sempurna, bercabang-cabang, dan berwarna jingga. Dalam satu individu tanaman memiliki daun sejumlah 3 sampai 8 helai, dengan tangkai daun beserta pelepahnya memiliki panjang sampai 70 cm, berambut halus jarang-jarang, helaian daun berbentuk lanset lebar,ujung daun lancip berekor, seluruhnya berwarna hijau atau hanya bagianatas yang berdekatan dengan tulang utama berwarna agak keunguan danmemiliki panjang 28- 85 cm, sertalebar 10-25 cm. b. Kandungan

Kunyit (Curcuma domestica Val.) memiliki kandungan senyawa nonvolatil berupa senyawa senyawa fenol, kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Jayaprakasha dkk., 2005). Minyak atsiri yang terkandung dalam kunyit terdiri dari seskuiterpen, dan senyawa turunan fenilpropan yang meliputi turmeron, arturmeron, α dan ß-turmeron, curlon, curcumol, atlanton, turmerol, ß-bisabolen, ß-seskuifelandren, zingiberen, ar-curcumene, humulen, arabinosa, fruktosa, glukosa, pati, tanin, dan damar.

Kandungan kimia kunyit yang berupa kurkuminoid merupakan senyawa diarilheptanoid yang terdiri dari demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin, kurkumin, dan dihidrokurkumin (Hegnauer, 1986). Komponen minyak atsiri dalam kunyit tidak kurang dari 3,02% v/b dan kurkuminoid tidak kurang dari 6,60% yang dihitung sebagai senyawa kurkumin (Depkes RI, 2008).

Salah satu komponen kurkuminoid yaitu kurkumin merupakan senyawa dengan rumus molekul C21H20O6 dan berat molekul 368. Senyawa kurkumin

(14)

menghasilkan larutan berwarna merah kecoklatan pada larutan basa dan apabila ditambah asam akan berubah menjadi kuning (Sudarsono dkk., 1996).

O O H OH H3CO HO O O OCH3 OH H3CO HO O O H OH H HO Kurkumin Demetoksikurkumin Bisdemetoksikurkumin

Gambar 1. Struktur senyawa kurkuminoid dari Curcuma domestica Val. Kurkumin secara signifikan dapat menurunkan SGPT, laktat dehidrogenase, dan hepatic malondialdehyde, namun secara signifikan meningkatkan total kapasitas antioksidan dan level glutation pada hati (Cao dkk., 2006).

Kurkuminoid memiliki aktivitas antioksidan hampir sama dengan antosianin. Perannya sebagai antioksidan disebabkan karena adanya gugus fenolik yang terdapat pada kedua senyawa tersebut. Antioksidan memiliki dua fungsi dalam menangkal radikal bebas. Fungsi pertama adalah sebagai penyumbang atom hidrogen. Antioksidan (AH) dapat memberikan atom hidrogen secara cepat

(15)

kepada radikal lipid (R*, ROD*) dan mengubah radikal ke dalam bentuk yang stabil. Fungsi kedua adalah memperlambat laju autooksidasi.

R* + AH  RH + A* (radikal lipida)

ROO* + AH  ROH + A*

Radikal-radikal antioksidan (A*) yang dihasilkan pada reaksi tersebut relatif lebih stabil dan tidak memiliki energi yang cukup untuk bereksi dengan molekul lipida lain untuk membentuk radikal lipida yang baru (Limantara dan Rahayu, 2008). Aktivitas biologis senyawa kurkuminoid yang terkandung dalam kunyit adalah dapat sebagai agen hepatoprotektif (Sujatno, 1997). Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa ekstrak etanol kunyit dosis 100 mg/kgBB dapat menurunkan kadar SGPT, SGOT, ALP pada tikus yang diberi parasetamol. Ekstrak etanol kunyit dapat mencegah terjadinya nekrosis (Somchit dkk., 2005). Senyawa kurkumin yang terkandung dalam ekstrak kunyit dapat meningkatkan kadar glutation dan meningkatkan aktivitas superoxide dismutase (SOD), glutathione

peroxidase (GPx), glutathione reductase (GR), glutathione S-transferase (GST)

dan catalase (CAT) (Farghaly dan Hussein, 2010). Manfaat kunyit yang lain adalah dapat sebagai antiinflamasi, antibakteri, antiperoksidasi, spasmolitik, meningkatkan sekresi empedu, menurunkan kadar kolesterol darah, dan mencegah kerusakan hati (Sujatno, 1997).

Secara tradisional kunyit masih digunakan untuk mengobati gatal, kesemutan, gusi bengkak, luka, sesak napas, sakit perut, bisul, kudis, encok, sakit kuning, memperbaiki pencernaan, antidiare, dan penawar racun (Rukmana, 1999).

(16)

3. Meniran

Meniran (Phyllanthus niruri Linn.) merupakan tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah tropis. Di Brazil tumbuhan ini sering disebut “Quebra Pedra” yang berarti “stone breaker” (pemecah batuan), di mana ekstrak meniran dapat digunakan untuk mengobati urolithiasis, dan batu ginjal (Michael dkk., 2006).

Meniran dapat ditemukan secara luas di daerah Hainan Cina hingga Indonesia, Kepulauan Solomon (Oseania), dan India. Di Indonesia, meniran dapat tumbuh pada ketinggian 1 sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Meniran secara liar dapat tumbuh pada tempat terbuka yang lembab dan berbatu, pada tanah gambut yang mengandung pasir, ladang, tepi sungai, dan tepi pantai. (Depkes RI, 1977).

a. Meniran secara taksonomi adalah : divisi : Spermatophyta subdivisi : Angiospermae kelas : Dicotyledoneae bangsa : Euphorbiales suku : Euphorbiaceae marga : Phyllanthus

jenis : Phyllanthus niruri Linn. (Hutapea, 1994).

Secara morfologi tanaman meniran merupakan terna dengan tinggi 50-100 cm dengan batang berwarna hijau pucat atau hijau kemerahan. Cabang tanaman meniran berpencar dengan daun tunggal, tumbuh mendatar dari batang pokoknya. Daun meniran berbentuk bulat telur sampai bulat memanjang, berujung bundar

(17)

atau runcing, dengan panjang 5-10 mm, lebar 2,5-5 mm. Permukaan bawah daun memiliki bintik-bintik kelenjar (Depkes RI, 1977).

Kandungan fitokimia pada meniran adalah senyawa yang berperan sebagai antioksidan seperti flavonoid (niruriflavon) dan senyawa fenolik (triterpenoid),

phyllantin, hypophyllantin, dan asam elagat. Senyawa tersebut terlibat dalam

manangkal ROS (Reactive Oxygen species), dan mencegah terbentuknya radikal bebas (Thippeswamy dkk., 2011). Phyllanthin yang terkandung di dalam meniran dapat meningkatkan viabilitas hepatosit, mencegah pelepasan enzim-enzim hati, menurunkan peroksidasi lipid, dan meningkatkan kadar glutation (Bagalkotkar, 2006). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa meniran berperan sebagai antioksidan dan hepatoprotektif karena dapat menangkal radikal bebas, menginhibisi ROS dan lipid peroxidation (Harish and Shivanandappa, 2006).

Kandungan flavonoid kuersetin yang terkandung di dalam ekstrak meniran dapat meningkatkan aktivitas glutathione peroxidase dan glutathione reductase (Guzy dkk., 2004). O OH OH OH O OH HO

Gambar 2. Struktur kimia kuersetin

Selain itu herba meniran digunakan untuk obat penyakit kuning, infeksi saluran air seni, diare, infeksi saluran pecernaan, dan penyakit karena gangguan fungsi hati. Buah meniran yang berasa pahit digunakan sebagai obat luka dan scabies. Akar segar dari meniran digunakan dalam pengobatan penyakit kuning,

(18)

dan daunnya digunakan untuk penambah nafsu makan dan obat anti demam (Sudarsono dkk., 1996). Meniran juga bermanfaat untuk mengobati penyakit ayan, sakit kuning, malaria, demam, batuk, disentri, luka bakar karena api atau air panas, luka koreng atau jerawat (Thomas, 1992).

4. Parasetamol

Parasetamol adalah obat yang memiliki aksi sebagai analgesik antipiretik. Di dalam tubuh parasetamol mengalami biotransformasi dan eliminasi sebagai asam glukoronat dan konjugat sulfat pada dosis terapeutik (Pacifici, 1988).

Bentuk fisik parasetamol yaitu hablur putih, tidak berbau, dengan rasa sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan natrium hidroksida (NaOH) 1 N, mudah larut dalam etanol. Berat molekul parasetamol adalah 151,16 (Depkes RI, 1995) dengan struktur kimia sebagai berikut :

OH

NHCOCH3

Gambar 3. Struktur kimia parasetamol

Parasetamol adalah metabolit aktif dari fenasetin. Pada tahun 1887 fenasetin diperkenalkan untuk terapi campuran analgesik dan diketahui dapat berakibat nefropati pada penyalahgunaan analgesik. Pada tahun 1949 ditemukan metabolit aktif dari asetanilid dan fenasetin yaitu parasetamol yang relatif aman untuk analgesik (Goodman dan Gilman, 2007).

(19)

Parasetamol tidak digolongan ke dalam obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) karena memiliki khasiat antiinflamasi yang relatif kecil. Cara kerja parasetamol yaitu dengan menghambat pembentukan prostaglandin yang merupakan senyawa sebagai mediator nyeri dan inflamasi. Pembentukan prostaglandin berasal dari asam arakhidonat dengan bantuan enzim

cyclooxygenase (COX). Apabila cyclooxygenase ini dihambat, maka prostaglandin tidak akan terbentuk, sehingga rasa nyeri akan berkurang. Parasetamol secara spesifik dapat menghambat enzim COX-3 yang terdapat di otak dan sistem syaraf pusat. COX-3 yang ada di otak menghambat prostaglandin sehingga mempengaruhi termostat di hipotalamus dan berefek menurunkan demam. Penghambatan prostaglandin di otak nantinya juga dapat menurunkan ambang rasa nyeri. Parasetamol tidak menghambat COX-2, sehingga efek parasetamol sebagai antiradang relatif kecil di jaringan. Selain itu parasetamol juga tidak bekerja pada COX-1 sehingga memperkecil efek samping pada lambung karena tidak mempengaruhi produksi prostaglandin di jaringan yang berfungsi melindungi mukosa lambung, sehingga parasetamol tidak mengiritasi lambung (Ikawati, 2010).

Pengobatan nyeri dengan mengkombinasikan parasetamol dengan obat NSAID digunakan untuk pengobatan nyeri yang lebih parah. Parasetamol merupakan obat yang relatif aman digunakan, akan tetapi pada dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan hati (James dkk., 2003).

Parasetamol dapat diabsorbsi secara cepat melalui saluran pencernaan, memiliki waktu paruh sekitar 2 jam dan mencapai konsentrasi puncak di dalam

(20)

plasma pada waktu 30 sampai 60 menit. Parasetamol sedikit terikat oleh protein plasma dan sebagian lainnya oleh enzim mikrosom pada hati. Sebesar 80% dari parasetamol akan mengalami konjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya akan berikatan dengan asam sulfat, di mana keduanya tidak aktif secara farmakologi (Katzung, 1997).

Parasetamol di dalam hati akan mengalami metabolisme. Metabolit utama dari parasetamol adalah senyawa sulfat yang tidak aktif dan konjugat glukoronida yang akan diekskresikan melalui ginjal (James dkk., 2003). Di dalam hati, parasetamol akan dioksidasi oleh bentuk iso sitokrom P450 menjadi metabolit reaktif yang disebut N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI). Metabolit NAPQI adalah metabolit hepatotoksik yang bekerja dengan mengikat secara kovalen protein yang ada dalam hati sehingga menyebabkan stress oksidatif (Nelson, 1995). Senyawa reaktif NAPQI dapat mengasilasi makromolekul selular esensial dan menyebabkan toksisitas. Detoksifikasi NAPQI dilakukan melalui konjugasi dengan glutation. Pada dosis terapi kadar glutation yang ada dalam tubuh mencukupi untuk mendetoksifikasi NAPQI. Glutation merupakan senyawa dengan gugus sulfhidril yang dapat mengikat secara kovalen radikal bebas NAPQI dan menghasilkan konjugat asam merkapturat yang dapat diekskresikan melalui urine (Ikawati, 2010).

Namun apabila parasetamol ada dalam dosis tinggi, akan banyak parasetamol yang diubah menjadi NAPQI. Kadar NAPQI nantinya akan melebihi kadar glutation yang bertugas mendetoksifikasi NAPQI. Hal ini akan menyebabkan kerusakan intraseluler kemudian nekrosis hati (Cairns, 2008).

(21)

Ikatan kovalen antara NAPQI dan makromolekul sel hepatosit, mengakibatkan nekrosis sehingga fungsi serta aktivitas sel hepatosit mengalami penurunan dan akhirnya terjadi kematian sel. Gambar 4 berikut adalah gambaran metabolisme parasetamol. OH N H CH3 O O N CH3 O OH N CH3 O S glutation H OH N CH3 O H N Protein H CYP-450 Glutation H2N-Protein

Gambar 4. Peran glutation terhadap toksisitas parasetamol

Sel hepatosit yang rusak akan melepaskan faktor-faktor penarik dan mengaktivasi sel makrofag hati, dan menyebabkan nekrosis sel. Sel hepatosit yang rusak akan melepaskan enzim-enzim sebagai penanda dari kerusakan tersebut, diantaranya yaitu SGPT dan SGOT (Husadha, 1996).

Dosis lazim parasetamol adalah berkisar antara 325-1000 mg. Dosis total harian tidak boleh lebih dari 4000 mg. Pada orang dewasa, hepatotoksisitas terjadi setelah penggunaan parasetamol dosis tunggal 150-250 mg/kgBB, dosis 20-25 g atau lebih kemungkinan akan menyebabkan kematian. Indikasi klinis kerusakan hati akan tampak dalam 2 sampai 4 hari setelah pemberian dosis toksik. Kadar

(22)

enzim aminotransferase dan konsentrasi bilirubin dalam plasma akan meningkat, dan terjadi pemanjangan masa protombin (Goodman dan Gilman, 2007).

E. Landasan Teori

Kerusakan hati dapat disebabkan oleh obat misalnya parasetamol (Akintowa dan Essien, 1990). Penggunaan parasetamol dosis tinggi menyebabkan kerusakan intraseluler berupa nekrosis pada hati karena adanya metabolit reaktif parasetamol yaituN-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI) yang melebihi kadar glutation yang bertugas mendetoksifikasi NAPQI (Cairns, 2008). Penggunaan parasetamol dalam jumlah berlebih juga dapat menyebabkan peningkatan aktivitas SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamic

Oxaloacetic Transaminase) (Wilmana, 1995).

Senyawa kurkumin yang terkandung dalam kunyit secara signifikan dapat menurunkan SGPT, laktat dehidrogenase, dan hepatic malondialdehyde (Cao dkk., 2015). Senyawa kurkumin dapat meningkatkan kadar glutation dan meningkatkan aktivitas superoxide dismutase (SOD), glutathione peroxidase (GPx), glutathione reductase (GR), glutathione S-transferase (GST) dan catalase (CAT) (Farghaly dan Hussein, 2010).

Meniran memiliki kandungan senyawa yang berperan sebagai antioksidan seperti flavonoid (niruriflavon), phyllantin, dan hypophyllantin. Senyawa tersebut terlibat dalam menangkal ROS (Reactive Oxygen species), dan mencegah terbentuknya radikal bebas (Thippeswamy dkk., 2011). Kandungan flavonoid kuersetin yang terkandung di dalam ekstrak meniran juga dapat meningkatkan

(23)

aktivitas glutathione peroxidase dan glutathione reductase (Guzy dkk., 2004).Selain itu kuersetin memiliki aktivitas sebagai penghambat enzim sitokrom P450karena memiliki gugus hidroksil bebas, yang berperan dalam proses interaksi dengan sitokrom P450 (Yan dkk., 1994).

Penelitian yang dilakukan oleh Novianto (2014) diketahui bahwa kombinasi ekstrak etanol kunyit dan meniran dapat berefek sebagai hepatoprotektif dilihat dari penurunan parameter biokimia darah yaitu SGPT, SGOT, ALP, dan billirubin serta peningkatan kadar total protein dalam serum darah tikus putih jantan Galur Wistar.

Berdasarkan potensi dari kombinasi ekstrak kunyit dan ekstrak meniran sebagai hepatoprotektif, maka dari kedua ekstrak tersebut telah dilakukan formulasi menjadi sediaan kapsul GAMALIVE B. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efek hepatoprotektif dari hasilformulasi sediaan kapsul GAMALIVE B.

F. Hipotesis

Sediaan kapsul GAMALIVE B dengan komposisi ekstrak etanol kunyit pascadistilasi yaitu 240 mg dan ekstrak etanol meniran 160 mg dengan perbandingan 3:2 memiliki efek hepatoprotektif pada tikus yang terinduksi parasetamol.

Gambar

Gambar 1. Struktur senyawa kurkuminoid dari Curcuma domestica Val.
Gambar 2. Struktur kimia kuersetin
Gambar 4. Peran glutation terhadap toksisitas parasetamol

Referensi

Dokumen terkait

Servant leadership merupakan gaya kepemimpinan yang baru yang berprioritas pada pelayanan dalam artian berfokus pada pemberian pelayanan kepada orang lain dengan

Tujuan: Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan media tulis Written Asthma Action Plans (WAAPS) terhadap

THOQOH KAHMASY FAZA Lilia Pasca R., Dr.. RIFQI AINUNNASHIH

*pabila pada saat konsolidasi laporan keuangan (metode ekuitas) terdapat selisih lebih antara biaya perolehan dan bagian perusahaan pengakuisisi atas nilai &ajar aset

Tembang Macapat juga memiliki pedoman-pedoman di dalam penciptaannya, yang di dalam satu pada (bait)nya ada aturan-aturan tersendiri yang harus ada. Syair-syair atau cakepan yang ada

Abu> H}a>tim mengatakan bahwa riwayatnya dari Abu> al-Darda>’ adalah mursal. Al-Nasa>i< menilainya s\iqah. Ibn Hajar menilainya s\iqah. Dalam periwayatan hadis

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisis pengaruh dari budaya organisasi yang terdiri dari dimensi inovasi dan pengambilan resiko, memperhatikan detail,

Sistem Informasi Manajemen (SIM) diharapkan dapat menyediakan informasi bagi pemakainya untuk pengambilan keputusan dengan lebih tepat dan akurat dalam memecahkan