• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indhah Siswoyowati Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indhah Siswoyowati Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRACT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) AKTIF TERHADAP FLEKSIBILITAS SENDI LUTUT PADA LANSIA

DI DESA LEYANGAN KECAMATAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG

Indhah Siswoyowati

Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran

ABSTRACT

The changes that occur in the elderly including reduced joint flexibility. ROM exercise is an alternative that can be done by the elderly with limited joint motion. The purpose of this study is to analyze the influence of active Range of Motion (ROM) exercise toward the knee joint flexibility in the elderly at Leyangan Village East Ungaran Sub-district Semarang Regency.

This study used quantitative approach by quasi-experimental control group design with non-equivalent pre-test and post-test control group design. Data analysis used independent t-test and dependent t-test. The population in this study was elderly aged > 65 years old at Leyangan Village East Ungaran Sub-district Semarang Regency, with the samples as many as 34 respondents were divided into a control and an intervention groups. Data sampling used purposive sampling technique and data instrument used goniometer.This ROM exercise performed 3 times a day which counted 8 movements for every ROM.

The results of this study indicate that there is a difference between of the knee joint flexibility between before and after the active ROM exercise given in the intervention group, with the p-value of 0.010 on the left knee and the p-value of 0.011 on the right knee. There is an influence of the active ROM exercise toward the knee joint flexibility in elderly with the p-value of 0.041 on the left knee and p-value of 0.047 on the right knee. Increased flexibility of the left knee joint and right knee is 2.58 degrees and 2.54 degrees, respectively.

The results of this study indicate that there is a difference in knee joint flexibility in the elderly between before and after making the active ROM exercise in the intervention group, with p-value of 0.010 on the left knee and p-value of 0.011 on the right knee. There is an influence of active ROM exercise toward the knee joint flexibility in the elderly with value of 0.041 on the left knee and p-value of 0.047 on the right knee.

The elderly should be able to take advantage of active ROM exercise as an alternative in the management of geriatric care to increase the flexibility of the knee joint in the elderly.

Keywords : Active ROM exercise, Knee joint flexsibility, Elderly

PENDAHULUAN

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Di masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).

WHO (2009) menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis menjadi 4 (empat) kelompok yaitu usia pertengahan (middle age) antara usia 45

sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia antara 60 dan 74 tahun, lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (Very

old) di atas 90 tahun. Pembagian umur

berdasarkan pendapat beberapa ahli, bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang telah berumur 65 tahun ke atas (Azizah, 2011).

Fleksibilitas atau kelenturan sendi merupakan suatu gerak maksimal yang dapat dilakukan oleh persendian yang meliputi hubungan antara bentuk persendian, otot, tendon dan ligamen sekeliling persendian (Nieman, 2004). Proses menua menyebabkan penurunan produksi cairan sinovial pada persendian dan tonus otot, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi

(2)

lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan (fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan persendian. Kekakuan dapat disebabkan oleh adanya kalsifikasi pada lansia yang akan menurunkan fleksibilitas sendi. Sendi lutut mempunyai struktur ligamentum yang kuat karena berfungsi sebagai penopang tubuh, hal ini juga akan mempengaruhi kemungkinan terjadinya kekakuan pada sendi lutut (Tortora & Grabowski, 2003).

Salah satu alat untuk mencatat batas pergerakan sendi adalah dengan menggunakan geniometer, yaitu suatu alat yang memakai sebuah busur derajat. Batas pergerakan sendi pada satu ekstremitas seharusnya sama dengan batas pergerakan yang terdapat pada sendi yang sama pada ektremitas yang berlawanan, yaitu dengan melakukan perbandingan yang teliti antara sendi yang terkena dengan pasangannya yang normal, perbedaan kecil yang terdapat dapat dinilai (Delp & Manning, 2006).

Menurut World Health Organization (WHO) bahwa penderita gangguan sendi di Indonesia yaitu dislokasi, terkilir, ankilosis dan artritis mencapai 81% dari total populasi, dari jumlah tersebut hanya 29% yang pergi ke dokter, sedangkan 71% cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang dijual bebas. Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas fisik (physical activity), sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Activity Daily

Living/ADL). Latihan dan aktivitas fisik pada

lansia dapat mempertahankan kenormalan pergerakan persendian, tonus otot dan mengurangi masalah fleksibilitas. Upaya menjaga dan memperbaiki kenormalan pergerakan persendian, tonus otot dan mengurangi masalah fleksibilitas pada lansia adalah dengan Latihan rentang gerak atau

Range of Motion (ROM) (Wold, 2009).

Latihan rentang gerak atau Range of

Motion (ROM) adalah kemampuan maksimal

seseorang dalam melakukan gerakan. Merupakan ruang gerak atau batas-batas gerakan dari kontraksi otot dalam melakukan gerakan, apakah otot memendek secara penuh atau tidak, atau memanjang secara penuh atau tidak. ROM dapat mencegah terjadinya kontraktor, atropi otot, meningkatkan peredaran darah ke esktremitas, mengurangi kelumpuhan vaskular, dan memberikan kenyamanan pada klien. Perawat harus

mempersiapkan, membantu, dan mengajarkan klien untuk latihan rentang gerak yang meliputi semua sendi (Lukman & Ningsih, 2012).

Latihan ROM merupakan latihan yang menggerakkan persendian seoptimal dan seluas mungkin sesuai kemampuan seseorang yang tidak menimbulkan rasa nyeri pada sendi yang digerakkan. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke dalam kapsula sendi (Astrand dan Rodahl, 2003). Ketika sendi digerakkan, permukaan kartilago antara kedua tulang akan saling bergesekan. Kartilago banyak mengandung proteoglikans yang menempel pada asam hialuronat yang bersifat hidrophilik, sehingga kartilago banyak mengandung air sebanyak 70-75%. Adanya penekanan pada kartilago akan mendesak air keluar dari matrik kartilago ke cairan sinovia. Bila tekanan berhenti maka air yang keluar ke cairan sinovia akan ditarik kembali dengan membawa nutrisi dari cairan sinovia (Hazzard, et al., 2003; Jenkins, 2005). Sehingga dengan dilakukan latihan ROM pada klien gangguan sendi dapat menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari dengan lebih mandiri.

Penelitian Ulliya (2007), merupakan eksperimen dengan pre post test design. Subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan ROM sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Fleksibilitas sendi diukur pada sebelum, setelah 3 minggu dan setelah 6 latihan ROM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM selama dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 35° atau 43,75%.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 23 Desember 2013 di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang didapatkan jumlah lansia sebanyak 437 lansia. Berdasarkan hasil wawancara dan melakukan pengukuran fleksibilitas sendi terhadap 10 orang lansia dengan menggunakan goniometer merek PASS diperoleh 3 orang (30,0%) mempunyai fleksibilitas sendi lutut masih baik yaitu rentang pergerakan sendi masih mencapai 120 derajat dan mengatakan dapat melakukan sebagian besar aktivitas keseharian meskipun kadang-kadang mengalami kelemahan fisik. Diperoleh pula 7 orang (70,0%) mengalami

(3)

penurunan fleksibilitas sendi lutut karena rentang pergerakan sendi tidak dapat mencapai 120 derajat dan mengatakan tidak dapat melakukan sebagian besar aktivitas keseharian dan sering mengalami mengalami kelemahan fisik. Upaya yang selama ini dilakukan dengan memberikan obat nyeri tulang, balsam, koyo, pijat dan istirahat (tidur). Hasil studi pendahuluan tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar mengalami penurunan fleksibilitas sendi lutut karena rentang pergerakan sendi tidak dapat mencapai 115 derajat, tidak dapat melakukan sebagian besar aktivitas keseharian dan sering mengalami mengalami kelemahan fisik. Upaya yang dilakukan tersebut belum memberikan hasil yang optimal, sedangkan sebagian besar dari mereka belum pernah mengikuti latihan rentang pergerakan sendi atau Range of Motion (ROM) karena tidak mengetahui manfaatnya. Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi, dapat memperparah kondisi sistem muskuloskeletal yang mengalami penurunan karena proses menua.

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul, “Pengaruh Latihan

Range of Motion (ROM) Aktif terhadap

Fleksibilitas Sendi Lutut pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang”.

METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan cara quasi experiment

control group design, metode penelitian yang

digunakan eksperimen semu. Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk non equivalent

pre tes dan post tes control group design. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah

lansia yang berusia >65 tahun di Desa

Leyangan Kecamatan Ungaran Timur

Kabupaten Semarang yaitu sebanyak 437

lansia.

Sampel dalam penelitian ini adalah

lansia

yang

mengalami

gangguan

fleksibilitas sendi lutut di Desa Leyangan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten

Semarang yang diperoleh dari hasil

pengukuran

dengan

menggunakan

goniometer merek PASS.

Sampel

yang

digunakan

untuk

penelitian adalah sebanyak 15 orang untuk

masing-masing kelompok, namun untuk

mengantisipasi adanya drop out dari

sampel maka sampel ditambah menjadi 17

responden. Jadi jumlah sampel dalam

penelitian ini adalah 34 responden.

Proses Pengumpul Data

Guna memperoleh data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan goniometer di mana hasil pengukuran akan ditulis dalam lembar penilaian. Lembar penilaian dilengkapi dengan karakteristik responden yang berisi inisial nama, umur, pendidikan, pekerjaan dan tanggal. Rekapitulasi responden berisi: nomor urut klien, klien sebelum dilakukan latihan ROM, dan klien sesudah dilakukan latihan ROM. Pemeriksaan fleksibilitas sendi lutut menggunakan goniometer merek PASS selanjutnya dicatat pada lembar penilaian.

Istilah goniometer berasal dari bahasa Yunani, gonio yang berarti sudut dan metros yang mempunyai makna mengukur. Sedangkan goniometer adalah alat untuk mengukur sudut. Gonimeter berhubungan dengan pengukuran sudut yang dibentuk oleh segment dari organ tubuh manusia yang dihubungkan oleh sendi. Dalam prakteknya pengukuran sudut dari sendi, dilakukan dengan melekatkan goniometer pada segment-segment yang diukur sudutnya. Goniometer dapat digunakan untuk mengukur sudut pada suatu posisi tertentu maupun secara kontinyu dalam melakukan suatu gerakan (Ozkaya & Nordin, 2009). Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis univariat dan analisis bivariat.

Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan masing-masing variabel. Variabel dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk ukuran tendensi sentral yaitu nilai mean atau rata-rata, median, minimum, maksimum dan standar deviasi. Analisis univariat dalam penelitian ini digunakan untuk menggambarkan variabel independen dan dependen

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau

(4)

berkorelasi. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi uji normalitas data, uji homogenitas atau kesetaraan data dan uji hipotesis.

Guna mengetahui apakah ada beda rata-rata fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur

Kabupaten Semarang digunakan uji dependent

t test untuk data yang berdistribusi normal. Uji t test-independent termasuk dalam uji statistik

parametrik yaitu uji yang menggunakan asumsi-asumsi data berdistribusi normal dengan varian homogen dan diambil dari sampel yang acak.

HASIL PENELITIAN Analisis Univariat

Gambaran Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum Diberikan Latihan Range of Motion (ROM) Aktif pada Lansia pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.

Tabel 1.

Distribusi Frekuensi Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum Diberikan Latihan Range of

Motion (ROM) Aktif terhadap pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran

Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi Kelompok

Intervensi

Fleksibilitas Sendi Lutut Mean Min Maks Std. dev Lutut kiri 83,6324 80,06 89,06 2,29481 Lutut kanan 85,6353 82,06 91,01 2,19778 Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa fleksibilitas sendi sebelum diberikan diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi untuk lutut kiri minimal 80,06º, maksimal 89,06º dan rata-rata 83,63º dengan standar deviasi 2,29481 serta untuk lutut kanan minimal 82,06, maksimal 91,01 º dan rata-rata 85,63 º dengan standar deviasi 2,19778.

Tabel 2.

Distribusi Frekuensi Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum Penelitian terhadap pada

Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

pada Kelompok Kontrol Kelompok

Kontrol

Fleksibilitas Sendi Lutut Mean Min Maks Std. dev Lutut kiri 83,5147 80,06 89,06 2,4768 Lutut kanan 85,6941 82,06 91,01 2,2367 Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa fleksibilitas sendi sebelum penelitian pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol untuk lutut kiri minimal 80,06º, maksimal 89,06 º dan rata-rata 83,51 º dengan standar deviasi 2,4768 serta untuk lutut kanan

minimal 80,06º, maksimal 91,01 º dan rata-rata 85,69 º dengan standar deviasi 2,2367.

Gambaran Fleksibilitas Sendi Lutut Sesudah Diberikan Latihan Range of Motion (ROM) Aktif pada Lansia pada Kelompok Intervensi dan Kontrol.

Tabel 3.

Distribusi Frekuensi Fleksibilitas Sendi Lutut Sesudah Diberikan Latihan Range of Motion (ROM) Aktif pada Lansia

di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada

Kelompok Intervensi Kelompok

Intervensi

Fleksibilitas Sendi Lutut Mean Min Maks Std. dev Lutut kiri 86,2094 81,09 93,63 4,25065 Lutut kanan 88,3294 83,45 97,78 4,47726 Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa fleksibilitas sendi sesudah diberikan diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi untuk lutut kiri minimal 81,09º, maksimal 93,63º dan rata-rata 86,20º dengan standar deviasi 4,26065 serta untuk lutut kanan minimal 83,45, maksimal 97,78 º dan rata-rata 88,32 º dengan standar deviasi 4,47726.

Tabel 4.

Distribusi Frekuensi Fleksibilitas Sendi Lutut Sesudah Penelitian pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran

Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol

Kelompok Intervensi

Fleksibilitas Sendi Lutut Mean Min Maks Std. dev Lutut kiri 83,6282 80,06 89,06 2,49627 Lutut kanan 85,7818 82,06 91,01 2,28288 Berdasarkan Tabel 4, diketahui bahwa fleksibilitas sendi sesudah penelitian pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol untuk lutut kiri minimal 80,06º,

(5)

maksimal 89,06 º dan rata-rata 83,62º dengan standar deviasi 2,49627 serta untuk lutut kanan minimal 82,06º, maksimal 91,01º dan rata-rata 85,78º dengan standar deviasi 2,28288.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui

pengaruh latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Data hasil penelitian berdistribusi normal sehingga di analisis dengan menggunakan uji parametrik.

Tabel 5.

Hasil Uji Kesetaraan Kelompok Kontrol dan Perlakuan Sebelum Latihan Range of Motion (ROM) aktif Perlakuan Latihan ROM N SD Std. error

Mean t hitung p-value Pretest Lutut kiri Kontrol 17 83,5147 0,60071 -0,144 0,887

Intervensi 17 83,6324 0,55657

Lutut kanan Kontrol 17 85,6491 0,54237 0,077 0,939 Intervensi 17 85,6353 0,53304

Berdasarkan hasil uji kesetaraan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan fleksibilitas sendi lansia sebelum penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dengan p value untuk

lutut kiri sebesar 0,887 dan dengan p value untuk lutut kanan sebesar 0,939(α=0,05), artinya fleksibilitas sendi lansia sebelum diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif adalah setara, sehingga bisa dibandingkan.

Perbedaan Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum dan Sesudah Diberikan Latihan ROM Aktif pada Lansia pada Kelompok Intervensi

Tabel 6.

Perbedan Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum dan Sesudah Diberikan Latihan Range of Motion (ROM) Aktif pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Intervensi Kelompok Fleksibilitas Sendi Lutut

Lutut Perlakuan Mean SD t hitung p-value

Intervensi Kiri Sebelum 83,63 2,29 -2,913 0,010

Sesudah 86,21 4,26

Kanan Sebelum 85,63 2,19 -2,889 0,011

Sesudah 88,32 4,47

Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok intervensi rata-rata fleksibilitas sendi sebelum diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lutut kiri sebesar 83,63º dan sesudah 86,21º. Peningkatan fleksibilitas sendi lutut sebesar 2,58 derajat. Berdasarkan uji t-test

dependent menunjukkan pula bahwa nilai t

hitung untuk lutut kiri sebesar -2,913 dan nilai

p value sebesar 0,010 (α=0,05), sehingga

dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara fleksibilitas sendi lutut kiri sebelum dan sesudah diberikan latihan Range

of Motion (ROM) aktif di Desa Leyangan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi.

Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok intervensi rata-rata fleksibilitas sendi sebelum diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lutut kanan sebesar 85,63º dan sesudah 88,32º. Peningkatan fleksibilitas sendi lutut sebesar 2,69 derajat. Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa nilai t hitung untuk lutut kanan sebesar -2,88 dan nilai p value sebesar 0,011 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara fleksibilitas sendi lutut kanan sebelum dan sesudah

(6)

diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur

Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi.

Perbedaan Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Lansia pada Kelompok Kontrol

Tabel 7.

Perbedan Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum dan Sesudah Diberikan Latihan Range of Motion (ROM) aktif pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada Kelompok Kontrol

Kelompok Fleksibilitas Sendi Lutut

Lutut Perlakuan Mean SD t hitung p-value

Kontrol Kiri Sebelum 83,5147 2,4768 -1,460 0,164

Sesudah 83,6282 2,4962

Kanan Sebelum 85,6941 2,2362 -1,412 0,177

Sesudah 85,7818 2,2828

Berdasarkan Tabel 7 tersebut dapat diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok kontrol rata-rata fleksibilitas sendi sebelum penelitian pada lutut kiri sebesar 83,51º dan sesudah 83,62º. Peningkatan fleksibilitas sendi lutut sebesar 0,11 derajat. Berdasarkan uji t-test dependent menunjukkan pula bahwa nilai t hitung untuk lutut kiri sebesar -1,460 dan nilai p value sebesar 0,164 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedan fleksibilitas sendi lutut kiri sebelum dan sesudah penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol.

Berdasarkan Tabel 7 tersebut dapat diketahui bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok kontrol rata-rata fleksibilitas sendi sebelum penelitian pada lutut kanan sebesar 85,69º dan sesudah 85,78º. Berdasarkan uji

t-test dependent menunjukkan pula bahwa nilai t

hitung untuk lutut kanan sebesar -21,412 dan nilai p value sebesar 0,177 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara fleksibilitas sendi lutut kanan sebelum dan sesudah diberikan latihan

Range of Motion (ROM) aktif di Desa

Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol.

Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Aktif terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.

Uji t test-independent digunakan untuk

mengetahui pengaruh latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, di mana dalam pengujian ini akan dibandingkan data yang berasal dari dua kelompok data yang tidak berpasangan.

Tabel 8.

Analisis Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang

Variabel Fleksibilitas Sendi Lutut

Lutut Perlakuan Mean SD t hitung p-value

Fleksibilitas sendi Kiri Kontrol 83,6282 2,49627 -2,155 0,041 Intervensi 86,2094 4,26065 Kanan Kontrol 85,7818 2,28288 -2,090 0,047 Intervensi 88,3294 4,47726

Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa rata-rata fleksibilitas sendi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebelum latihan Range of

Motion (ROM) aktif pada lutut kiri sebesar

83,62º dan setelah latihan Range of Motion (ROM) aktif sebesar 86,20º, peningkatan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 2,58 derajat, sedangkan rata-rata fleksibilitas sendi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan

(7)

Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebelum latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lutut kanan sebesar 85,78º dan setelah latihan

Range of Motion (ROM) aktif sebesar 88,32º.

Peningkatan fleksibilitas sendi lutut kanan sebesar 2,54 derajat.

Hasil uji independen t-test menunjukkan bahwa nilai t hitung untuk lutut kiri sebesar -2,155 dan nilai p-value sebesar 0,041 (α = 0,05) sedangkan nilai t hitung untuk lutut kanan sebesar -2,090 dan nilai p-value sebesar 0,047 (α = 0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.

PEMBAHASAN

Gambaran Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum Diberikan Latihan Range of Motion (ROM) Aktif pada Lansia pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fleksibilitas sendi sebelum penelitian pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol untuk lutut kiri minimal 80,06º, maksimal 89,06 º dan rata-rata 83,51 º dengan standar deviasi 2,4768 serta untuk lutut kanan minimal 80,06º, maksimal 91,01 º dan rata-rata 85,69 º dengan standar deviasi 2,2367. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan fleksibilitas sendi pada lansia.

Responden dalam penelitian ini adalah lansia Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang di mana untuk kelompok kontrol usia paling muda 65 tahun dan paling tua 76 tahun dengan rata-rata 68,64 tahun, sedangkan pada kelompok intervensi usia paling muda 65 tahun, paling tua 76 tahun dengan rata-rata 68,82 tahun. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua responden adalah lansia dimana pada usia tersebut mulai terjadi masalah yang berkaitan dengan sendi , salah satunya adalah fleksibilitas sendi terutama pada lutut. Semakin tua usia responden maka semakin menurun fleksibilitas sendi lututnya.

Usia merupakan faktor penting dalam menentukan fleksibilitas seseorang. Fleksibilitas seseorang meningkat pada masa kanak-kanak dan berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Corbin dan Noble (2000) dalam Bloomfield, dkk (2004) bahwa, fleksibilitas meningkat pada waktu

kanak-kanak sampai masa remaja kemudian menetap, selanjutnya dengan bertambahnya usia, terjadi penurunan mobilitas secara berangsur-angsur. Bertambahnya usia merupakan faktor yang dapat menyebabkan penurunan pada fleksibilitas. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya usia, maka otot-otot, tendon-tendon dan jaringan ikat memendek dan terjadinya proses pengerasan menjadi kapur dari beberapa tulang rawan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan ruang gerak sendi (Bloomfield, dkk, 2004). Sedangkan kalau dilihat dari perkembangan fleksibilitas, Sugiyanto (2003) menjelaskan, Fleksibilitas berkembang cukup pesat pada masa anak besar. Anak perempuan mengalami peningkatan fleksibilitas secara umum yang cepat sampai usia 12 tahun, dan sesudahnya mengalami penurunan. Sedangkan pada anak laki-laki masih terus berkembang sesudah usia 12 tahun. Sedangkan pada lansia proses menua menyebabkan penurunan produksi cairan sinovial pada persendian dan tonus otot, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan (fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan persendian. Kekakuan dapat disebabkan oleh adanya kalsifikasi pada lansia yang akan menurunkan fleksibilitas sendi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fleksibilitas sendi sebelum diberikan diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi untuk lutut kiri minimal 80,06º, maksimal 89,06º dan rata-rata 83,63º dengan standar deviasi 2,29481 serta untuk lutut kanan minimal 82,06, maksimal 91,01 º dan rata-rata 85,63 º dengan standar deviasi 2,19778. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan fleksibilitas sendi pada lansia. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan fleksibilitas sendi adalah faktor otot.

Perubahan fisik pada lansia akibat perubahan komposisi tubuh umumnya bersifat fisiologis, misalnya turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, kemampuan rasa, toleransi tubuh terhadap glukosa, dan berbagai fungsi otak. Perubahan menurut umur pada sistem otot skelet adalah adanya penurunan yang signifikan pada massa otot (sarkopenia) dan kekuatan otot. Pada proses menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan synovial pada persendian,

(8)

tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan (fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan persendian terutama pada sendi lutut. Pada sendi lutut terdapat 25% komponen yang mengalami kekakuan (pada posisi fleksi).

Kekakuan dapat disebabkan oleh adanya kalsifikasi pada lansia yang akan menurunkan lingkup gerak sendi dan menambah nyeri sendi lutut. Pada sendi lutut, karena berfungsi sebagai penopang tubuh maka mempunyai struktur ligamentum yang lebih kuat dan banyak dari pada sendi siku walaupun keduanya sama-sama berjenis sendi engsel. Hal ini juga akan mempengaruhi kemungkinan terjadinya kekakuan yang lebih besar pada sendi lutut tersebut.

Kebanyakan jaringan dalam tubuh terdiri dari satuan-satuan sel hidup yang susunannya disesuaikan dengan fungsi jaringan tertentu. Satuan sel utama dalam jaringannya disebut serabut otot. Serabut tersebut panjang dan kecil serta dikelilingi oleh matriks jaringan ikat yang disebut endomisium. Serabut itu letaknya sejajar dan disusun dalam ikatan. Tiap ikatan dibungkus oleh perimisium, yaitu lapisan kedua dari jaringan ikat. Ikatan-ikatan ini terbungkus dalam epimisium, yaitu lapisan jaringan yang menutupi seluruh otot. Lapisan-lapisan jaringan ikat membentuk kesatuan susunan otot rangka yang berfungsi sebagai penghubung antara serabut otot dengan tulang. Pada kedua ujung otot, lapisan jaringan ikat menyatu dengan daging yang langsung terikat pada tulang. Jaringan ikat memberikan kelentukan pada otot, yakni sifat fisik yang menentukan daya rentang otot. Karena otot seringkali melewati persendian, komponen otot elastis menjadi faktor yang membatasi kelentukan sendi (Dwijowinoto, 2003).

Penelitian Ulliya (2007), merupakan eksperimen dengan pre post test design. Subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan ROM sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Fleksibilitas sendi diukur pada sebelum, setelah 3 minggu dan setelah 6 latihan ROM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 35° atau 43,75%.

Perbedaan Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum dan Sesudah Diberikan Latihan ROM Aktif pada Lansia pada Kelompok Intervensi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok intervensi rata-rata fleksibilitas sendi sebelum diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lutut kiri sebesar 83,63º dan lutut kanan 85,63º, sedangkan rata-rata fleksibilitas sendi sesudah diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif pada lutut kiri sebesar 86,20º dan lutut kanan 88,32º.

Berdasarkan uji t-test dependent

menunjukkan pula bahwa nilai t hitung untuk lutut kiri sebesar -2,913 dan p value sebesar 0,010 dan lutut kanan sebesar -2,889dan p

value sebesar 0,011 (α=0,05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada perbedan yang bermakna antara fleksibilitas sendi lansia sebelum dan sesudah diberikan latihan Range

of Motion (ROM) aktif di Desa Leyangan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan fleksibilitas sendi pada lansia setelah diberikan latihan Range of Motion (ROM) aktif. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan fleksibilitas sendi adalah pemberian latihan Range of Motion (ROM) aktif.

Latihan Range of Motion (ROM) aktif adalah latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa bantuan perawat dari setiap gerakan yang dilakukan. Indikasi latihan aktif adalah semua pasien yang dirawat dan mampu melakukan ROM sendiri dan kooperatif. Manfaat dari latihan ROM aktif memperbaiki tonus otot, meningkatkan mobilisasi sendi, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, meningkatkan massa otot dan mengurangi kehilangan tulang. Untuk latihan ROM aktif, klien dianjurkan untuk melakukan gerakan sesuai yang sudah diajarkan, hindari perasaan ketidaknyamanan saat latihan dilakukan, gerakan dilakukan secara sistematis dengan urutan yang sama dalam setiap sesi, setiap gerakan dilakukan tiga kali denga frekuensi dua kali sehari.

Dosis dan intensitas latihan ROM yang dianjurkan menunjukkan hasil cukup bervariasi. Secara teori tidak disebutkan secara spesifik mengenai dosis dan intensitas latihan ROM tersebut, namun dari berbagai literature

(9)

dan hasil penelitian tentang manfaat latihan ROM dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menerapkan latihan ROM sebagai salah satu intervensi. Penelitian Utami (2009) dengan latihan ROM rutin sedikitnya 2-3 kali setiap minggunya dalam waktu 20-30 menit memberikan manfaat yang berarti diantaranya dapat meningkatkan kekuatan otot dan menurunkan keletihan, dalam hal ini dikhususkan pada lansia yang mengalami penurunan massa otot serta kekuatannya untuk melakukan mobilisasinya. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa kemampuan mobilisasi pada lansia setelah dilakukan latihan Rom aktif lebih baik dari sebelum dilakukan latihan Rom aktif. Smeltzer & Bare (2008) menyebutkan bahwa latihan ROM dapat dilakukan 4 sampai 5 kali sehari, dengan waktu 10 menit untuk setiap latihan (Suratun, 2008).

Perbedaan Fleksibilitas Sendi Lutut Sebelum dan Sesudah Penelitian pada Lansia pada Kelompok Kontrol

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 17 lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur pada kelompok kontrol rata-rata fleksibilitas sendi sebelum penelitian pada lutut kiri sebesar 83,51º dan lutut kanan 85,69º, sedangkan rata-rata fleksibilitas sendi sesudah penelitian pada lutut kiri sebesar 83,62º dan lutut kanan 85,78º.

Berdasarkan uji t-test dependent

menunjukkan pula bahwa nilai t hitung untuk lutut kiri sebesar -1,460 dan p value sebesar 0,164 dan lutut kanan sebesar -1,412 dan p

value sebesar 0,177 (α=0,05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada perbedan fleksibilitas sendi lansia sebelum dan sesudah penelitian di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol. Hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang tidak signifikan fleksibilitas sendi pada lansia setelah penelitian. Salah satu faktor yang menyebabkan fleksibilitas sendi meningkat tidak signifikan adalah kondisi tendon dan ligament yang mulai menurun.

Tendon merupakan sekumpulan jaringan penunjang tempat otot dapat melekat pada tulang. Tendon menghubungkan otot dengan tulang seperti tali, dan bentuk-nya datar atau rata. Tendon terdiri dari jaringan ikat padat yang mempunyai serat yang tersusun oleh garis longitudinal / memanjang. Tendon memiliki regangan yang kecil sehingga memungkinkan

untuk mentransfer kontraksi otot langsung ke tulang yang diikatnya.

Ligamen atau tali pengikat yang ada di sekitar sendi, merupakan pembalut dari jaringan penghubung yang kuat yang fungsi utamanya adalah untuk menguatkan sendi. Ligamen terdiri dari ikatan-ikatan serabut kolagen yang tersusun sejajar dan mempunyai struktur yang sama dengan tendon. Tingkat kemampuan regangnya sama dengan kemampuan yang dimiliki oleh tendon (Yasmin, 2005).

Pengaruh Latihan Range of Motion (ROM) Aktif terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Pada Lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata fleksibilitas sendi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebelum latihan Range of

Motion (ROM) aktif pada lutut kiri sebesar

83,62º dan setelah latihan Range of Motion (ROM) aktif sebesar 86,20º, sedangkan rata-rata fleksibilitas sendi pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang sebelum latihan Range of

Motion (ROM) aktif pada lutut kanan sebesar

85,78º dan setelah latihan Range of Motion (ROM) aktif sebesar 88,32º.

Hasil uji independen t-test menunjukkan bahwa nilai t hitung untuk lutut kiri sebesar -2,155 dan p-value sebesar 0,041 (α = 0,05) sedangkan nilai t hitung untuk lutut kanan sebesar -2,090 dan p-value sebesar 0,047 (α = 0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang.

Permasalahan kesehatan lansia wanita lebih kompleks dari pada lansia pria. Hal ini disebabkan lansia wanita mempunyai siklus hidup yang lebih rumit. Sebelum memasuki lansia, wanita terlebih dahulu memasuki masa yang disebut menopause dan setahun kemudian memasuki masa yang disebut pasca menopause. Perubahan fisik pada lansia akibat perubahan komposisi tubuh umumnya bersifat fisiologis, misalnya turunnya tinggi badan, berat badan, kekuatan otot, daya lihat, kemampuan rasa, toleransi tubuh terhadap glukosa, dan berbagai fungsi otak. Perubahan menurut umur pada sistem otot skelet adalah adanya penurunan yang signifikan pada massa

(10)

otot (sarkopenia) dan kekuatan otot. Pada proses menua biasanya terjadi penurunan produksi cairan synovial pada persendian, tonus otot menurun, kartilago sendi menjadi lebih tipis dan ligamentum menjadi lebih kaku serta terjadi penurunan kelenturan (fleksibilitas), sehingga mengurangi gerakan persendian terutama pada sendi lutut. Pada sendi lutut terdapat 25% komponen yang mengalami kekakuan (pada posisi fleksi).

Kekakuan dapat disebabkan oleh adanya kalsifikasi pada lansia yang akan menurunkan lingkup gerak sendi dan menambah nyeri sendi lutut. Pada sendi lutut, karena berfungsi sebagai penopang tubuh maka mempunyai struktur ligamentum yang lebih kuat dan banyak dari pada sendi siku walaupun keduanya sama-sama berjenis sendi engsel. Hal ini juga akan mempengaruhi kemungkinan terjadinya kekakuan yang lebih besar pada sendi lutut tersebut.

Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi dapat memperparah kondisi tersebut. Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas fisik (physical activity) dan latihan (exercise), sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Activity Daily

Living atau ADL) sehingga Quality of life

menurun. Penurunan LGS disebabkan oleh tidak adanya aktivitas. Untuk mempertahankan kenormalan LGS, sendi dan otot harus digerakkan dengan maksimum dan dilakukan secara teratur.

Fleksibilitas sendi lutut dapat diartikan sebagai kemampuan jaringan di sekitar persendian lutut untuk menghasilkan peregangan tanpa adanya gangguan dan kemudian relaks. Bagi orang berusia lanjut, di mana terjadi penurunan fleksibilitas sendi dari usia 30-70 tahun bisa mencapai 40-50% dianjurkan melakukan aktivitas bergerak bebas pada persendian untuk mencegah proses degenerasi dengan gerakan yang tidak menimbulkan beban berlebihan pada otot, sehingga ada kesempatan otot untuk melakukan pemulihan pada tahap awal, latihan diutamakan pada kelenturan sendi dengan peregangan dan secara bertahap ditingkatkan dengan latihan kekuatan, namun harus dilakukan secara hati-hati dan perlahan.

Penelitian Ulliya (2007), merupakan eksperimen dengan pre post test design. Subyek sebanyak 8 yang dilakukan latihan

ROM sebanyak 5 kali dalam seminggu selama 6 minggu. Fleksibilitas sendi diukur pada sebelum, setelah 3 minggu dan setelah 6 latihan ROM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan yang signifikan antara pengukuran pertama-kedua pada fleksi sendi lutut kanan dan kiri dan antara pengukuran pertama-ketiga pada fleksi sendi lutut kiri. Simpulan pada penelitian ini adalah latihan ROM selama dapat meningkatkan fleksibilitas sendi lutut kiri sebesar 35° atau 43,75%. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa gambaran fleksibilitas sendi sebelum penelitian pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok kontrol rata-rata fleksibilitas sendi 85,69 º dan untuk kelompok intervensi rata-rata 85,63 º.

Ada perbedaan fleksibilitas sendi lansia sebelum dan sesudah diberikan latihan Range

of Motion (ROM) aktif di Desa Leyangan

Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang pada kelompok intervensi, dengan p

value sebesar 0,011 (α=0,05),

Ada pengaruh latihan Range of Motion (ROM) aktif terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang, dengan

p-value sebesar 0,047 (α = 0,05). SARAN

Bagi institusi kesehatan salah satunya puskesmas hendaknya dapat mempromosikan hasil penelitian ini dalam memberikan pelayanan kesehatan seperti di posyandu lansia, panti jompo dengan menginformasikan manfaat latihan Range of Motion (ROM) aktif serta mengajarkan latihan Range of Motion (ROM) aktif sebagai salah satu terapi untuk mengintervensi fleksibilitas sendi lutut pada lansia yang menurun. Bagi lansia, hendaknya dapat memanfaatkan latihan Range of Motion (ROM) sebagai salah satu alternatif dalam penatalaksanaan untuk meningkatkan fleksibilitas sendi lutut pada lansia.

Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya peneliti selanjutnya meningkatkan faktor lain yang mempengaruhi fleksibilitas sendi lutut pada lansia yang berkaitan dengan faktor fisiologis yaitu kondisi tendon dan ligament yang mulai menurun.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Afriwardi, 2004. Ilmu Kedokteran Olahraga. Jakarta : EGC

Astrand dan Rodahl, K. 2003.Textbook of

Work Physiology. 3rd ed. New. York :

McGraw-Hill Book Company.

Astrid, 2008. Komunikasi Massa. Bandung: Bina Cipta

Azizah, M. L. 2011. Keperawatan lanjut usia. Jakarta : Graha Ilmu

Bandiyah, 2009. Lanjut Usia dan Keperawatan

Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika

Bandy, Irion and Bringgler , 2009. The effect of static stretch and dynamic range of motion training on the flexibility of the hamstring muscles. Journal of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 27 (4), 295–300.

Berman, A; Snyder, S.; Kozier, B; Erb, G. 2009. Buku ajar praktik keperawatan

klinis. Jakarta : EGC

Bloomfield. 2004. Language. New York : Holt,Rinehat and Winston.

Bompa. 2004. Power Training For Sport. Canada : Mosaic Press.

Dahlan. 2010. Besar Sampel dan Cara

Pengambilan Sampel dalam. Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3.

Jakarta : Salemba Medika.

Delp dan Manning. 2006. Major Diagnosis

Fisik. Jakarta : EGC

Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Penerbit Gadjah Mada Press.

Hazzard, et al., 2003. Hazzard W.R., Andres

R.,Bierman E.L., Blass J.P (Eds). Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. 2nd ed. Mc Graw-Hill.Inc.

New York:

Hegner, B dan Caldwel, E. 2003. Asisten

keperawatam suatu pendekatan proses keperawata. Jakarta : EGC

Iskandar, dkk, 2009. Psikologi Pendidikan

Sebuah Orientasi Baru, Jakarta: Gaung

Persada Press.

Jenkins, 2005. Pharmacokinetics. CRC Press LLC

Kozier. 2004. Fundamentals of Nursing :

concept theory and practices.

Philadelphia. Addison Wesley.

Lukman dan Ningsih, N. 2012. Asuhan

keperawatan pada klien dengang gangguan sistem muskoloskeletal. Jakarta

: Salemba Medika.

Lukman dan Ningsih, 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan. Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1.

Jakarta : Salemba Medika

Lutan. R. 2003. Belajar Keterampilan Motorik,

Pengantar Teori dan Metode. Depdikbud.

Maryam, R. S., Ekasari, M. F., Rosidawati., Jubaedi, A., & Batubara, I. 2011.

Mengenal usia lanjut dan perawatanya.

Jakarta: Salemba Medika.

Moeloek. 2004. Kesehatan dan Olahraga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nieman, 2004. Principles of Instrumental

Analysis. Ed ke- 5. Philadelphia: Hartcaurt

Brace.

Ozkaya, N dan Nordin, M, 2009.

Fundamentals of biomechanics, Springer-Verlag. USA, 2nd Ed.

Nilawati, S; Krisnatuti, D; Mahendra; Djing O. G. 2008. Care your self Kolesterol. Jakarta : Penebar Plus

Nugroho, W. 2009. Komunikasi dalam

keperawatan gerontik. Jakarta : EGC

Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Jakarta: EGC

Putri, Enarotalis, Henry, Dyah dan Aristiarini, 2013. Pengaruh Senam Aerobik Intensitas

Rendah dan Tinggi Terhadap Fleksibilitas Otot dan Sendi pada Lansia.

http://muskulofirst- vita.blogspot.com/2013/04/pengaruh-senam-aerobik-intensitas.html

Puspitawati, 2010. Perbandingan latihan ROM

unilateral dan latihan ROM bilateral terhadap kekuatan otot pasien hemiparese akibat stroke iskemik di RSUD Kota Tasikmalaya dan RSUD Kab. Ciamis

(12)

Smeltzer dan Bare. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Suratun, Heryati, Manurung dan Raenah, E. 2008. Seri asuhan keperawatan : Klien

gangguan sistem muskuloskelatal. Jakarta

: EGC

Surini dan Utomo, 2003. Fisioterapi Pada

Lansia. Jakarta: EGC

Tortora dan Grabowski, 2003. Principles of

anatomy and physiology. (9th ed.).

Toronto: John Wiley & Sons, Inc

Tseng, et al. 2007. Effects of a rangeof-motion exercise programme. Journal of Advanced

Nursing, 57(2), 181-191.

Ulliya, S, Soempeno, B dan Kushartati, W. 2007. Pengaruh latihan range of motion terhadap fleksibilitas sendi lutut pada lansia di Panti Wreda Wening Wardoyo

Ungaran. Media Ners. Volume 1. Nomor

2, Oktober 2007. Hlm 49

Utomo, 2008. Latihan Koordinasi, Uji Passing

Support. Kick off.

Watson, 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC

Wiarto, G. 2013. Anatomi & fisiologi sistem

gerak manusia. Yogyakarta : Goyen

Publishing

Yulinda. 2009. Pengaruh Empat Minggu

Terapi Latihan Pada Kemampuan Motorik Penderita Stroke Iskemia di RSUP H. Adam Malik Medan (Skripsi).

Universitas Sumatera Utara, Medan Zacky, 2010. Peregangan balistik, peregangan

statis, peregangan dinamis dan peregangan dibantu pasangan/alat http://zackyubaid.blogspot.com/2010/07/p eregangan.html

Referensi

Dokumen terkait

Modul training yang ada saat ini sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada di lantai produksi sehingga perlu dilakukan beberapa perbaikan, salah satunya adalah

Ini berarti responden yang memiliki rumah tidak memenuhi persyaratan kepadatan hunian memiliki kemungkinan 16,43 kali lebih besar untuk terkena penyakit TB dibandingkan dengan

Pemegang Unit Penyertaan memiliki risiko bahwa dalam hal SCHRODER DANA CAMPURAN PROGRESIF memenuhi salah satu kondisi seperti yang tertera dalam ketentuan BAPEPAM & LK

Pada dua indikator tertentu konsumen puas akan kinerja yang diberikan oleh CV Palem Craft Jogja dan pada satu indikator lainnya konsumen merasa tidak puas terhadap

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembentukan dan

Sehingga dapat disimpulkan hasil pengamatan yang diperoleh dari pengamatan pihak observer pada pertemuan ketiga yaitu pembelajaran sudah berjalan dengan baik dibanding

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kotamadya Jakarta Barat khususnya dalam melakukan pencatatan dan pembuatan Akta Kelahiran bagi anak

Bahwa sanksi harta buang termasuk dalam norma larangan dan norma gabungan versi Coleman, maka sanksi harta buang ini tidak sekedar berupaya membatasi dan melarang perceraian dalam