• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMEROLEHAN FONOLOGI PADA PENDERITA DOWN SINDROM (STUDI KASUS PADA SEORANG ANAK SLB FAN REDHA SOLOK SELATAN) ARTIKEL ILMIAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMEROLEHAN FONOLOGI PADA PENDERITA DOWN SINDROM (STUDI KASUS PADA SEORANG ANAK SLB FAN REDHA SOLOK SELATAN) ARTIKEL ILMIAH"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN FONOLOGI PADA PENDERITA DOWN SINDROM

(STUDI KASUS PADA SEORANG ANAK SLB

FAN REDHA SOLOK SELATAN)

ARTIKEL ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan (Strata I)

WIRA SAFARMA PRATAMA

NPM 12080290

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

(2)
(3)
(4)

PEMEROLEHAN FONOLOGI PADA PENDERITA DOWN SINDROM (STUDI KASUS PADA SEORANG ANAK SLB

FAN REDHA SOLOK SELATAN) Oleh

Wira Safarma Pratama1, Aruna Laila²., Afrini Rahmi³ 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pemerolehan fonologi seorang anak down sindrom. Anak yang bernama Annisa merupakan seorang anak penderita down sindrom memiliki kesulitan dalam mengucapkan kata-kata dan menyebabkan sulitnya dipahami apa maksud yang ingin disampaikannya. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana pemerolehan fonologi pada penderita down sindrom berdasarkan bentuk fonetiknya dan perubahan bunyi yang disampaikan oleh anak tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian ini diketahui bahwa kesulitan yang diperoleh seperti dalam bidang fonetik terjadinya penambahan fonem [t], [l], [n] dan [no], pengurangan

fonem [r], [l], [t], [d], [a], [m], [s], [u], [b], [n], dan [g], penggantian fonem [m dengan p], [r dengan l], [z dengan s], [j dengan l], [k dengan t], [n dengan m], [b dengan p] pada setiap kata

yang diucapkan anak. Dalam bentuk perubahan bunyi terdapat asimilasi, disimilasi, netralisasi,

zeroisasi aferesis, zeroisasi apokop, zeroisasi sinkop, metatesis dan anaptiksis protesis.

(5)

ACQUISITION PHONOLOGY IN PEOPLE WITH DOWN SYNDROM (CASE STUDY TO A CHILD SLB FAN REDHA SOUTH SOLOK)

By The

Wira Safarma Pratama1, Aruna Laila²., Afrini Rahmi³ 1) Student of STKIP PGRI West Sumatera

2) 3) Lecturer Program Study Education of language and Art Indonesia of STKIP PGRI West Sumatera

ABSTRACT

The research was motivated by Down Syndrom phonology acquisition. Her named Annisa was a child with Down Syndrom have difficulty in pronounching the words and make it difficult to undertand what a purpose that her want to say. Based on this case, the study alms to describe how to the acquisition of phonology in people with Down Syndrom based on the phonetic shape and change the sound delivered by the child. The research is a qualitative research with descriptive methods. The result of this research is difficulties were obtained as in the field of phonetics of the addition of phoneme [t , l , n and no] , the reduction of the phoneme [r , l , t , d , a , m , s , u , b , n

, and g] , the replacement of the phoneme [m with p , r with l , z with s , j with l , k with t , n with m , b with p] on every word uttered by a child . In the form of sound change are change sound like assimilation , dissimilation , neutralization , zeroisasi aferesis , zeroisasi apokop , zeroisasi syncope , metathesis and anaptiksis protesis.

(6)

A. Pendahuluan

Permasalahan penelitian ini adalah bahwa seorang anak bernama Annisa yang berusia 12 tahun menderita gangguan berbahasa dan termasuk dalam kelompok gangguan berbicara. Annisa seorang anak perempuan dari pasangan yang bernama Nofriadi (32) dan Emiwati (28). Nisa sekarang sedang menjalani proses bimbingan belajar di salah satu SLB Fan Redha Solok Selatan. Kelainan yang diderita Nisa diketahui setelah Nisa dimasukkan ke sekolah dasar oleh keluarganya. Akan tetapi, setelah mengetahui Nisa mengalami kelainan keluarga Nisa memindahkannya ke SLB Fan Redha Solok Selatan. Anak dikategorikan ke down sindrom karena sudah ada seorang dokter yang bernama Dr. Hanafi mendatangi sekolah SLB anak tersebut dan memeriksa masing-masing kelainan yang dimiliki anak. Terlihat juga bahwa Annisa memiliki kelainan down sindrom karena banyaknya di masing-masing daerah mereka memiliki kemiripan secara fisik dan mental serta kemampuan rata-rata yang dimilki. Oleh karena itu, anak tergolong ke dalam down sindrom.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pemerolehan fonologi dalam bentuk fonetik dan perubahan bunyi pada penderita down sindrom seorang anak SLB Fan Redha Solok Selatan tersebut?

Rumusan tujuan penelitian ini adalah “Bagaimanakah pemerolehan fonologi dalam bentuk fonetik dan perubahan bunyi yang terjadi pada penderita down sindrom seorang anak SLB Fan Redha Solok Selatan tersebut”?

Dalam berkomunikasi kompetensi fonologis menjadi salah satu elemen utama berkomunikasi seseorang tidak terkecuali bagi anak-anak berkebutuhan khusus seperti Down

Sindrom. Menurut Brill (dalam Gunarhadi, 2005:14) Down Sindrom memiliki beberapa

karakteristik yaitu: (1) Kekuatan otot lemah, (2) Memiliki tampilan kepala yang sangat khas, (3) Memiliki muka datar dan lebih kecil. Keterbelakangan fisik dan mental anak Down Sindrom kerap menjadi kendala dalam berbahasa, baik produktif maupun reseptif. Kendala utama terlihat dalam hal berbicara atau melafalkan bunyi. Hal tersebut pada akhirnya mempengaruhi sistem komunikasi mereka, baik langsung maupun tidak. Kelainan secara fisik pada anak Down Sindrom menyebabkan adanya perbedaan bentuk dan alat ucap. Lidah yang besar dan menonjol (macroglosia) sehingga bibir atas dan bibir bawah sulit menempel dan melafalkan bunyi-bunyi bilabial. Kondisi tersebut juga mengakibatkan sulitnya anak Down Sindrom untuk menggetarkan lidah ataupun mempertemukan gigi atas dan gigi bawah, juga sulitnya menggerakkan rahang. Dengan demikian, bunyi homorgan seringkali berubah atau mengalami disposisi. Delphie (2009: 12) mengemukakan down sindrom merupakan kelainan genetis kelebihan jumlah kromosom yang menyebabkan keterbelakangan fisik dan mental dengan ciri-ciri yang khas pada keadaan fisiknya, termasuk alat ucap. Dewasa ini, gangguan berbahasa pada anak penderita Down Sindrom dianggap biasa saja atau menjadi suatu hal yang lumrah. Oleh karena itu, perhatian pada mereka pun terkesan kurang.

B. Metodologi Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan maka jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Metode deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai Pemerolehan Fonologi Anak Penderita Down Sindrom Studi Kasus Terhadap Seorang Anak SLB Fan Redha Solok Selatan.

Data dalam penelitian ini adalah seluruh kata-kata yang diucapkan oleh Annisa yang merupakan seorang anak penderita down sindrom. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini adalah Annisa, keluarga Annisa dan guru Annisa. Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat-alat pengumpulan data berupa alat perekam, alat tulis untuk mencatat, dan tabel inventarisasi data untuk mengklasifikasikan data.

Pada penelitian ini digunakan teknik lanjutan simak libat cakap karena dapat berpartisipasi secara langsung dalam pembicaraan tersebut dan juga dapat berhadapan langsung dengan responden yang menjadi objek penelitian. Selain itu, khusus pada teknik libat cakap ini bukan hanya melakukan percakapan dan menyimak pembicaraan yang dituturkan dari responden,

(7)

melainkan juga beberapa keluarga responden dan guru SLB Fan Redha yang berperan dalam mengajarkan responden dalam kesehariannya.

Teknik pengabsahan data yang digunakan adalah teknik ketekunan pengamatan dan triangulasi penyidik. Teknik ketekunan pengamatan maksudnya menemukan ciri-ciri atau unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal secara rinci. triangulasi penyidik adalah dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Pada penelitian ini yang menjadi penyidik dalam pengabsahan data peneliti adalah guru kepala yayasan SLB Fan Redha itu sendiri yaitu Apriliana, S.Pd.

Teknik Analisis Data dalam penelitian ini adalah (1) Data terlebih dahulu ditranskripkan ke dalam bentuk tulisan, (2) mengartikan/memaknai ujaran atau ucapan yang disampaikan anak dalam bentuk bahasa Minang, (3) mengartikan/memaknai ujaran atau ucapan yang disampaikan anak dalam bentuk bahasa Indonesia (4) menganalisis bentuk ucapan tersebut dan mengaitkan dengan bentuk perubahan bunyi, (5) menyimpulkan hasil pengolahan data untuk mengetahui pemerolehan fonologi anak Down Sindrom selama masa penelitian.

C. Hasil Dan Pembahasan

Berikut merupakan hasil dari penelitian yang peneliti temukan temukan selama dalam masa penelitian:

1. Pemerolehan Fonologi Bentuk Fonetis Pada Penderita Down Sindrom (Studi Kasus Kasus Pada Seorang Anak SLB Fan Redha Solok Selatan)

No Bahasa Indonesia Bahasa Minang Ucapan Anak

Bentuk Fonetis

1 rumah rumah umah [umah]

2 ikan lauak auak [awuak]

3 telur talua alu [talU]

4 dapur dapua apu [apU]

5 pasar balai patsa [patsa]

6 motor onda potol [potOl]

7 belajar baraja belaja [belaja]

8 delapan puluh

delapan

delapan puluah delapan palapan [palapan]

9 hafiz hafiz alpis [alpiz]

10 rahel rahel lahel [lahel]

11 matematika matematika ateatik [atəatik]

12 muara labuh muaro labuah palabuah [pəlabuah]

13 jalan-jalan jalan-jalan alan [alan]

14 Janji Janji lanji [lanji]

15 sungai aro sungai aro ngai lo [ngai lO]

16 Tikus mancik pancit [pancIt]

17 dua belas duo baleh uwo ale [wo ale]

18 matahari Matohari tahali [tahalI]

(8)

20 Menari Manari petari [pətari]

21 Boneka Boneka kamika [kamika]

22 Berfoto Bafoto moto [motO]

23 mengampas mangampas apas [apas]

24 Bintang Bintang tang [taῆ]

25 Kelas kelas milas [milas]

26 Pensil Pituluik pisil [pIsil]

27 Meja Meja peja [peja]

28 Kursi Kursi pusi [pusi]

29 lingkaran Lingkaran talan [talan]

30 Cokelat Cokelat cokat [cOkat]

31 Merah Sirah pelah [pɛlah]

32 penghapus Puapuih apus [apUs]

33 Kaus Kaus taus [tawus]

34 Rok Orok norok [norOk]

35 bungkus bungkuih katukuih [katukuih]

36 jengkol jariang jalang [jalaῆ]

37 piring piriang miliang [miliaῆ]

38 gelas galeh Las [las]

39 sendok sendok sunok [sunOk]

40 menangis manangih hangih [hañih]

41 hitam hitam ntam [ntam]

42 ping ping Pin [pin]

43 tahu tahu nahu [nahu]

44 jari manis jari manih panis [panis]

45 kuning kuniang muning [muniῆ]

46 buncit boncik pucit [pucit]

47 jempol jempol tepol [tepOl]

48 telunjuk telunjuk tujuk [tuju?]

49 nahda nahda hada [hada]

50 perut paruik pulut [pulut]

51 uncu uncu cucu [cucu]

52 laila laila hilla [hilla]

53 putih putih Utih [utih]

(9)

55 noval noval val [val]

2. Perubahan Bunyi Pada Penderita Down Sindrom

Berdasarkan data pemerolehan fonologi, ditemukan banyaknya perubahan bunyi pada kata-kata yang dilafalkan Annisa. Perubahan bunyi yang terdapat pada penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Asimilasi b. Disimilasi c. Netralisasi d. Zeroisasi Aferesis e. Zeroisasi Apokop f. Zeroisasi Sinkop g. Metatesis h. Anaptiksis Protesis

Pada penelitian ini ditemukan pemerolehan fonologi berupa penambahan fonem, pengurangan fonem, penggantian pada ucapan anak yang berjumlah 55 yang dituturkan responden. Masing-masing dari bagian tersebut dapat peneliti paparkan beberapa contoh diantaranya:

1. Pemerolehan Fonologi Bentuk Fonetis Pada Penderita Down Sindrom (Studi Kasus Kasus Pada Seorang Anak SLB Fan Redha Solok Selatan)

a. Penambahan Fonem

Bunyi [pasa] diucapkan menjadi [patsa]

“Pada kata [pasa] dalam bahasa Minangkabau diucapkan menjadi [patsa] ketika dilafalkan responden yang diartikan dalam bahasa Indonesia berarti [pasar]. Pengucapan ini terkait dengan penambahan konsonan „t‟ ditengah kata. Bentuk fonetik dari pengucapan kata berupa adanya bilabial dengan dorongan udara dari tenggorokan responden ketika mengucapkan fonem [p,a,t,s,a]. Pada kata [pasa] responden mengalami kesulitan mengucapkan fonem [s] yaitu didahului oleh fonem [t] yaitu lamino palatal berupa pertemuan tengah lidah dengan langit-langit keras. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak”.

Bunyi [rok] diucapkan menjadi [norOk]

“Pada kata [rok] diucapkan menjadi [norOk] ketika dilafalkan responden. Pengucapan ini terkait dengan penambahan kata „no‟ diawal kata . Bentuk fonetik dari pengucapan kata berupa adanya dorongan udara dari tenggorokan responden menghilangkan fonem [n,o,r,o,k]. Pada kata [rok] responden mengalami kesulitan yaitu ditambahkannya fonem [no] diawal kata yaitu alat ucap yang berbentuk lamino palatal berupa pertemuan tengah lidah dengan langit-langit keras. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak”.

b. Pengurangan Fonem

Bunyi [talua] diucapkan menjadi [alU]

“Pada kata [talua] dalam bahasa Minangkabau diucapkan menjadi [alU] ketika dilafalkan responden yang diartikan dalam bahasa Indonesia berarti „telur‟. Pengucapan ini terkait dengan penghilangan konsonan „t‟ diawal kata dan vokal „a‟ diakhir kata. Bentuk fonetik dari pengucapan kata oleh responden tersebut berupa diawali dengan pengucapan kata yang

(10)

dimulai dari bunyi yang berasal dari anak lidah yaitu [a,l,u]. Pada kata [alu] responden mengalami kesulitan mengucapkan fonem [t] yaitu alat ucap yang berbentuk apiko dental berupa pertemuan ujung lidah dengan gigi. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak.

Apabila kita maknai kata [alu] ini memiliki arti dalam bahasa Minangkabau yaitu alat untuk menumbuk beras atau biasa orang Minangkabau menyebutnya „lasuang‟. Akan tetapi, dalam kajian fonetik yang peneliti lakukan ini apapun bentuk bunyi ucapan yang diucapkan oleh anak penderita down sindrom ini, peneliti mengumpulkan seluruh ucapannya tanpa membedakan makna dari apa yang diucapkan oleh responden tersebut”.

Dari tabel diatas terlihat bahwa pemerolehan fonologi pada anak down sindrom ini memiliki kesalahan dalam setiap pengucapan katanya. Diantara 55 ucapan tersebut terdapat penambahan fonem [t], [l], [n] dan [no], pengurangan fonem [r], [l], [t], [d], [a], [m], [s],

[u], [b], [n], dan [g], penggantian fonem [m dengan p], [r dengan l], [z dengan s], [j dengan l], [k dengan t], [n dengan m], [b dengan p] pada setiap kata yang diucapkan anak. Jelas

sekali bahwa Annisa tidak bisa mengucapkan kata-kata tersebut dengan benar”. Bunyi [jalan-jalan] diucapkan menjadi [alan]

“Pada kata [jalan-jalan] dalam bahasa Minangkabau dan bahasa Indonesia diucapkan menjadi [alan] ketika dilafalkan responden. Pengucapan ini terkait dengan pengurangan kata „jalan‟ menjadi satu dan pengurangan konsonan „j‟ diawal kata. Bentuk fonetik dari pengucapan kata berupa adanya dorongan udara dari tenggorokan responden ketika mengucapkan fonem [a,l,a,n]. Pada kata [jalan-jalan] responden mengalami kesulitan mengucapkan fonem [j] yaitu alat ucap yang berbentuk lamino palatal berupa pertemuan tengah lidah dengan awal langit-langit keras. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak”.

Bunyi [Noval] diucapkan menjadi [val]

“Pada kata [Noval] diucapkan menjadi [val] ketika dilafalkan responden. Pengucapan ini terkait dengan penghilangan kata „no‟ diawal kata. Bentuk fonetik dari pengucapan kata berupa adanya dorongan udara dari tenggorokan responden ketika mengucapkan fonem [v,a,l]. Pada kata [noval] responden menghilangkan fonem [no] yaitu alat ucap yang berbentuk lamino palatal berupa pertemuan tengah lidah dengan langit-langit keras. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak”. c. Penggantian Fonem

Bunyi [Rahel] diucapkan menjadi [Lahel]

“Pada kata [Rahel] yaitu nama orang diucapkan menjadi [Lahel] ketika dilafalkan responden. Pengucapan ini terkait dengan penggantian konsonan „r‟ dengan „l‟ diawal kata. Bentuk fonetik dari pengucapan kata berupa adanya dorongan udara dari tenggorokan responden ketika mengucapkan fonem [l,a,h,e,l]. Pada kata [rahel] responden mengalami kesulitan mengucapkan fonem [l menjadi r] yaitu alat ucap yang berbentuk apiko prepalatal berupa pertemuan ujung lidah dengan awal langit-langit keras. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak”.

Bunyi [mancik] diucapkan menjadi [pancIt]

“Pada kata [mancik] dalam bahasa Minangkabau diucapkan menjadi [pancIt] ketika dilafalkan responden yang diartikan kedalam bahasa Indonesia berarti [tikus]. Pengucapan ini terkait dengan penggantian konsonan „m‟ dengan „p‟ diawal kata. Bentuk fonetik dari pengucapan kata berupa adanya dorongan udara dari tenggorokan responden ketika mengucapkan fonem [p,a,n,c,i,t]. Pada kata [mancik] responden mengalami kesulitan mengucapkan fonem [m

(11)

menjadi p] yaitu alat ucap yang berbentuk bilabial berupa pertemuan bibir atas dengan bibir bawah dan fonem [k menjadi t] „k‟ merupakan dorsovelar berupa belakang lidah dengan langit-langit lembut. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak”.

Bunyi [jempol] diucapkan menjadi [tepOl]

“Pada kata [jempol] diucapkan menjadi [tepOl] ketika dilafalkan responden. Pengucapan ini terkait dengan penggantian kata „je‟ diawal kata dan penghilangan konsonan „m‟ ditengah kata. Bentuk fonetik dari pengucapan kata berupa adanya dorongan udara dari tenggorokan responden ketika mengucapkan fonem [t,e,p,o,l]. Pada kata [jempol] responden mengalami kesulitan mengucapkan fonem [j menjadi t] yaitu alat ucap yang berbentuk lamino palatal berupa pertemuan tengah lidah dengan langit-langit keras. Tujuan yang ingin diucapkan responden tetap sama akan tetapi bunyinya saja yang berbeda tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak”.

2. Perubahan Bunyi Pada Penderita Down Sindrom

Berdasarkan data pemerolehan fonologi, ditemukan banyaknya perubahan bunyi pada kata-kata yang dilafalkan Annisa. Perubahan bunyi yang terdapat pada penelitian ini adalah asimilasi,

disimilasi, netralisasi, zeroisasi aferesis, zeroisasi apokop, zeroisasi sinkop, metatesis dan anaptiksis protesis.

a. Asimilasi 1) Pengucapan

[pasar] menjadi [patsa]

“Pada kata [pasar] merupakan bunyi yang tidak sama dengan [patsa], akan tetapi responden mengucapkan bunyi tersebut seperti bunyi yang sama dengan [pasar]. Meskipun seperti itu akan tetapi maksud yang ingin disampaikan responden tetap kata [pasar]”.

2) Pengucapan [jari manih]

[jari manis] menjadi [panis]

“Pada kata [jari manih] merupakan bunyi yang tidak sama dengan [panis], akan tetapi responden mengucapkan bunyi tersebut seperti bunyi yang sama dengan [jari manis]. Meskipun seperti itu akan tetapi maksud yang ingin disampaikan responden tetap kata [jari manis]”.

b. Disimilasi

1)

Pengucapan

[rahel]

Menjadi [lahel]

“Pengucapan kata [rahel] menjadi [lahel] termasuk ke dalam perubahan bunyi jenis disimilasi karena terjadi perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Bunyi [rahel] akan terdengar mirip dengan bunyi [lahel] meskipun konsonan „r‟ diganti dengan „l‟ tetapi maksud yang ingin disampaikan responden tetap kata [rahel]”.

2) Pengucapan [janji]

Menjadi [lanji]

“Pengucapan kata [janji] menjadi [lanji] termasuk ke dalam perubahan bunyi jenis disimilasi. Bunyi [janji] akan terdengar mirip dengan bunyi [lanji] meskipun konsonan „j‟ diganti dengan „l‟ akan tetapi maksud yang ingin disampaikan responden tetap kata [janji]”.

(12)

c. Netralisasi. 1) Pengucapan

[motor] [onda]

Menjadi [potOl]

“Pengucapan kata [motor] berubah menjadi [potol] ketika diucapkan oleh responden. T ermasuk ke dalam perubahan bunyi jenis netralisasi karena perubahan bunyi fonemis sebagai akibat pengaruh lingkungan. Pada konsonan [m] menjadi [p] akibat pengaruh lingkungan yang kadangkala menyamakan fonem [m] dengan [p]”. 2) Pengucapan

[belajar] [baraja]

Menjadi [pelaja]

“Pengucapan kata [belajar] berubah menjadi [pelaja] ketika diucapkan oleh responden. Tergolong ke dalam jenis netralisasi adalah pada konsonan [b] menjadi [p] hampir sama cara pengucapannya”.

d. Zeroisasi Aferesis

Aferesis adalah penghilangan atau penanggalan satu atau lebih fonem pada awal kata. 1) Pengucapan

[rumah]

Menjadi [umah]

“Pada kata [rumah] Menjadi [umah] terdapat penanggalan konsonan „r‟ diawal kata. Jenis perubahan bunyi ini adalah zeroisasi aferesis yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu bunyi atau lebih fonem pada awal kata”.

2) Pengucapan [lauak] [ikan]

Menjadi [auak]

“Pada kata [lauak] menjadi [auak] ketika diucapkan responden yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia [ikan] terdapat penanggalan konsonan „l‟ diawal kata. Jenis perubahan bunyi ini adalah zeroisasi aferesis yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu bunyi atau lebih fonem pada awal kata”.

c. Zeroisasi Apokop 1) Pengucapan

[ping]

Menjadi [pin]

“Pada kata [ping] menjadi [pin] ketika diucapkan responden terdapat penanggalan fonem „g‟ diakhir kata. Jenis perubahan bunyi ini adalah zeroisasi apokop yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu bunyi atau lebih fonem pada akhir kata”. d. Zeroisasi Sinkop

1) Pengucapan [pensil] Menjadi [pisil]

“Pada kata [pensil] menjadi [pisil] ketika diucapkan responden terdapat penanggalan fonem „n‟ ditengah kata. Jenis perubahan bunyi ini adalah zeroisasi sinkop yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu bunyi atau lebih fonem pada tengah kata”.

2) Pengucapan [cokelat] [cokat]

“Pada kata [cokelat] menjadi [cokat] ketika diucapkan responden terdapat penanggalan fonem „e,l‟ ditengah kata. Jenis perubahan bunyi ini adalah zeroisasi

(13)

sinkop yaitu proses penghilangan atau penanggalan satu bunyi atau lebih fonem pada tengah kata” e. Metatesis 1) Pengucapan [jariang] [jengkol] Menjadi [jalang]

“Pada kata [jariang] menjadi [jalang] ketika diucapkan responden yang diartikan ke dalam bahasa Indnesia yaitu [jengkol]. pada kata tersebut terjadi perubahan bunyi metatesis karena terjadinya perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Kata [jariang] berarti makanan, sedangkan [jalang] biasa diartikan yaitu sifat seseorang yang buruk”.

2) Pengucapan [tahu]

Menjadi [nahu]

“Pada kata [tahu] menjadi [nahu] ketika diucapkan responden. Pada kata tersebut terjadi perubahan bunyi metatesis karena terjadinya perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing”.

.

f. Anaptiksis protesis 1) Pengucapan

[rok]

Menjadi [norok]

“Pada pengucapan [rok] menjadi [norok] ketika diucapkan responden termasuk ke dalam perubahan bunyi jenis anaptiksis protesis karena terjadinya penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata yaitu terdapat pada konsonan „n‟ dan vokal „o‟”. 2) Pengucapan

Bungkuih

Menjadi [katukuih]

“Pada pengucapan [bungkuih] menjadi [katukuih] ketika diucapkan responden yang diartikan ke dalam bahasa Indonesia yaitu [bungkus] termasuk ke dalam perubahan bunyi jenis anaptiksis protesis karena terjadinya penambahan atau pembubuhan bunyi pada awal kata yaitu terdapat pada fonem „k,a,t,‟ dan vokal „o‟”. C. Kesimpulan Dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa responden lebih banyak mengalami kesulitan seperti dalam bidang fonetik terjadinya penambahan fonem [t], [l], [n] dan

[no], pengurangan fonem [r], [l], [t], [d], [a], [m], [s], [u], [b], [n], dan [g], penggantian fonem [m dengan p], [r dengan l], [z dengan s], [j dengan l], [k dengan t], [n dengan m], [b dengan p]

pada setiap kata yang diucapkan anak. Hal ini disebabkan karena alat artikulasi responden tersebut belum bisa mengucapkan kata-kata dengan jelas. Dalam bentuk perubahan bunyi terdapat perubahan bunyi seperti asimilasi, disimilasi, netralisasi, zeroisasi aferesis, zeroisasi apokop,

zeroisasi sinkop, metatesis dan anaptiksis protesis.

Berdasarkan hasil penelitian tentang pemerolehan fonologi pada penderita down sindrom (studi kasus pada seorang anak SLB Fan Redha Solok Selatan), dapat dikemukakan saran sebagai berikut. Pertama, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Diharapkan agar lebih memantapkan pengetahuan di bidang psikolinguistik mengenai pemerolehan fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Kedua, peneliti lain, hasil dari penelitian ini untuk dapat dijadikan sebagai studi yang relevan dalam penelitian yang dijadikan nantinya. Ketiga, orang tua, diharapkan orang tua selalu mengajak anak berkomunikasi dengan baik dan benar sehingga anak bisa menerima dengan baik juga. Anak akan memperoleh bahasa yang sempurna sedikit demi sedikit. Keempat, guru SLB. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menyusun model/strategi yang lebih kreatif lagi dalam kegiatan belajar anak khususnya di SLB.

(14)

D. Daftar Pustaka

Moeloeng, J, Lexi. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan. 2007. Teori Kepribadian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dibahas pada bab sebelumnya maka, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa variabel sanksi perpajakan berpengaruh secara parsial

di antara kelemahan yang bersifat mendasar bagi mayoritas lulusan lembaga pendidikan (formal) Islam, dari lulusan tingkat pertama (Madrasah Tsanawiyah), menengah atas

Laju penambahan luas tambak dari hasil konversi sawah merupakan data yang sangat menarik untuk dikaji, mengingat di Provinsi Sulawesi Selatan telah dicanangkan program

Kesimpulan: Dua belas komponen CSR yang dinilai kepada 73 syarikat-syarikat kimia dalam LSL menunjukkan bahawa tahap penerapan dan pelaksanaan CSR adalah rendah terutamanya

Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke kanan, rasakan rasa manis masing-masing sampel.. Setelah mencicipi rasa manis semua sampel, Anda boleh mengulang sesering yang

Oral administration of smEEUL for 28 days exhibits cardioprotective effect in rats by restoring ST segment elevation, as well as reducing the area of myocardial

Sedangkan pada pekerja kasar, meskipun mempunyai kebiasaan merokok, namun karena disertai aktivitas yang tinggi maka pembakaran kolesterol tinggi pula, sehingga kadarnya