• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVALENSI FAKTOR-FAKTOR PENCETUS SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA DI SALAH SATU RUMAH SAKIT DI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREVALENSI FAKTOR-FAKTOR PENCETUS SERANGAN ASMA PADA PASIEN ASMA DI SALAH SATU RUMAH SAKIT DI JAKARTA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PREVALENSI

FAKTOR-FAKTOR PENCETUS SERANGAN ASMA PADA

PASIEN ASMA DI SALAH SATU RUMAH SAKIT DI JAKARTA

Anyta hera wahyuni1, Yulia2

1. Program Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424. Indonesia

2. Departemen Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Kampus FIK UI, Jl. Prof. Dr. Bahder Djohan, Depok, Jawa Barat – 16424. Indonesia

E-mail: anyta_wiyono@yahoo.com

Abstrak

Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran nafas. Penderita yang rentan inflamasi akan mengalami wheezing berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang bersifat reversibel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi faktor-faktor pencetus serangan asma pada pasien asma di salah satu rumah sakit di Jakarta . Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional yang menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi faktor pencetus asma karena alergen adalah 94,1%, faktor pencetus asma karena infeksi pernapasan adalah 26,7%, faktor pencetus asma karena latihan fisik adalah 94,1%, faktor pencetus asma karena sensitif terhadap obat dan makanan adalah 28,7%, faktor pencetus asma karena polusi udara adalah 89,1%, faktor pencetus asma karena penyakit refluks gastroesophageal adalah 68,3%, faktor pencetus asma karena perubahan psikologis/emosi adalah 88,1%, faktor pencetus asma karena perubahan cuaca adalah 79,2%. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien asma tidak hanya memilki satu faktor pencetus serangan asma namun didapatkan juga banyaknya responden yang memilki dua atau bahkan tiga faktor pencetus serangan asma.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang faktor-faktor pencetus asma sebagai landasan bagi perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien asma beserta keluarga.

Kata kunci : Asma, pencetus asma,prevalensi

Abstract

Prevalance Asthma Triggers at one of Hospital in Jakarta

Asthma is a chronic inflammatory disorders of the respiratory tract. It causes recurrent wheezing, shortness of breath, chest distress and coughing, especially at night or early morning. The symptoms are associated with the reversible of airway narrowing. This study aims to identify the prevalance of asthma triggers at one of hospitals in Jakarta. This study was a descriptive quantitative with a cross-sectional design and applied a purposive sampling technique. The results showed that the distribution of allergens factors was 94.1%, 26.7% respiratory infection, 94.1% physical exercise, sensitive to the drug and food 28.7%, 89.1% of air pollution, disease gastroesophageal reflux 68.3%, psychological/emotional 88.1%, related to weather was 79.2%. this study also concludes that asthma patients were triggered by multiple allergens. The results of this study are expected to provide information on asthma triggers that would be used as a bases for nurses to educate asthma patients and their families.

Key word : Asthma, Asthma Triggers, prevalance

______________________________________________________________________________

Pendahuluan

Asma adalah penyakit paru yang terjadi akibat radang dan penyempitan saluran nafas. Kata “Asthma” sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti “sukar bernapas”

(Sundaru, 2007). Asma merupakan gangguan pernapasan inflamasi kronik yang menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas dengan gejala seperti mengi, sesak napas, dada terasa berat serta batuk biasanya

(2)

pada malam hari ataupun menjelang dini hari. Gejala tersebut terjadi dikarenakan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

Pada RSUP Persahabatan yang merupakan rumah sakit rujukan paru jumlah kunjungan penderita asma setiap tahunnya didapatkan selalu meningkat. Untuk Instalasi Gawat Darurat RSUP Persahabatan terjadi peningkatan jumlah kunjungan pasien asma pada tahun 2012 hingga Desember 2013. Jumlah kunjungan asma pada tahun 2012 berjumlah 1.610 orang, sedangkan kunjungan pasien asma di tahun 2013 mengalami peningkatan dengan jumlah 2.715 orang. Pada tahun 2012 hingga akhir tahun 2013 asma di Instalansi Gawat Darurat merupakan kasus respirasi tersering ditemukan (rekam medis RSUP Persahabatan).

Pada penelitian Ratih Oemiarti et al, 2010 menunjukkan prevalensi penyakit asma di Indonesia sebesar 3,32%. Di Indonesia menunjukkan prevalensi tertinggi penyakit asma adalah provinsi Gorontalo (7,23%) dan terendah adalah NAD (Aceh) sebesar 0,09%, sedangkan untuk DKI Jakarta prevalensi asma sebesar 2,94%.

Peningkatan prevalensi penderita Asma dapat disebabkan oleh polusi udara, obesitas, alergen (debu rumah, bulu hewan, asap rokok) serta kurangnya informasi yang didapatkan keluarga tentang penyakit dan pengobatan pasien asma. (Iris,2008). Asma menempati urutan ke-10 dari penyakit yang menyebabkan kematian di dunia (Faisal Yunus,2009).

Metode

Rancangan penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian deskriptif Kuantitatif dengan pendekatan cross sectional menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Rancangan penelitian deskriptif kuantitaif dengan pendekatan cross sectional merupakan rancangan penelitian yang bertujuan menerangkan atau menggambarkan pervalensi yang terjadi pada kasus asma berdasarkan faktor pencetus serangan asma serta karakteristik pasien asma melalui pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,2010). Responden penelitian hanya dilakukan dengan pengukuran atau pengamatan pada saat bersamaan/sekali waktu (Alimul,2003).

Hasil

Karakteristik pasien asma disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 1 karakteristik penderita asma n=101

Variabel Jumlah Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki 30 29,7 Perempuan 71 70,3 Pendidikan PT (Perguruan Tinggi) 24 23,8 SMA 55 54,5 SMP 6 5,9 SD 13 12,9 Tidak sekolah 3 3 Pekerjaan Bekerja 52 51,5 Tidak Bekerja 49 48,5 Keluarga menderita asma Ada 83 82,2 Tidak 18 17,8 Status merokok Iya 19 18,8 Tidak 71 70,3

Tidak tapi dulu pernah merokok

11 10,9

Dari tabel 1. dapat digambarkan pasien asma paling banyak adalah perempuan dimana berjumlah 71 orang (70,3%). Dalam pendidikan terakhir pasien asma terbanyak adalah lulusan SMA dengan jumlah 55 orang (54,5%), untuk pekerjaaan pada responden asma didapati paling banyak adalah bekerja sebesar 52 orang (51,5%), riwayat keluarga yang menderita asma terbanyak adalah ada sebesar 82,2%. Riwayat merokok pada

(3)

responden asma terbesar adalah tidak 71 (70,3%) .

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan umur pasien asma (n=101)

Variabel Mean Median Nilai min- maks

Umur 43,35 45 20-67

Berdasarkan tabel 2 umur termuda responden adalah 20 tahun dengan tertua 67 tahun, sedangkan rata-rata umur responden adalah 43,35 tahun, nilai median 45 tahun.

Tabel 3 Prevalensi Faktor Pencetus Serangan Asma Pada Penderita Asma

Variabel Jumlah Presentase (%)

Alegen 95 94,1

Infeksi pernapasan 27 26,7

Latihan fisik 95 94,1

Sensitif terhadap obat dan makanan

29 28,7 Polusi udara 90 89,1 Penyakit refluks gastroesophageal 69 68,3 Perubahan emosi 89 88,1 Perubahan cuaca 80 79,2

Berdasarkan tabel diatas diketahui faktor pencetus serangan asma terbanyak adalah dikarenakan alergen 94,1%, dan latihan fisik 94,1%. Faktor pencetus asma lainnya infeksi pernapasan 26,7%, sensitif terhadap obat dan makanan 28,7%, polusi udara 89,1%, penyakit GERD 68,3%, perubahan emosi 88,1%, perubahan cuaca 79,2%.

Pembahasan

a. Karakteristik responden

Jenis kelamin pada pasien asma didapat perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Penelitian Lim RH et al (2008) departemen imunologi dan biomolekuler dari Universitas Harvard, mendapatkan bahwa prevalensi asma bronkial yang tinggi pada perempuan disebabkan oleh kadar estrogen yang beredar dalam tubuh dapat meningkatkan degranulasi eosinofil sehingga memudahkan terjadinya

serangan asma bronkial. Kadar estrogen yang tinggi dapat berperan sebagai substansi proinflamasi (membantu/memicu inflamasi) terutama mempengaruhi sel mast, dimana sel mast merupakan sel yang berperan dalam memicu reaksi hipersensitifitas dengan melepaskan histamin dan mediator inflamasi lainnya, sehingga memperberat morbiditas asma bronkial pada pasien perempuan.

Usia Berdasarkan tabel diatas umur termuda responden adalah 20 tahun dengan tertua 67 tahun. Asma bisa menghilang selama bertahun-tahun tetapi muncul kembali sesuai dengan pertambahan umur. Disamping itu terjadi penurunan fungsi paru-paru dan peradangan jalan nafas seiring dengan peningkatan usia (Marice, 2010). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa pendidikan responden yang bersekolah 97,1%. Data tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mampu mereka untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada dilingkungan sekitarnya,sesuai pernyataan Notoatmodjo (2003).

Rata-rata responden asma bekerja adalah sebanyak 52 responden (51,5%). Responden yang memiliki keluarga menderita asma sebanyak 82,2% sering mengalami kekambuhan asma. Pada penelitian yang dilakukan Purnomo, 2008 menyatakan bahwa riwayat penyakit asma memiliki suatu hubungan yang bermakna dengan tingkat kekambuhan pasien asma.

b. Faktor-faktor pencetus serangan asma Banyaknya faktor pencetus serangan asma berdasarkan dari lingkungan seperti alergen, polusi udara, serta perubahan cuaca. Sehingga pentingnya pasien asma dan keluarga mengetahui pencegahan kekambuhan dan cara penanggulangannya.

Alergen merupakan faktor pencetus asma paling sering dijumpai, pada penelitian ini terdapat responden pencetus asma karena

(4)

alergen sebanayak 94,1%. Allergen memiliki ukuran yang sangat kecil (sekitar 3-4 mikron) dan dapat terbang di udara sehingga menyebabkan serangan Asma, terutama dari burung dan hewan menyusui karena bulu akan rontok dan terbang mengikuti udara. (Sundaru, 2007). Udara yang kering dan banyak mengandung alergen langsung masuk melalui mulut dan menempel di saluran nafas bawah (bronkus dan paru). Berdasarkan penelitian Purnomo didapatkan pasien asma yang memiliki faktor pencetus berupa debu sebanyak 96,2%. Hasil ini dikarenakan kondisi lingkungan dan letak geografis tempat penelitian beriklim tropis.

Infeksi pernapasan Rinitis alergi dan asma bronkial, keduanya merupakan manifestasi dari adanya proses inflamasi di sistem saluran nafas yang berkelanjutan. Perubahan yang terjadi pada hidung akibat alergen menyebabkan respon non spesifik terhadap otot-otot bronkus. Absorpsi sel-sel inflamasi atau mediator-mediator dari hidung ke sirkulasi sistemik dan akhirnya ke bronkus dan paru (Huriyati,2010). Penelitian yang dilakukan oleh oemiarti, kelompok yang terkena infeksi pernapsan 2,7 kali berisiko terkena asma dibandingkan dengan kelompok yang tidak terkena ISPA. Penelitian ini didapatkan responden yang pencetus karena infeksi saluran napas sebanyak 26,7%. Infeksi pernapasan merupakan salah satu faktor resiko penyebab serangan asma, sehingga untuk meminimalisasi serangan asma karena infeksi pernapasan peneliti memberikan saran kepada responden untuk menggunakan masker dan segera berobat jika mengalami tanda dan gejala infeksi pernapasan.

Latihan fisik juga mampu menyebabkan penderita asma terpaksa bernafas dengan lebih cepat. Serangan asma karena olahraga biasanya terjadi segera setelah selesai olahraga, lamanya sesak antara 10–60 menit. Teori hiperosmolaritas mengemukakan bahwa hilangnya air dari cairan permukaan saluran napas selama latihan fisik menyebabkan

hipertonisitas cairan permukaan saluran napas dan kondisi hiperosmolar dalam sel saluran napas. Keadaan ini dapat menyebabkan pelepasan mediator pro-inflamasi yang menyebabkan bronkokontriksi; mediator ini termasuk histamin prostaglandin, faktor kemotaksis, dan leukorin, yang berpotensi terhadap kerusakan saluran napas kronik melalui inflamasi (Herdi,2012). Serangan asma akibat olahraga dikenal dengan istilah exercise induced asthma. Selain olahraga, kegiatan mengejar bis dan bahkan hubungan seks pun pada penderita dapat mencetuskan serangan asma (Sundaru, 2007). Penelitian dilakukan CH Chiang et al melaporkan sebanyak 75,2% pencetus serangan asma karena latihan fisik. Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya serta didukung oleh teori yang ada.

Beberapa Jenis Makanan penyebab Asma yakni susu sapi, ikan laut, vetsin dan makan berpengawet. Penderita asma yang sensitif obat-obatan tertentu Contoh: penisilin, sefalosporin, golongan beta laktam lainnya, eritrosin, tetrasiklin, analgesik, antipiretik, dan lain lain (Handayani, 2004). Penelitian yang dilakukan Oemiarti, konsumsi makanan yang diawetkan mempengaruhi terjadinya asma, kelompok yang makan makanan diawetkan satu kali/hari berisiko 1,2 kali terkena asma dibandingkan dengan yang tidak pernah mengkocsumsi makan makanan yang diawetkan. Sedangkan berdasarkan penelitian Purnomo di Rumah Sakit Daerah Kabupaten Kudus didapatkan sebanyak 98% pasien asma memiliki faktor pencetus berupa jenis makanan tertentu, yaitu telur (50%), dan ikan laut (61,5%). Pada penelitian ini jumlah responden terserang asma karena faktor pencetus sensitif obat dan makanan didapatkan 28,7%. Sebagian besar responden sudah mengetahui jenis makanan dan obat-obatan yang dapat menyebabkan pencetus serangan asma sehingga pasien asma menyadari untuk tidak mengkonsumsi jenis makanan dan obat-obatan tersebut.

(5)

Pasien asma yang memilki faktor pencetus karena polusi udara mudah kambuh jika terpapar pencemaran udara seperti asap rokok, bau menyengat dan asap pabrik.rokok mengandungi asap tembakau. Asap tembakau mengandung berbagai macam kimia yang menyebabkan saluran pernapasan meradang sehingga dapat menyebabkan asma. Asap rokok menyebabkan inflamasi saluran napas, meningkatkan permeabilitas epitel saluran napas, memodulasi sistem imun dan mengganggu proses penyembuhan (Piipari, et al 2004). Hasil penelitian didapat terdapat 89,1% yang memiliki faktor pencetus karena polusi udara. Penelitian Purnomo,2008 pasien asma memiliki faktor pencetus berupa asap rokok. Seseorang penderita yang terkena asap rokok dalam satu jam maka akan mengalami sekitar 20% kerusakan fungsi paru dan kekambuhan asma yang berulang. (Jaakkola et al,2004). Tempat penelitian berada pada rumah sakit di salah satu kota besar di Indonesia, dimana telah banyak diketahui udara di perkotaan telah tercemar oleh berbagai polutan udara.

Refluks gastroesofagus pada pasien asma bronkial dipengaruhi beberapa faktor yaitu: Disregulasi otonom pada nervus vagus, Peningkatan perbedaan tekanan antara rongga toraks dan abdomen oleh karena obstruksi saluran napas. Timbulnya regurgitasi dapat dipengaruhi oleh asupan makanan yang berlebihan, perubahan posisi dan lamanya pengosongan lambung. (Harding,2001). Penelitian telah dilakukan di RSU dr. Soedarso Pontianak, didapatkan hasil sebesar 61,4%. Hasil penelitian yang didapatkan 68,2% responden mengalami refluks gastroesofagus, hasil penelitian memilki perbedaan distribusi presentasi pada penelitian sebelumnya juga sejalan dengan teori yang didapat oleh peneliti.

Perubahan emosi/psikologis merupakan keadaan emosional yang tidak menyenangkan. Perubahan emosi/psikologis merupakan suatu respon terhadap stres. Stres

dapat menjadi pencetus serangan asma, bahkan bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Stres dapat mengantarkan individu pada kecemasan sehingga memicu dilepaskannya histamin yang menyebabkan terjadinya kontraksi otot polos dan peningkatan pembentukan lendir. Keadaan ini membuat diameter saluran napas menyempit (bronkokonstriksi). Saat bronkokonstriksi terjadi, penderita sangat sulit bernapas sehingga memicu serangan asma. Stres juga dapat menyebabkan penurunan sistem imun seseorang sehingga mudah terkena infeksi saluran pernapasan terutama oleh virus. Virus merusak epitel saluran napas sehingga terjadi inflamasi yang selanjutnya menimbulkan serangan asma (Rietveld,2001). Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 89 orang (88,1%) pasien asma yang memiliki faktor pencetus serangan asma berupa perubahan emosi. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden asma pada penelitian ini adalah bekerja yang dimana hal tersebut akan lebih ditemukan faktor-faktor penyebab perubahan psikologis/emosi.

Kondisi cuaca dengan temperatur dingin, tingginya kelembapan dapat menyebabkan kekambuhan Asma, epidemik ini menyebabkan Asma menjadi lebih parah dan meningkatkan partikel alergenik (Ramaiah, 2006). Penelitian yang dilakukan di RSCM didapatkan penderita Asma kemungkinan akan mengalami kekambuhan Asma 32x lebih besar dari pada penderita tanpa perubahan cuaca. Dari hasil penelitian didapat 79,2% responden mengalami serangan asma karena perubahan cuaca, hal ini saat penelitian didapatkan musim penghujan dimana temperatur udara lebih dingin dibanding musim kemarau. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya karena kondisi cuaca serta letak geografis peneliti sama seperti peneliti sebelumnya yaitu pada daerah tropis yang memiliki dua musim, musim penghujan dan musim kemarau.

(6)

Pada penelitian ini didapatkan bahwa pasien asma tidak hanya memilki satu faktor pencetus serangan asma namun didapatkan juga banyaknya responden yang memilki dua atau bahkan tiga faktor pencetus serangan asma. Hal ini yang harus menjadi perhatian perawat sebagai pemberi pelayanan kesehatan untuk dapat memberikan pendidikan kesehatan pada penderita asma beserta lingkungan yang terkait. Sehingga nantinya pasien asma dapat mengontrol penyakitnya dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas hidup penderita asma, menurunkan biaya kesehatan, serta risiko perawatan di rumah sakit.

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi faktor pencetus asma karena alergen adalah 94,1%, faktor pencetus asma karena infeksi pernapasan adalah 26,7%, faktor pencetus asma karena latihan fisik adalah 94,1%, faktor pencetus asma karena sensitif terhadap obat dan makanan adalah 28,7%, faktor pencetus asma karena polusi udara adalah 89,1%, faktor pencetus asma karena penyakit refluks gastroesophageal adalah 68,3%, faktor pencetus asma karena perubahan psikologis/emosi adalah 88,1%, faktor pencetus asma karena perubahan cuaca adalah 79,2%.

Saran yang dapat peneliti sampaikan bagi pelayanan keperawatan Perlu penyampaian informasi kepada pasien asma dan orang disekitarnya tentang pentingnya menjaga keadaan asma terkontrol agar penderita asma dapat hidup dengan nyaman tanpa terganggu

oleh asma yang dideritanya dan perlu dilakukan penilaian berkala terhadap tingkat kontrol asma untuk memastikan efektivitas terapi, dan perburukan gejala penyakit Bagi penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan karakteristik responden dengan faktor-faktor pencetus terjadinya serangan asma.

Referensi

Alimul, Aziz Hidayat.(2003). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis

Analisis Data. Jakarta :Salemba

Medika.

Chi-Huei Chiang, Kuen-Ming Wu, Chin-Pyng Wu, Horng-Chin Yan, Warn-Cherng Perng. (2005). Evaluation of Risk Factors for Asthma in Taipei City. J Chin Med Assoc.

Huriyati, Al Hafiz. (2010) . Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis Alergi yang Disertai Asma Bronkial.

Ehrlich RI, Toit DD, Jordaan E, Potter MZP, Volmink JA, Weinberg E. (1996). Risk

Faktor Childhood Asthma and

Wheezing, Importance of Maternal and Household smoking.

Handayani D, Wiyono WH, Faisal Y. (2004).

Penatalaksanaan Alergi Makanan.

J.Respir Indo

Harding, SM. (2001). Gastroesophageal reflux, asthma and mechanisms of interaction.

Herdi. (2011). Gambaran Faktor Pencetus Serangan Asma Di Poliklinik Paru Dan Bangsal Paru RSU DR. Soedarso Pontianak.

Notoatmodjo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

(7)

Lim RH, et al. (2008). Sexual tension in the

airways: the puzzling duality of

estrogen in asthma. USA: American Journal of Respiratory Cell and Molecular Biology.

Oemiarti, Ratih et al. (2010 ). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Penyakit Asma Di Indonesia.

PDPI. (2006). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan asma di indonesia. Purnomo. (2008). Faktor-faktor risiko yang

berpengaruh terhadap kejadian asma bronkial (Studi Kasus di RS Kabupaten Kudus). Semarang: FKM UNHAS UP. R. Piipari, J.J.K Jaakola, N. Jaakkola, M.S

Jaakkola. (2004). Smoking and Asthma in Adults. Eur Respir J.

Ramainah S. (2006). Asma Mengetahui

Penyebab, Gejala dan Cara

Penanggulangannya, Bhuana Ilmu

Populer. Jakarta : Gramedia.

Ratna , Annisa. (2012). Hubungan Karakteristik Pasien Asma Brokial

Dengan Gejala Penyakit Refluks

Gastroesofagus (PRGE) Di RSUD DR. Soedarso Pontianak.

Rengganis, I. (2008). Diagnosis Dan Tatalaksanana Asma Bronkial. Jakarta: departemen ilmu penyakit dalam FKUI. Rietveld, Everaerd, Creer. (2001). Stress induced asthma: a review of research and potential mechanism. Clin Exp Allergy.

Sundaru, Heru. ( 2007). Asma Apa Dan Bagaimana Pengobatannya. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gambar

Tabel 1 karakteristik penderita asma n=101

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan kadar ph digunakan untuk mengetahui tingkat keasaman pada tanah yang terdapat di kawasan tersebut Salah satu faktor lingkungan yang penting adalah keasaman pH tanah,

<ntuk menghubungkan teks dengan ob%ek (table, gambar, footer, halaman, dan lain-lain) yang men%adi bagian naskah dalam dokumen yang sama. +.6 F!n*#$ B!tton 3a(a 9ea(er

Alasan dipilihnya wilayah hukum Jakarta Pusat sebagai lokasi penelitian dikarenakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mempunyai persidangan/pengadilan anak dan berdasarkan

KEPUTUSAN BUPATI AGAM NOMOR 165 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN TIM TEKNIS KEGIATAN PENGUATAN LEMBAGA DISTRIBUSI PANGAN MASYARAKAT (LDPM) KABUPATEN AGAM TAHUN 2012.. KEPUTUSAN

Perawatan pada beton geopolymer dilakukan dengan merendam benda uji baik silinder maupun balok perkerasan dalam dua bak yang berbeda, satu berisi air PDAM dan lainnya

Hasil penelitian ini tidak sesuai jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya yaitu oleh Winda Desty Pratiwi yang menyatakan bahwa

Peubah terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tanaman (t/ha), sedangkan peubah bebasnya adalah tinggi tanaman, tinggi tongkol, umur bunga betina,

Dalam Bab II, dituliskan beberapa literatur yang mendukung tugas akhir, yaitu: perkembangan anak, cara belajar anak usia empat dan lima tahun, permainan, permainan untuk anak,