DITERBITKAN OLEH :
DIREKTORAT JENDERAL KERJA SAMA PERDAGANGAN INTERNASIONAL DITJEN KPI / LB / 53 / V / 2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....………...………... 1 KATA PENGANTAR... 3 RINGKASAN EKSEKUTIF...………...………... 4 DAFTAR GAMBAR... 7 DAFTAR TABEL... 8 BAB I KINERJA…………....……... 9A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral... 9
1. Sidang Trade Policy Review Australia…….……… 9
2. Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF)... 11
B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ….……….………….. 13
1. Pertemuan The Fourth Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (4th SC-AROO)... 13
2. Pertemuan the 1st ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS)……….. 16
3. Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATF-JCC)………. 17
4. Pertemuan Legal Experts on ATIGA.……….……… 19
5. The Fourth Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (4th CCA)... 19
6. The 2nd Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Customs, Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force Meeting.... 21
7. The 1st ASEAN Connectivity Coordinating Committee (1st ACCC)………….. 24
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya... 25
Pertemuan Dengan Hawaii – Indonesia Chamber Of Commerce ... 25
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral... 26
1. Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IA-CEPA) Tahap ke-II ... 26
2. Trade Ministers' Meeting ke -9 Antara Indonesia – Australia…………. 29
3. Negosiasi Foreign Investment Promotion and Protection Agreement (FIPA) IX Indonesia – Kanada……….. 33
4. Pertemuan Bisnis Forum RI dan RRT... 37
E. Peningkatan Kerja Sama di Bidang Perdagangan Jasa... 37
1. Pertemuan Plurilateral dan Bilateral pada Services Week WTO……… 37
2. Sidang Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS)... 45
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT...………... 53
A. Kendala dan Permasalahan….………... 53
B. Tindak Lanjut Penyelesaian…..……….. 54
KATA PENGANTAR
Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional merupakan uraian pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktorat-direktorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di forum kerja sama Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional lainnya, Bilateral serta Perundingan Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasionalnya.
Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini.
Terima kasih.
Jakarta, April 2011 DIREKTORAT JENDERAL KPI
RINGKASAN EKSEKUTIF
Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan April 2011, antara lain:
Sidang Trade Policy Review Australia
Australia menyimpulkan ada lima bidang yang menjadi sorotan beberapa negara anggota terkait dengan Trade Policy Review Australia yaitu: Structural Reform and Enhancing Productivity, Australia’s Trade Policies and Practices, Government Procurement, Foreign Investment, dan Standard and Regulations.
Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF)
Selama sidang Delegasi RI telah menyampaikan tanggapan yang telah dipersiapkan Pusat yakni untuk issue antara lain: Article 7.6: (Authorized ((Traders)(Operators))) dan Article 4.1: Appeal Procedures.
Pertemuan The Fourth Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (4th SC-AROO)
Pertemuan membahas usulan penyempurnaan Rules of Origin (RoO) dan menyepakati: (i) penghapusan persyaratan invoice pada saat permohonan SKA dan penghapusan cost statement bila menggunakan kriteria CTC diserahkan kepada masing-masing issuing authority; (ii) menghapus nilai FOB pada SKA Form D apabila menggunakan kriteria Wholly Obtain dan CTC namun masih menunggu konfirmasi dari Thailand dan Vietnam, sedangkan Kamboja dan Myanmar diberikan fleksibilitas selama dua tahun; (iii) Sekretariat ASEAN sedang melakukan studi mengenai regional cumulation and its impact to ASEAN integration sesuai dengan mandat dari AEM/SEOM.
Pertemuan the 1st ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS)
Pertemuan membahas Work Programme dari AC-SPS untuk periode 2011-2015. Fokus utama dari pembahasan adalah berkenaan dengan fasilitasi, kerja sama dan koordinasi mengenai masalah-masalah Sanitary and Phytosanitary (SPS) di tingkat ASEAN. Pertemuan juga bertukar pandangan mengenai role of the AC-SPS dalam ASEAN’s Plus
1 FTAs dan menganjurkan agar AC-SPS mengambil manfaat dari keberadaan economic
cooperation fund untuk kebutuhan technical assistance dan capacity building SPS. Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATF-JCC) Pertemuan sepakat untuk membuat ASEAN Trade Facilitation Work Programme (ATFWP) dalam dua versi, yang pertama sebagai working documents dan yang kedua sebagai lampiran yang secara administratif akan menjadi annex ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA). Lebih lanjut ATFJCC sepakat untuk meninjau ATFWP sekali dalam dua tahun.
Pertemuan Legal Experts on ATIGA
Pertemuan Legal Experts membahas mengenai terminasi ASEAN Industrial Cooperation Scheme (AICO) melalui mekanisme pencantuman AICO Agreement dalam list of superseded agreement.
The Fourth Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (4th CCA)
Pembahasan utama dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Study on
Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements; (ii) AEC Scorecard; (iii) Issuance
of ATIGA Legal Enactment for CLMV; (iv) Review of the Waiver for Rice and Sugar for
Indonesia and Philippines; (v) Elimination of Non-Tariff Barriers; Development of the
NTM Guidelines; dan (vi) Trade Statistics.
The 2nd Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Customs,
Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force Meeting
Pembahasan dalam pertemuan CIQ difokuskan pada: (i) Sectoral sub Committee on
Customs; (ii) Sectoral Sub Committee on Immigration; (iii) Sectoral Sub Committee on
Quarantine; dan (iv) Preparation of Memorandum of Understanding (MoU) IMT-GT on CIQ Issues.
The 1st ASEAN Connectivity Coordinating Committee (1st ACCC)
Pembahasan dalam pertemuan kali ini antara lain adalah: (i) Master Plan on ASEAN
Connectivity; (ii) Implementasi Isu-isu Prioritas; (iii) Draf Terms of Reference (TOR)
ACCC; (iv) Modalitas Keterlibatan Negara-negara Mitra ASEAN; dan (v) Other Matters. Pertemuan Dengan Hawaii – IndonesiaChamber Of Commerce
Fokus utama pertemuan adalah untuk berdialog dan memperoleh informasi mengenai kemungkinan kerja sama antara pengusaha yang bertempat di Hawaii dan isu-isu yang kemungkinan bisa dijadikan acuan gagasan dalam Hawaii Innovative di sela-sela Rangkaian APEC Economic Leaders Meeting (AELM) pada bulan November 2011.
Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IA-CEPA) Tahap ke-II
Agenda pertemuan antara lain membahas: (i) guiding principles and modalities; (ii)
concept of clustering; (iii) possible confidence building measures; (iv) economic
cooperation dan presentasi atas proposed beef pilot project by ACIAR; (v) report to the Ministers; dan (vi) date and venue of next meeting.
Trade Ministers' Meeting ke -9 Antara Indonesia - Australia
Trade Ministers' Meeting (TMM) merupakan forum pertemuan bilateral antara
Indonesia - Australia yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan kedua negara dan rutin diadakan setiap tahun. Tujuan TMM ke-9 adalah sebagai sarana exchange of views bagi kedua negara atas hubungan perdagangan Indonesia - Australia.
Negosiasi Foreign Investment Promotion and Protection Agreement (FIPA) IX Indonesia – Kanada
Negosiasi FIPA IX mencatat kemajuan dalam draft text yang telah disepakati, namun masih terdapat perbedaan pendapat yang signifikan terutama terkait portfolio investment dan Art. 2 para. 5 tentang keterkaitan komitmen dalam FIPA dengan GATS untuk kebijakan dalam sektor jasa.
Pertemuan Bisnis Forum RI dan RRT
Dalam pertemuan bisnis forum telah dilakukan penandatanganan yang disaksikan oleh kedua pimpinan negara, adapun penandatangan tersebut adalah G to B dan B to B, jumlah MoU yang ditandatangani adalah sebanyak lima belas MoU.
Pertemuan Plurilateral dan Bilateral pada Services Week WTO
Rangkaian pertemuan plurilateral dan bilateral tersebut adalah: (i) Pertemuan S-30 (Services 30); (ii) Pertemuan Plurilateral on Energy Services, Environmental Services
and Financial Sektor; (iii) Pertemuan Plurilateral on Construction Services; (iv)
Pertemuan Bilateral dengan Kanada; (v) Pertemuan Bilateral dengan Australia; (vi) Pertemuan Bilateral dengan Norwegia; (vii) Pertemuan Bilateral dengan Amerika Serikat; (viii) Pertemuan Bilateral dengan Jepang; dan (ix) Pertemuan Bilateral dengan Chinese Taipei.
Sidang Council for Trade in Services- Special Session (CTS-SS)
Sidang CTS-SS beragendakan pembahasan kemajuan perundingan modalitas bagi the least developed countries (LDCs), review kemajuan perundingan discipline on domestic
regulation, GATS rules, dan negosiasi akses pasar jasa yang dilakukan secara
plurilateral dan bilateral.
6thASEAN Law Forum
Pertemuan bertujuan menjaring pendapat dari ASEAN Member States serta membahas isu mengenai perdagangan jasa praktisi hukum (legal services) di kawasan ASEAN, sharing best practices terkait dengan liberalisasi perdagangan jasa praktisi hukum, serta merumuskan kendala, tantangan, dan alternatif solusi penyelesaiannya dalam rangka liberalisasi tersebut.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Delegasi Indonesia dan Australia... 27 Gambar 2 Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi IA-CEPA Tahap ke-II.………... 29 Gambar 3 Trade Ministers' Meeting ke -9 antara Indonesia – Australia……..……… 30 Gambar 4 Penandatanganan MoU antara Kadin Indonesia dengan Kadin
Australia...………... 33 Gambar 5 Wakil Presiden Indonesia Bersama Perdana Menteri RRT... 37
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tindak Lanjut Pertemuan the 4th SC-AROO, the 4th ATF-JCC, the 1st AC-SPS, Legal Expert on ATIGA, dan the 4th CCA... 54
BAB I
KINERJA
A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Multilateral 1. Sidang Trade Policy Review Australia
Sidang Trade Policy Review Australia ke-6 diselenggarakan pada tanggal 5-7 April 2011, di Jenewa. Delegasi Australia dipimpin oleh First Assistant Secretary dari Kementerian Luar Negeri Australia. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Duta Besar Indonesia untuk WTO.
Sanitary and
Phytosanitary (SPS) Australia
Beberapa negara anggota menyampaikan statement yang umumnya diawali dengan menguraikan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan yang terjalin antara negara yang bersangkutan dengan Australia. Beberapa hal penting yang menjadi sorotan negara-negara anggota seperti AS, Uni Eropa, Jepang, Brasil, Meksiko, Korea, dan China Taipei terhadap Trade Policy Australia antara lain masalah kebijakan Sanitary and Phytosanitary (SPS) Australia yang dirasakan lebih tinggi dari pada Standar SPS yang ada dalam ketentuan WTO. Kebijakan SPS Australia dimaksud, dinilai dapat menghambat perdagangan. Beberapa negara anggota meminta penjelasan Australia terkait penerapan kebijakan SPS tersebut.
Subsidi Australia Di samping masalah SPS, beberapa negara anggota juga mempertanyakan kebijakan Australia terkait subsidi. Australia diminta untuk komitmen terhadap kebijakan pengurangan subsidi kepada para pelaku usaha selaras dengan tujuan untuk menciptakan atmosfer sistem perdagangan yang lebih fair.
Doha Development Agenda
Sebagai negara anggota yang memiliki tingkat sistem dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik, Australia mampu keluar dari ancaman krisis ekonomi global. Beberapa negara anggota mengharapkan, Australia dapat ikut berperan aktif mendorong penyelesaian perundingan Doha Development Agenda (DDA).
Statement ASEAN Pada sidang Trade Policy Review Australia, Dubes RI untuk
WTO menyampaikan dua statement yaitu statement ASEAN dan statement Indonesia. ASEAN menyampaikan apresiasi terhadap kemajuan hubungan ekonomi dan perdagangan ASEAN dengan Australia di bidang regional maupun bilateral. Di samping itu, ASEAN menilai Australia telah melaksanakan transparansi dalam
kebijakan-kebijakan ekonomi dan perdagangannya dan hal ini mendorong Australia mampu mengatasi krisis keuangan global yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang signifikan pada tahun 2009/2010. ASEAN memandang pentingnya peran Austalia dalam mendukung sistem perdagangan multilateral dan mengharapkan partisipasi Australia dalam mendorong penyelesaian putaran perundingan Doha Development Agenda.
Statement Indonesia Dalam statement Indonesia yang disampaikan oleh Dubes
RI untuk WTO, Indonesia memandang Australia adalah mitra strategis bagi Indonesia. Progress kerja sama antara Indonesia-Australia antara lain sejak November 2010, Indonesia-Australia telah memulai pra-negosiasi
(pre-negotiated) the Indonesia-Australia Comprehensive
Partenership Agreement (IA-CEPA) yang meliputi bidang ekonomi, perdagangan, dan investasi. Pada kesempatan ini, Indonesia juga menyoroti masalah quarantine measures Australia dan persyaratan teknis yang lebih tinggi daripada standar internasional. Di samping itu, Australia menetapkan persyaratan yang lebih ketat terhadap persyaratan packaging dan kewajiban fumigasi yang dilakukan oleh perusahaan yang ditunjuk oleh Pemerintah Australia terhadap produk kopi Indonesia yang akan diekspor ke Australia.
Respons Australia Pada sidang hari kedua, Australia menyampaikan respons terhadap statement dari negara-negara anggota yang disampaikan pada hari pertama sidang Trade Policy Review Australia. Australia menyampaikan ucapan terima kasih terhadap comments positif dari beberapa negara-negara anggota terhadap rezim kebijakan perdagangan dan ekonomi Australia. Australia menyimpulkan ada lima bidang yang menjadi sorotan beberapa negara anggota terkait dengan Trade Policy Review Australia, yaitu: Structural Reform and Enhancing Productivity, Australia’s Trade Policies and Practices, Government Procurement, Foreign Investment, dan Standard and Regulations.
Structural Reform and Enhancing Productivity
Terkait masalah Structural Reform and Enhancing Productivity, pemerintah Australia telah melakukan upaya menghapuskan aturan-aturan yang menjadi hambatan bisnis sesuai dengan komitmen pemerintah Australia. Pemerintah Australia melaksanakan program reformasi yang komprehensif melalui penetapan target jangka pendek, menengah, dan panjang untuk mengarahkan peningkatan produktivitas.
Australia’s Trade Policies and Practices
Terkait Australia’s Trade Policies and Practices, Pemerintah Australia menekankan pada tiga hal utama yang berkaitan dengan rezim biosecurity, yang terdiri dari: perlakuan persyaratan yang ketat, perubahan penggunaan elemen biosecurity, dan kebutuhan untuk penyesuaian cost benefit analysis pada tindakan Sanitary and Phytosanitary (SPS).
Government Procurement
Untuk masalah Government Procurement, Pemerintah Australia melakukan suatu sistem procurement yang terbuka dengan menekankan pada prinsip-prinsip transparansi dan nondiskriminasi. Pemerintah Australia secara nyata memberlakukan perlakuan yang sama tanpa memandang asal suppliers.
Foreign Investment Terkait masalah Foreign Investment, Pemerintah Australia
menyambut baik masuknya investasi asing di mana hal ini diharapkan dapat membantu membangun perekonomian Australia dan melanjutkan pembangunan Australia kedepannya.
Standards dan Regulation
Terkait masalah Standards and Regulation, Pemerintah Australia menjelaskan bahwa terdapat beberapa standar Australia yang dibangun dalam wilayah di mana standar internasional belum mengaturnya. Pemerintah Australia menyatakan bahwa ada sekitar 97 persen standar Australia yang identik atau modifikasi dari standar internasional. Pada akhir sidang, Pemerintah Australia menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih pada seluruh negara anggota yang telah menyampaikan statement dan
comments terkait Trade Policy Review Australia serta
menegaskan komitmennya untuk mendorong
penyelesaian perundingan Putaran Doha yang diharapkan dapat tercapai pada tahun ini.
2. Sidang Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF)
Sidang Negotiating Group On Trade Facilitation (NGTF) diselenggarakan di WTO Jenewa pada tanggal 4-8 April 2011. Sidang mencatat berbagai laporan dari para fasilitator dalam bentuk Job Document dengan hasil pembahasan antara lain artikel-artikel sebagai berikut: a. JOB/TF/44 perihal Article 6.1; Discipline of Fees and
Charges Imposed On or In Connection With Importation and Exportation, dengan Australia sebagai fasilitator;
b. JOB/TF/45 perihal Article 10.4: Single Window/One Time Submission, dengan Hongkong sebagai fasilitator;
c. JOB/TF/46 perihal Article 7.5: Establishment and Publication of Average Release (and Clearance) Times, dengan Israel sebagai fasilitator;
d. JOB/TF/47 perihal Article 7.3: Risk Management, dengan Israel sebagai fasilitator;
e. JOB/TF/48 dan JOB/TF/48/Rev.1 yang membahas tentang Section II: Special and Differential Treatment, dengan Mauritius sebagai fasilitator;
f. JOB/TF/49 perihal Article 9: Border Agency Cooperation dengan Afrika Selatan sebagai fasilitator; g. JOB/TF/50 perihal Article 7.4: Customs Audit dengan
India sebagai fasilitator;
h. JOB/TF/51 perihal Article 7.2: Separation of Release from Final Determination and Payment of Customs Duties, Taxes, Fees, and Charges dengan Norwegia sebagai fasilitator;
i. JOB/TF/52 perihal Article 11: Freedom of Transit dengan Mexico sebagai fasilitator;
j. JOB/TF/53 perihal Article 7.6: (Authorized
((Traders)(Operators))) dengan Norwegia sebagai
fasilitator;
k. JOB/TF/54 perihal Article 12: Customs Cooperation dengan India sebagai fasilitator;
l. JOB/TF/55 perihal Article 10.1 – 10.3 : Review of Formalities and Documentation Requirements dan Use
of International Standards dengan Australia sebagai
fasilitator;
m. JOB/TF/56 perihal Article 7.1: Pre Arrival Processing dengan Hongkong dan China sebagai fasilitator; dan n. JOB/TF/57 perihal Article 1 dan 2: Publication and
Consultation dengan Kolombia sebagai fasilitator. Selama sidang, Delegasi RI telah menyampaikan tanggapan yang telah dipersiapkan Pusat yakni untuk issue antara lain: Article 7.6: (Authorized ((Traders)(Operators))) dan Article 4.1: Appeal Procedures.
Dalam penutupan sidang, Chairman NGTF menyampaikan indikasi bahwa Draft Text versi ke-8 akan segera diterbitkan. Untuk itu, Chairman mengharapkan agar para anggota segera menyiapkan bahan tanggapan guna disampaikan ke Sekretariat WTO sebelum tanggal 12 April 2011.
Delri telah melakukan konsolidasi dan koordinasi dengan
instansi-instansi terkait dan akan segera
menyelenggarakan rapat segera untuk menyusun written comment berisi masukan, tanggapan, dan posisi runding Indonesia atas Draft Consolidated Text revisi ke-7 dan
Draft proposed text guna mengamankan kepentingan RI
pada perundingan dimaksud. B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN
1. Pertemuan The Fourth Meeting of the Sub-Committee on ATIGA Rules of Origin (4th SC-AROO)
Pertemuan berlangsung pada tanggal 7-8 April 2011, dihadiri oleh perwakilan dari negara anggota ASEAN dan Sekretariat ASEAN.
Pertemuan The 4th SC-AROO didahului dengan sesi sharing informasi oleh Brunei, Malaysia, dan Singapura sebagai negara yang telah melaksanakan Pilot Project on Self Certification sejak November 2010. Adapun pemaparan yang disampaikan oleh masing-masing peserta pilot project antara lain: preparatory meeting yang dilakukan oleh negara peserta pilot project, outreach session kepada para eksportir, bentuk aplikasi dan kriteria certified exporters, pertukaran daftar certified exporters di antara negara peserta, kriteria pencabutan invoice declaration, regulasi domestik terkait penerapan pilot project on Self
Certification, kriteria pembatalan certified exporters, post
audit check yang dilakukan setelah pemberian certified
exporters, proses verifikasi serta manfaat dan
tantangannya.
Possibility of Thailand and Indonesia to Join the Self Certification Pilot Project
Thailand menginformasikan tidak dapat berpartisipasi dalam pilot project mengingat approval dari parlemen diperkirakan baru akan turun pada Oktober 2011. Sementara Indonesia kembali menjelaskan bahwa akan ikut pilot project apabila dua persyaratan yang diajukan dapat diakomodir oleh negara peserta pilot project, yaitu : (i) hanya akan menerima invoice declaration yang diterbitkan oleh certified exporters manufactures; (ii) pembatasan penandatangan pada invoice declaration untuk setiap certified exporters manufactures. Indonesia juga menginformasikan bahwa kedua requirements dimaksud hanya dipersyaratkan untuk pilot project on self certification. Oleh karena negara peserta pilot project tidak dapat menerima dua requirements dimaksud, maka Indonesia menyatakan tidak akan berpartisipasi dalam pilot project.
ASEAN-wide
implementation of Self-Certification
Pertemuan membahas berbagai persiapan yang dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN dalam rangka implementasi self certification (SC) pada tahun 2012. Dalam kesempatan ini, Indonesia menginformasikan telah melakukan: identifikasi penelusuran asal barang terhadap 3.000 eksportir pengguna SKA, melakukan konsultasi internal dengan instansi terkait dan terus mempelajari mekanisme self certification, serta membandingkannya dengan mekanisme yang sekarang. Lebih lanjut pertemuan sepakat untuk melakukan amandemen ketentuan Rules of
Origin (RoO) dan Operational Certification Procedures
(OCP) pada Asean Trade In Goods Agreement (ATIGA) untuk mengakomodir SC sehingga dapat dijadikan dasar hukum implementasi SC pada tahun 2012. Pertemuan juga sepakat untuk membahas amandemen ATIGA dan OCP bersama-sama dengan wakil dari Sub-Committee on ATIGA
Rules of Origin, Coordinating Committee on the
Implementation of the ATIGA, dan Customs secara
intersessional.
Proposals from Laos, Myanmar, and Vietnam (LMV) on the Capacity Building of
Self-Certification
Laos, Myanmar, dan Vietnam menyampaikan proposal terkait capacity building dalam rangka implementasi self
certification tahun 2012. Dalam kaitan ini, Sekretariat
ASEAN menjelaskan kesulitan yang dihadapi khususnya dalam mencari sumber dana dan menyarankan agar proposal tersebut dapat dimasukkan dalam self certification project pada ASEAN-Australia-New Zealand FTA (AANZFTA) Economic Cooperation Work Program. Selanjutnya pertemuan mencatat saran dari negara-negara anggota ASEAN untuk mendatangkan tenaga ahli dan mengadakan workshop on SC back to back dengan pertemuan SC-AROO mendatang.
Mechanism for recognition ASEAN originating products imported under various Forms issued by ASEAN Member States with Dialogue Partners, e.g. Form AK, Form E and so forth, to be cumulated under Form D
Sekretariat ASEAN kembali memberikan penjelasan dan ilustrasi mengenai mechanism for recognition ASEAN
originating produts under various Form. Paper ini
memungkinkan ASEAN originating inputs dalam ASEAN FTAs untuk diakumulasikan pada proses produksi barang jadi. Pertemuan secara prinsip sepakat atas proposal tersebut namun masih menunggu konfirmasi persetujuan dari Indonesia dan Thailand pada pertemuan yang akan datang.
Mechanism to Communicate and Circulate Specimen Signatures
Terkait dengan implementasi Rule 2 OCP ATIGA, pertemuan mengesahkan prinsip-prinsip umum dalam mekanisme penyampaian dan sirkulasi specimen signature, yaitu: (i) perubahan pejabat penandatangan SKA Form D
harus segera disampaikan kepada Sekretariat ASEAN dengan tembusan ditujukan kepada otoritas pabean masing-masing negara-negara anggota ASEAN; (ii) SKA Form D yang diterbitkan oleh pejabat penandatangan baru dapat diakui satu bulan setelah notifikasi yang dilakukan oleh issuing authority/National AFTA unit negara pengekspor kepada Sekretariat ASEAN; (iii) SKA Form D yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang wajib diakui selama issuing authority/National AFTA unit negara pengekspor tidak melakukan notifikasi perubahan pejabat penandatangan SKA ke Sekretariat ASEAN. Lebih lanjut pertemuan sepakat meminta negara-negara anggota
ASEAN untuk menunjuk focal point yang
bertanggungjawab untuk menotifikasikan perubahan daftar pejabat penandatangan SKA Form D dan perwakilan dari otoritas pabean kepada Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 30 April 2011. Pertemuan juga sepakat untuk melakukan publikasi tahunan terhadap daftar pejabat yang berwenang untuk menerbitkan SKA Form D pada tanggal 1 Januari setiap tahunnya.
Sectoral Study on the Most Appropriate Rules of Origin (RoO)
Pertemuan mempertimbangkan rekomendasi kebijakan yang disampaikan oleh konsultan APRIS pada pertemuan SC-AROO sebelumnya dan sepakat: (i) gagasan untuk
memasukkan ketentuan mengenai intermediate
products/roll-up, telah tercantum dalam ketentuan RoO yang sekarang berlaku; (ii) rekomendasi mengenai dimasukkannya kriteria Change in Tariff Classification (CTC) dalam industry part dan komponen akan didiskusikan dengan usulan PSRs untuk sektor lainnya; (iii) skim ASEAN
Industrial Cooperation Scheme (AICO), berdasarkan
keputusan SEOM 2/42 bahwa skim AICO tidak diperpanjang lagi; dan (iv) untuk rekomendasi penyederhanaan proses impor dan ekspor dengan melaksanakan self certification, saat ini ASEAN sedang dalam tahap persiapan implementasi untuk tahun 2012.
Private Sector Inputs On Rules Of Origin
Menindaklanjuti arahan AEM retreat ke-17 dan SEOM
2/42, pertemuan kembali membahas usulan
penyempurnaan Rules of Origin (RoO) dan sepakat: (i) penghapusan persyaratan invoice pada saat permohonan SKA dan penghapusan cost statement bila menggunakan kriteria CTC diserahkan kepada masing-masing issuing authority; (ii) menghapus nilai FOB pada SKA Form D apabila menggunakan kriteria Wholly Obtain dan CTC namun masih menunggu konfirmasi dari Thailand dan Vietnam, sedangkan Kamboja dan Myanmar diberikan
fleksibilitas selama dua tahun; (iii) bahwa terkait dengan usulan dimasukkannya aturan partial cummulation dalam ASEAN+1FTAs, Sekretariat ASEAN sedang melakukan studi mengenai regional cumulation and its impact to ASEAN integration sesuai dengan mandat dari AEM/SEOM. Pertemuan juga mencatat akan diadakannya workshop mengenai cummulation yang dilaksanakan back to back dengan pertemuan ke-3 AANZFTA SC-AROO di Wellington pada bulan Mei 2011.
Custom Clearance Pertemuan membahas concern Malaysia mengenai
kurangnya respons dari customs terkait kasus penolakan SKA Form D yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur OCP. Lebih lanjut pertemuan meminta negara-negara angota ASEAN untuk menyampaikan Customs focal point kepada Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 22 April 2011 serta menyampaikan custom procedure pada pertemuan SC-AROO mendatang. Terkait dengan third party B/L, pertemuan mencatat bahwa negara-negara angota ASEAN akan melakukan konsultasi dengan masing-masing otoritas pabean.
Indication of HS Code in the Box Number 7 of the CO Form D
Thailand mengangkat isu mengenai pencantuman HS code pada box no. 7 SKA Form D. Dalam kaitan ini Indonesia menyampaikan untuk mencantumkan kode ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature (AHTN) pada box tersebut sebagaimana yang tertera pada overleaf SKA
Form D. Lebih lanjut pertemuan sepakat untuk fleksibel
dalam pencantuman kode HS pada SKA dan menyerahkan pada issuing authority negara pengekspor (paling sedikit 6 digit). Pertemuan juga berpandangan bahwa hal tersebut merupakan minor discrepancy sehingga tidak dapat dijadikan dasar untuk menolak SKA Form D.
2. Pertemuan the 1st ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures (AC-SPS)
Pertemuan berlangsung secara paralel dengan SC-AROO pada tanggal 8 April 2011 dan dihadiri oleh Brunei, Indonesia, Myanmar, Filipina, Thailand, dan Vietnam serta wakil Sekretariat ASEAN.
Work Programme Pertemuan membahas Work Programme dari AC-SPS
untuk periode 2011-2015. Fokus utama dari pembahasan adalah berkenaan dengan fasilitasi, kerja sama, dan koordinasi mengenai masalah-masalah Sanitary and Phytosanitary (SPS) di tingkat ASEAN. Pertemuan juga bertukar pandangan mengenai role of the AC-SPS dalam
ASEAN’s Plus 1 FTAs dan menganjurkan agar AC-SPS
mengambil manfaat dari keberadaan economic
cooperation fund untuk kebutuhan technical assistance
dan capacity building SPS. Sehubungan dengan hal
tersebut, pertemuan CCA meminta Vietnam sebagai Chair dari AC-SPS untuk membuat draf concept paper yang akan disampaikan pada pertemuan CCA berikutnya.
Pertemuan juga meminta keempat negara yang tidak hadir dalam pertemuan pertama AC-SPS yaitu Kamboja, Laos, Malaysia, Singapura agar dapat mengirimkan wakil-wakilnya di pertemuan AC-SPS berikutnya.
3. Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee (ATF-JCC) Pertemuan the 4th ASEAN Trade Facilitation Joint
Consultative Committee (ATF-JCC) berlangsung pada
tanggal 10 April 2011 dan dihadiri oleh wakil seluruh negara-negara anggota ASEAN dan wakil Sekretariat ASEAN.
ASEAN Workshop: World Bank Ease of Doing Business
Pertemuan ATFJCC didahului dengan pelaksanaan ASEAN workshop: World Bank Ease of Doing Business (Survey Methodology on Trading Across Borders) yang berlangsung pada tanggal 9 April 2011 kemudian dilanjutkan dengan pertemuan the 4th ATFJCC. Workshop Trading Across Borders memaparkan hasil survei yang telah dilakukan oleh World Bank terhadap kebijakan bisnis yang dilakukan di negara-negara ASEAN yang mencakup regulations, standar, kebijakan, maupun sektor formal. Namun demikian, survei tidak mengukur semua aspek dari
business environment seperti macro economic stability,
corruption, level of labor skills, proximity to markets atau
regulation specific to foreign investment and financial markets. Survei dilakukan dengan melibatkan local experts, termasuk lawyers, business consultant, accountant, government officials, dan profesional lainnya. Indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan dalam trading across borders adalah dokumen, waktu, dan biaya yang digunakan untuk melakukan proses ekspor dan impor. Berdasarkan hasil survei tersebut Indonesia menduduki urutan ke-47 termudah untuk melakukan trading across borders.
Proposed Benchmark Indicators
Sesuai dengan mandat ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA), ASEAN wajib melakukan penilaian terhadap fasilitasi perdagangan sekali dalam dua tahun dengan melakukan survei nasional. Dalam kaitan ini pertemuan
(kecuali Kamboja dan Myanmar yang akan melakukan konsultasi domestik) sepakat: (i) menggunakan indikator fasilitasi perdagangan yang digunakan oleh World Bank EoDB untuk menyusun quantifiable benchmarks guna mencapai tujuan fasilitasi perdagangan ASEAN. Indikator tersebut antara lain adalah dokumen, waktu, dan biaya yang diperlukan dalam kegiatan ekspor dan impor; (ii) memberikan kebebasan negara-negara anggota ASEAN untuk melakukan survei nasional guna mengetahui tingkat kemajuan fasilitasi perdagangan; dan (iii) menambahkan
isu sanitary and phytosanitary dan technical barriers to
trade dalam indikator, khusus untuk tambahan indikator
ini akan dibahas lebih lanjut pada pertemuan mendatang.
Monitoring of
Implementation of the ASEAN Trade
Facilitation Work
Programme (ATFWP)
ATFJCC melanjutkan pembahasan mengenai ASEAN Trade
Facilitation Work Programme (ATFWP) 2007-2015 dan
mencatat bahwa ASEAN Committee on Sanitary and
Phytosanitary (AC-SPS) akan merevisi Sanitary and
Phytosanitary (SPS) work Programme di bagian SPS pada
ATFWP. Pertemuan sepakat untuk membuat ATFWP dalam dua versi, yang pertama sebagai working documents dan yang kedua sebagai lampiran yang secara administratif akan menjadi annex ATIGA. Lebih lanjut ATFJCC sepakat untuk meninjau ATFWP sekali dalam dua tahun.
Establishment of the National Coordinating Committee
Pasal 50 (2) ATIGA memberikan mandat bahwa setiap negara anggota wajib membentuk Trade Facilitation Coordinating Committee di tingkat nasional. Hingga saat ini baru Brunei, Laos, Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki Komite Koordinasi di tingkat nasional. Pertemuan sepakat agar negara-negara anggota ASEAN dapat membentuk Komite Koordinasi di tingkat nasional sebelum pertemuan AFTA Council pada bulan Agustus 2011.
Participation of Private Sector
Pertemuan mencatat daftar usulan perwakilan bisnis khususnya yang terkait dengan trade facilitation yang telah direformat oleh Sekretariat ASEAN. Terkait dengan mekanisme dialog antara ATFJCC dan private sectors, pertemuan berpandangan bahwa untuk saat ini belum diperlukan karena dialog tersebut telah dilakukan pada tingkat AEM/SEOM. ATFJCC sepakat agar lebih fokus merespons usulan private sectors yang terkait dengan fasilitasi perdagangan.
ASEAN Trade Repository (ATR)
Sesuai mandat SEOM 1/42, pertemuan bertukar
pandangan mengenai pembentukan ASEAN Trade
Repository (ATR) 2015. Dalam hubungan ini, pertemuan
sepakat agar negara-negara anggota ASEAN bertukar informasi terkait perkembangan national trade repository
(NTR) pada pertemuan yang akan datang dan menetapkan technical design agar dicapai kemajuan yang signifikan pada tahun 2011 yang kemudian akan dilaporkan kepada AFTA Council pada bulan Agustus 2011.
4. Pertemuan Legal Experts on ATIGA
Pertemuan Legal Experts berlangsung secara paralel dengan Pertemuan ASEAN Trade Facilitation Joint Consultative Committee pada tanggal 10 April 2011.
Termination of the AICO Agreement
Sebagai tindak lanjut dari pertemuan SEOM 2/42, pertemuan Legal Experts membahas mengenai terminasi
ASEAN Industrial Cooperation Scheme (AICO) melalui
mekanisme pencantuman AICO Agreement dalam list of superseded agreement. Thailand menginformasikan akan melakukan konsultasi internal terkait implikasi pencantuman AICO Agreement dalam list of superseded agreement dan menyampaikan ke Sekretariat ASEAN paling lambat tanggal 31 Mei 2011. Lebih lanjut pertemuan
Legal Experts berpandangan bahwa pencantuman AICO
Agreement dalam list of superseded merupakan cara yang
praktis mengingat persetujuan dimaksud tidak memiliki klausula pengakhiran perjanjian.
Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreement
SEOM 1/42 telah membahas isu inkonsistensi dari provisi emergency measures dalam Prority Integrated Sector (PIS) dengan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA). Dalam kaitan ini seluruh negara-negara anggota ASEAN kecuali Filipina telah menyepakati bahwa ketentuan emergency measures dari PIS akan diselaraskan dengan ATIGA. Lebih lanjut pertemuan sepakat memberikan waktu kepada Filipina untuk melakukan konsultasi domestik dan menyampaikan posisinya kepada Sekretariat ASEAN paling lambat 30 April 2011, agar dapat ditandatangani pada AFTA Council ke-25.
5. The Fourth Meeting of the Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (4th CCA)
Pertemuan berlangsung pada tanggal 11-12 April 2011, dihadiri oleh wakil dari seluruh negara anggota ASEAN dan dari Sekretariat ASEAN. Pertemuan Coordinating Committee on the Implementation of the ATIGA (CCA) ini menerima laporan-laporan yang disampaikan dari pertemuan-pertemuan Sub-Committee on ATIGA Rules of
Origin, ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary
Committee, pertemuan Legal Experts dan membahas isu-isu yang belum/tidak dapat disepakati dalam ketiga forum tersebut.
Study on Enhancing the Implementation of ASEAN Agreements
Sesuai mandat Senior Economic Officials Meeting (SEOM) yang menugaskan Coordinating Committee on ASEAN Trade in Goods Agreement (CCA), Coordinating Committee
on Investment (CCI), dan Coordinating Committee on
Services (CCS) untuk mengkaji dan menyampaikan masukan terkait rekomendasi International Trade
Strategies (ITS) yang bersifat ASEAN-wide. CCA
berpandangan bahwa terdapat inkonsistensi dalam studi dimaksud akibat kurangnya pengetahuan konsultan mengenai ATIGA. CCA melihat bahwa rekomendasi yang disampaikan konsultan dinilai telah dilakukan oleh ASEAN, baik mengenai high priority di bidang barang (otomotif, elektronik, dan tesktil dan produk tekstil (TPT) yang terkait dengan Non Tariff Measures) maupun pengembangan CCA work programme. Lebih lanjut pertemuan sepakat agar negara anggota ASEAN menyampaikan tanggapan terhadap studi dimaksud kepada Sekretariat ASEAN guna dikonsolidasikan dan disampaikan pada SEOM 3/42.
AEC Scorecard Pertemuan melakukan update terhadap AEC Scorecard
berupa penambahan measures di bawah isu Trade Facilitation Agreement dan ASEAN Committee on Sanitary
and Phytosanitary yaitu pembentukan National
Coordinating Committe on Trade Facilitation dan pengesahan work programme on ASEAN Committee on Sanitary and Phytosanitary Measures.
Issuance of ATIGA Legal Enactment for CLMV
Pertemuan mencatat penyampaian Legal enactment (LE) terkait skedul penurunan tarif dalam kerangka ASEAN Trade in Goods Agreement yang dilakukan oleh Kamboja. Sementara Vietnam menginformasikan bahwa LE dalam kerangka Common Effective Preferential Tariff yang diterbitkannya telah mencakup komitmennya sampai dengan tahun 2013. Namun demikian Vietnam akan menerbitkan LE yang baru pada tahun ini yang mencakup produk dalam kerangka Prority Integrated Sector dan petroleum.
Review of the Waiver for Rice and Sugar for Indonesia and
Philippines
Pertemuan mencatat submisi yang disampaikan Indonesia dan Filipina mengenai permohonan perpanjangan waiver atas produk beras dan gula. Dalam kaitan ini pertemuan
meminta Indonesia dan Filipina masing-masing
menyampaikan data statistik impor gula dan beras secara lebih detail untuk dibahas pada pertemuan yang akan datang.
Elimination of Non-Tariff Barriers
Di bawah mata agenda Elimination of Non-Tariff Barriers, pertemuan antara lain membahas penghapusan Non Tariff
Measures tranches ketiga, updates on newly introduced
NTMs, development of the Non Tariff Measures Guidelines dan cooperation with the World Bank and Updates on the New Clasification by UNCTAD/World Bank. Terkait dengan penghapusan kuota untuk teh, kopi, dan susu, pertemuan mencatat submisi Thailand mengenai summary of legal
enactment dan meminta Thailand menyampaikan full
English version of Legal Enactment.
Sekretariat ASEAN mempresentasikan daftar Non Tariff Measures untuk sektor otomotif, elektronik, dan tekstil berdasarkan database Non Tariff Measures ASEAN. Pertemuan juga membahas instruksi Senior Economic
Officials Meeting untuk melibatkan private sectors
khususnya sektor otomotif, elektronik dan tekstil dan sepakat akan mengundang private sectors tersebut pada Coordinating Committee on ASEAN Trade in Goods Agreement (CCA) mendatang.
Development of the NTM Guidelines
Pertemuan membahas finalisasi kajian mengenai import
licensing yang telah dilakukan oleh konsultan The Asian
Development Bank (ADB) yang selanjutnya akan disahkan
pada Preparatory AEM di sela-sela pertemuan Summit ke-18 di Jakarta. Dalam hubungan ini, pertemuan meminta AMS untuk menyampaikan tanggapan dan masukan atas guidelines dimaksud paling lambat tanggal 30 April 2011.
Trade Statistics Sekretariat ASEAN menginformasikan penyampaian ASEAN
Trade Performance masing-masing negara anggota ASEAN. Mengingat pertemuan ASEAN Economic Community (AEC)
Council akan dilaksanakan pada bulan Mei 2011 dan
pertemuan tingkat Menteri Ekonomi di bulan Agustus 2011, pertemuan meminta negara anggota ASEAN untuk menyampaikan trade data kuartal pertama 2011 dan Form D trade data paling lambat 15 Juli 2011.
6. The 2nd Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) Customs,
Immigration, and Quarantine (CIQ) Task Force Meeting
Pertemuan diselenggarakan pada tanggal 23 April 2011 di Pattaya, Thailand dipimpin oleh Deputy Director General, Departmen of Foreign Trade, Thailand, dan dihadiri oleh Director Centre for Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle Sub Regional Cooperation (CIMT) selaku Sekretariat, perwakilan Asian Development Bank (ADB), perwakilan dari Indonesia, Malaysia, danThailand.
Sectoral Sub Committee on Customs
Pertemuan membahas presentasi dan usulan-usulan yang di sampaikan oleh masing-masing negara terkait customs sebagai berikut:
1)Indonesia
Masukan Indonesia agar task force ini beranggotakan
government agency CIQ saja dari instansi customs
masing-masing negara tanpa melibatkan Joint Business Council (JBC) dan hanya government agency yang dapat membuat keputusan, apabila ada isu yang akan disampaikan oleh JBC kepada CIQ, maka JBC akan diundang sebagai mitra wicara pada pertemuan CIQ Task Force. Indonesia juga meminta agar pertemuan CIQ Task Force sebaiknya dilaksanakan sekali dalam setahun namun pertemuan dapat diadakan lebih dari sekali apabila ada masalah penting yang perlu penanganan segera.
2)Thailand
Thailand meminta sebagai negara sesama anggota
World Customs Organization (WCO) kerja sama dalam
cross border dengan Indonesia dan Thailand dapat ditingkatkan, karena banyak kegiatan yang dapat dikerjakan seperti cross border di bidang infrastruktur dan transportasi. Thailand mengusulkan proyek test bed antara Malaysia dan Thailand di Bukit Kayu Hitam-Sadao, Padang, dan Sungai Golok-Rantau Panjang, proyek one stop service center di masing-masing house border. Thailand juga mengusulkan agar pelabuhan bukit Kayu Hitam–Sadao dapat beroperasi 24 jam untuk custom, imigrasi, dan karantina dan di Sungai Golok-Rantau panjang dapat beroperasi sampai tengah malam, sehingga mempermudah barang dari Thailand masuk dan untuk menghindari antrean truk yang panjang dari Thailand ke perbatasan Malaysia. Thailand juga mengusulkan agar dilakukan kunjungan di perbatasan CIQ khususnya di Bukit Kayu Hitam-Sadao untuk bertukar pengalaman.
3)Malaysia
Karena perwakilan dari sector customs Malaysia tidak dapat hadir maka pertemuan meminta agar the Centre
for IMT-GT Subregional Cooperation (CIMT) dapat
berkoordinasi dengan customs Malaysia terkait permasalahan yang disampaikan Thailand.
Sectoral Sub Committee on Immigration
Pertemuan membahas presentasi dan usulan-usulan yang di sampaikan oleh masing-masing negara terkait imigrasi sebagai berikut:
1)Indonesia
Indonesia diwakili oleh Atase Imigirasi, KBRI di Bangkok, menerima proposal agar Indonesia menjadi ketua Sub
Commitee on Immigration. Indonesia
mempresentasikan tentang peraturan-peraturan
keimigrasian yang diterapkan Indonesia. Pertemuan mencatat presentasi Indonesia.
2)Thailand
Thailand meminta kepada Malaysia agar permasalahan sistem pengisian form visa setiap melewati perbatasan, sebaiknya dilakukan dengan scanning pasport saja. 3)Malaysia
Malaysia menjelaskan kepada Thailand bahwa sistem pengisian form visa dilakukan karena banyaknya orang asing yang masuk ke perbatasan Malaysia berjumlah sekitar 280.000 orang per hari di antaranya warga negara Thailand, sehingga diperlukan pengawasan. Malaysia akan mempertimbangkan usul Thailand tersebut dengan menggunakan Malaysia Automatic Clearances (MACs) seperti yang diberlakukan di perbatasan antara Malaysia dan Singapura.
Sectoral Sub Committee on Quarantine
Indonesia mengusulkan agar negara IMT-GT menggunakan standar sertifikasi kesehatan untuk binatang ketika melewati daerah di perbatasan. Pihak Thailand dan Malaysia menerima usulan Indonesia tersebut.
Preparation of Memorandum of Understanding (MoU) IMT-GT on CIQ Issues
Pada pertemuan pertama IMT-GT on CIQ TF pada tanggal 26 Oktober 2010, di Kuala Lumpur, Malaysia, telah disepakati bahwa Asian development Bank (ADB) akan membantu the Centre for IMT-GT Subregional Cooperation (CIMT) dalam drafting MoU sesuai dengan standar ASEAN. MoU bertujuan untuk mempermudah negara IMT-GT dalam meningkatkan fasilitas perdagangan, harmonisasi
prosedur, transportasi darat, dan juga untuk
mempermudah para private sector dalam menjalankan bisnisnya di dalam wilayah ketiga negara tersebut. ADB meminta kepada IMT-GT agar MoU sebaiknya fokus pada technical issue saja dan meminta agar negara anggota dapat berbagi informasi sehingga masing-masing negara mempunyai pengertian yang sama untuk issue tersebut.
7. The 1st ASEAN Connectivity Coordinating Committee (1st ACCC)
Pertemuan Pertama ASEAN Connectivity Coordinating
Committee (1st ACCC) and Related Meetings
diselenggarakan pada tanggal 21-25 Maret 2011 di Sekretariat ASEAN, Jakarta. Pertemuan dipimpin oleh the Permanent Representative of Indonesia to ASEAN, dan dihadiri oleh seluruh negara-negara anggota ASEAN (kecuali Kamboja).
Master Plan on ASEAN Connectivity
Pertemuan dimulai dengan opening remarks oleh
Secretary-General of ASEAN, yang menyatakan bahwa
dengan ASEAN Connectivity akan membantu untuk mempercepat pembentukan ASEAN Community 2015. Master Plan yang diadopsi oleh ASEAN Leaders pada bulan Oktober 2010 berada di tempat yang tepat dan ditangani
dengan baik melalui ACCC ini. Untuk
mengimplementasikan Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC), diperlukan mekanisme dan sumber daya yang baik. Efektivitas implementasi MPAC akan menjadi sangat penting dalam pembentukan ASEAN Community.
Sebelum pembahasan agenda, Chairman menggaribawahi tugas yang berat ke depan untuk mengimplementasikan MPAC secara efektif dan perlunya dukungan dan komitmen yang tinggi dari negara mitra ASEAN termasuk bank pembangunan multilateral, organisasi internasional, pelaku usaha untuk melaksanakan proyek-proyek yang diprioritaskan dalam MPAC.
Implementasi Isu-isu Prioritas
Pertemuan menempatkan implementasi isu-isu prioritas seperti mekanisme untuk operasionalisasi dan memonitor implementasi key strategies and actions, dengan mengoordinasikan national coordinators di negara-negara anggota ASEAN dan seluruh stakeholder. Untuk memonitor dan mengevaluasi implementasi MPAC digunakan mekanisme scorecard.
Draft TOR ACCC Pertemuan mencatat hasil pembahasan draf Terms of
Reference (TOR) ACCC tanggal 17 Januari 2011 di Lombok, yang mengusulkan anggota Wakil Tetap untuk ASEAN atau Permanent Representative (PR) menjadi ACCC.
Modalitas Keterlibatan Negara-negara Mitra ASEAN
Pertemuan juga membahas modalitas keterlibatan negara-negara mitra yang mendukung MPAC dan peran serta hubungan ACCC dengan entitas lainnya seperti ASEAN sectoral bodies, national coordinators and external parties. Dalam hal ini Thailand menyampaikan paper mengenai keterlibatan negara-negara mitra ASEAN dan pihak lainnya untuk mendukung peningkatan ASEAN Connectivity.
Other Matters Dalam Agenda Other Matters, pertemuan membahas project proposal China mengenai Seminar on China-ASEAN Connectivity dan pertemuan sepakat agar masing-masing negara anggota dapat memberikan tanggapan dalam waktu satu minggu setelah pertemuan ke-1 ACCC untuk kemudian di-endorse pada pertemuan kedua ACCC bulan Juni 2011.
Di sela-sela pertemuan dilakukan presentasi dari perwakilan Asian Development Bank (ADB), Economic
Research Insitute for ASEAN and East Asia (ERIA), United
Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific and the World Bank yang menyampaikan pandangan atas implementasi MPAC di mana keempat organisasi internasional tersebut juga terlibat dalam mengembangan Master Plan. Pada intinya keempat organisasi internasional sangat tertarik dan berkomitmen untuk mendukung implementasi MPAC.
C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya
Pertemuan Dengan Hawaii – IndonesiaChamber Of Commerce
Pada tanggal 22 Februari 2011 telah dilakukan pertemuan dengan Hawaii – Indonesia Chamber of Commerce (HICHAM) di sela-sela rapat kerja dengan Presiden R.I. di Bogor.
Fokus utama pertemuan adalah untuk berdialog dan memperoleh informasi mengenai kemungkinan kerja sama antara pengusaha yang bertempat di Hawaii dan isu-isu yang kemungkinan bisa dijadikan acuan gagasan dalam
Hawaii Innovative di sela-sela Rangkaian APEC Economic
Leaders Meeting (AELM) pada bulan November 2011. Peran dan
perkembangan HICHAM
Pada awal pertemuan, Presiden HICHAM menyampaikan peran dan perkembangan HICHAM sebagai salah satu organisasi yang menaungi beberapa pengusaha yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia serta berminat untuk melakukan investasi di Indonesia.
Pelaksanaan APEC Economic Leaders Meeting
Beberapa hal yang akan menjadi highlight pada pelaksanaan APEC Economic Leaders Meeting (AELM) pada tanggal 10-13 November 2011 di Honolulu – Hawaii, Amerika Serikat, di antaranya memberikan kesempatan kepada para pengusaha dan inovator yang bertempat di Hawaii untuk dapat berkomunikasi secara langsung dengan
para pemimpin ekonomi APEC sekaligus pengusaha dari negara utara-utara dan selatan-selatan yang akan turut berpartisipasi dalam Hawaii Innovative, penyelenggaraan pameran produk-produk innovative dari para pengusaha yang diharapkan lebih banyak berasal dari negara-negara Asia Tenggara, di mana diharapkan para pengusaha Indonesia terutama dari UKM untuk ikut berpartisipasi secara aktif dalam acara tersebut.
Asia Sebagai Future Market
Indonesia dan negara-negara di Asia merupakan the future markets yang sangat tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan oleh Amerika Serikat sendiri yang merupakan negara super power. Warna super power sudah bergeser dari political and security power menjadi economic power
yang menuntut kemampuan negara untuk
mengembangkan segala potensi dan sumber daya melalui peningkatan serta pengembangan inovasi dan kreativitas, dan itulah yang sedang diperjuangkan oleh Indonesia, seperti dalam ekonomi kreatif yang baru-baru ini menjadi icon Kementerian Perdagangan, di mana konsentrasinya juga pada peningkatan peran UKM.
Diusulkan agar topik terkait kakao, crude palm oil, small
and medium enterprises, dan tourism dapat dijadikan
materi pembahasan pada Hawaii Innovative.
Terkait dengan kesediaan Ibu Menteri Perdagangan sebagai salah satu pembicara utama dalam acara Hawaii
Innovative tersebut, pihak HICHAM akan mengirimkan
permintaan secara resmi termasuk dengan topik bahasan yang akan disampaikan pada kesempatan pertama.
D. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral
1. Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Cooperation Agreement (IA-CEPA) Tahap ke-II
Pertemuan konsultasi berlangsung pada tanggal 18 April 2011 di Jakarta. Konsultasi pra-negosiasi IA-CEPA tahap ke-II merupakan tindak lanjut atas pertemuan konsultasi pra-negosiasi IA-CEPA tahap ke-I yang telah dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2011 di Sydney, Australia.
Agenda pertemuan antara lain membahas: (i) guiding
principles and modalities; (ii) concept of clustering; (iii)
possible confidence building measures; (iv) economic
cooperation dan presentasi atas proposed beef pilot
project by ACIAR; (v) report to the Ministers; dan (vi) date
Gambar 1. Delegasi Indonesia dan Australia Australian Government
Trade Policy Statement
Pertemuan diawali dengan pemaparan oleh Ketua Delegasi
Australia atas perkembangan terkini kebijakan
perdagangan Australia, di mana telah diterbitkannya Australian Government Trade Policy Statement: Trading our way to more jobs and prosperity. Terdapat lima hal yang perlu digarisbawahi terkait isi dari Trade Policy
Statement dimaksud yakni bahwa kebijakan perdagangan
Australia akan didasari oleh prinsip uniteralism; non-discrimination; separation; transparency and indivisibility
of trade policy and economic reform. Menanggapi
penjelasan tersebut, delegasi Indonesia akan
memperhatikan referensi mengenai ketentuan karantina, tenaga kerja dan standar lingkungan sebagai hasil dari Trade Policy Statement.
Guiding Principles and Modalities
Berkenaan dengan draft guiding principles and modalities, kedua delegasi telah memiliki kesepakatan terhadap mayoritas isi draft dimaksud. Terdapat tiga poin yang diletakkan dalam square bracket untuk menjadi pertimbangan lebih lanjut bagi kedua negara yakni terkait proposal Indonesia atas isu development dan isu mengenai
sequencing of economic cooperation serta waktu
pelaksanaan negosiasi IA-CEPA.
Concept of Clustering Pihak Australia menyetujui pendekatan clusters dalam
economic cooperation sebagaimana diajukan oleh Wakil
Menteri Perdagangan. Pihak Indonesia menyampaikan bahwa akan mempersiapkan conceptual paper mengenai
clustering tersebut. Pada kesempatan itu, Australia
antara Indonesia dengan Australia dalam hal
extractive/mining sector pada tingkat perusahaan
(company level). Pihak Australia juga berkesempatan untuk menyampaikan sejumlah buku terkait kerja sama dimaksud.
Possible Confidence Building Measures
Kedua pihak menyepakati akan pentingnya membangun kepercayaan stakeholders akan keberadaan IA-CEPA. Hal tersebut diperlukan dalam rangka menjamin kelancaran implementasi IA-CEPA di kemudian hari. Dengan demikian, Australia menyarankan agar kedua negara dapat melakukan joint outreach dengan menggunakan seluruh sarana yang ada dalam rangka kelancaran kedua negara dalam melakukan proses negosiasi.
Australia mengusulkan agar dilaksanakan seminar back-to-back with the Working Group on Agriculture, Fisheries and Forestry (WGAFFC). Selain itu, pihak Australia mengusulkan agar diselenggarakan seminar mengenai keuntungan strategi economic cooperation dalam kerangka IA-CEPA sebelum/pada saat putaran pertama negosiasi.
Kedua pihak menyepakati bahwa setelah pelaksanaan TMM akan dilaksanakan penandatanganan MoU terkait IA-CEPA consultations antara KADIN Indonesia dengan the
Australian Chamber of Commerce and Industry pada
tanggal 20 April 2011.
Economic Cooperation dan Presentasi
Proposed Beef Pilot Project oleh
Perwakilan dari Australian Centre for International
Agricultural Research (ACIAR) melakukan presentasi atas
rencana pilot project on beef dengan judul Strenghtening Village-based Brahman Cattle Production System in
Indonesia antara ACIAR dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian – Kementerian Pertanian. Pada kesempatan ini dipaparkan bahwa Australian financial
industry mendukung penuh rencana pelaksanaan pilot
project on beef dimaksud. Pada saat press conference
TMM ke-9 akan diinformasikan mengenai rencana pelaksanaan pilot project on beef dimaksud.
Pihak Australia mengusulkan diperlukannya sejumlah pilot
project yang dapat menggambarkan manfaat atas
keberadaan economic cooperation dalam kerangka IA-CEPA. Selain itu, Australia juga menyampaikan proposal
pilot project on beef sebagai satu implementasi dari
Gambar 2. Pertemuan Konsultasi Pra-Negosiasi IA-CEPA Tahap ke-II
2. Trade Ministers' Meeting ke -9 Antara Indonesia - Australia
Trade Ministers' Meeting(TMM) berlangsung pada tanggal
20 April 2011 di Jakarta. TMM merupakan forum pertemuan bilateral antara Indonesia - Australia yang dipimpin oleh Menteri Perdagangan kedua negara dan rutin diadakan setiap tahun. TMM ke-9 merupakan tindak lanjut dari TMM ke-8 yang telah diadakan pada tanggal 19 Februari 2009 di Sydney, Australia. Tujuan TMM ke-9 adalah sebagai sarana exchange of views bagi kedua negara atas hubungan perdagangan Indonesia - Australia. Australia Sebagai Mitra
Strategis
Indonesia memandang Australia sebagai mitra strategis dalam bidang perdagangan. Hal tersebut dapat ditunjukan dengan nilai perdagangan yang saat ini berada pada angka USD 8.3 billion. Eratnya hubungan kedua negara tergambar pula pada keanggotaan Indonesia dan Australia pada forum-forum AANZFTA, APEC, WTO-Cairns Group.
Australia mencatat bahwa Indonesia dan Australia termasuk dalam dua negara yang memiliki ekonomi terbesar dalam kawasan South Asia. Australia juga memprediksikan Indonesia dapat menjadi negara dengan peringkat ekonomi ke-10 terbesar (nontradisional) di dunia.
Gambar 3.Trade Ministers' Meeting ke -9 antara Indonesia - Australia
WTO and Cairns Group Kedua negara mencatat pentingnya mencapai hasil
perundingan putaran Doha yang membawa keuntungan bagi seluruh pihak. Kedua negara menyatakan dukungan
terhadap upaya penyelesaian Doha Round dan
menyampaikan harapan agar forum ekonomi internasional seperti The Group of Twenty (G-20) dan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dapat memberikan dukungan sepenuhnya terhadap The Doha
Development Agenda (DDA). Kedua menteri menekankan
agar kedua negara dapat bekerja sama secara aktif untuk menyuarakan dukungan positifnya dalam forum-forum internasional lainnya.
The Group of Twenty (G-20)
Kedua Menteri sepakat bahwa forum G-20 memiliki peran yang sangat penting dalam upaya penyelesaian Doha Development Agenda, untuk itu diharapkan agar negara anggota G-20 dapat memberikan dukungan secara penuh
terhadap target G-20. Indonesia menambahkan
pentingnya mengetahui posisi major countries di WTO atas tindak lanjut Doha Development Agenda mengingat kedua negara memiliki keinginan yang sama bahwa pembahasan perkembangan WTO akan terus ditindaklanjuti melalui forum G-20. Pimpinan negara G-20 telah menginstruksikan Menterinya untuk menyelesaikan putaran Doha. Pada kesempatan ini, Indonesia mengutarakan isu-isu lain yang menjadi fokus pembahasan dalam pertemuan G-20 terakhir, antara lain: food security in relation with food
crisis and price volatility dan International monetary
system reform. Australia menegaskan bahwa food security merupakan isu yang tergolong penting bagi Australia mengingat terjadinya krisis keuangan dunia dan beberapa bencana alam yang dialami Australia. Dengan demikian,
Australia berpandangan food security merupakan hal yang fundamental dalam menjaga keseimbangan supply and
demand serta meningkatkan kemampuan wilayah dengan
produktivitas rendah melalui kerja sama.
East Asia Summit (EAS) East Asia Summit (EAS) pada tahun ini akan dilaksanakan pada tanggal 17-19 November 2011 di mana pada kesempatan ini Rusia dan Amerika Serikat akan berpartisipasi untuk pertama kalinya. Pembahasan dalam EAS tidak hanya pada political security issues namun juga isu ekonomi, di mana perdagangan menjadi komponen yang penting untuk dibahas. Indonesia akan mengangkat topik mengenai percepatan pemanfaatan FTA bersama-sama dengan ASEAN+1 dan enam mitra dialog lainnya. Indonesia juga akan mengangkat isu untuk memulai kerja sama pasar tunggal regional dalam kerangka ASEAN. Australia menambahkan bahwa tahun ini merupakan tahun yang penting bagi EAS di mana negara-negara di dunia sangat menyadari pentingnya berkonsolidasi untuk memperkuat kerja sama antar negara dalam menghadapi bencana alam. Mengenai agenda perdagangan, Australia menganggap penting untuk membahas isu makro ekonomi dalam EAS, misalnya isu tentang rules of origin dan tariff nomenclature. Progress of Indonesia Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement
Pada kesempatan ini, kedua ketua Tim Perunding IA-CEPA melaporkan hasil pertemuan konsultasi pra negosiasi IA-CEPA tahap ke-II yang telah dilaksanakan pada tanggal 18 April 2011. Konsultasi pra negosiasi IA-CEPA dilaksanakan sebagai upaya kedua negara untuk mencapai beberapa kesepakatan sebelum dimulainya proses perundingan. Hal penting yang perlu dicatat ialah tercapainya kesepakatan kedua negara atas sebagian besar isi draft Guiding Principles and Modalities yang diusulkan Indonesia. Namun demikian masih terdapat dua poin dalam square brackets yang masih harus dibahas pada pertemuan selanjutnya. Kedua negara sepakat untuk mengadakan beberapa seminar, joint outreach dalam rangka mendapatkan masukan dari stakeholders atas keberadaan IA-CEPA
(confidence building measures). Isu mengenai clustering
dalam economic cooperation sebagaimana yang diusulkan Indonesia dapat diterima oleh pihak Australia. Indonesia menegaskan IA-CEPA diharapkan dapat menjadi platform bagi kemajuan kedua negara dalam hubungan bilateral.