• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Film atau motion pictures ditemukan dari hasil pengembangan prinsip – prinsip fotografi dan proyektor. Film yang pertama kali diperkenalkan kepada publik Amerika Serikat adalah The Life of an American Fireman dan film The Great Train Robbery yang dibuat oleh Edwin S. Porter pada tahun 1903. Tetapi film The Great Train Robbery yang masa putarnya hanya 11 menit dianggap sebagai film cerita pertama, karena telah menggambarkan situasi secara ekspresif, dan menjadi peletak dasar teknik editing yang baik.

Tahun 1906 sampai tahun 1916 merupakan periode paling penting dalam sejarah perfilman di Amerika Serikat, karena pada dekade ini lahir film feature, lahir pula bintang film serta pusat perfilman yang kita kenal sebagai Hollywood. Periode ini juga disebut sebagai the age of Griffith karena David Wark Griffith lah yang telah membuat film sebagai media yang dinamis. Diawali dengan film The Adventures of Dolly (1908) dan puncaknya film The Birth of a Nation (1915) serta film Intolerance (1916). Griffith mempelopori gaya berakting yang lebih alamiah, organisasi cerita yang makin baik, dan yang palin utama mengangkat film sebagai media yang memiliki karakteristik unik, dengan gerakan kamera yang dinamis, sudut pengambilan gambar yang baik, dan teknik editing yang baik. Pada periode ini pula perlu dicatat nama Mack Sennett dengan Keystone Company, yang telah membuat film komedi bisu dengan bintang legendaris Charlie Chaplin”. (Ardianto, 2007 : 144).

Tidak lama setelah periode tersebut, film bicara pun akhirnya muncul meskipun belum sempurna. Namun orang – orang perfilman terus berusaha menyempurnakan sampai film berwarna dapat di buat. Pada tahun 1927 di Broadway Amerika Serikat muncullah film bicara yang pertama meskipun dalam keadaan belum sempurna sebagaimana yang dicita – citakan. Sejak saat itu sejalan dengan perkembangan teknologi, usaha – usaha untuk menyempurnakan film bicara itu terus dilakukan. Dan ini memang berhasil. Pada tahun 1935 film bicara boleh dikatakan mencapai kesempurnaan.

(2)

2 Sementara itu orang – orang film terus juga berusaha untuk lebih menyempurnakan lagi. Tujuan mereka kini membuat film berwarna. Dan ini tercapai pula. (Effendy, 2003 : 204). Sejarah perfilman Indonesia mulai dari tahun 1926 dengan film pertama yang berjudul Lady Van Java, sampai pada tahun1945 Nippon Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Dari catatan sejarah perfilman di Indonesia, film pertama yang diputar berjudul Lady Van Java yang diproduksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada tahun 1927/1928 Krueger Corporation memproduksi film Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh. Film – film tersebut merupakan film bisu dan diusahakan oleh orang – orang Belanda dan Cina. Film bicara yang pertama berjudul Terang Bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R.Mochtar berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia Saerun. Pada saat perang Asia Timur Raya di penghujung tahun 1941, perusahaan perfilman yang diusahakan oleh orang Belanda dan Cina itu berpindah tangan kepada Jepang, diantaranya adalah NV Multi film yang diubah namanya menjadi Nippon Eiga Sha, yang selanjutnya memproduksi film feature dan film dokumenter. Jepang telah memanfaatkan film untuk media informasi dan propaganda. Namun, tatkala bangsa Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya, maka pada tanggal 6 Oktober 1945 Nippon Eiga Sha diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Republik Indonesia.

Sejak tanggal 6 Oktober 1945 lahirlah Berita Film Indonesia atau BFI. Bersamaan dengan pindahnya Pemerintah RI dari Yogyakarta, BFI pun pindah dan bergabung dengan Perusahaan Film Negara, yang pada akhirnya berganti nama menjadi Perusahaan Film Nasional. (Effendy, 2003 : 218). Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif, bahkan persuasif. Hal ini pun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979, bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building.

Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi film – film sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari –hari secara berimbang. Cerita sejarah yang pernah diangkat menjadi film adalah G.30 S PKI, Janur Kuning, Serangan Umum 1 Maret dan Fatahillah. Selama 4 tahun terakhir ini, film Indonesia yang mengandung makna nasionalisme diantaranya, Sang Pencerah, Darah

(3)

1

(

http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-h012-12-757306_habibie-ainun#.U2jkrleaeSo, diakses pada 29 Maret 2014 pukul 21.00)

3 Garuda, Tendangan Dari Langit, Soegija, Soekarno: Indonesia Merdeka, 5cm dan Habibie & Ainun.

Dari beberapa film diatas, film Habibie & Ainun lah yang mampu menarik 4,5 juta penonton. Film yang disutradarai oleh Faozan Rizal ini juga berhasil memecahkan rekor jumlah layar yang menayangkannya, pada hari ketiga film ini ditayangkan di 241 layar di seluruh Indonesia[1]. Inilah yang mendasari peneliti menjadikan film Habibie & Ainun sebagai objek penelitian.

Gambar 1.1

Rating film berdasarkan jumlah penonton

Sumber : filmindonesia.or.id

Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata yang diangkat dari buku setebal 323 halaman yang ditulis oleh Habibie, mengenai perjalanan cintanya bersama Alm. Hasri Ainun Besari. Film Habibie dan Ainun juga laku di sejumlah negara di Asia, antara lain, Taiwan, Singapura dan Malaysia.

Habibie & Ainun adalah film drama Indonesia yang dirilis pada tanggal 20 Desember 2012. Film ini dibintangi oleh Reza Rahardian, Bunga Citra Lestari dan Tio Pakusadewo. Pada peluncurannya, film ini disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia

(4)

2

(

http://id.wikipedia.org/wiki/Habibie_%26_Ainun, diakses pada 29 Maret 2014 pukul 21.10 WIB)

3

(http://www.imdb.com/title/tt2589132/synopsis?ref_=ttt_ov_pl, diakses pada 29 Maret pukul 21.20 WIB)

4 ke-6, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, didampingi oleh Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke-16, Ir. H. Joko Widodo, dan oleh tokoh utama film ini sendiri, Presiden Republik Indonesia ke-3, Bacharuddin Jusuf Habibie[2].

Ini adalah kisah tentang apa yang terjadi bila kamu menemukan belahan hatimu. Kisah tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang Presiden ketiga Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun. Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar: berbakti kepada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya.

Pada tahun 1962, dua kawan (atau musuh) SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie langsung jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula putih. Tapi Ainun, dia tak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman. Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan dua hidup menjadi satu. Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar; Apakah cinta mereka akan bisa terus abadi?[3]

Film Habibie dan Ainun tidak hanya menceritakan tentang percintaan antara Habibie dan Ainun, tetapi juga menceritakan bagaimana perjuangan seorang Habibie membangun dan menyatukan Indonesia sesuai dengan mimpi besarnya yaitu membuat pesawat terbang. Rasa cinta terhadap tanah air yang dimiliki beliau sangat besar, meskipun banyak tantangan dalam mewujudkan mimpi besarnya itu beliau tetap bertahan. Dalam film Habibie & Ainun, pesan yang ingin disampaikan adalah rasa cinta seorang Habibie kepada istri dan keluarganya serta rasa cinta beliau kepada negeri tempat beliau dilahirkan. Rasa nasionalisme beliau yang sangat tinggi membuat beliau banyak kehilangan waktu bersama istri dan keluarganya. Disinilah konflik dalam film Habibie dan Ainun terjadi ketika rasa nasionalisme seorang Habibie begitu besar sehingga beliau harus memilih antara negeri dengan istri dan keluarganya.

(5)

5

Semua orang yang sudah menonton film Habibie & Ainun tau bahwa film tersebut menceritakan tentang kisah cinta antara Habibie dan Ainun, namun dalam film tersebut terdapat beberapa scene atau adegan yang menggambarkan tentang rasa nasionalisme seorang Habibie. Selain itu, alasan lainnya peneliti memilih film Habibie & Ainun adalah karena tokoh Habibie sendiri. Semua masyarakat Indonesia tahu siapa Habibie, beliau adalah tokoh nasional.

Dalam website profil.merdeka.com tentang biografi Habibie terkait dengan rasa nasionalisme seorang Habibie terhadap negaranya, dikatakan bahwa setelah lulus, Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965 – 1969) sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969 – 1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode (1973 – 1978) serta menjadi Penasehat Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978). Dia menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini.

Pada tahun 1968, Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi dari beliau. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (kemudian maritim dan darat). Ketika Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Film Habibie & Ainun mengangkat cerita seorang tokoh nasionalis, maka dari itu peneliti tertarik melakukan penelitian tentang makna nasionalisme yang ada dalam film Habibie & Ainun.

Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai suku dan golongan dengan ciri kebersamaan dan kekeluargaan dalam bernegara membutuhkan asas persatuan dan kesatuan untuk mewujudkan nasionalisme Indonesia. Nasionalisme Indonesia yaitu rasa kesatuan yang tumbuh dalam hati sekelompok manusia yang mempunyai cita – cita sama dalam satu ikatan organisasi kenegaraan yang berlandaskan lima prinsip kehidupan manusia. (Bakry, 2010:130)

(6)

6 Nasionalisme bagi bangsa Indonesia merupakan jiwa kebangsaan yang memang mutlak harus ada mengingat bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, agama, kebudayaan maupun bahasa. Aspirasi pertama nasionalisme adalah perjuangan untuk mewujudkan persatuan nasional dalam bidang politik. Kemudian tumbuh dan berkembang di suatu saat dalam bentuk negara nasional sebagai perwujudan semangat nasionalisme, disebut bangsa menegara. Bangsa menegara adalah persatuan sekolompok manusia yang memiliki kesadaran hidup bersama dalam satu ikatan politis kenegaraan dengan cita – cita yang sama. (Bakry, 2010:132)

Indonesia membutuhkan orang – orang yang peduli terhadap nasib negerinya, bukan orang yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Kini saatnya mengajak masyarakat untuk peduli terhadap tanah airnya. Pesan yang disampaikan dalam film tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap tanah airnya, seorang Habibie saja dengan latar belakang pendidikan yang tinggi di luar negeri tetap ingat dan ingin mengabdikan dirinya kepada negerinya.

Pentingnya penelitian ini karena dalam film Habibie & Ainun mengangkat cerita seorang tokoh nasionalis berarti film Habibie & Ainun berpotensi untuk menggugah rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Sesuai dengan fungsinya film merupakan salah satu bentuk media massa, pada umumnya media massa memliki fungsi informatif, edukatif dan hiburan.

Film merupakan media audio visual yang sangat menarik karena sifatnya yang dapat menghibur khalayak dengan alur cerita dan gambar yang menarik. Film sebagai suatu media audio visual mempunyai pengaruh yang kuat. Film dapat dipakai sebagai sarana dialog antara pembuat film dengan penontonnya. Dalam sebuah film tidak hanya terjadi komunikasi verbal melalui bahasa-bahasa yang tertuang dalam dialog antara pemain, akan tetapi juga terjadi komunikasi non verbal yang tertuang dalam bahasa gambar berupa isyarat-isyarat dan ekspresi dari pemain film tersebut. Film menggunakan bahasa dan gaya yang menyangkut geriak-gerik tubuh (gesture), sikap (posture), dan ekspresi muka (facial expression). (Effendy, 2002:29)

Film akan terus menarik sejumlah besar pemirsa, karena alasan sederhana bahwa film itu ’mudah diproses’. Novel membutuhkan waktu untuk dibaca, film dapat segera ditonton dalam waktu kurang dari tiga jam. Akibatnya film diperkenalkan satu bentuk moderen kelisanan. Dampaknya bersifat segera dan langsung pada intinya. Film akan terus menjadi komponen intrinsik pada galaksi digital untuk masa yang akan datang. (Danesi, 2010: 45).

(7)

7 Film lebih dulu menjadi media hiburan dibanding radio siaran dan televisi. Menonton film ke bioskop ini menjadi aktivitas populer bagi orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an. Industri film adalah industri bisnis. Predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang – orang yang bertujuan memperoleh estetika (keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataannya adalah bentuk karya seni, industri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang – kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistik film itu sendiri.

Seperti media komunikasi lainnya, film mengandung suatu pesan yang disampaikan kepada penonton. Pesan yang disampaikan dalam film menggunakan mekanisme lambang – lambang yang ada didalam pikiran manusia berupa isi pesan, percakapan, perkataan, suara dan sebagainya. Berhubungan dengan film yang sarat akan simbol dan tanda, maka yang menjadi perhatian peneliti disini adalah dari kajian semiotikanya, dimana dengan semiotika akan sangat membantu peneliti dalam menelaah arti kedalaman suatu bentuk komunikasi dan mengungkap makna yang tersirat didalamnya.Sederhananya semiotika itu adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda. Tanda-tanda yang berada dalam film tentu saja berbeda dengan format tanda yang lain yang hanya bersifat tekstual atau visual saja. Jalinan tanda dalam film terasa lebih kompleks karena pada waktu yang hampir bersamaan sangat mungkin berbagai tanda muncul sekaligus, seperti visual, audio, dan teks. Begitu pun dengan tanda-tanda yang terdapat dalam film Habibie dan Ainun.

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, Semeion yang berarti tanda. Kemudian diturunkan dalam bahasa Inggris menjadi Semiotics. Dalam bahasa Indonesia, semiotika atau semiologi diartikan sebagai ilmu tentang tanda. Dalam berperilaku dan berkomunikasi tanda merupakan unsur yang terpenting karena bisa memunculkan berbagai makna sehingga pesan dapat dimengerti.

Menurut Pierce, ada 3 elemen makna yaitu tanda, objek dan interpretan. Ketiga elemen itu saling berkaitan satu sama lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu diluar dirinya yang disebut objek, dan dipahami oleh seseorang yaitu bahwa tanda memiliki efek di dalam benak pengguna yang disebut interpretan (hasil interpretasi). Interpretan bukanlah pengguna dari tanda melainkan sebuah konsep mental yang diproduksi oleh tanda dan merupakan hasil dari pengalaman yang dimiliki oleh pengguna terhadap objek. (Fiske, 2012 : 70).

(8)

8 Menurut Saussure, sebuah tanda terdiri dari penanda (signifier) dan petanda (signified).Signifier atau penanda adalah gambaran fisik nyata dari tanda ketika kita menerimanya, sedangkan signified atau petanda adalah konsep mental yang mengacu pada gambaran fisik nyata dari tanda. Konsep mental dikenali secara luas oleh anggota dari suatu budaya yang memiliki bahasa yang sama. (Fiske, 2012:73)

Menurut Barthes, ada dua tahap penandaan signifikasi (two order of signifikasi). Tatanan signifikasi yang pertama menjelaskan relasi antara penanda (signifier) dan petanda (signified) di dalam tanda, dan antara tanda dengan objek yang diwakilinya dalam realitas eksternalnya. Barthes menyebutnya dengan denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai makna subyektif atau paling tidak intersubyektif.

Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos. Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas sosial mengenai hidup dan mati, manusia dan Tuhan, baik dan buruk. Sementara mitos masa kini adalah soal mengenai feminitas, maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan. Jika konotasi merupakan makna penanda pada tahap kedua, mitos adalah makna petanda pada tahap kedua. (Fiske, 2012:140 – 143)

Menurut John Fiske, semiotika memiliki tiga bidang studi utama : Pertama, Tanda itu sendiri. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. Kedua, kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dilambangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan tempat tanda dan kode bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. (Fiske, 2012 : 66)

Dari penjelasan keempat ahli semiotika diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Pierce dan Saussure fokus pada bidang linguistik (kata – kata) dan mengesampingkan faktor budaya di dalam model analisis semiotikanya. Selain itu analisis Pierce dan Saussure tidak dapat dipakai dalam menganalisis gambar bergerak seperti film.

(9)

9 Barthes dan Fiske menyempurnakan model analisis yang dikemukakan oleh kedua ahli semiotika diatas, keduanya sama – sama menambahkan unsur budaya (ideologi) ke dalam model analisis semiotika mereka, Barthes menyebutnya mitos sedangkan Fiske menyebutnya ideologi. Model analisis mereka berdua bisa dipakai dalam menganalisis gambar bergerak atau motion picture seperti film. Secara garis besar model analisis mereka sama, Barthes memiliki denotasi, konotasi dan mitos, sedangkan Fiske memiliki realitas, representasi dan ideologi. Yang membedakan disini adalah cara mereka dalam menganalisis suatu film atau gambar bergerak lainnya. Barthes tidak memiliki aturan yang pasti dalam menganalisis suatu film, maksudnya peneliti yang memakai metode analisis Barthes dapat menganalisis setiap adegan atau setiap scene yang terdapat dalam film yang menunjukkan makna suatu tanda yang dianalisis seperti kekerasan, waktu, nasionalisme, cinta dan lain – lain.

Sedangkan Fiske memiliki aturan pasti dalam menganalisis suatu film yang disebut fungsi Narasi Propp. Dalam fungsi tersebut terdapat tiga bagian dalam film yaitu prolog, ideologycal content dan epilog. Prolog terdiri dari dua sequence yaitu preparation dan complication. Ideoligycal content terdiri dari dua sequence yaitu transference dan struggle. Epilog terdiri dari dua sequence yaitu return dan recognition. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode analisis semiotika John Fiske dalam penelitian ini. Tujuannya untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis film Habibie & Ainun yang terdiri dari beberapa sequence dengan durasi 2 jam 30 detik.

Dalam bukunya Television Culture, John Fiske merumuskan teori The Codes of Television. Dalam teori tersebut, John Fiske mengatakan ada tiga level pengkodean, level realitas, level representasi dan level ideologi.

1. Level Pertama adalah Realitas (reality)

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah appearance (penampilan), dress (kostum), make–up (riasan), environment (lingkungan), behavior (kelakuan), speech (dialog), gesture (gerakan), expression (ekspressi), sound (suara), dan lain-lain.

2. Level Kedua adalah Representasi (representation)

Kode-kode sosial yang termasuk didalamnya adalah kode teknis, yang melingkupi camera (kamera), lighting (pencahayaan), editing (perevisian), music (musik), dan sound (suara), serta kode representasi konvensional yang terdiri dari naratif; konflik; karakter; aksi; dialog; setting dan casting.

(10)

10 3. Level Ketiga adalah Ideologi (ideology)

Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah individualisme (individualism), feminisme (feminism), ras (reins), kelas (class), materialisme (materialism), kapitalisme (capitalism), dan lain-lain. (Fiske, 1987 : 5) Berdasarkan hal – hal yang diuraikan diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul :

”Representasi Nasionalisme dalam Film Habibie dan Ainun”

1.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah bagaimana representasi nasionalisme dalam film Habibie dan Ainun. Adapun sub fokus yang ingin diangkat oleh peneliti adalah :

1. Bagaimana level realitas nasionalisme dalam film Habibie dan Ainun? 2. Bagaimana level representasi nasionalisme dalam film Habibie dan Ainun? 3. Bagaimana level ideologi nasionalisme dalam film Habibie dan Ainun?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini diantaranya :

1. Untuk mengetahui level realitas nasionalisme dalam film Habibie dan Ainun 2. Untuk mengetahui level representasi nasionalisme dalam film Habibie dan Ainun 3. Untuk mengetahui level ideologi nasionalisme dalam film Habibie dan Ainun

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berkaitan dengan Ilmu Komunikasi, secara umum dibidang media massa terkait dengan penggunaan analisis semiotika John Fiske dalam membedah makna dan tanda yang terdapat dalam sebuah karya ataupun media lainya. Dalam penelitian ini lebih khusus membahas tentang semiotika yang terdapat dalam sebuah karya berbentuk film seputar unsur – unsur level realitas, level representasi dan level ideologi yang terdapat didalamnya.

(11)

11 1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta mengaplikasikan kemampuan yang peneliti dapat secara teori pada saat perkuliahan. Selain itu, melalui penelitian ini, peneliti dapat mempraktekan teori ilmu komunikasi dalam bentuk nyata.

2. Bagi Akademik

Dapat menjadi bahan pengembangan dan penerapan ilmu komunikasi serta sebagai bahan perbandingan dan acuan dalam penelitian sejenis di masa yang akan datang. Penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi nyata bagi program studi ilmu komunikasi maupun universitas sebagai literatur untuk penelitian selanjutnya yaitu mengkaji langsung tentang analisis semiotika John Fiske yang terdapat dalam sebuah karya film.

3. Bagi Masyaraka

Memberikan kontribusi kepada masyarakat dalam bentuk tulisan ilmiah yang dapat dikembangkan lebih baik lagi. Selain itu juga memberikan wawasan kepada para pembaca terhadap makna dari nasionalisme yang tersirat dalam sebuah film.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk merancang suatu aplikasi perhitungan laporan keuangan perbankan yang memiliki fitur manajemen user yang dapat menampilkan output

Yudhistira Arie Wijaya, S.Kom Raditya Danar

Mayjend Katamso Desa Tanea

[r]

Pada penelitian tugas akhir yang menggunakan dua modalitas yaitu instrumentasi elektrokardiogram dan visual menggunakan metode haar cascade untuk memantau kantuk

1) Dapat menampilkan dan memuat data-data dan informasi lahan kosong sehingga memudahkan bagi para petani, investor, dan pemerintah untuk melakukan kerjasama

Dari hasil diskusi dengan mahasiswa dan Bagian Layanan Prestasi Mahasiswa diperoleh hasil kebutuhan user sebagai berikut: (a) sistem dapat memfasilitasi user untuk dapat input