• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PREPARASI DAN APLIKASI NANOPARTIKEL KITOSAN SEBAGAI

SISTEM PENGHANTARAN INSULIN SECARA ORAL

Etik Mardliyati, Sjaikhurrizal El Muttaqien, Damai R Setyawati, Idah Rosidah, Sriningsih

Pusat Teknologi Farmasi dan Medika BPPT Jl. MH. Thamrin 8, Jakarta Pusat 10340

Telepon (021) 3169505 e-Mail: etik.mardliyati@bppt.go.id

Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem penghantaran insulin secara oral menggunakan nanopartikel kitosan sebagai carrier. Nanopartikel kitosan dipreparasi dengan metoda gelasi ionik menggunakan tripolifosfat sebagai crosslinker. Guna mendapatkan kondisi preparasi yang dapat menghasilkan partikel berukuran di bawah 100 nm dengan tingkat dispersitas dan stabilitas yang baik, pada penelitian ini dilakukan kajian pengaruh kondisi preparasi (konsentrasi kitosan, konsentrasi TPP, rasio volume kitosan terhadap TPP) terhadap karakteristik partikel yang terbentuk. Pada kondisi preparasi optimal selanjutnya dilakukan proses enkapsulasi insulin dalam nanopartikel kitosan dengan metoda inklusi. Nanopartikel kitosan-insulin kemudian dievaluasi sifat fisika, kimia dan biologinya yang meliputi morfologi, ukuran partikel, potensial zeta, stabilitas, profil in vitro pelepasan insulin, profil ex vivo mukoadhesifitas dan profil in vivo bioaktifitas. Hasil karakterisasi fisika menunjukkan bahwa insulin terenkapsulasi secara matriks di dalam nanopartikel kitosan dengan ukuran rata-rata partikel 38 nm dan nilai potensial zeta 36mV. Hasil uji stabilitas menunjukkan bahwa insulin yang terenkapsulasi dalam nanopartikel kitosan memiliki tingkat stabilitas yang baik pada berbagai suhu penyimpanan. Hasil uji pelepasan secara in vitro pada media simulasi asam lambung dan usus menunjukkan bahwa tidak terjadi adanya pelepasan insulin pada media asam, sedangkan pada media simulasi usus pelepasan insulin baru terlihat pada menit ke-45. Uji mukoadhesif menggunakan jaringan usus tikus menunjukkan bahwa insulin nanopartikel memiliki sifat mukoadhesif yang cukup bagus, di mana tingkat mukoadhesifitas sangat dipengaruhi oleh besar partikel. Uji bioaktifitas pada hewan coba tikus hiperglikemik menunjukkan bahwa sediaan insulin-nanopartikel yang diberikan secara oral pada dosis 40 IU/kg-bb mampu menurunkan kadar glukosa pada jam ke-4 jam setelah pemberian dan penurunan tersebut konsisten hingga 24 jam. Dari keseluruhan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa nanopartikel kitosan sangat potensial untuk dipergunakan sebagai drug carrier pada penghantaran insulin.

Kata Kunci:Nanopartikel kitosan, gelasi ionik, insulin, sistem penghantaran

I.

PENDAHULUAN

Insulin merupakan protein terapi yang sangat dibutuhkan oleh penderita diabetes untuk mengontrol kadar gula darah keseharian. Sayangnya, saat ini produk sediaan insulin masih terbatas pada injeksi subkutan harian, yang sering mengakibatkan rasa nyeri, alergi, infeksi dan hiperinsulinemia. Terutama bagi penderita diabetes yang memerlukan terapi sulih insulin seumur hidup, metode injeksi ini sangat tidak disukai, sulit dilakukan dan menimbulkan beban psikis tersendiri, yang berimplikasi pada ketidakteraturan terapi. Oleh karena itu, pengembangan insulin dalam bentuk yang dapat diformulasikan menjadi sediaan non-invasive sangatlah urgen untuk terwujudnya terapi rutin [1].

Bentuk sediaan insulin yang paling ideal adalah sediaan oral. Selain lebih mudah, lebih natural dan dapat dilakukan sendiri (patient-friendly), insulin oral akan dihantarkan secara langsung menuju liver melalui sirkulasi portal (sama dengan rute fisiologi sekresi insulin pada tubuh non-diabetes), sehingga lebih efektif dan tidak menimbulkan efek samping peripheral hiperinsulinemia [2]. Akan tetapi, seperti hanya obat jenis protein yang lain, insulin sulit untuk diformulasi secara efektif dalam bentuk sediaan oral akibat rendahnya tingkat stabilitas dan tingkat permeabilitas molekul insulin di dalam saluran cerna [3]. Salah satu pendekatan yang dipandang paling prospektif dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan sistem nanopartikulat, di mana insulin dienkapsulasi dalam

(2)

nanopartikel yang berfungsi ganda melindungi insulin dari degradasi dan menghantarkan insulin menuju target-site [4]. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan nanopartikel sebagai sistem penghantaran oral insulin, dengan menggunakan kitosan sebagai bahan nanopartikel. Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat nontoksik, mukoadhesif, biodegradabel, biokompatibel, tingkat imunogenisitas yang rendah dan dapat dipreparasi menjadi nanopartikel pada kondisi yang mild sehingga sangat sesuai untuk sistem penghantaran protein [5].

Nanopartikel kitosan dipreparasi dengan metoda gelasi ionik menggunakan tripolifosfat sebagai crosslinker. Guna mendapatkan kondisi preparasi yang dapat menghasilkan partikel berukuran di bawah 100 nm dengan tingkat dispersitas dan stabilitas yang baik, pada penelitian ini dilakukan kajian pengaruh kondisi preparasi (konsentrasi kitosan, konsentrasi TPP, rasio volume kitosan terhadap TPP) terhadap karakteristik partikel yang terbentuk. Pada kondisi preparasi optimal selanjutnya dilakukan proses enkapsulasi insulin dalam nanopartikel kitosan dengan metoda inklusi. Nanopartikel kitosan-insulin kemudian dievaluasi sifat fisika, kimia dan biologinya yang meliputi morfologi, ukuran partikel, potensial zeta, stabilitas, profil in vitro pelepasan insulin, profil ex vivo mukoadhesifitas dan profil in vivo bioaktifitas. Dari keseluruhan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh nanopartikel kitosan yang telah dievaluasi fungsinya sebagai sistem penghantaran insulin secara oral.

II.

METODOLOGI

2.1 Preparasi Nanopartikel Kitosan

Nanopartikel kitosan dibuat menggunakan metode gelasi ionik, yakni kompleksasi polilektrolit antara kitosan yang bermuatan positif dengan tripolifosfat yang bermuatan negatif. Ke dalam 50 ml larutan kitosan (variasi konsentrasi 0,1 – 0,4%) ditambahkan secara perlahan-lahan larutan TPP (variasi konsentrasi 0,1 - 0,2%) pada berbagai variasi rasio volume, sehingga terbentuk suspensi nanopartikel.

2.2 Karakterisasi Nanopartikel

Partikel yang terbentuk kemudian dikarakterisasi, meliputi ukuran partikel dan zeta potential. Ukuran partikel dianalisa dengan Zetasizer Nano ZS (Malvern Instrument Ltd., UK) yang menggunakan teknik dynamic light scattering (DLS). Parameter yang dianalisa meliputi diameter partikel rerata (ZAve) dan indeks polidispersitas (PI). Potensial Zeta diukur dengan metoda Laser Droppler Electrophoresis (LDE) menggunakan peralatan yang sama. Morfologi nanopartikel diperiksa menggunakan transmission electron microscopy (TEM). Droplet suspensi nanopartikel diteteskan grid tembaga, setelah meresap dan

kering kemudian dicoating dengan karbon, kemudian dianalisa menggunakan TEM (JEM1400, JEOL).

2.3 Enkapsulasi Insulin

Enkapsulasi insulin dalam nanopartikel kitosan dilakukan dengan cara metoda inklusi. Mula-mula insulin dilarutkan dalam larutan kitosan pada berbagai konsentrasi. Selanjutnya, ke dalam larutan kitosan+insulin ditambahkan larutan TPP secara perlahan-lahan. Suspensi yang diperoleh kemudian disentrifugasi (13000 rpm, 30 menit) dan disimpan pada 4C.

2.4 Uji Stabilitas Nanopartikel Kitosan-Insulin

Nanopartikel kitosan-insulin disimpan dalam wadah tertutup kemudian diletakkan pada 3 variasi suhu penyimpanan, yakni 4, 25 dan 40C. Pengujian dilakukan dengan rentang waktu 0, 1, 2, 3, 4, 8 dan 12 minggu, dengan parameter pengujian berupa pengamatan fisik dan kadar insulin.

2.5 Studi in vitroPelepasan Insulin

Studi pelepasan insulin dari nanopartikel kitosan dilakukan secara in vitro menggunakan media simulasi usus dan lambung tanpa enzim. Sebanyak 1 g nanopartikel kitosan-insulin diinkubasi dalam 20 ml dapar asam klorida pH 1.2 atau dapar fosfat pH 6.8 pada suhu 37±0.5ºC dan kecepatan pengadukan 100 rpm. Pada interval waktu tertentu, diambil 1 ml sampel dan diganti dengan medium fresh dalam jumlah yang sama. Sampel disentrifuga dan kadar insulin dalam supernatan dianalisa menggunakan HPLC.

2.6 Studi ex vivomukoadhesif

Studi mukoadhesif nanopartikel kitosan-insulin dilakukan secara ex vivomenggunakan jaringan usus tikus. Nanopartikel kitosan-insulin pada jumlah tertentu disebarkan secara merata pada permukaan mukosa usus, diinkubasi selama 20 menit, kemudian dibilas dengan dapar fosfat-salin pH 6,4. Jumlah nanopartikel yang tersisa di permukaan mukosa kemudian dihitung dan dianalisa secara statistik.

2.7 Studi in vivo Bioaktifitas

Bioaktivitas insulin terenkapsulasi dalam nanopartikel kitosan diuji pada hewan coba tikus galur SD yang telah diinduksi dengan alloxan sehingga menjadi hiperglikemik. Hewan coba dibagi dalam 3 kelompok perlakuan, yakni normal, insulin injeksi subkutan (dosis 1 IU/kg-bb) dan insulin nanoenkapsulat oral (dosis 40 IU/kg-bb). Pada interval waktu tertentu sampel darah diambil dan dianalisa kadar glukosanya menggunakan glucose reagent kit.

(3)

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengaruh Variabel Proses pada Karakteristik Nanopartikel

Studi ini dilakukan untuk mempelajari karakteristik nanopartikel kitosan yang dipreparasi pada berbagai variasi konsentrasi dan rasio volume kitosan dan TPP, guna mendapatkan kondisi proses yang optimal dalam mendapatkan nanopartikel kitosan dengan tingkat monodispersitas dan stabilitas yang tinggi. Parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat keseragaman ukuran adalah nilai indeks polidispersitas dari distribusi ukuran

partikel, sedangkan parameter untuk menentukan stabilitas adalah nilai potensial zeta. Hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 1. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa ukuran partikel sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan rasio volume kitosan dan TPP yang digunakan, di mana ukuran partikel meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dan volume rasio kitosan dan TPP. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Fan dkk [6].

Pengaruh konsentrasi kitosan dan TPP pada pembentukan nanopartikel dipelajari dengan cara memvariasikan konsentrasi kitosan dari 0,1% hingga 0,4% dan konsentrasi TPP dari 0,1% hingga 0,2%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembentukan nanopartikel kitosan-TPP hanya akan terbentuk pada konsentrasi kitosan tertentu. Pada penelitian ini diketahui bahwa untuk mencegah terbentuknya partikel pada ukuran mikro, konsentrasi kitosan yang digunakan haruslah di bawah 0,3%. Pada proses pembuatan partikel dengan konsentrasi kitosan 0.4%, dengan penambahan TPP dalam jumlah yang sedikit saja partikel berukuran mikro dengan cepat terbentuk, yang ditandai dengan segera terlihat adanya kabut suspensi pada larutan reaksi. Sementara itu, pada konsentrasi kitosan 0,3%, partikel berukuran nano dapat diperoleh hanya dengan penggunaan TPP dalam konsentrasi yang sangat rendah dan jumlah yang sangat sedikit. Konsentrasi dan rasio volume kritis TPP yang dapat digunakan adalah 0,1% dan 5:1, jika lebih dari itu dengan mudah akan terbentuk nanopartikel heterogen berukuran di atas 200 nm hingga mikrometer. Pada konsentrasi kitosan 0,2% ke bawah, pembuatan partikel berukuran nano relatif lebih mudah dilakukan, di mana pengaruh dari konsentrasi TPP terhadap terbentuknya partikel berukuran mikro tidak terlalu signifikan. Pengaruh konsentrasi TPP ini semakin kecil dengan semakin rendahnya konsentrasi kitosan. Hal ini terjadi karena jumlah polikation dari kitosan yang akan bereaksi dengan

polioanion dari TPP sangatlah sedikit, sehingga pembentukan nanopartikel hanya bergantung pada konsentrasi kitosan. Akan tetapi, meskipun kitosan pada konsentrasi 0,1% dapat menghasilkan nanopartikel yang lebih seragam (PI 0,3) dan sangat kecil (Zave 1,3 nm), namun jumlah partikel yang terbentuk sangat sedikit sehingga tidak menguntungkan dari sisi proses. Dari keseluruhan hasil ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kitosan yang paling optimal adalah 0,2%.

Konsentrasi TPP juga harus dikontrol untuk mencegah terbentuknya partikel pada ukuran mikro. Pada penelitian ini, konsentrasi TPP yang digunakan hanya 2 variasi yakni 0,1 dan 0,2%. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa target ukuran nanopartikel yang diinginkan adalah di bawah 100 nm, sehingga konsentrasi TPP yang digunakan haruslah serendah mungkin guna mencegah terjadinya solidifikasi droplet secara cepat ketika proses reaksi gelasi ionik berlangsung. Dari hasil Tabel 1 dapat diketahui bahwa konsentrasi optimal TPP adalah 0,1%

Pengaruh perbandingan volume penggunaan kitosan dan TPP pada pembentukan nanopartikel dipelajari dengan cara menggunakan dua rasio volume yang sangat berbeda, yakni 5:1 (rasio volume kecil) dan 2:1 (rasio volume besar). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran kasar data distribusi ukuran partikel, tingkat keseragaman dan tingkat stabilitas pada kedua rentang tersebut.

Konsentrasi

Kitosan (%) Konsent rasi TPP (%) Kitosan:TPPVolume Ukuran PartikelPola Distribusi (nm)ZAve PI (mV)ZP

0,1 0,1 5 : 1 Unimodal 1,3 0,36 3 n.m. 0,2 0,1 5 : 1 Unimodal 45,9 0,35 2 36 ,06 0,2 0,1 2 : 1 Bimodal 759.9 2,25 5 17 .92 0,2 0,2 5 : 1 Unimodal 143,3 0,34 1 37 ,80 0,2 0,2 2 : 1 Bimodal 6058,3 2,87 7 14 ,29 0,3 0,1 5 : 1 Unimodal 162.5 0.31 5 n.m.

0,3 0,2 5 : 1 Broad Unimo dal 230,5 0,45 3 27 ,19

0,4 0,1 5 : 1 Bimodal 22247,8 0,63 2 n.m.

(4)

Dari hasil penelitian yang ditampilkan pada Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa rasio volume sangat mempengaruhi pola distribusi (jumlah puncak yang terbentuk), ukuran dan stabilitas partikel. Partikel kitosan yang dipreparasi pada rasio volume 5:1 secara umum menunjukkan pola distribusi yang bersifat unimodal (1 puncak), kecuali partikel yang dibuat pada konsentrasi kitosan 0,4% yang menunjukkan pola bimodal (2 puncak). Diduga pada konsentrasi kitosan yang tinggi ini partikel-partikel yang terbentuk dari reaksi elektrostatis antara kitosan dan TPP sangat banyak dan padat, sehingga bergerombol membentuk agregat menjadi partikel berukuran mikro. Pada konsentrasi kitosan 0,3% dan TPP 0,2%, partikel yang dihasilkan masih berukuran nanometer dan memiliki pola distribusi yang unimodal, namun demikian rentangnya cukup lebar. Hal ini terlihat dengan nilai indeks polidispersitas yang cukup tinggi (0,45), namun karena masih jauh di bawah nilai 1 sehingga bisa diartikan tingkat keseragaman sedikit baik. Pada kondisi selain itu, nanopartikel yang dipreparasi pada rasio volume 5:1 menunjukkan nilai indeks polidispersitas yang bagus yakni sekitar 0,3, yang berarti nanopartikel yang terbentuk memiliki rentang distribusi ukuran yang pendek atau dengan kata lain tingkat keseragaman cukup baik. Berbeda dengan hal di atas, partikel kitosan yang dipreparasi pada rasio volume kitosan dan TPP 2:1 kesemuanya menunjukkan pola distribusi yang bersifat bimodal, meskipun konsentrasi kitosan dan TPP yang digunakan sangat rendah. Partikel yang terbentuk cukup besar dengan indeks polidispersitas jauh lebih tinggi dari 1, yang berarti sangat tidak seragam. Analisa potensial zeta menujukkan hasil yang relevan dan menguatkan data pola distribusi dan indeks polidispersitas. Nanopartikel pada ukuran sangat kecil dan indeks polidispersitas rendah menunjukkan nila potensial zeta yang tinggi (di atas 30 mV) yang berarti cukup stabil. Sedangkan partikel pada ukuran besar dan indeks polidispersitas tinggi, nilai potensial zeta yang ditunjukkan juga rendah.

3.2 Enkapsulasi Insulin

Pada kondisi preparasi yang paling optimal, dilakukan enkapsulasi insulin ke dalam nanopartikel kitosan. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan-insulin yang terbentuk memiliki ukuran rata-rata partikel 37,4 nm dan nilai zeta potential 36,06 mV (Gambar 1 dan 2). Hasil karakterisasi menggunakan TEM menunjukkan bahwa nanopartikel yang terbentuk bersifat relatif spheris dan seragam, di mana insulin tersalut di dalam nanopartikel kitosan dalam bentuk matriks (Gambar 3).

Gb 1. Hasil analisa ukuran partikel

Gb 2. Hasil analisa Potensial Zeta

Gb 3. Foto TEM

3.3 Profil Stabilitas Nanopartikel

Hasil uji stabilitas nanopartikel kitosan-insulin pada berbagai suhu penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 4.

(5)

(a)

(b)

(c)

Gb 4. Profil stabilitas nanopartikel kitosan-insulin pada penyimpanan (a) 4C; (b) 25 C dan (c) 40C

Dari hasil tersebut dapat terlihat bahwa stabilitas insulin pada berbagai suhu penyimpanan menunjukkan pola yang hampir sama, di mana kadar insulin dari hingga pada hari ke-42 menunjukkan nilai yang sama dengan hari ke-0. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa nanopartikel kitosan-insulin yang dihasilkan memiliki tingkat stabilitas yang sangat baik.

3.4 Profil Pelepasan Insulin in vitro

Studi profil pelepasan insulin dari nanopartikel kitosan diperlukan untuk mengetahui apakah nanopartikel kitosan dapat melindungi insulin dari kondisi asam lambung. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 5.

Hasil pengujian secara in vitro pada media simulasi asam lambung (dapar klorida pH 1,2) menunjukkan bahwa tidak terjadi adanya pelepasan insulin pada media. Akan tetapi, pengujian lebih lanjut pada media simulasi usus (dapar fosfat pH 6,8) juga menunjukkan terjadinya delay pelepasan insulin pada media hingga menit ke-45. Diduga, pada proses enkapsulasi insulin secara gelasi ionik terjadi juga ikatan elektrostatis antara gugus positif dari kitosan dengan gugus negatif dari protein insulin, sehingga memperlambat proses pelepasan.

3.5 Profil Mukoadhesif Nanopartikel

Studi mukoadhesif dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi proses penempelan/adhesi nanopartikel kitosan-insulin pada mukosa usus. Adanya adhesi ini diharapkan akan terjadi proses penyerapan yang lebih baik dari insulin di dalam epitel usus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan memiliki sifat mukoadhesif, namun

relatif masih rendah (5 – 15 %), di mana tingkat mukoadhesif ini sangat dipengaruhi oleh formula preparasi insulin nanopartikel.

Gb 5. Profil pelepasan insulin dari nanopartikel pada media simulasi lambung dan usus

Gb 6. Profil mukoadhesif nanopartikel kitosan-insulin pada 3 variasi formula

3.6 Profil Bioaktifitas in vivo

Untuk mengetahui bioaktifitas dari insulin yang telah dienkapsulasi dalam nanopartikel kitosan, telah dilakukan pengujian efek penurunan kadar gula menggunakan hewan coba tikus hiperglikemik. Hasil pengujian ditunjukkan pada Gambar 7.

(6)

Gb 7. Hasil uji bioaktifitas

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa sediaan nanopartikel kitosan-insulin yang diberikan secara oral pada dosis 40 IU/kg-bb mampu menurunkan kadar glukosa 4 jam setelah pemberian dan penurunan tersebut konsisten hingga 24 jam. Pola ini berbeda sekali dengan sediaan insulin yang diberikan secara injeksi subkutan (dosis 1 IU/kg-bb), di mana kadar glukosa menurun tajam pada menit ke-15 setelah pemberian, kemudian kadar tersebut kembali naik dan menjadi seperti semula pada jam ke-4 setelah pemberian. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa pemberian insulin nanopartikel secara oral dapat mempertahankan kadar gula darah dalam jangka waktu lama, meskipun reaksinya sangat lambat dan bertahap.

IV.

KESIMPULAN

Dari keseluruhan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa nanopartikel kitosan merupakan matriks yang sangat potensial untuk dipergunakan sebagai drug carrier pada penghantaran protein secara oral. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui efikasi dan toksisitas dari insulin nanopartikel.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementerian Riset dan Teknologi yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Insentif tahun anggaran 2011-2012.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Moser, EG., Moris, AA., Garg, SK., (2012), Emerging diabetes therapies and technologies, Diabetes Research and Clinical Practice, 97, 16-26.

[2] Calceti, P., Salmaso, S., Walker, G., Bernkop-Schnurch, A., (2004), Development and in vivo evaluation of an oral

insulin–PEG delivery system, European Journal of Pharmaceutical Science, 22, 315-323.

[3] Sood, A., Panchagnula, R., (2001), Peroral route: an opportunity for protein and peptide drug delivery, Chemical Reviews, 101, 3275-3303.

[4] Kammona, O. and Kiparissides, C., (2012), Recent advances in nanocarrier-based mucosal delivery of biomolecules, Journal of Controlled Release, 161, 781– 794.

[5] Pan, Y, Li, Y., Zhao, H., Zheng, J., Xu, H., Wei, G., Hao, J., Cui, F., (2002), Bioadhesive polysaccharide in protein delivery system: chitosan nanoparticles improve the intestinal absorption of insulin in vivo, International Journal of Pharmaceutics, 249,139-147.

[6] Fan, W., Yan, W., Xu, Z., Ni, H., (2012), Formation mechanism of monodisperse, low molecular weight chitosan nanoparticles by ionic gelation technique, Colloids and Surfaces B: Biointerfaces, 90, 21-27.

Gambar

Tabel 1 Karakteristik nanopartikel kitosan-TPP pada berbagai kondisi preparasi

Referensi

Dokumen terkait

Otitis media supuratif kronik (OMSK) atau yang biasa disebut congek merupakan radang kronis telinga tengah dengan perforasi pada membran timpani dan riwayat keluar sekret dari

Berdasarkan hasil penelitian tentang pemahaman konsep bukti dan pembuktian dalam Geometri Euclid dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) mahasiswa masih lemah dalam

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan:

Belum tercapainya kriteria ketuntasan yang diharapkan disebabkan dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TTW pada proses pembelajaran analisis kebutuhan

Selanjutnya pasal 26 ayat 4 menyatakan : Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat

Untuk membantu permasalahan pada toko marco, sistem yang akan dibuat akan membantu bagaimana menjual produk-produk yang ada di toko marco agar dapat dilihat dan diminati oleh

Tujuan system ini adalah untuk memudahkan anda mengira, menyusun, mengedit dan melihat jumlah setiap transaksi dan baki stok yang sedia ada.. Peringatan : Anda dilarang menambah

Dengan demikian, pada waktu itu kemudian daerah di Jawa Tengah tidak lagi menjadi daerah pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuna, karena daerah itu sudah dianggap