• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. BANGUN TENERA RIAU PEKANBARU. Riani Sukma Wijaya 1. Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. BANGUN TENERA RIAU PEKANBARU. Riani Sukma Wijaya 1. Abstract"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI PADA PT. BANGUN TENERA RIAU PEKANBARU

Riani Sukma Wijaya1 Abstract

The purpose of this study was to determine the treatment performed freight classification on the cost of purchasing the raw materials, to determine the cost of transporting the material to the treatment plant with respect to overhead costs, and to determine the grouping established corporate overhead costs. In order to achieve these objectives, the authors used primary data and secondary data collection techniques through interviews and documentation. To examine the issues raised in the company's research, the authors analyzed the data using descriptive methods of research methods by collecting data, grouped and organized in order to be examined by the relevant theory related to the issues discussed later taken to a conclusion. From the research, the company has not implemented the pricing of goods manufactured palm oil duly set forth in accounting principles generally accepted. With the determination of the cost of production of the company, the financial statements are not informative and unnatural, because it does not propose actual financial position. It will be able to influence the decision making for the company.

Keyword : Cost of Production.

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PT. Bangun Tenera Riau adalah perusahaan industri yang bergerak dalam pengolahan sawit menjadi minyak kelapa sawit (CPO). Dalam proses produksinya anperusahaan memperoleh sawit yang berasal dari kebun milik perusahaan. Untuk menambah kapasitas produksi, maka perusahaan menambah perolehan bahan baku yang bersumber dari pemasok, baik individu maupun perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan. Dalam menghitung harga pokok produksi, perusahaan melakukan pencatatan secara manual. CPO yang dihasilkan perusahaan merupakan bahan jadi. Sebab dalam perusahaan ini, proses produksi hanya melalui satu departemen yaitu departemen pabrik. Metode perhitungan harga pokok produksi

ditetapkan perusahaan dengan process costing (harga pokok proses). Permasalahan

dalam penetapan harga pokok produksi CPO adalah dalam proses produksi, biaya bahan baku merupakan faktor utama. Karena pencatatan yang dilakukan secara manual, masih terdapat kekeliruan dalam pembebanan harga pokok produksi yang tidak sesuai dengan prisip akuntasni berlaku umum.

1

(2)

Agar manajemen dapat menjalankan tugasnya dengan baik, maka harus mempunyai informasi lengkap mengenai perusahaan atau bagian dari perusahaannya. Diantara berbagai macam informasi tersebut adalah biaya. Oleh karena itu terasa perlu sistem akuntansi biaya. Sistem akuntansi menurut Ricketts dan Gray (1999: 4) dibedakan atas dua (dua) yaitu informasi akuntansi biaya menyediakan keterangan biaya untuk ikhtisar rugi laba dan neraca. Biaya managerial menyediakan informasi akuntansi keterangan ke manajer ke assis mereka di dalam membuat pembagian. Jadi sistem akuntansi biaya adalah sistem akuntansi yang digunakan untuk mengumpulkan, menggolongkan, mencatat dan meringkas secara sistematis daya biaya dalam suatu kesatuan organisasi atau perusahaan, serta menyajikannya dalam bentuk laporan-laporan biaya kepada pihak-pihak yang memerlukan informasi biaya.

II. KAJIAN TEORI

II.1 Definisi dan Kegunaan Harga Pokok Produksi

Dalam perusahaan industri, pada umumnya mengolah bahan baku menjadi suatu produk. Mengenai pengertian harga pokok produksi juga terdapat berbagai pendapat dalam literatur antara lain seperti yang dikemukakan oleh Matz dan Usry (1999 : 80) yang menyatakan bahwa harga pokok produksi itu adalah jumlah dari

tiga unsur biaya yaitu bahan langsung (direct material), tenaga kerja langsung (direct

labor) dan overhead pabrik (factory overhead). Sedangkan pengertian harga pokok produksi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2004) mengatakan bahwa harga pokok produksi itu adalah beban pokok produksi meliputi biaya produksi dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo akhir barang dalam proses produksi.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi adalah semua biaya-biaya (meliputi biaya bahan langsung, tenaga kerja

langsung, serta biaya overhead) yang dikorbankan hingga barang diproduksi siap

untuk dijual dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo akhir barang yangg sedang dalam pengolahan. Berdasarkan defenisi harga pokok sebelumnya, maka kegunaan dari perhitungan harga pokok adalah menetapkan dasar penaksiran harga bagi para produsen untuk barang-barang yang dihasilkan dan ditawarkan kepada konsumen. Adapun manfaat dari penentuan harga pokok menurut Mulyadi (1999) adalah menentukan harga jual produk, memantau realisasi biaya produksi, menghitung laba atau rugi periodik, dan memantau harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.

II.2 Unsur-unsur Perhitungan Harga Pokok Produksi

Unsur-unsur harga pokok produksi adalah biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung dan biaya pabrik tidak langsung (overhead pabrik). Biaya-biaya ini

digunakan pada saat perhitungan berapa besar harga pokok produksi yang ditimbulkan dari hasil memproduksi bahan yang dilakukan oleh perusahaan, yaitu :

(3)

1) Biaya Bahan Baku Langsung

Biaya bahan baku langsung merupakan semua biaya bahan sebagai bagian integral dari barang jadi dan dapat langsung dibebankan kepada harga pokok dari barang yang diproduksi. Dengan kata lain biaya bahan adalah harga perolehan dari bahan yang dipakai dalam pengolahan proses produksi. Sehubungan dengan biaya bahan baku, Niswonger, et. al (1999 : 235) menyatakan semua biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan menempatkannya dalam keadaan yang siap diolah merupakan harga pokok bahan yang dibeli, tidak hanya berupa harga yang tercantum dalam faktur saja melainkan biaya menurut faktur ditambah transportasi masuk dikurangi retur dan potongan yang diterima dari penjual.

2) Biaya Tenaga Kerja Langsung

Biaya tenaga kerja langsung menggambarkan kontribusi manusia yaitu karyawan perusahaan dalam menjalankan aktivitas perusahaan. Meskipun telah banyak digunakan mesin-mesin canggih, adakalanya tenaga manusia masih dibutuhkan, dari jasa yang mereka berikan para karyawan menerima imbalan dari pihak perusahaan yang disebut sebagai gaji dan upah. Tenaga kerja langsung menurut Supriyono (1999 : 83) dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan.

3) Biaya Pabrik Tidak Langsung

Para ahli akuntansi mendefenisikan bahan pabrik tidak langsung dengan kalimat yang berbeda-beda, akan tetapi pengertian yang diberikan adalah sama. Matz dan Usry (1999) memberikan defenisi biaya pabrik tidak langsung adalah bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung dan beban pabrik lainnya yang tidak secara merata mudah diidentifikasikan atau dibebankan langsung ke pekerjaan atau produk atau tujuan akhir biaya

seperti kontrak-kontrak pemerintah. Penggolongan biaya pabrik tidak

langsung dapat dilakukan dengan berbagai cara, dimana penggolongan ini tidaklah sama antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Hal ini disebabkan setiap perusahaan mempunyai ciri-ciri tersendiri dalam proses pengolahan produksinya.

III. METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan dokumentasi. Untuk menelaah permasalahan yang diangkat dalam penelitian di perusahaan ini, maka penulis melakukan analisis data menggunakan metode deskriptif yaitu metode penelitian dengan cara mengumpulkan data, dikelompokkan lalu disusun agar dapat

(4)

diteliti berdasarkan teori yang relevan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas untuk kemudian diambil suatu kesimpulan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Perlakuan Biaya Angkut Pembelian

Permasalahan dalam penetapan harga pokok produksi CPO adalah dalam proses produksi, biaya bahan baku merupakan faktor utama. Biaya bahan baku yang dikeluarkan perusahaan untuk proses produksi tahun 2007 sebesar Rp. 2.927.417.360,- Pembelian bahan baku untuk tahun 2007 sebesar Rp. 3.124.650.000,-. Biaya bahan baku ini, diperoleh dari dua sumber yaitu dari kebun sendiri sebesar Rp. 1.465.183.406,- dan dari luar perusahaan sebesar Rp. 1.659.466.594,-. Untuk sawit yang diperoleh dari luar perusahaan, terdapat biaya yang dikeluarkan perusahaan yaitu biaya angkut pembelian. Biaya angkut pembelian sawit sebesar Rp. 139.538.384,-, tetapi biaya tersebut diklasifikasikan perusahaan sebagai biaya administrasi dan umum. Sedangkan sawit yang diperoleh dari kebun sendiri tidak terdapat permasalahan. Sebab harga pokok yang ditetapkan perusahaan adalah harga pokok transper. Berapa jumlah biaya yang dikorbankan dalam produksi sawit di kebun, jumlah tersebutlah yang akan di transfer ke bagian produksi.

Dengan pencatatan sebagai berikut :

Biaya Pembelian Sawit Rp. 139.538.384,-

Kas Rp. 139.538.384,-

Dari pencatatan yang dilakukan perusahaan dapat diketahui bahwa biaya angkut pembelian tersebut dialokasikan perusahaan kedalam biaya administrasi dan umum. Sementara biaya tersebut terjadi karena terdapatnya persediaan bahan baku yang dibeli dari pemasok. Atas dasar demikian, maka biaya pembelian tersebut harus dialokasikan kedalam persediaan bahan baku.

Dengan pencatatan yang seharusnya : Biaya Pembelian Sawit

(Biaya Bahan Baku) Rp. 139.538.384,-

Kas Rp. 139.538.384,-

Dengan pencatatan diatas maka biaya angkut pembelian telah dialokasikan kedalam persediaan bahan baku yang dimiliki perusahaan dengan perhitungan sebagai berikut :

Pembelian Rp. 3.124.650.000,-

Biaya Pembelian Sawit Rp. 139.538.384,-

Harga Pokok Pembelian Rp. 3.264.188.384,-

Atas perhitungan ini maka dapat diketahui harga pokok persediaan bahan baku adalah sebesar Rp. 3.264.188.384,- yang mana diakui perusahaan hanya sebesar

(5)

harga pembelian yaitu sebesar Rp. 3.124.650.000,-. Akibat kesalahan pencatatan yang dilakukan perusahaan perlu dilakukan koreksi dengan jurlan koreksi :

Persediaan Bahan Baku Rp. 139.538.384,-

Biaya Pembelian Sawit Rp. 139.538.384,-

IV.2 Biaya Tenaga Kerja

Upah yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang langsung mengerjakan bahan baku menjadi barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung tenaga kerja yang terlibat langsung dalam proses mengubah bahan menjadi produk jadi. Biaya tenaga kerja langsung bisa dengan mudah dihubungkan dengan atau dibebankan pada satuan hasil atau proses tertentu yang dikerjakan oleh tenaga kerja tersebut. Dalam biaya tenaga kerja (upah langsung) gaji yang dibayar perusahaan dihitung berdasarkan hari kerja. 1 hari kerja selama 8 jam ditambah 1 jam untuk istirahat. Jika terdapat pekerjaan diluar hari kerja kerja, maka perusahaan akan membebankannya sebagai lembur yang yang dihitung berdasarkan jam kerja. Tetapi dalam pelaporannya, biaya tenaga kerja tidak dilakukan pemisahan antara kerja reguler dengan jam kerja lembur.

Dalam menghitung upah langsung perusahaan hanya melaporkan untuk biaya upah langsung untuk tenaga kerja lepas (tenaga kerja lapangan) sebesar Rp. 866.456.668,- sedangkan untuk tenaga kerja tetap yang bekerja di bagian produksi dibebankan pada biaya administrasi dan umum. Dengan demikian biaya gaji karyawan menjadi besar senilai Rp. 1.191.488.167,-. Besarnya biaya gaji karyawan dikarenakan biaya gaji karyawan bagian pabrik dialokasikan kedalam biaya administrasi dan umum. Seharusnya perusahaan melakukan pemisahan antara gaji untuk karyawan kartor dan gaji untuk karyawan pabrik. Gaji untuk karyawan kantor dilaporkan sebagai beban operasional sedangkan gaji untuk karyawan pabrik dicatat sebagai biaya upah tenaga kerja yang menambah biaya produksi.

Biaya tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia tersebut. Dalam perusahaan manufaktur, penggolongan kegiatan tenaga kerja dapat dilakukan menurut fungsi pokok, kegiatan departemen, jenis pekerjaannya dan menurut hubungannya dengan produk. Sedangkan jika dalam proses produksi terdapat biaya tenaga kerja tidak langsung yaitu biaya tenaga kerja yang tidak dapat didefenisikan dengan atau tidak dikeluarkan secara langsung dalam produksi barang, contohnya adalah gaji kepala pabrik, upah mandor. Biaya ini harus dilaporkan kedalam biaya overhead pabrik yang disajikan secara terpisah dengan biaya tenaga kerja.

Jika dilihat dari laporan keuangan yang disajikan perusahaan, tidak terdapat pemisahan antara biaya tenaga kerja langsung dengan biaya tenaga kerja tidak langsung. Seluruh biaya tenaga kerja dialokasikan perusahaan kedalam upah langsung. Selain gaji dan upah regular, elemen biaya tenaga kerja lainnya yang

(6)

cukup penting adalah premi lembur dan biaya lainnya yang berhubungan dengan tenaga kerja. Komponen dari biaya tenaga kerja langsung terdiri dari: upah pokok

(original wages); incentive (premi); overtime (lembur); dan lain-lain. Akibat tidak dilakukan pemisahan biaya tenaga kerja antara tenaga kerja lepas dan biaya tenaga kerja tetap dapat mempengaruhi penyajian.

Upah tenaga kerja lembur dicatat perusahaan sebagai beban operasional pada perkiraan upah lembur sebesar Rp. 115.574.352,-. Biaya ini dikeluarkan perusahaan akibat karyawan mengadakan kerja lembur untuk bagian produksi. Dengan demikian, upah lembur termasuk unsur yang menabah harga pokok produksi untuk biaya tenaga kerja. Pencatatan yang dilakukan perusahaan dalam pengeluarah upah lembur adalah :

Beban Operasional (Upah Lembur) Rp. 115.574.352,-

Kas Rp. 115.574.352,-

Pencatatan yang seharusnya dilakukan adalah :

Biaya Upah Langsung (Upah Lembur) Rp. 115.574.352,-

Kas Rp. 115.574.352,-

Koreksi akibat kesalahan dapat dilakukan dengan cara :

a) Sebelum Tutup Buku

Biaya Upah Langsung Rp. 115.574.352,-

Beban Operasional Rp. 115.574.352,-

b) Setelah Tutup Buku

Biaya Upah Langsung Rp. 115.574.352,-

Laba Ditahan Rp. 115.574.352,-

IV.2 Biaya Overhead Pabrik

Biaya pabrik tidak langsung dapat diartikan sebagai semua biaya produksi

selain bahan baku dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik terdiri dari bahan

penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung dan biaya produksi tidak langsung. Bagian pelayanan atau jasa yaitu bagian yang tidak secara langsung ikut serta dalam proses produksi dan hanya memberikan jasa tertentu untuk kelancaran produksi, dan biaya yang ditimbulkan dibebankan dengan menggunakan tarif biaya-biaya produksi langsung. Dengan demikian biaya teknisi, biaya bahan bakar dan pelumas

serta penggunaan spare part harus diklasifikasikan kedalam biaya overhead. Hal ini

dikarenakan biaya tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Beban Produksi Tidak Langsung (Biaya Overhead Pabrik) dalam proses

produksi CPO terdiri atas :

- Bahan bakar (minyak solar) Rp. 146.370.868

(7)

- Minyak pelumas Rp. 36.592.717

- Perawatan mesin/suku cadang Rp. 147.834.577

- Perawatan bangunan Rp. 36.958.644

- Upah CPO Rp. 23.518.817

- Penyusutan Mesin Tangki dan Bangunan Rp. 335.759.461

Total Rp. 335.759.461

Dari rincian biaya tersebut, dapat diketahui bahwa perusahaan tidak mencatat upah pengawas pabrik sebesar Rp. 120.019.387,-. Upah pengawas pabrik dicatat perusahaan sebagai biaya tenaga kerja langsung, padahal pengawas bukanlah tenaga kerja yang bekerja dalam proses produksi. Dengan demikian, biaya ini tidak berhubungan dengan biaya tenaga kerja langsung. Melainkan berhubungan dengan

biaya overhead pabrik.

Pencatatan yang dilakukan perusahaan dalam pengeluarah upah lembur adalah :

Biaya Tenaga Kerja Langsung

(Upah Pengawas pabrik) Rp. 120.019.387,-

Kas Rp. 120.019.387,-

Pencatatan yang seharusnya dilakukan adalah : Biaya Overhead Pabrik

(Upah pengawas pabrik) Rp. 120.019.387,-

Kas Rp. 120.019.387,-

Koreksi akibat kesalahan dapat dilakukan dengan cara :

a) Sebelum Tutup Buku

Biaya Overhead Pabrik Rp. 120.019.387,-

Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp. 120.019.387,-

b) Setelah Tutup Buku

Biaya Overhead Pabrik Rp. 120.019.387,-

Laba Ditahan Rp. 120.019.387,-

IV.3 Penyajian Harga Pokok Produksi

Yang diterapkan dalam perusahaan ini, proses produksi yang dilakukan secara terus menerus tanpa memperhatikan tingkat pesanan yang masuk. Dengan demikian, ada atau tidaknya pesanan, perusahaan tetap melakukan produksi. Perhitungan harga pokok produksi yang diterapkan Pada PT. Bangun Tenera Riau dengan menggunakan metode harga pokok proses, yang dilakukan perhitungan setiap tahun, dimana laporan keuangan ini digunanan untuk menentukan harga pokok produksi dan persediaan barang dan bukan untuk pengambilan keputusan.

(8)

Sedangkan perhitungan harga pokok produksi tahunan yang disajikan perusahaan pada Tabel 1. Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa biaya produksi yang dikorbankan perusahaan sebesar Rp. 4.653.535.386,- dengan produksi per unit sebesar Rp. 2.797,50 dan menghasilkan CPO sebanyak 1.663.462 kg. Sedangkan perhitungan harga pokok produksi yang sebaiknya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 1

PT. Bangun Tenera Riau Laporan Harga Pokok Produksi CPO

Tahun 2007

I. BIAYA BAHAN BAKU

Persediaan Awal -

-Pembelian Bahan Baku 3,378,000 3,124,650,000

Barang Tersedia Untuk Di Pakai 3,378,000 3,124,650,000

Persediaan Akhir - 202,290 - 197,232,640

Susut dalam Penyimpanan - 32,569

-Sawit yang diproses 3,143,141 2,927,417,360

II. UPAH LANGSUNG

- Upah Tenaga Kerja Lepas Rp 866,465,668

- Upah Pengawas Pekerja Pabrik Rp 120,049,387

986,515,055

III. BIAYA OVERHEAD

- Bahan Bakar (Minyak Solar) Rp 146,370,868

- Premi Jamsostek Rp 12,567,887

- Minyak Pelumas Rp 36,592,717

- Perawatan Mesin / Suku Cadang Rp 147,834,577

- Perawatan Bangunan dan Inventaris Rp 36,958,644

- Upah CPO Rp 23,518,817

- Penyusutan Mesin/Tanki dan Bangunan Rp 335,759,461

739,602,971

HARGA POKOK PRODUKSI 4,653,535,386

Sumber : PT. Bangun Tenera Riau

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa biaya produksi yang dikorbankan perusahaan sebesar Rp. 5.564.464.111,- dengan produksi per unit sebesar Rp. 3345,11 dan menghasilkan CPO sebanyak 1.663.462 kg. Jika dilakukan perbandingan, maka dapat diperoleh :

Harga Pokok Produksi Menurut Perusahaan Rp. 4.653.535.386,-

Harga Pokok Produksi Hasil Koreksi Rp. 5.564.464.111,-

(9)

Selisih ini mengakibatkan harga pokok produksi yang diakui perusahaan terlalu kecil dari yang semestinya. Ini akan mempengaruhi kecilnya laba yang akan diperoleh perusahaan sebab harga pokok yang diakui kecil sehingga mempengaruhi harga jual.

Tabel 2

PT. Bangun Tenera Riau

Laporan Harga Pokok Produksi CPO Hasil Koreksi Tahun 2007

I. BIAYA BAHAN BAKU

Persediaan Awal Rp - Rp

-Pembelian Bahan Baku Rp 3,378,000 Rp 3,124,650,000

Biaya Pembelian Sawit Rp - Rp 139,538,384

Barang Tersedia Untuk Di Pakai Rp 3,378,000 Rp 3,264,188,384

Persediaan Akhir Rp (202,290) Rp (197,232,640)

Susut dalam Penyimpanan Rp (32,569) Rp

-Sawit yang diproses Rp 3,143,141 Rp 3,066,955,744

II. UPAH LANGSUNG

- Upah Tenaga Kerja Tetap Rp 655,815,989

- Upah Tenaga Kerja Lepas Rp 866,465,668

- Upah Lembur Rp 115,574,352

1,637,856,009 Rp

III. BIAYA OVERHEAD

- Bahan Bakar (Minyak Solar) Rp 146,370,868

- Upah Pengawas Pekerja Pabrik Rp 120,049,387

- Premi Jamsostek Rp 12,567,887

- Minyak Pelumas Rp 36,592,717

- Perawatan Mesin / Suku Cadang Rp 147,834,577

- Perawatan Bangunan dan Inventaris Rp 36,958,644

Upah CPO Rp 23,518,817

- Penyusutan Mesin/Tanki dan BangunanRp 335,759,461

859,652,358 Rp

HARGA POKOK PRODUKSI Rp 5,564,464,111

Sumber : Data Olahan.

V. PENUTUP V.1 Kesimpulan

(10)

1) Dalam perolehan persediaan bahan baku, perusahaan mengorbankan biaya angkut pembelian sawit, tetapi biaya tersebut diklasifikasikan perusahaan sebagai biaya administrasi dan umum bukan dialokasikan kedalam harga pokok perolehan bahan baku.

2) Dalam menghitung upah langsung perusahaan hanya melaporkan untuk

biaya upah langsung untuk tenaga kerja lepas (tenaga kerja lapangan) sedangkan untuk tenaga kerja tetap yang bekerja di bagian produksi dibebankan pada biaya administrasi dan umum. Upah tenaga kerja lembur dicatat perusahaan sebagai beban operasional pada perkiraan upah lembur

3) Perusahaan tidak mencatat upah pengawas pabrik. Upah pengawas pabrik

dicatat perusahaan sebagai biaya tenaga kerja langsung, padahal pengawas bukanlah tenaga kerja yang bekerja dalam proses produksi.

V.2 Saran

Adapun saran yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah :

1) Perolehan bahan baku seharusnya perusahaan mengalokasikan biaya angkut

pembelian sawit kedalam harga pokok persediaan bahan baku.

2) Sebaiknya, perusahaan melaporkan biaya tenaga kerja pabrik sebagai

penambah harga pokok produksi pada kelompok biaya tenaga kerja langsung. Selain itu, upah tenaga kerja lembur sebaiknya dicatat pada kelompok biaya tenaga kerja langsung.

3) Sebaiknya, perusahaan mencatat upah pengawas pabrik. Upah pengawas

pabrik sebaiknya dicatat perusahaan sebagai biaya overhead pabrik karena pengawas bukanlah tenaga kerja yang bekerja dalam proses produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kamaruddin, 1996, Dasar-dasar Konsep Biaya dan Pengambilan Keputusan,

Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Bierman, Horald, Thomas R. Dycman and Ronald W. Hilton, 1999. Cost Accounting

Concepts and Managerial Applications, PWS - Kent Publishing Co. Boston.

Horngren, Charles T., George Foster, 1997. Cost and Managerial Acconting Managerial

Emphasis, 7 th Edition, Prentice Hall International, New Jersey.

Jusuf, Al. Haryono, 1999. Dasar-dasar Akuntansi, Edisi Revisi, Penerbit STIE YKPN,

Yogyakarta.

Manulang, Athur, 1997. Pengantar Ekonomi Perusahaan, Edisi Review, Penerbit

Liberty, Yogyakarta.

Matz, Adolph dan Milton F. Usry, 1997. Akuntansi Biaya Perencanaan dan Pengendalian,

(11)

Mulyadi, 1997. Akuntansi Manajemen : Konsep, Manfaat dan Rekayasa, Edisi 2, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

_______, 1999. Akuntansi Biaya, Edisi ke-7, Penerbit STIE YKPN, Yogyakarta.

Niswonger, Rollin C., Philip E. Fees dan Carl S. Warren, 1999. Prinsip-Prinsip

Akuntansi, Penerjemah Hyginus Ruswinarto dan Herman Wibowo, Jilid I, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Subyanto, Ibnu dan Bambang Suripto, 1997. Akuntansi Biaya, Penerbit STIE YKPN,

Yogyakarta.

Supriyono, R.A, 1999. Akuntansi Manajemen, Konsep Dasar Akuntansi Manajemen, dan

Proses Perencanaan, BPFE UGM, Yogyakarta.

Rickett Don and Jack Gray, 1997, Cost and Managerial Accouting, Holhton Miffin Co.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2004. Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba

Referensi

Dokumen terkait

1. Dalam menentukan harga perolehan persediaan barang dagangan, perusahaan tidak memasukkan biaya angkut pembelian sebagai penambah harga perolehan persediaan tetapi

13 Pada penelitian Rahayu dkk., pada tahun 2018 telah dilakukan variasi komposisi untuk kedua bahan magnet tersebut, diperoleh bahwa semakin banyak neodimium

Hasil validasi dari ahli media diperoleh bahwa media pembelajaran berbasis web perlu direvisi pada bagian gambar dengan menggunakan gambar yang lebih menarik dari

Dalam melakukan inferensi diperlukan adanya proses pengujian kaidah-kaidah dalam urutan tertentu untuk mencari yang sesuai dengan kondisi awal atau kondisi yang berjalan yang

Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi, yang terdiri dari biaya bahan

Disamping itu, dapat diketahui juga bahwa dari kedua metode tersebut terdapat perbedaan, yaitu yang pertama adalah metode Full Costing, dimana metode ini dapat

Abstrak — Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah pelatihan kerja dan motivasi kerja memiliki pengaruh pada kinerja karyawan divisi pemasaran di PT Sumber

Jadi yang dimaksud dengan penentuan harga pokok produk adalah penentuan harga jual suatu barang dilihat dari biaya-biaya produksi (biaya bahan baku dan bahan