• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kematangan Karir

1. Pengertian Kematangan Karir

Menurut Chaplin (2004), kematangan (maturation) diartikan sebagai:

a. Perkembangan, proses mencapai kemasakan/ usia masak,

b. Proses perkembangan yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies (jenis, rumpun).

Pengertian karir menurut Super dalam Sukardi (1994), karir adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan-pekerjaan, dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja. Karir (career) atau vokasi (vocation) mengandung makna aktivitas bekerja yang darinya pelaku memperoleh imbalan finansial, kepuasan pribadi non finansial, membentuk (menjadi) gaya hidup, dan pelaku menghayati aktivitas bekerjanya sebagai panggilan hidup, dan aktivitas bekerja tersebut menjadi sumber kebahagiaan (Winkel, 2004).

Berdasarkan pengertian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa karir adalah sebagai suatu rangkaian pekerjaan, jabatan dan kedudukan yang mengarah pada kehidupan dalam dunia kerja dan pengambilan keputusan menyangkut pekerjaan tersebut merupakan suatu proses yang

(2)

panjang serta pekerjaan itu sendiri berkembang walaupun dalam pekerjaan yang sama.

Super dkk (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008) membagi proses perkembangan karir atas lima tahap, yaitu:

a. Tahap pertumbuhan (Growth), dari lahir sampai usia 14 tahun.

Pada awal tahap ini, kebutuhan akan fantasi merupakan hal yang dominan. Konsep diri yang dimiliki seseorang terbentuk melalui identifikasi terhadap figur-figur kunci dalam keluarga dan dalam lingkungan sekolah.

Tahap pertumbuhan (growth) terdiri dari 3 sub tahap, yaitu: 1) Sub tahap fantasi, usia 4-10 tahun

Ditandai dengan minat anak yang berangan-angan atau berfantasi menjadi seorang yang diinginkan.

2) Sub tahap minat, usia 11- 12 tahun

Tingkah laku yang berhubungan dengan karir sudah mulai dipengaruhi oleh kesukaan anak.

3) Sub tahap kapasitas, usia 13- 14 tahun

Individu mulai mempertimbangkan kemampuan pribadi dan persyaratan pekerjaan yang ia inginkan.

b. Tahap penjajagan, usia 15- 24 tahun

Individu banyak melakukan penjajakan atau pencarian terhadap karir apa yang cocok dengan dirinya. Tahap ini terdiri dari 3 sub tahap, yaitu:

(3)

1) Sub tahap sementara, 15- 17 tahun

Tugas perkembangan pada tahap ini adalah mengkristalisasi pilihan pekerjaan. Perkembangan karir bersifat lebih internal. Individu mulai dapat menggunakan pilihannya dan mulai dapat melihat bidang serta tingkat pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. 2) Sub tahap peralihan, usia 18- 21 tahun

Perkembangan pada masa ini yaitu mengkhususkan pilihan pekerjaan.

3)Sub tahap uji coba, usia 22- 24 tahun

Tugas perkembangan pada masa ini adalah mengimplementasikan pilihan pekerjaan.

c. Tahap pemantapan/ kemantapan (Establisment), usia 25- 44 tahun Tahap ini ditandai dengan masuknya individu ke dalam dunia pekerjaan yang sesuai dengannya sehingga ia akan bekerja keras untuk mempeetahankan pekerjaannya tersebut. merupakan masa paling produktif dan kreatif. Tahap ini terdir dari 2 sub tahap, yaitu:

1) Sub tahap percobaan dengan komitmen (Trial with Commitment), pada usia 25- 30 tahun

Individu sudah merasa nyaman dengan pekerjaanya sehingga ingin terus mempertahankannya. Tugas perkembangan pada tahap ini yaitu menstabilitasi pilihan pekerjaan

(4)

2) Sub tahap kemajuan (Advancement), usia 31- 44 tahun

Ada dua tugas perkembangan yang harus dipenuhi individu pada masa ini. Pertama, individu mengkonsolidasi pilihan pekerjaannya. Pada fase ini, keamanan dan kenyamanan dalam bekerja menjadi tujuan utama. Tugas yang kedua adalah melakukan peningkatan dalam dunia pekerjannya.

d. Tahap pemeliharaan (Maintenance), usia 45- 59 tahun

Individu telah menetapkan pilihan pada suatu bidang karir sehingga mereka hanya tinggal menjaga atau memelihara pekerjaan. Super menjelaskan bahwa ada tiga tugas perkembangan yang harus dipenuhi oleh individu pada tahap ini yaitu mempertahankan, keeping-up, dan menginovasi pekerjaannya.

e. Tahap penurunan (Decline stage), dimulai pada usia 60 tahun- 64 tahun, ada dua tugas perkembangan pada sub tahap ini, yaitu:

1) mengurangi tingkat pekerjaan secara efektif serta mulai merencanakan pensiun. Hal ini ditandai dengan adanya pendelegasian tugas atau kaderisasi sebagai salah satu langkah mempersiapkan diri menghadapi pensiun.

2) Sub tahap pensiun, usia 70 tahun

Fase ini ditandai dengan masa pensiun dimana individu akhirnya mulai menarik diri dari lingkungan kerjaanya.

Dapat disimpulkan bahwa proses perkembangan karir merupakan tahapan dalam usaha untuk menyelesaikan tugas

(5)

perkembangan karir pada masa-masa tertentu individu. Proses yang terjadi diawali dengan mulai pembentukan konsep diri serta pengenalan terhadap karir. Selanjutnya proses mengenal lebih jauh pilihan dan mempersiapkan diri untuk mencapai karir yang diharapkan. Memasuki pilihannya dan penyesuaian diri setelah hal tersebut individu berusaha mempertahankan dan meningkatkan inovasi kerjanya. Proses terakhir, individu mulai mempersiapkan diri menghadapi masa pensiunnya.

Pada masa- masa tertentu dalam hidupnya individu dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan karir (vocational developmental task) tertentu, yaitu:

1. Perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara 14-18 tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya

2. Penentuan (Specification) antara umur 18-24 tahun, yang bercirikan mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memangku jabatan tertentu

3. Pemantapan (Establishment) antara 24-35 tahun, yang bercirikan membuktikan diri mampu memangku jabatan yang terpilih

4. Pengakaran (Consolidation) sesudah umur 35 tahun sampai masa pensiun, yang bercirikan mencapai status tertentu dan memperoleh senioritas (Super dalam Winkel, 1991).

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan teori diatas yaitu bahwa individu memiliki tugas perkembangan karir pada masa-masa tertentu.

(6)

Tugas perkembangan karir tersebut diawali dari perencanaan masa depan, mengarahkan diri sendiri kebidang yang tertentu, memantapkan diri dalam pilihan bidang yang ditentukan dan konsolodasi sebagai tugas akhir perkembangan karir.

Menurut Seligman (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008) mendefinisikan bahwa terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi perkembangan karir seseorang, yaitu: keluarga, sosial ekonomi, gender (jenis kelamin), faktor individual, dan dunia pekerjaan. Selain kelima faktor di atas, ada faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kematangan karir, yaitu faktor usia.

Super (dalam Zulkaida dkk 2007)mendefinisikan kematangan karir sebagai keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas-tugas perkembangan karir yang khas pada tahap perkembangan tertentu.sedangkan menurut Yost & Corbishly (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008) mengatakan bahwa kematangan karir adalah keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahapan perkembangan karirnya.

Menurut Rice & Dolgin (dalam Kumalaningtyas 2007), kematangan pilihan karir adalah suatu kesiapan mental seseorang akibat dari pengalaman yang telah diperolehnya untuk memilih karir, mengambil keputusan karir, dan kemandirian untuk menghasilkan uang. Pendapat lain mengatakan bahwa kematangan pilihan karir adalah penugasan tugas perkembangan karir dari tingkat usia atau keefektifan dalam menangani

(7)

masalah khas pada tahap perkembangan usianya (Pietrofesa & Splete, 1975).

Kesimpulan dari teori diatas, kematangan karir adalah kesiapan diri dan keberhasilan individu untuk melakukan tugas-tugas dalam perkembangan karir sesuai dengan tahapan tertentu.

2. Faktor-faktor Kematangan Karir

Super & Overstree (dalam Kumalaningtyas 2007), mengemukakan variabel yang mempengaruhi tingkat kematangan pilihan karir, yaitu: a. Faktor biososial

Meliputi usia dan intelegensi. Faktor ini akan mempengaruhi spesifikasi informasi yang diperoleh, perhatian, perencanaan, dan penerimaan tanggung jawab pada pemilihan karir. Seseorang dengan intelegensi yang tinggi akan lebih efektif dalam merencanakan karir. b. Faktor lingkungan meliputi tingkat pekerjaan orang tua, kurikulum

sekolah, stimulasi kultur, kohesivitas keluarga.

c. Faktor pekerjaan meliputi lapangan kerja yang tersedia dan sifat pekerjaan.

d. Faktor kepribadian meliputi konsep diri, kebutuhan, dorongan, dan pola interaksi dengan lingkungan sosial.

e. Faktor prestasi remaja meliputi tingkat pendidikan, prestasi yang diraih, keterlibatan dalam pendidikan di sekolah, dan kemandirian.

Miller & Form (dalam Pietrofesa & Splete 1975) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pilihan karir yaitu:

(8)

sosialisasi anak dalam keluarga, pekerjaan dan tingkat pendidikan orang tua, partisipasinya dalam kerja part-time ketika masih sekolah, dan pencapaian pendidikan yang sukses. Sumber lain menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi antara lain kepribadian, ketertarikan terhadap reward, ketersediaan informasi, pengalaman, pengetahuan tentang diri dan pekerjaan, dan kemauan untuk meninjau aktivitas pilihan karir.

Enam faktor menurut Super dan Thompson (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008) yang mengidentifikasikan kematangan karir seseorang, yaitu:

a. Kesadaran akan kebutuhan untuk membuat rancana ke depan. Termasuk didalamnya adalah kesadaran seseorang dalam membuat perencanaan karirnya.

b. Kemampuan mengambil keputusan c. Informasi umum mengenai karir

d. Pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan sumber informasi e. Pengetahuan mengenai dunia kerja dan kemampuan (skills)

f. Informasi yang lebih rinci mengenai pekerjaan

Menurut Seligman (dalam Komandyahrini dan Hawadi 2008), faktor kematangan karir yang positif secara umum ditandai oleh suatu urutan proses kehidupan yang meliputi antara lain :

a. Meningkatnya kesadaran diri

(9)

c. Meningkatnya kesesuaian antara kemampuan, minat dan nilai dengan karir yang diinginkan

d. Meningkatnya kesadaran akan karir yang diinginkan

e. Meningkatnya kemampuan perencanaan dan kesuksesan karir

f. Meningkatnya sikap yang berhubungan dengan karir (orientasi berprestasi, kemandirian, perencanaan komitmen, motivasi, efikasi diri)

g. Meningkatnya kepuasan dan kesuksesan dalam perkembangan karirnya.

Faktor yang mengidentifikasi kematangan karir seseorang yaitu kesadaran mengenai diri, pengetahuan mengeanai karir, kemampuan perencanaan danpengambilan keputusan mengenai karir termasuk efikasi diri. Selain itu faktor biososial yang meliputi usia dan intelegensi, dan faktor lingkungan juga menjadi faktor yang mempengaruhi kematangan karir.

Super (dalam Zulkaida dkk 2007) dan Tarsidi (2007) mengidentifikasikan enam dimensi yang relevan dengan kematangan karir remaja yaitu:

a. Orientasi terhadap pilihan karir

Yakni sejauh mana individu menyadari kebutuhan untuk memilih suatu pekerjaan dan menyadari barbagai faktor yang berkaitan dengan pemilihan pekerjaan tersebut

(10)

b. Informasi dan perencanaan

Yakni informasi yang reliabel yang dimiliki oleh individu untuk membuat keputusan karir dan untuk membuat perencanan masa depan yang logis dan kronologis

c. Konsistensi minat pekerjaan

Mengenai seberapa minat pekerjaan, konsisten minat remaja berkaitan dengan berbagai pekerjaan dari waktu ke waktu

d. Kristalisasi sifat

Yakni atribut psikologis yang relevan dalam pembuatan keputusan e. Kebebasan vocational

Kemandirian dalam pengalaman kerja f. Hikmat (wisdom)

Dimensi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk menentukan pilihan yang realistik yang konsisten dengan tugas pribadinya.

Menurut Seligman (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008) kematangan vokasional dipengaruhi oleh keluarga, latar belakang sosial ekonomi, gender, inteligensi dan bakat khusus, minat vokasional, harga diri, dan kepribadian.

Identifikasi dimensi yang relavan dengan kematangan karir remaja meliputi kebutuhan memilih pekerjaan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan pemilihan tersebut, pengetahuan tentang informasi pilihan

(11)

pekerjaan, konsistensi minat terhadap pekerjaan, pengambilan keputusan, kebebasan dalam pekerjaan, dan hikmat.

3. Aspek-aspek Kematangan Karir

Aspek- aspek yang terdapat dalam tes VDI (Vocational Development Inventori) yang dikembangkan oleh Crites dalam Pietrofesa & Splete, (1975) untuk mengukur tingkat kematangan pilihan karir mencangkup dua aspek utama, yaitu:

a. Aspek kemampuan

Meliputi kemampuan memecahkan masalah, kemampuan merencanakan, kemampuan mengumpulkan informasi mengenai pekerjaan, kemampuan penilaian diri dan seleksi tujuan.

b. Aspek sikap

Meliputi keterlibatan dalam memilih karir, orientasi pada pemilihan karir, kemandirian dalam memilih karir, dan penggambaran sikap dalam memilih karir.

Herr & Cramer dalam Pietrofesa & Splete (1975), menyebutkan aspek-aspek kematangan pilihan karir yaitu kewaspadaan terhadap perlunya menentukan pilihan karir, penggunaan sumber daya yang dimiliki, kewaspadaan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan karir, mampu membedakan minat dan nilai, kewaspadaan terhadap hubungan antara masa sekarang dan masa depan, formulasi pilihan karir yang digeneralisasikan, konsistensi terhadap pilihan, pemilihan informasi

(12)

tentang pekerjaan yang dipilih, merencanakan pekerjaan yang dipilih, kebijaksanaan dalam memilih dan spesifikasi pilihan karir.

Menurut Super dalam Pietrofesa & Splete (1975) menyebutkan bahwa kematangan pilihan karir sebagai kesamaan antara perilaku karir seseorang dengan perilaku karir yang diharapkan pada tahap perkembangan usia karir tersebut melibatkan proses pengambilan keputusan dengan menunjukkan lima dimensi utama:

a. Orientasi pada pemilihan karir, dimana seseorang menunjukkan perhatian pada masalah karir dan keefektifan sumber daya untuk memenuhi tugas pengambilan keputusan.

b. Mengumpulkan informasi dan perencanaan mengenai karir yang dipilih, dimana seseorang memperoleh informasi dan perencanan yang spesifik serta bagaimana seseorang terlibat dalam kegiatan perencanaan.

c. Konsistensi pilihan karir, dimana seseorang telah mantap dalam memilih lapangan pekerjaan dan tingkat pekerjaan yang diinginkan. d. Mengenali sifat diri, dimana seseorang mengetahui pola minat,

kematangan minat, senang bekerja, adanya perhatian terhadap penghargaan kerja, kemandirian karir, serta mampu menerima tanggung jawab untuk perencanaan dan pekerjaan.

e. Kebijaksanaan pemilihan karir, ditandai dengan adanya pertimbangan terhadap kemampuan dan pilihan, level yang diminati dan level pekerjaan yang dipilih, serta keadaan sosial ekonomi.

(13)

Crites dalam Metia (2004) mengemukakan bahwa kematangan vokasional pada seseorang dapat dirumuskan ke dalam empat aspek yaitu :

a. Pemilihan pekerjaan yang realistis, meliputi 1) individu dapat menyesuaikan antara kemampuan dengan pekerjaan yang dipilih, 2) dapat menyesuaikan antara keinginan dengan pekerjaan yang dipilih, dan 3) dapat mengambil keputusan dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan sifat kepribadian dan keadaan dirinya.

b. Kompetensi pilihan pekerjaan, meliputi 1) mempunyai rencana yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, 2) memiliki pengetahuan tentang pekerjaan yang dipilih, dan 3) individu berusaha mencari informasi tentang masalah pekerjaan dan dunia kerja.

c. Sikap terhadap pemilihan pekerjaan, meliputi 1) individu aktif berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, 2) bersikap positif terhadap pekerjaan dan nilai-nilai kerja yang dipilihnya, dan 3) ketidaktergantungan pada orang lain dalam memilih pekerjaan.

d. Kemantapan pemilihan pekerjaan, meliputi 1) mempunyai kemantapan dalam pengambilan keputusan terhadap pekerjaan yang dipilihnya, 2) mempunyai kemantapan dalam memilih pekerjaan walaupun ada pengaruh dari orang lain atau keluarga, dan 3) individu mempunyai kemantapan dalam pengambilan keputusan pada waktu yang berbeda.

(14)

Hasil penelitian oleh Patton dana Creed dalam Komandyahrini dan Hawadi (2008) menyimpulkan bahwa aspek yang berhubungan dengan kematangan karir adalah:

a. Komitmen terhadap karir b. Nilai kerja

c. Efikasi diri d. Harga diri e. Usia f. Gender

g. Kemampuan untuk memilih karir

h. Komitmen terhadap karir dan ketidakmampuan untuk memutuskan pilihan karir

Career Maturity Inventory (CMI) untuk mengukur kematangan karir yang disusun oleh Crite yang diadaptasi ke dalam budaya Indonesia oleh Zulkaida dkk (2007) terdiri dari:

a. Skala Sikap (Attitude Scale) mengungkap perasaan-perasaan, reaksi subjektif, dan kecenderungan individu dalam memilih karir dan memasuki dunia kerja. Ada lima konstruk sikap yang diukur yaitu: keterlibatan dalam proses pemilihan karir, orientasi terhadap pekerjaan, kemandirian dalam pembuatan keputusan karir, preferensi terhadap faktor-faktor pemilihan karir, dan konsepsi terhadap proses pemilihan karir (Savickas dalam Zulkaida dkk, 2007)

(15)

b. Tes Kompetensi (Competence Test) terdiri dari lima aspek, yaitu: pengenalan diri (self-apparaisal), informasi pekerjaan (occupational information), latar belakang keberhasilan (goal setting), rencana (planning), dan kemampuan penyelesaian masalah (problem solving).

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan aspek-aspek kematangan karir meliputi pemilihan pekerjaan yang realistis, kompetensi pilihan pekerjaan, sikap terhadap pemilihan pekerjaan, dan kemantapan pemilihan pekerjaan.

B. Efikasi Diri

1. Pengertian Efikasi Diri

Menurut APA Dictionary of Psychology, Self-efficacy is an individual’s capacity to act effectively to bring about result, especially as perceiveived by the individual (APA Dictionary of Psychology, 2006).

Efikasi diri menurut Kamus APA yaitu kapasitas individu untuk bertindak efektif untuk mencapai suatu hasil, khususnya yang dirasakan oleh individu.

Bandura (1977), Efikasi diri adalah suatu keyakinan individu bahwa dirinya mampu untuk melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dengan berhasil. Hal ini akan mengakibatkan bagaimana individu, merasa, berfikir dan bertingkah laku (keputusan-keputusan yang dipilih, usaha-usaha dan keteguhannya pada saat menghadapi hambatan), memiliki rasa bahwa individu mampu mengendalikan lingkungan (sosial) nya.

(16)

Schunk dalam Komandyahrini dan Hawadi (2008) mendefinisikan efikasi diri sebagai penilaian seseorang akan dirinya atau kemampuannya yang berkaitan dengan tindakannya.

Kesimpulannya, efikasi diri adalah keyakinan diri individu mengenai kemampuannya dalam mengerjakan suatu, dalam situasi tertentu sehingga ia dapat berhasil/ sukses dalam mengerjakan hal tersebut.

2. Dimensi Efikasi Diri

Bandura (1977) menyebutkan bahwa ada tigas aspek yang dapat digunakan untuk mengukur efikasi diri, yaitu :

a. Tingkat kesulitan tugas (Magnitude), bahwa setiap masalah memiliki derajat kesulitan yang berbeda dan individu dapat mengukur tingkat kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki untuk menyelesaikannya. Jika individu telah menyusun masalah yang dihadapi dari derajat paling mudah sampai paling sulit, maka efikasi diri akan mampu memobilisasi ketrampilan dan pengetahuan sesuai dengan derajat kesulitan masalah. Konsekuensi penyusunan strategi ini membawa individu pada perilaku dalam pemecahan masalah berdasar pada tingkat kemampuan yang dimiliki.

b. Luas bidang perilaku (Generality), berkaitan dengan derajat keluasan bidang tugas yang mampu dikerjakan. Aspek ini berkaitan dengan evaluasi efikasi diri yang berhubungan dengan keyakinan individu tentang satu atau lebih tingkah laku yang mampu dikerjakan.

(17)

c. Tingkat keyakinan (Strenght), adalah aspek yang berkaitan dengan tingkat kesungguhan individu pada pengharapan dan keyakinannya. Kesungguhan atau kemantapan pada keyakinan dan harapan mempengaruhi semangat, keuletan dan ketahanan mencapai tujuan.

3. Faktor-faktor Efikasi Diri

Efikasi diri seseorang menurut Bandura (1997) dipengaruhi oleh empat komponen (sumber informasi) yaitu:

a. Pengalaman pencapaian prestasi (Mastery experiences )

Individu yang sebelumnya pernah mencapai pengalaman sukses dalam suatu tugas akan memiliki keyakinan yang tinggi terhadap kemampuannya, sehingga akan meningkatkan keyakinannya saat menghadapi tugas berikutnya. Sebaliknya, individu yang sebelumnya gagal akan merasa tidak mampu sehingga menurunkan keyakinannya saat menghadapi tugas berikutnya.

b. Pengalaman orang lain (Vicarious experience)

Efikasi diri individu dapat dipengaruhi oleh model sosial, yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kemampuan sama dengannya. Bila ia melihat orang lain tersebut berhasil maka akan meningkatkan efikasi dirinya, namun bila ia melihat orang lain tersebut gagal maka akan menurunkan efikasi dirinya. Pengaruh pengalaman orang lain tersebut sangat tergantung pada karakteristik model, tingkat kesulitan tugas, keadaan situasional dan keanekaragaman hasil yang dicapai

(18)

oleh model. Bila model yang diamati tidak sama dengan karakteristik individu maka pengaruh efikasi makin kecil.

c. Persuasi sosial (bujukan secara lisan termasuk didalamnya)

Saran, nasihat, bimbingan yang positif dari orang lain dapat meningkatkan keyakinan tentang ketrampilan dan kemampuan seseorang. Ada dua kondisi yang mempengaruhi persuasi, yakni: (1) ada kepercayaan terhadap orang yang memberi saran; dan (2) tindakan yang disarankan utuk dicoba harus realistis bagi yang diberi saran.

d. Kondisi psikologis dan emosional

Seseorang yang memiliki rasa takut, kecemasan, dan stres akan gagal menyelesaikan tugas. Kegagalan tersebut akan membuat individu merasa tidak mampu dan tidak yakin untuk menghadapi tugas selanjutnya. Individu akan lebih berhasil bila tidak mengalami pengalaman yang menekan yang dapat menurunkan keyakinannya. Tinggi rendahnya efikasi diri bila dikaitkan dengan lingkungan yang responsif dan tidak responsif akan menghasilkan empat bentuk hubungan: 1) Jika efikasi diri tinggi dan lingkungan responsif maka individu akan sukses; 2) Jika efikasi diri rendah dan lingkungan responsif maka individu akan mengalami depresi ketika melihat individu lain sukses pada tugas yang dianggap sulit; 3) Jika efikasi diri tinggi dan lingkungan kurang responsif maka individu akan protes melalui gerakan sosial atau kekuatan untuk memaksakan

(19)

perubahan, namun jika usahanya gagal maka mereka akan menyerah dan mencari cara lain atau mencari lingkungan baru yang lebih responsif; dan 4) Jika efikasi diri rendah dan lingkungan kurang responsif maka individu akan apatis, menyerah tidak berdaya.

Efikasi diri memiliki empat komponen pokok yang merupakan bentuk dari pengalaman langsung yang diperoleh individu yang dapat membantunya meningkatkan penilaian terhadap efikasi diri. Individu belajar melalui pengalaman orang lain serta dapat menjadikan keberhasilan orang tersebut dapat dijadikan contoh dan motivasi pribadi. Selain hal tersebut, persuasi verbal yaitu arahan melalui sugesti dapat membantu mendorong untuk mencapai kesuksesan. Terakhir, situasi yang menekan dapat mempengaruhi efikasi diri sehingga situasi yang dapat menimbulkan tekanan cenderung dihindari.

Dengan demikian efikasi diri dapat ditingkatkan dengan menggunakan empat sumber informasi efikasi diri yaitu: pengalaman yang dialami langsung oleh individu tersebut, pengalaman orang lain, persuasi sosial serta kondisi psikologis dan emosional individu tersebut. Semakin banyak individu tersebut belajar dan memperoleh informasi efikasi diri maka diharapkan tingkat efikasi diri individu tersebut akan semakin baik.

(20)

4. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Perilaku dan Kognisi

Menurut Eggen dan Kautchak, pengaruh efikasi diri pada perilaku dan kognisi sebagai berikut:

Tabel 2

Pengaruh efikasi diri pada perilaku dan kognisi

Aspek Individu Dengan Efikasi Diri

Tinggi

Individu Dengan Efikasi Diri Rendah

Orientasi Tugas

Menerima tantangan tugas Menghindari tantangan tugas

Usaha

Mencurahkan usaha yang tinggi ketika berhadapan dengan tugas menantang

Mencurahkan sedikit usaha ketika berhadapan dengan tugas menantang

Ketekunan

Tetap gigih ketika tujuan tidak tercapai

Menyerah ketika tujuan tidak tercapai

Keyakinan

Yakin akan sukses, mampu mengontrol stress dan kecemasan ketika tujuan tidak tercapai, yakin mampu mengontrol lingkungan

Memfokuskan pada perasaan incompetent, menunjukkan kecemasan ketika tujuan tidak tercapai, tidak yakin bahwa ia mampu mengontrol lingkungan Strategi Menghilangkan strategi yang

tidak perlu

Gigih dengan strategi yang tidak perlu

Kinerja

Menunjukkan kinerja yang lebih tinggi dibanding individu dengan efikasi diri rendah, pada kemampuan setara

Menunjukkan kinerja yang lebih rendah dibanding individu dengan efikasi diri tinggi, pada kemampuan setara

Sumber: Eggen dan Kautchak (dalam Lailatushifah, 2004)

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan pengaruh efikasi tinggi individu dalam perilakunya maka akan menerima tantangan tugas yang diberikan, mencurahkan usaha yang tinggi dalam menhadapi tugas yang menantang dan gigih ketika tujuan tidak tercapai. Individu dengan efikasi diri tinggi secara kognisi maka ia yakin akan sukses, mampu mengontrol stress serta kecemasan, dan yakin mampu mengontrol lingkungan selain itu mampu menghilangkan strategi yang tidak perlu.

(21)

Hal-hal tersebut merupakan kebalikan dari individu dengan efikasi diri rendah.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Istilah adolesence/ remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti ”tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini kemudian berkembang dan mempunyai arti yang lebih luas mencangkup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock,1980).

Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI dan XII yang berusia antara 15 sampai 18 tahun. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 1 ayat (4), pengertian peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan atau masyarakat (Afriyanti, 2007).

Pada tahun 1974, WHO (Sarwono, 2002) memberi definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut

(22)

mengemukakan tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi sehingga secara lengkap sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

Berdasarkan teori yang dikemukakan, remaja sebagai peserta didik adalah individu yang berkembang secara biologik, psikologik serta berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran tertentu. Selain itu remaja juga mulai relatif lebih mandiri secara sosial-ekonomi yang terlihat pada kematangan karir.

2. Ciri-ciri Remaja

Menurut Hurlock (1990) masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya.

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Ada beberapa periode yang lebih penting daripada beberapa periode sebelumnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku dan ada lagi yang lebih penting karena akibat-akibat jangka panjangnya. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikososial. Pada periode remaja kedua-duanya

(23)

sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental pada masa awal remaja menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, melainkan lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Ada empat perubahan yang terjadi pada remaja. Pertama, meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tinggat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh sekelompok sosial untuk diperankan menimbulkan masalah baru. Ketiga, dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai juga akan berubah. Keempat, sebagaian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja menginginkan dan menuntut kebebasan tapi mereka sering takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuannya untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Setiap periode memiliki masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki atau perempuan. Terdapat dua alasan, yaitu sepanjang

(24)

masa kanak-kanan masalahnya sering diselesaikan oleh orang tua dan guru maka masa remajanya tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, para remaja merasa diri mereka mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orang tua dan guru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada tahun-tahun awal remaja, penyesuaian diri dengan kelompok teman sebaya masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi menjadi sesama dengan teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Ada anggapan bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang ewasa yang membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. Anggapan tersebut mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagimana adalannya terlebih dalam hal cita-cita yang tidak realistisk ini tidak hanya bagi dirinya sendiri

(25)

tetapi bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri awal masa remaja.

h. Masa remaja sebagai masa perkembangan sosialnya

Pada usia remaja, wawasan sosial remaja putra dan putri bertambah luas melampaui batas-batas keluarga dan jenisnya, yang menimbulkan persoalan baru baginya. Dalam waktu ini para remaja mengalami beberapa perubahan. Dalam pandangan masyarakat, remaja adalah anak-anak bahkan diharapkan ia mampu memainkan peranan yang berbeda, ia menemukan kelompok orang dewasa yang bukan keluarganya, namun remaja harus bergaul dengan mereka. Luas lingkup teman sebaya juga meningkat dan terbentuklah kecenderungan kepada lawan jenisnya.

Berdasarkan teori diatas remaja mengalami masa dengan ciri-ciri yaitu sebagai masa penting, masa peralihan, masa perubahan, masa mencari identitas, usia yang menimbulkan ketakutan, masa yang tidak realistis, dan masa perkembangan sosialnya sehingga perlu adanya bimbingan dan pendampingan agar dapat melaluinya dengan baik.

D. Pengaruh Efikasi Diri Terhadap Kematangan Karir Peserta Didik

Pada usia Sekolah Menengah Atas atau Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan seseorang seharusnya dapat memilih dan merencanakan karir secara tepat. Untuk itulah diperlukan kematangan karir. Kematangan karir meliputi pengetahuan akan diri, pengetahuan tentang pekerjaan, kemampuan

(26)

memilih suatu pekerjaan, dan kemampuan untuk merencanakan langkah-langkah menuju karir yang diharapkan (Crite dalam Zulkaida dkk, 2007).

Pilihan karir dan langkah-langkah pendidikan dan pelatihan yang tepat akan mengantar seseorang menjadi individu yang mempunyai daya saing dalam bursa kerja. Seorang yang mempunyai penilaian yang negaif terhadap kemampuan dirinya dalam melakukan pilihan karir akan kehilangan minat dan usaha untuk melakukan pengenalan diri dan pekerjaan, dan mengalami kesulitan jika menghadapi masalah dalam pemilihan karir. Hal tersebut akan berakibat pada rendahnya kematangan karir (Zulkaida dkk, 2007).

Seligman dalam Komandyahrini dan Hawadi (2008) mengatakan salah satu ciri tingkat kematangan karir yang positif ditandai dengan meningkatnya sikap yang berhubungan dengan kematangan karir yakni efikasi diri (self-efficacy). Individu yang memiliki efikasi diri yang tingi akan berpikir bahwa kesulitan atau rintangan selalu dapat diatasi melalui pengembangan diri dan ketekunan. Sementara individu yang memiliki efikasi diri rendah akan dengan mudah meyakini kesia-siaan akan usahanya dalam menghadapi sesulitan. Menurut Seligman pula, bahwa salah satu faktor individual yang mempengaruhi kematangan karir adalah efikasi diri (self-efficacy).

(27)

Berdasarkan kerangka pikir tersebut diatas dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut:

E. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang dan landasan teori di atas maka diajukan hipotesis sebagai berikut: Ada Pengaruh Efikasi diri terhadap Kematangan Karir Peserta Didik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Purwokerto Tahun Pelajaran 2010/ 2011.

Peserta Didik

Efikasi Diri a.) Tingkat kesulitan

tugas (magnitude) b.) Luas bidang perilaku (generality) c.) Tingkat keyakinan (strenght) Kematangan Karir a.) Pemilihan kerja yang

realistis b.) Kompetensi pilihan c.) Sikap terhadap pemilihan pekerjaan d.) Kemantapan pemilihan pekarjaan

Referensi

Dokumen terkait

Keuntungan (kerugian) dari perubahan nilai aset keuangan dalam kelompok tersedia untuk

Uskup mempunyai kepenuhan sakramen tahbisan, maka ia menjadi “pengurus rahmat imamat tertinggi”, terutama dalam Ekaristi… Gereja Kristus sungguh hadir dalam jemaat beriman

Heterogenity Indices ), dan Indeks Kemerataan Jenis (Species Evennes).. Gambar 2 Kerangka penelitian konservasi keanekaragaman jenis pohon dan penyimpanan karbon pada ruang

menggunakan video kamera selama berlangsungnya unjuk rasa. 4) Mengedepankan peran negosiasi yang mengambil posisi di depan pasukan Dalmas awal untuk melakukan

dalam memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan keluarganya mengenai perawatan masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, aktivitas fisik selama kehamilan,

Sebaliknya individu yang memiliki tingkat pe- ngetahuan tentang agama yang rendah akan melakukan perilaku seks bebas tanpa berpikir panjang terlebih dahulu sehingga

Penerapan pembelajaran yang membuat siswa aktif dan menarik baik untuk meningkatkan hasil belajar siswa, oleh karena itu penerapan pembelajaran secara PBL

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin Menurut Gampong di Kecamatan Meureudu, 2014. Nama Gampong Penduduk (Jiwa) Jumlah