• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketidakpatuhan Pasien

Ketidakpatuhan merupakan suatu sikap dimana pasien tidak disiplin atau tidak maksimal dalam melaksanakan pengobatan yang telah diinstruksikan oleh dokter kepadanya. Berdasarkan hasil dari suatu survei yang telah dilakukan menyebutkan bahwa lima puluh juta orang amerika mempunyai tekanan darah tinggi, 68% dari ini mengetahui diagnosisnya, 53% mendapat terapi dan hanya 27% terkontrol. Penyebab kontrol yang tidak baik ini antara lain karena banyak pasien yang tidak meminum obat yang diresepkan. Pada kebanyakan survei, kira-kira 25-50% pasien-pasien yang mulai meminum obat antihipertensi kemudian menghentikannya dalam 1 tahun (Irmalita, 2003). Oleh karena itu, sangat penting memberikan edukasi akan manfaat pengontrolan penyakit dalam jangka panjang yang pada akhirnya akan sangat berguna untuk mencapai terapi yang diinginkan (Kaplan, 2001).

Banyak faktor yang mendorong pasien penderita hipertensi untuk tidak patuh dan disiplin dalam meminum obatnya sehingga penyakit pasien tersebut tidak terkontrol dengan baik. Faktor tersebut antara lain :

1). Pengalaman pengguna obat terhadap efek samping dan kenyamanan obat. Beberapa efek samping terkadang dirasa cukup mengganggu sehingga mengakibatkan keengganan mengkonsumsi obat tersebut. Efek samping yang biasanya dirasakan oleh penderita hipertensi disaat setelah meminum obatnya seperti hidung mampat dan mulut kering, jantung berdebar-debar, rasa letih dan lesu, gangguan lambung dan usus (mual, diare), gangguan penglihatan, kadang impotensi. Sedangkan kenyamanan menggunakan obat berhubungan dengan bentuk, rasa, dan kemudahan memakainya.

2). Pengalaman pasien terhadap kemanjuran obat atau tingkat kesembuhan yang telah dicapai. Semua konsumen obat berharap bahwa obat yang digunakan akan secepatnya dapat dirasakan manfaat dan kemanjurannya. Obat-obat yang dirasakan lambat atau tidak memberikan efek, akan mendorong mereka tidak lagi merasakan membutuhkan obat tersebut.

(2)

3). Komunikasi antara pasien dengan dokter atau apoteker. Komunikasi yang baik bisa memperjelas informasi mengenai penyakit maupun obatnya dan sekaligus memberikan motivasi untuk menaati penggunaan obat yang benar, dan akan terjadi sebaliknya jika komunikasi berjalan buruk.

4). Pengaruh teman atau keluarga akan memberikan sikap yang positif atau negatif bagi pengguna obat. Sikap orang yang dekat ini akan memiliki arti yang besar terhadap kepatuhannya dalam menggunakan obat.

5). Faktor ekonomi. Kepatuhan menggunakan obat kadang dirasakan sebagai sebuah pemborosan atau sangat membebani secara ekonomi, sehingga pasien hanya membeli sebahagian obat saja dari yang seharusnya.

6). Kepercayaan/persepsi pasien terhadap penyakit dan pengobatannya. Yaitu besarnya harapan untuk sembuh dari sakit dan kepercayaan bahwa obat yang digunakannya akan memberikan kesembuhan. Orang-orang yang telah putus asa terhadap kesembuhan penyakitnya atau terhadap obat yang ia gunakan, akan lebih sulit bersikap patuh, begitu pula sebaliknya.

7). Faktor kebosanan dalam menggunakan obat terus-menerus akibat lamanya pasien tersebut telah menderita penyakit hipertensi. Pengobatan jangka panjang yang berlangsung bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup, mungkin akan membuat pasien merasa bosan sehingga tidak mempedulikan lagi aturan yang benar.

Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obatnya akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan aturan yang benar. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain :

1). Kelebihan dosis (Overdosis)

a. Menggunakan obat lebih dari dosis yang dianjurkan untuk satu kali pakai. b. Menggunakan obat lebih dari aturan yang telah dianjurkan untuk satu hari

pakai.

c. Menggunakan obat tidak mengikuti aturan waktu yang telah ditetapkan. 2). Kurangnya dosis (underdosis)

a. Menggunakan obat kurang dari jumlah yang dianjurkan untuk sekali pakai. b. Mengabaikan satu/lebih dosis.

(3)

d. Tidak menggunakan obat sama sekali dalam satu hari. 3). Lain-lain

a. Menggunakan obat tidak pada waktunya seperti yang telah dianjurkan. b. Salah cara menggunakan obat.

c. Tidak mengambil/menebus obat. d. salah dalam teknik penggunaan obat..

Akibat dari ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat dapat menyebabkan:

a. Kegagalan pengobatan, dimana obat sama sekali atau kurang berarti bagi penanganan penyakitnya.

b. Meningkatkan biaya perawatan. Hal ini bisa disebabkan karena penyakit tidak membaik atau justru semakin bertambah parah, mungkin juga karena keracunan (toksik) dan efek samping obat lainnya. Ini dapat memperlama perawatan dan menaikkan biaya.

c. Memerlukan perawatan tambahan. Tidak efektifnya obat bisa menaikkan tingkat keparahan penyakit yang akan memerlukan perawatan tambahan. d. Resiko terhadap keracunan obat. Terutama bila takaran obatnya berlebih

atau overdosis (Widodo, 2004).

Suatu hasil penelitian lain menyebutkan bahwa sukarnya sarana transportasi dapat menyebabkan pasien tidak teratur melakukan pengobatan ke tempat pelayanan kesehatan. Penelitian tersebut memaparkan, dengan adanya sarana transportasi yang mudah didapatkan maka seorang pasien mempunyai kemungkinan 3 kali untuk teratur dan patuh melakukan pengobatan dibandingkan pasien yang menyatakan sukar mendapatkan sarana transportasi (Senewe, 2002).

Oleh karena itu faktor ketidakpatuhan ini sangat penting untuk ditekan seminimal mungkin untuk tidak terjadi sehingga tujuan pengobatan yang diinginkan dapat tercapai.

2. 2 Defenisi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of the Joint National Committee on detection, education, and treatment of high blood pressure (JNC VII), hipertensi adalah suatu keadaan di mana tekanan darah sistolik lebih dari atau sama dengan 140

(4)

mmHg dan tekanan diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg (Rahmawati, 2006).

Hipertensi merupakan faktor resiko untuk banyak kasus koroner. Dari kelompok penyakit kardiovaskuler, hipertensi paling banyak ditemui. Antara 10-15% orang dewasa menderita kelainan ini. Penting sekali untuk dokter mencoba mengenali dan mengobati penderita-penderita hipertensi pada masyarakat (Tagor, 1996).

Namun demikian, tekanan darah dapat diturunkan melalui terapi yang tepat, sehingga menurunkan resiko stroke, kejadian koroner, gagal jantung dan ginjal. Patogenesis hipertensi melibatkan banyak faktor. Termasuk diantaranya peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer, vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi. Ginjal juga berperan pada regulasi tekanan darah melalui kontrol sodium dan ekskresi air, dan sekresi renin, yang mempengaruhi tekanan vaskular dan ketidakseimbangan elektrolit. Mekanisme neuronal seperti sistem saraf simpatis dan sistem endokrin juga terlibat pada regulasi tekanan darah. Oleh karena itu, system-sistem tersebut merupakan target untuk terapi obat untuk menurunkan tekanan darah (Gormer, 2007).

2.2.1 Penyesuaian jantung terhadap hipertensi

Jantung harus menyesuaikan diri untuk dapat memompakan darah melawan tahanan pembuluh yang meningkat dengan jalan hipertrofi. Tujuan penyesuaian adalah untuk mengurangi regangan (stress) dinding. Hipertrofi menyebabkan penebalan dinding akibat penambahan dalam ukuran sel-sel miokard dan bukan karena hiperplasia sel-sel otot miokard.

Terdapat beberapa persoalan dengan hipertrofi ini :

a. Penambahan dalam sintesis kolagen sehingga jantung mempunyai potensi untuk menjadi alat yang kurang efesien sesuai dengan ukurannya.

b. Mempertahankan penyediaan oksigen yang cukup. Dengan adanya perfusi yang berat di subendokard dapat berkurang

c. Hipertensi dapat mempercepat pengkapuran pembuluh koroner dan ini dapat mengurangi aliran darah miokardium dan penyediaan oksigen.

(5)

Para peneliti menemukan bukti-bukti secara ekokardiografi, bahwa adanya penambahan masa ventrikel kiri 23-28% pada penderita hipertensi. Gangguan fungsi jantung pertama kali terjadi pada penyakit jantung hipertensi timbul pada saat diastolik. Sejak bertahun-tahun telah diketahui bahwa EKG (Ekokardiogram) dapat menunjukkan bukti-bukti kelainan atrium sebagai salah satu tanda gangguan fungsi jantung. Akan tetapi ekokardiogram telah dengan jelas melukiskan kelainan-kelainan ini.

Bila jantung mulai hipertrofi, penyesuaian menurun dan pengisian ventrikel kiri menjadi lebih sukar. Gambaran klinik EKG menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri. Dari ekokardiogram dapat kita ketahui beberapa kelainan yang berhubungan dengan penyesuaian yang menurun ini, yaitu : relaksasi isovolemik, pengisian ventrikel yang lambat, tergangunya indeks pengosongan atrium kiri (Tagor, 1996).

2.2.2 Klasifikasi Tekanan Darah

Menurut Rahmawati, 2006, JNC VIII mengklasifikasi hipertensi untuk usia >

Tabel 2.1. klasifikasi Hipertensi untuk usia ≥ 18 Tahun

18 tahun , klasifikasi hipertensi tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.1. berikut:

Klasifikasi Tekanan Sistolik ( mmHg ) Tekanan Diastolik ( mmHg ) Normal <120 <80 Pre Hipertensi 120-139 80-89 Stadium I 140-159 90-99 Stadium II ≥160 ≥100 2.3.Patofisiologi

2.3.1 Tekanan darah arteri

Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam millimetermerkuri(mmHg). Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung diisi. Banyak faktor yang mengontrol tekanan darah berkontribusi secara

(6)

potensial dalam terbentuknya hipertensi, faktor-faktor tersebut adalah (Anonima, 2006).

Meningkatnya aktifitas sistem saraf simpatik (tonus simpatis dan/atau variasi diurnal), mungkin berhubungan dengan meningkatnya respon terhadap stress psikososial, produksi berlebihan hormon yang menahan natrium dan vasokonstriktor, asupan natrium (garam) berlebihan, tidak cukupnya asupan kalium dan kalsium, meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron, defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrogen oksida (NO), dan peptide natriuretik, abnormalitas tahanan pembuluh darah, termasuk gangguan pada pembuluh darah kecil di ginjal, diabetes mellitus,resistensi insulin, obesitas, perubahan reseptor adrenergik yang mempengaruhi denyut jantung, karakteristik inotropik dari jantung, dan tonus vaskular, dan berubahnya transpor ion dalam sel.

2.4 Etiologi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentiikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Anonima, 2006).

2.4.1 Hipertensi Primer ( Essensial)

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivasi susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, efek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Cl intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

(7)

2.4.2 Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder dapat diketahui penyebab spesifiknya, dan digolongkan dalam 4 kategori :

a. Hipertensi Kardiovaskuler biasanya berkaitan dengan peningkata kronik resistensi perifer total yang disebabkan oleh ateroslerosis.

b. Hipertensi renal (ginjal) dapat terjadi akibat dua defek ginjal : oklusi parsial arteri renalis atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri.

1). Lesi aterosklerotik yang menonjol ke dalam lumen arteri renalis atau kompresi eksternal pembuluh oleh suatu tumor dapat mengurangi aliran darah ke ginjal. Ginjal berespons dengan mengaktifkan jalur hormonal yang melibatkan angiotensin II. Jalur ini meningkatkan retensi garam dan air selama pembentukan urin, sehingga volume darah meningkat untuk mengkompensasi penurunan aliran darah ginjal. Ingatlah bahwa angiotensin II juga merupakan vasokontriktor kuat. Walaupun kedua efek tersebut (peningkatan volume darah dan vasokontriksi akibat angiotensin) merupakan mekanisme kompensasi untuk memperbaiki aliran darah ke arteri renalis yang menyempit, keduanya juga menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri keseluruhan.

2). Hipertensi renal juga terjadi jika ginjal sakit dan tidak mampu mengeleminasi beban garam normal. Terjadi retensi garam yang menginduks i retensi air, sehingga volume plasma bertambah dan timbul hipertensi.

c. Hipertensi endokrin terjadi akibat sedikitnya dua gangguan endokrin dan sindrom cronn

1). Feokromositoma adalah suatu tumor medula adrenal yang mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin dalam jumlah yang berlebihan. Peningkatan abnormal kadar kedua hormon ini mencetuskan peningkatan curah jantung dan vasokontriksi umum, keduanya menimbulkan hipertensi yang khas untuk penyakit ini.

2). Sindrom conn berkaitan dengan peningkatan pembentukan oleh korteks adrenal. Hormon ini adalah bagian dari jalur hormonal yang menyebabkan retensi garam dan air oleh ginjal. beban garam dan air yang berlebihan di dalam tubuh akibat peningkatan kadar aldosteron menyebabkan tekanan darah meningkat.

(8)

1). Masalahnya mungkin adalah kesalahan kontrol tekanan darah akibat defek di pusat kontrol kardiovaskuler atau di baroreseptor.

2). Hipertensi neurogenik juga dapat terjadi sebagai respon kompensasi terhadap penurunan aliran darah otak. Sebagai respon terhadap ganguan ini, muncullah suatu refleks yang meningkatkan tekanan darah sebagai usaha untuk mengalirkan darah kaya oksigen ke jaringan otak secara adekuat (Sherwood, 2001).

2.5 Diagnosis Hipertensi dan Gejala Klinis 2.5.1 Diagnosis Hipertensi

Diagnosis yang akurat merupakan langkah awal dalam penatalaksanaan hipertensi. Akurasi cara pengukuran tekanan arah dan alat ukur yang digunakan, serta ketepatan waktu pengukuran . pengukuran tekanan darah dianjurkan dilakukan pada posisi duduk setelah beristirahat 5 menit dan 30 menit bebas rokok dan kafein (Prodjosudjadi, 2000).

Pengukuran tekanan darah posisi berdiri atau berbaring dapat dilakukan pada keadaan tertentu. Sebaiknya alat ukur yang dipilih adalah sfigmamonometer air raksa dengan ukuran cuff yang sesuai. Balon di pompa sampai 20-30 mmHg diatas tekanan sistolik yaitu saat pulsasi nadi tidak teraba lagi, kemudian dibuka secara perlahan-lahan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari auscultatory gap yaitu hilangnya bunyi setelah bunyi pertama terdengar yang disebabkan oleh kekakuan arteri (Prodjosudjadi, 2000).

Pengukuran ulang hampir selalu diperlukan untuk menilai apakah peninggian tekanan darah menetap sehingga memerlukan intervensi segera atau kembali ke normal sehingga hanya memelukan kontrol yang periodik. Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menilai faktor resiko kardiovaskuler lain seperti hiperglikemi atau hiperlipidemi yang dapat dimodifikasi dan menemukan kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah seperti hipertrofi ventrikel kiri atau retinopati hipertensi pada funduskopi. Tentu saja sebelum melakukan pemeriksaan fisik diperlukan anamnesis yang baik untuk menilai riwayat hipertensi dalam keluarga, riwayat penggunaan obat antihipertensi atau obat lain,

(9)

gejala yang berhubungan dengan gangguan organ target, kebiasaan dan gaya hidup serta factor psikososial (Prodjosudjadi, 2000).

2.5.2 Gejala Klinis

Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menunjukkan gejala sampai bertahun-tahun. Oleh karena itulah hipertensi dikenal sebagai silent killer. Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti pendarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat akan mengalami edema pupil.

Corwin, (2000), menyebutkan bahwa sebahagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun (Rohaendi, 2008) :

a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

c. Ayunan langkah yang tidak mantap akibat susunan saraf pusat telah rusak d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler Gejala lainnya yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluarnya darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.

2.6 Kemungkinan Penyakit Komplikasi Akibat Hipertensi 1). Penyakit jantung dan pembuluh darah

Dua bentuk utama penyakit jantung yang timbul pada penderita hipertensi yaitu penyakit jantung koroner (PJK) dan penyakit jantung hipertensi. Hipertensi merupakan penyebab paling umum dari hipertrofi ventrikel kiri. Waktu yang lama dan naiknya tekanan darah tidak mutlak sebagai timbulnya hipertrofi ventrikel kiri, karena adanya faktor-faktor lain selain peninggian tekanan darah yang penting untuk perkembangannya.

(10)

Hipertensi adalah faktor resiko paling penting untuk timbulnya stroke karena pendarahan atau eteroemboli.

3). Ensefalopati hipertensi

Ensefalopati hipertensi yaitu sindroma yang ditandai dengan perubahan-perubahan neurologis mendadak atau sub akut yang timbul sebagai akibat tekanan arteri yang meningkat, dan kembali normal bila tekanan darah kembali diturunkan.

Enselofati hipertensi biasanya ditandai oleh rasa sakit kepala hebat, bingung, lamban dan sering disertai dengan muntah-muntah, mual dan gangguan penglihatan.

2.7 Penatalaksanaan Hipertensi 2.7.1 Terapi Nonfarmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi. Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi (Anonima, 2006).

Pengobatan non-farmakologik yang utama terhadap hipertensi adalah pembatasan garam dalam makanan, pengawasan berat badan, dan membatasi minuman alkohol. Intervensi terhadap faktor di atas dapat digunakan sendiri-sendiri atau dalam kombinasi. Pengobatan ini mungkin benar-benar berguna bila tekanan darah diastolik antara 90-95 pada penderita dengan usia <50 tahun yang tidak mempunyai faktor – faktor resiko kardiovaskuler lkainnya seperti : hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, laki-laki, kulit hitam, riwayat keluarga, atau bukti-bukti adanya kerusakan organ target. Pengobatan non-farmakologi diberikan sebagai tambahan pada penderita-penderita yang mendapat terapi dengan obat-obat (Tagor, 1996).

(11)

2.7.1.1 Pembatasan Garam Dalam Makanan

Pada beberapa orang dengan hipertensi ada yang peka terhadap garam ( salt-sensitive ) dan ada yang resisten terhadap garam. Penderita – penderita yang peka terhadap garam cenderung menahan natrium, barat badan bertambah dan menimbulkan hipertensi pada diet yang tinggi garam. Sebaliknya, penderita yang resisten terhadap garam cenderung tidak ada perubahan dalam berat badan atau tekanan darah pada diet garam rendah atau tinggi. Reaksi terhadap garam ini menerangkan mengapa beberapa orang yang mempunyai panurunan tekanan darah yang tidak sesuai pembatasan garam dalam makanan, sedang pada orang lain tekanan darah tetap tidak berubah.

Dari penelitian diketahui bahwa diet yang mengandung 1600-2300 mg natrium/ hari, dapat menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 9-15 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 7-16 mmHg. Pembatasan garam sekitar 2000 mg natrium/ hari dianjurkan untuk pengelolaan diet pada kebanyakan penderita hipertensi.

2.7.1.2 Mengurangi Berat Badan

Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-penderita yang gemuk. Penerunun berat badan dalam waktu yang pendek dalam jumlah yang cukup besar biasanya disertai dengan penurunan tekanan darah. Beberapa peneliti menghitung rata-rata penurunan tekanan darah sebesar 20,7 sampai 12,7 mmHg dapat mencapai penurunan berat badan rata-rata sebesar 11,7 Kg. terdadapat hubungan yang erat antara perubahan berat badan dan perubahan tekanan darah dengan ramalan tekanan darah sebesar 25/15 mmHg setiap kilogram penurunan berat badan.

2.7.1.3 Pembatasan Alkohol

Orang-orang yang minum 3 atau lebih minuman alkohol per hari mempunyai tingkat tekanan darah yang tinggi. Sekarang diperkirakan bahwa hipertensi yang berhubungan dengan alkohol mungkin merupakan salah satu penyebab sekunder paling banyak dari hipertensi, kira-kira sebanayak 5-12% dari

(12)

kasus mengurangi minum alkohol dapat menurunkan tekanan darah ( Tagor, 1996).

Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet (Anonima, 2006):

a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan ideal

b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight) c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat

menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk

d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2.

e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.

f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium.

JNC VII menyarankan pola makan dengan diet yang kaya dengan buah,sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

(13)

2.7.2 Terapi Farmakologi

Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), dan antagonis kalsium dianggap sebagai obat antihipertensi utama . Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi, harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa, , penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat alternatif pada pasien-pasien tertentu disamping obat utama.

Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaik yang ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan bijak terhadap masing-masing pasien dan/atau penyakit. Praktek evidence-based untuk hipertensi termasuk memilih obat tertentu berdasarkan data yang menunjukkan penurunan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular atau kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah menunjukkan kalau sekadar menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak dapat dipakai dalam seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, obat-obat yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin (ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium (CCB).

Referensi

Dokumen terkait

bahwa dengan adanya perkembangan dan perubahan pelanggan air di Kota Cilegon, maka Peraturan Walikota Cilegon Nomor 48 Tahun 2009 tentang Penggolongan Pelanggan

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka peneliti dapat memberikan kesimpulan seperti berikut: Pengelolaan Infak Produktif

Sub-Komite Kredensial, setelah menerima laporan Ketua Kelompok SM, harus mengkaji semua informasi yang tersedia, termasuk semua informasi yang diberikan oleh komite lain dan

Adapun hasil pengolahan citra dalam penelitian ini secara umum memberikan hasil yang mendukung interpretasi lesi tumor pada rahang yang dilakukan oleh dokter gigi.

Jenis dispensing error yang lain adalah content error yaitu tulisan tangan yang tidak jelas, jumlah obat yang tidak sesuai dengan resep, salah dalam menghitung dosis,

Penelitian ini dilakukan pada SMK Negeri kota palembang yang mengadopsi penggunaan media pembelajaran berbasis simulasi mata pelajaran jaringan dasar untuk kelas X dan mata

Contoh adanya sastrawan penganut faham feminis adalah Toeti heraty dalam sajak-sajaknya yang berjudul Mimpi dan Pretensi. Sedangkan apa yang diungkapkan dorothea merupakan sesuatu