• Tidak ada hasil yang ditemukan

SINOM (Sinau Ambek Dolan), Cara Mudah Mempelajari Etnik di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SINOM (Sinau Ambek Dolan), Cara Mudah Mempelajari Etnik di Indonesia"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

’SINOM’ (Sinau Ambek Dolan),

Cara Mudah Mempelajari Etnik

di Indonesia

UNAIR NEWS – Budaya etnik di Indonesia tampaknya mulai

ditinggalkan oleh masyarakat negeri ini. Padahal, mempelajari budaya Indonesia merupakan hal yang sangat penting, karena budaya Indonesia merupakan warisan leluhur yang harus dijaga eksistensinya. Namun, saat ini generasi muda enggan untuk mempelajarinya

Dengan latar belakang tersebut, digagaslah suatu kreativitas berupa buku SINOM (Sinau Ambek Dolan). SINOM merupakan buku etnik karya tim mahasiswa Universitas Airlangga, hasil gagasan Nanda Elanti Putri (FKM 2015), Khadijah Aufadina (FIB 2014), Desti Nayunda Lulu (FKP 2016), dan Magita Novita Sari (FKP 2013).

Mereka menyusunnya sebagai Program Kreativitas Mahasiswa-Kewirausahaan (PKMK) 2016 yang alhasil lolos dengan memperoleh dana pembinaan dari Kemenristekdikti.

Nanda Elanti Putri, mewakili Tim PKMK-nya menjelaskan, SINOM

(Sinau Ambek Dolan) bukan merupakan buku biasa. Buku ini

memiliki pembelajaran yang menyenangkan dan dapat meningkatkan daya kognisi anak melalui permainan di dalamnya. Selama ini anak-anak mudah bosan dengan pembelajaran yang monoton dan biasa-biasa saja.

“Oleh karena itu kami membuat sesuatu yang “baru” untuk mempelajari budaya etnik di Indonesia. Dengan inovasi kami ini, Tim PKM kami mendapatkan dana untuk merealisasikan ide ini dari Dirjen Dikti,” kata Nanda EP.

Diyakini mereka bahwa SINOM merupakan Quiet Book pertama yang ada di Indonesia yang bertema budaya etnik Nusantara. Buku ini

(2)

terispirasi dari Quiet Book yang ada di luar negeri. Namun, SINOM sudah dimodifikasi sedemikian rupa untuk mempelajari budaya etnik di Indonesia, tambah Nanda.

Produk SINOM ini menggunakan konsep empat dimensi, dimana karakter budaya Indonesia yang akan dikenalkan kepada anak dapat dibongkar pasang layaknya bermain boneka Barbie yang bisa diganti-ganti pakaiannya. Namun, pada produk SINOM ini, pakaian yang dapat diganti-ganti adalah pakaian adat Indonesia dari Sabang sampai Marauke.

”Buku ini dapat digunakan untuk generasi muda, khususnya anak PAUD, TK, dan SD karena di dalamnya berisi permainan seperti membaca, berhitung, memadukan warna dan lain sebagainya. Selain belajar dan bermain, SINOM dapat melatih kognisi anak-anak. Bahan yang kami gunakan untuk produk SINOM ini adalah yang halus dan aman. Sehingga Produk SINOM sangat cocok untuk bermain bagi anak, sekaligus sejak dini memperkenalkan budaya Indonesia,” tambah Nanda.

Di dalam buku SINOM ini berisi tentang budaya etnik yang ada di Indonesia. Misalnya pakaian daerah, rumah daerah/adat, alat musik daerah, dan senjata khas suatu daerah. Berbagai macam budaya etnik ini dibagi ke dalam tiga edisi. Edisi I tentang budaya etnik Sumatera, edisi II tentang budaya etnik di Jawa, Bali, NTT, NTB dan Papua, sedang edisi III tentang budaya etnik di Sulawesi dan Kalimantan.

“Cara penggunaan SINOM tidak terlalu rumit, baik anak-anak maupun orang tua dapat menggunakan buku ini. Selain itu, dalam buku ini juga diberikan pedoman mengenai tata cara penggunaannya,” terang Nanda Elanti Putri. (*)

(3)

Menghidupkan

”Kampung

Majapahit” untuk Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat

UNAIR NEWS – Dibangunnya duplikat rumah khas kampung Majapahit di tiga desa di sekitar situs Kerajaan Majapahit di Desa Sentonorejo, Desa Bejijong, dan Desa Jati Pasar, di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, diharapkan menjadi destinasi wisata dan menjadi barometer kunjungan wisatawan. Harapan lebih jauh, hidupnya arena wisata itu akan mendongkrak perekonomian masyarakat setempat dengan tumbuhnya usaha kreatif yang menyertainya.

Sayangnya, fakta yang ada, hingga saat ini tidak ada program lanjutan yang dapat mendukung adanya “Kampung Majapahit” tersebut, dengan demikian harapan perekonomian baru pun terhambat. Terdorong adanya problema inilah mahasiswa FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) menerjunkan diri dan menawarkan suatu inovasi dalam pengabdian masyarakat guna mendukung lanjutan program “Kampung Majapahit” berupa pemberdayaan masyarakat melalui suatu pelatihan.

Seperti diterangkan Leny Yulyaningsih, mewakili tiga temannya yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM), bahwa cagar budaya Trowulan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya peringkat nasional. Ini sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 260/M/2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan Sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Tujuannya untuk mendukung pelestarian The Spirit Of Majapahit di kawasan Trowulan.

”Dari keadaan seperti itu kami memilih mengadakan pengabdian di Kampung Majapahit itu,” kata Leny, mewakili tiga anggota PKMM-nya yang lain, yaitu Piping Tri Wahyuni, Dian Rizkita

(4)

Puspitasari, dan Dwi Viviani. Keempatnya adalah mahasiswa FISIP UNAIR.

Dengan persoalan yang memerlukan sentuhan itu, maka proposal PKMM Leny Dkk memperoleh persetujuan dan bantuan dana dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tahun 2016. Proposal Leny Dkk ini berjudul “MERICA (Majapahit Heritage Education): Program Pemberdayaan Masyarakat Kampung Majapahit Sebagai Upaya Meningkatkan The

Spirit Of Majapahit di Kecamatan Trowulan Mojokerto.”

Dalam pengabdian tersebut, program pelatihan yang diberikan, pertama tentang “menghidupkan” kembali sajian makanan ala Majapahit. Yang kedua, edukasi mengenai home stay, dan selanjutnya pelatihan promosi wisata.

SUASANA sosialisasi dalam pengabdian untuk menghidupkan destinasi wisata berupa “Kampung Majapahit”. (Foto: Dok PKMM) Dalam “menghidupkan” kembali penyajian makanan khas era Majapahit, yaitu ikan Wader, keempat mahasiswa FISIP UNAIR ini memberikan sosialisasi mulai dari bagaimana mencuci ikan wader secara higienis dan memperhatikan sanitasinya. Kemudian cara penyimpanan makanan yang sudah masak.

(5)

”Makanan wader yang sudah masak hendaknya ditutup dengan

tudung makan agar tidak terkontaminasi bakteri dan atau

dimasuki hewan dari luar,” tambah Dian Rizkita Puspitasari, ketua PKMM ini.

Pada edukasi Home Stay, antara lain diajarkan bagaimana melakukan greeting atau salam, memperkenalkan diri kepada tamu, membawa barang bawaan tamu, gerakan 3-S (Senyum, Sapa dan Salam). ”Ucapkan maaf untuk memperhalus permintaan, menanggapi complain dengan bijaksana serta responsive setelah mengetahui keluhan tamu,” tambah Dian.

Sedangkan pelatihan promosi wisata diajarkan menggunakan

Website, kartu nama, juga brosur yang dapat digunakan untuk

menjamu wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Kepada peserta pengmas masing-masing juga diberikan brosur untuk home stay mereka. Di dalam brosur itu juga bisa menuliskan nomor kontak (telepon atau Handphone) yang bisa dihubungi jika sewaktu-waktu ada wisatawan asing atau lokal yang membutuhkan home

stay atau penginapan di “Kampung Majapahit” tersebut. (*)

Editor : Bambang Bes

Pakan Aditif dari Wortel,

Mampu Naikkan Berat Badan

Harian Ayam Broiler

UNAIR NEWS – Mahasiswa Fakultas Kedoktean Hewan (FKH) Universitas Airlangga dalam penelitiannya menemukan bahwa wortel (Daucus carota L) dapat digunakan sebagai bahan aditif pakan ayam broiler yang teruji efektif dan mampu meningkatkan berat badan harian ayam.

(6)

Mahasiswa FKH UNAIR yang melakukan penelitian tersebut adalah Ahmad Syaifullah (2014), Akhmad Afifudin Al-Anshori (2016), Indah Tri Lestari(2016), Maylendah Larasati Wibowo (2016), dan Dhinar Ramadhani (2016).

Dibawah bimbingan Dr. Widya Paramita Lokapirnasari, Drh., MP., penelitian tersebut dituangkan dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dengan judul “Pemanfaatan Ekstrak Umbi Wortel (Daucus carota

L) Terhadap Peningkatan Berat Badan Harian Pada Ayam Broiler”.

Proposal ini telah lolos seleksi Dikti, sehingga berhak atas dana penelitian program PKM Kemenristekdikti tahun 2016-2017. Dijelaskan oleh Ahmad Syaifullah, ayam Broiler merupakan ayam ras pedaging hasil persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock. Peternakan Broiler merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber protein hewani.

Dalam usaha peternakan broiler, biaya pakan merupakan komponen terbesar dari total biaya produksi yang harus dikeluarkan peternak, yaitu sekitar 70%. Guna memaksimalkan hasil produksi dengan biaya seminimal mungkin, peternak melakukan berbagai cara. Salah satu usahanya dengan menambahkan bahan aditif.

Kenapa wortel? Lanjut Ahmad Syaifullah, wortel merupakan salah satu bahan pakan yang melimpah. Kandungan betakaroten dan tingginya kadar serat dalam wortel sangat berguna melancarkan sistem pencernaan dan meningkatkan kinerja usus dalam penyerapan nutrisi. Dengan potensi tersebut, wortel dapat digunakan sebagai alternatif untuk efisiensi pakan pada peternakan broiler, jadi dapat meningkatkan pertumbuhan berat badan secara harian pada broiler.

(7)

DIAGRAM pertambahan berat badan harian ayam broiler dari hasil uji coba. (Dok PKM-PE FKH)

”Kami melakukan penelitian menggunakan 100 ekor ayam broiler yang dipelihara secara intensif. Pada umur 2 minggu dibagi dalam 5 kelompok, terdiri dari 1 kelompok kontrol dan 4 kelompok perlakuan yang diberi wortel dengan dosis dari konversi manusia ke ayam. Selanjutnya semua dosis dicampurkan dalam air minum sesuai kebutuhan harian ayam broiler,” kata Ahmad menjelaskan.

Parameter yang dilihat adalah laju pertambahan berat badan harian ayam selama masa pemeliharaan (5 minggu) hingga panen. Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu terhadap 50% sampel dari tiap kelompok, kemudian dibagi 7 untuk mengetahui rata-rata pertambahan berat badan harian (Average Daily Gain)

ayam broiler per minggu. Pertambahan berat badan ini bisa dilihat pada diagram.

Menurut Ahmad Syaifullah, kecukupan energi dan protein dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat, juga keberhasilan usaha pemerintah dalam pembangunan pangan peningkatan sumber daya manusia. Hal ini penting sebab peternakan ayam broiler merupakan penyumbang

(8)

protein hewani terbesar bagi masyarakat Indonesia.

Ahmad Dkk berharap hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi para peternak ayam broiler. Keberadaan wortel di Indonesia yang sangat melimpah, biaya pembelian yang cukup efisien serta telah terbuktinya dalam uji coba, menjadi nilai tambah untuk memilih wortel sebagai bahan pakan aditif untuk usaha broiler mereka. (*)

Editor: Bambang Bes

Memanfaatkan Bahan Pangan

Liar untuk Atasi Kerawanan

Pangan

UNAIR NEWS – Pada bulan Juni tahun 2016 lalu, The Economist

Intelligence Unit (EIU) merilis Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index atau GFSI). Dalam indeks tersebut diperlihatkan posisi negara-negara di dunia berdasarkan kebijakan pangan yang diterapkan di 113 negara di dunia. Indonesia menduduki peringkat ke-71, setelah sebelumnya menempati posisi ke-76 pada tahun 2014 dan 2015.

Ada tiga aspek utama yang digunakan dalam penilaian GFSI yaitu keterjangkauan, ketersediaan, serta kualitas dan keamanan. Pada poin keterjangkauan, Indonesia mendapat naik dari 46,8 ke 50,3. Pada poin ketersediaan meningkat dari 51,2 ke 54,1. Sementara pada aspek kualitas dan keamanan naik dari 41,9 ke 42. Nilai indeks yang meningkat itu membuat kebijakan pangan Indonesia masuk dalam “biggest changes” menurut EIU.

(9)

tak berarti Indonesia lepas dari prediksi rawan pangan. Tahun 2015 lalu, sebanyak 15 persen dari 398 kabupaten di Indonesia dinilai rentan akan kerawanan pangan menurut World Food Programme.

Ahli gizi pangan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Dr. Ir. Annis Catur Adi, M.Si., berpendapat bahwa masalah ketahanan pangan bisa diatasi. Salah satunya, adalah dengan memanfaatkan bahan pangan berupa tanaman liar dan hewan.

“Menurut FAO (Food Agricultural Organization), pangan liar merupakan sumber vitamin, mineral dan zat gizi lain yang penting, yang dapat melengkapi makanan pokok kelompok rawan gizi, seperti anak-anak dan orang tua,” tutur Annis.

Bukan tanpa alasan pernyataan Organisasi Pangan Dunia diamini oleh Annis. Sebab, bahan pangan liar bisa dengan mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Pernyataan Annis itu didasarkan pada hasil riset yang ia lakukan bersama timnya pada tahun 2014. Annis mengambil data tersebut di wilayah Bangkalan, Sampang, dan Pamekasan.

Di Kecamatan Blega, Bangkalan, Annis setidaknya menemukan 37 jenis bahan pangan dari tanaman liar. Rinciannya adalah 16 spesies pada kelompok sayur-sayuran, 14 pada kelompok buah-buahan, dan 7 pada kelompok umbi-umbian.

Pada kelompok sayur-sayuran, di antaranya ada sayuran kecipir, blunthas, daun katuk, bayam alas, bletah, blincong, dan sembukan. Pada kelompok buah-buahan, di antaranya ada rambusa, mundu, kelapa, sirsak, bengkuang, dan sanek. Sedangkan, pada kelompok umbi-umbian, di antaranya ada gadung, sobeg, talas, obih, jarud, kaburan, dan larbe.

Keuntungannya, masyarakat tak perlu khawatir dengan ketersediaan bahan pangan dari tanaman liar ini. Memang, tak semua jenis tanaman liar selalu tersedia sepanjang tahun. Ada beberapa spesies tanaman yang selalu tumbuh sepanjang tahun,

(10)

ada yang hanya tergantung musim kemarau dan hujan.

Namun, masa tumbuhnya tanaman liar tersebut saling melengkapi. Sehingga, masyarakat bisa terus mencukupi kebutuhan dapurnya selama waktu.

Contohnya, pada kelompok sayur-sayuran. Tanaman bayam alas, kondur, sembukan, dan rakarah, tidak tumbuh pada musim kemarau. Tetapi, ada tumbuhan kecipir, klandingan, blunthas, daun katuk, dan merongkih yang tumbuh sepanjang tahun.

Berbeda lagi dengan kelompok buah-buahan. Buah kenitu, mengkudu, sirsak, bengkuang, tidak akan bisa diharapkan tumbuh pada musim hujan. Namun, masyarakat masih bisa mengkonsumsi buah srikaya, kedundung, rambusa, dan pisang pada musim hujan. “Kami membuat kalender musiman tanaman pangan liar. Harapannya, masyarakat bisa memiliki alternatif dan memanfaatkan tanaman pangan liar sehingga tidak khawatir kehabisan karena selama ini, mereka hanya bergantung pada bahan-bahan makanan yang dijual,” tutur Annis.

“Kami ingin mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa ada banyak bahan pangan yang ada di sekitar kita yang bisa dimanfaatkan tanpa harus membeli,” tutur penulis penelitian berjudul “Underutilized Food Plants in Food Insecure Area of Bangkalan District and the Potential Role of Local Religious Leader for Promoting the Consumption” itu.

Potensi

Bahan pangan dari tanaman liar ini memiliki kandungan gizi yang tak bisa dipandang sebelah mata. Buktinya, daun, tunas, buah, umbi dari ketiga kelompok sayur-sayuran itu mengandung zat gizi atau bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Pada jenis umbi-umbian liar, masyarakat bisa memanfaatkannya sebagai makanan pelengkap pokok yang menyumbang zat-zat makro, terutama potensi sumber energi dan karbohidrat yang cukup besar setelah beras.

(11)

Annis mengakui, kandungan gizi pangan liar belum banyak yang terdokumentasikan. Oleh karena itu, melalui penelitian yang ia lakukan selama dua tahun ini, ia melakukan eksplorasi informasi dengan melibatkan masyarakat setempat, dinas terkait, dan kelompok tani.

Setelah dokumentasi kandungan gizi terkumpul, pihaknya memilah mana pangan liar yang ‘layak’ untuk lebih diangkat dan dikenalkan kepada masyarakat. Sebelum itu, ia juga membuat olahan-olahan dari tanaman liar sesuai selera masyarakat. Misalnya, membuat mi berbumbu dan kue kering berbahan daun kelor. Tujuannya, tak lain untuk membuat masyarakat tertarik memanfaatkan bahan pangan liar di kehidupan sehari-hari.

Pada tahun 2015, Annis dan mahasiswanya melakukan survei ke beberapa sekolah dasar untuk menguji makanan yang telah ia olah. Hasilnya, anak-anak sekolah dasar menyukai rasa dari makanan yang mereka buat seperti mi remas dan makanan ringan dari daun kelor.

“Kami pilih mana yang lebih potensial dari unsur gizinya, bioaktifnya dan kemudahan pengolahan, dan mana yang berpotensi untuk dibudidayakan secara massal. Dari umbi, contohnya suweg dan kentang hitam. Dari daun-daunan ada kelor. Perbedaan umbi kentang hitam dan suweg dengan pangan berbeda antara kentang hitam dan kentang biasa, namun dari sisi bioaktif kentang hitam lebih tinggi,” imbuh Annis.

Saat ini, Annis dan timnya berupaya merealisasikan impiannya untuk menjadikan bahan pangan liar sebagai bahan pangan utama, khususnya di daerah rawan pangan. Demi mematangkan tujuan tersebut, ia sedang menyiapkan bukti-bukti ilmiah untuk didiseminasikan kepada pemerintah setempat. Manfaatnya, untuk mempercepat perbaikan gizi di daerah rawan pangan, termasuk wilayah Madura. (*)

Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Rio F. Rachman

(12)

Atasi

Kanker

Payudara,

Mahasiswa UNAIR Buat Alat

Terapi

UNAIR NEWS – Gabungan mahasiswa Universitas Airlangga berhasil

terciptanya alat terapi Lymfipum (Lymphedema Fisiotherapeutic

Pump) sebagai solusi atas penderita Limfedema akibat pasca

operasi kanker payudara.

Ditanya UNAIR News tentang yang melatari penelitian itu, Ketua Tim PKM-PE Lymfipum gabungan UNAIR ini, Dewa Ayu Githa Maharani Supartha menjelaskan bahwa di negara berkembang seperti Indonesia, dari tahun ke tahun pasien kanker terus meningkat. Sedangkan penyakit kanker yang terbanyak di Indonesia adalah kanker payudara.

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI 2015, pada tahun 2013 saja jumlah pasien kanker payudara mencapai 0,5% yaitu sekitar 61.682 pasien. Sekitar 20-53% kanker payudara merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya

limfedema (National Cancer Institute, 2012).

Seperti diketahui, limfedema adalah pembengkakan pada bagian ekstremitas atas maupun bawah yang disebabkan oleh terganggunya aliran limfa. Konon Limfedema tidak dapat disembuhkan (Greene, 2015), padahal limfedema bisa menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi ekstremitas, morbiditas, dan berakibat fatal pada kematian.

Selain itu, jumlah tenaga kerja fisioterapi pada tahun 2014 sekitar 6.813 pekerja. Jumlah tersebut belum memadai dengan kebutuhan secara ideal, yaitu seorang fisioterapis per 1000 penduduk (Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014).

(13)

Dari keadaan itulah gabungan mahasiswa Universitas Airlangga yang diprakarsai Dewa Ayu Githa MS., Lucia Pangestika, Ataul Karim, Mokhammad Deny Basri, dan Mokhammad Dedy Bastomi, berhasil merancang alat terapi Lymfipum (Lymphedema

Fisiotherapeutic Pump) sebagai solusi penderita Limfedema

akibat pasca operasi kanker payudara.

Mereka adalah gabungan dari mahasiswa S1 Teknobiomedik (Fakultas Sains dan Teknologi/FST), dan mahasiswa D3 Otomasi Sistem Instrumentasi (OSI) Fak. Vokasi. Atas bimbingan dosen Drs. Tri Anggono Prijo, mereka berhasil menyusun makalah bertajuk “Lymfipum – Lymphedema Fisiotherapeutic Pump – Solusi Praktis Patient Post Surgery Breast Cancer” dan berhasil memperoleh dana hibah dari Ditjen Dikti Kemenristek Dikti. Menurut Dewa Ayu Githa, Lymfipum yang dibuat ini memiliki variasi range tekanan dari 20 mmHg – 60 mmHg. Selain itu terdapat LCD yang akan menampilkan keluaran berupa tekanan yang diberikan. Cara kerja dari Lymfipum yaitu dengan memilih nilai tekanan yang diinginkan dengan menggunakan push button. Kemudian tekan tombol “oke” maka pompa udara akan mengeluarkan udara, sehingga udara akan masuk kedalam handcuff. Handcuff itu sendiri tediri dari tiga chamber yang akan mengembang dan mengempis secara bergantian seperti memijat. Mengembang dan mengempisnya chamber inilah yang akan mendesak keluar cairan limfa dari daerah yang mengalami pembengkakan (ekstremitas atas).

“Sehingga dengan diciptakannya Lymfipum ini, diharapkan mampu mengurangi resiko kematian akibat terjadinya limfedema pada pasien pasca operasi kanker payudara,” kata Githa berharap mewakili rekan-rekannya. (*)

Penulis : Nuri Hermawan

(14)

Penyakit Leukemia Akut Banyak

Jangkiti Anak-anak

UNAIR NEWS – Jumlah angka kejadian kanker pada anak-anak dari

tahun ke tahun mengalami peningkatan. Tahun 2014, tercatat ada 144 kasus, sedangkan tahun 2015 menjadi 206 kasus baru. Jumlah tersebut merangkak naik di tahun berikutnya. Tahun 2016, angka kejadian kanker pada anak menjadi 252 kasus baru.

Dari sederet kasus kanker yang diidap oleh anak-anak, hampir setengah dari mereka menderita kanker darah atau yang biasa dikenal dengan leukemia. Jenis kanker darah yang paling banyak diderita adalah Leukemia Limfoblastik Akut (LLA).

Guru Besar bidang Ilmu Spesialis Anak Fakultas Kedokteran, Prof. Dr. I Dewa Gede Ugrasena, dr., Sp.A (K), mengatakan jumlah kasus penyakit LLA tersebut dikumpulkan berdasarkan pasien yang masuk di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo (RSDS). Bila pada tahun 2015 ada 106 kasus baru, maka tahun 2016 ada 108 kasus baru yang ditangani di RSDS.

Meski jumlah kasusnya terus meninggi, penyebab penyakit ini belum bisa diketahui.

“Bila darah pada orang dengan penyakit Tuberkulosis atau Lepra diperiksa, akan diketahui penyebabnya. Sedangkan, penyebab penyakit kanker termasuk leukemia, belum diketahui,” tutur Ugrasena ketika diwawancarai.

Mengutip penelitian para ahli, Ugrasena menyatakan penyakit leukemia kemungkinan disebabkan zat-zat kimiawi dan fisis. Anak-anak cukup rentan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bahan-bahan pengawet. Dugaannya, bahan pengawet tersebut bisa menyebabkan kanker pada anak.

(15)

Di sisi lain, anak-anak yang menderita kanker darah juga banyak ditemukan usai ledakan reaktor nuklir di Chernobyl Ukraina tahun 1986 lalu. “Sehingga dihipotesiskan oleh para ahli bahwa atom atau fisika bisa menyebabkan kanker,” imbuh dokter spesialis anak tersebut.

Para orang tua perlu jeli dalam melakukan deteksi dini pada anak-anak. Gejala awal yang terlihat pada anak dengan leukemia adalah peningkatan suhu tubuh selama kurun waktu dua minggu dan disertai perdarahan pada kulit dan mukosa.

“Kita (orang tua) harus bisa membedakan apakah ini kanker padat atau kanker darah. Kanker yang solid itu bisa dikenali. Ketika memandikan, jika ibu jeli, dia akan merasakan benjolan di tubuh anaknya,” tutur Ugrasena.

Untuk itulah, orang tua disarankan segera datang ke tempat fasilitas kesehatan layanan kanker apabila gejala-gejala tersebut sudah ditemukan pada anak.

Polimorfisme

Para dokter spesialis memiliki standar protokol dalam mengobati anak dengan kanker darah. Namun, ada sejumlah penyebab kegagalan dalam pengobatan kanker darah, salah satunya adalah cacat genetik.

Cacat genetik atau polimorfisme adalah kelainan genetik yang dibawa oleh anak sejak awal kehidupan. Jumlah kasus polimorfisme kanker darah cukup banyak. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Jawa Timur menyebutkan, kasus polimorfisme mencapai sepertiga dari jumlah kasus LLA. Selain itu, polimorfisme mengakibatkan obat-obat kemoterapi tak mempan dalam menghabisi sel-sel kanker. Dalam penelitian berjudul “Single Nucleotide Polymorphisms of Interleukin-15 is Associated with Outcomes of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia” yang diterbitkan di jurnal Paediatrica Indonesiana tahun 2016, Ugrasena dan tim meneliti resistensi penyakit

(16)

tersebut terhadap obat metotreksat (MTX) yang digunakan dalam kemoterapi.

“Mereka nggak mempan. Jadi, pasien-pasien leukemia ini biasanya diperiksa terlebih dulu apakah ada polimorfisme. Kalau sekarang kita tahu ada resistensi, kita ganti dengan obat lain yang sejenis,” tutur dokter kelahiran Tabanan, Bali.

Pemerintah perlu turun tangan

Pengobatan penyakit leukemia yang banyak diderita anak-anak berusia lima tahun itu bukan berarti tak kerap menemui keterbatasan. Jaminan kesehatan nasional tak mencakup pemeriksaan imunofenotipe. Pemeriksaan ini diperlukan untuk mengetahui kondisi pasien sehingga dokter bisa menentukan golongan risiko penyakit.

“Dengan pemeriksaan imunofenotipe, kita bisa menggolongkan apakah pasien termasuk high risk atau tidak. Ini menentukan terapi yang akan kita berikan,” tutur Kepala Instalasi Rawat Inap Anak RSUD Dr. Soetomo.

Pemeriksaan tersebut memakan biaya senilai Rp 1,2 juta untuk satu kali periksa. Dengan biaya pemeriksaan yang tinggi, kondisi tersebut bisa menyulitkan pasien dengan ekonomi kurang mampu.

“Kita bisa melakukan, cuma pemerintah atau rumah sakit tidak mau menyediakan karena biayanya mahal dan BPJS tidak mau menanggung, sehingga tidak menjadi pemeriksaan rutin,” terang Ugrasena yang pernah menjadi lulusan terbaik Sekolah Pascasarjana UNAIR.

Selain persoalan pemeriksaan, keterbatasan stok obat kemoterapi juga menjadi faktor penyebab angka kesintasan anak dengan leukemia rendah. Menurut Ugrasena, ketersediaan obat tak sejalan dengan keinginan pasien untuk sembuh. Ia mengatakan ada tiga hingga empat jenis obat kemoterapi yang tidak tersedia, salah satunya jenis obat metotreksat.

(17)

“Pasien-pasien sekarang itu kebingungan. Mereka akhirnya membeli ke Malaysia karena pengin sembuh. Obat tersebut

di-cover oleh BPJS Kesehatan. Hanya secara nasional, obat itu

tidak bisa masuk ke Indonesia. Padahal kasusnya banyak. Jadi, kontinuitas ketersediaan obat kemoterapi tidak selalu ada. Suatu saat obat itu ada, lain waktu obatnya habis,” tuturnya. Ia lantas mengimbau agar pemerintah Indonesia menjamin hak-hak kesehatan warganya dengan menyediakan obat-obatan yang diperlukan agar para pasien bisa berobat secara rutin. Jika tidak, peluang angka bertahan hidup anak dengan penyakit LLA bisa menurun. (*)

Penulis : Defrina Sukma S Editor : Binti Q. Masruroh

Kini, Ekstrak Eugenol Daun

Kemangi Bisa Bius Ikan Nila

UNAIR NEWS – Berbekal keilmuannya selama kuliah, lima

mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga mengekstraksi eugenol daun kemangi (Ocimum

citriodorum) untuk membius ikan nila (Oreochromis niloticus).

Manfaatnya, ekstraksi tersebut bisa menjadi anestesi yang ramah lingkungan.

Kelima mahasiswa yang memiliki inovasi tersebut adalah Nila Dian Margareta, Masfiatus Sholikhah, Kartika Yulita Damayanti, Arinda Fadilah Anggi, dan Tenry Nesya Almira Hartono.

Mereka menuangkan gagasan tersebut dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa– Penelitian (PKM–PE) berjudul “Ekstraksi

(18)

Eugenol pada Daun Kemangi (Ocimum citriodorum) sebagai Anestesi Ikan Nila yang Ramah Lingkungan (Eksis Tenar).

“Kandungan utama pada minyak atsiri ini adalah eugenol. Daun kemangi mengandung eugenol tinggi sebanyak 61,2 persen sebagai komponen antibakteri dan kandungan fenolik lain seperti metal eugenol dan carvacrol,” tutur Nila.

Nila mengatakan, umumnya bahan anestesi alami merupakan bahan kimia organik hasil metabolit sekunder jenis senyawa saponin dan rotenone. Kali ini, ia dan timnya yang berada di bawah bimbingan Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi, MP, meneliti konsentrasi pemberian ekstrak eugenol minyak atsiri sebagai bahan anestesi pada ikan nila stadia benih.

Dalam penelitiannya, ia menggunakan uji statistika deskriptif, homogenitas, anova, post hoc test, dan homogenous. Berdasarkan hasil uji yang telah mereka lakukan, konsentrasi minyak atsiri daun kemangi yang diberikan sebagai anastesi berpengaruh nyata terhadap mortalitas benih ikan nila.

“Berdasarkan uji homogeneous, konsentrasi terbaik diperoleh dengan dosis minyak atsiri daun kemangi sebesar 25ppt dan 50ppt,” terang Nila.

Editor: Defrina Sukma S

Mengangkat

Semangat

Masyarakat dalam Membangun

Majapahit

UNAIR NEWS – Partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan

(19)

kepariwisataan. Inilah yang mendorong lima mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, untuk meneliti partisipasi masyarakat dalam pelestarian situs peninggalan Kerajaan Majapahit.

Kelima mahasiswa itu adalah Leny Yulyaningsih (FISIP/2015), Nadiya Firdausi (FISIP/2015), Fazza Baraka (FISIP/2015), Dian Rizkita Puspitasari (FISIP/2015), dan M. Giofani Fahrizal (FISIP/2015). Penelitian tentang partisipasi masyarakat itu mereka tuangkan dalam proposal program kreativitas mahasiswa kategori penelitian sosial humaniora (PKM – PE Soshum) berjudul “Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Perwujudan Program Pembangunan Desa ‘The Spirit of Majapahit’ dalam Konsep Good Governance’. Proposal PKM – PE milik tim yang diketuai Leny itu berhasil lolos pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi tahun 2016.

Kawasan Trowulan telah menjadi wahana penelitian arkeologi. Ratusan benda peninggalan Kerajaan Majapahit ditemukan di puluhan situs. Benda peninggalan itu berupa bangunan, arca, gerabah, candi, dan petilasan. Situs Trowulan telah ditetapkan oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai situs warisan dunia. Guna melestarikan peninggalan budaya itu, maka Pemerintah Kabupaten Mojokerto, dan Provinsi Jawa Timur membangun Rumah Majapahit.

Untuk membangun Rumah Majapahit, diperlukan keamanan yang kondusif di desa-desa sasaran. Ada tiga desa yang terkena dampak yaitu Desa Bejijong, Desa Jatipasar, dan Desa Sentonorejo. Awal pembangunan Rumah Majapahit sempat menuai pro dan kontra dari warga. Akibat ketidaksejalanan itu, pembangunan Rumah Majapahit sempat stagnan.

“Ada isu-isu yang beredar di masyarakat, yaitu rumah yang dibangun menjadi milik pemerintah, keharusan penduduk yang bersangkutan memeluk agama tertentu, pembangunan Rumah Majapahit didanai pihak asing, dan alokasi bantuan keuangan tunai pemeliharaan Rumah Majapahit mencapai Rp 7 – 10 juta per

(20)

tahun,” tutur Nadiya selaku anggota tim.

Singkat cerita, masyarakat akhirnya bersedia berpartisipasi dalam pembangunan Rumah Majapahit setelah mendapatkan penjelasan dari pihak Pemprov Jatim dan Balai Pelestarian Cagar Budaya Trowulan.

Berdasarkan penelitian tim, pembangunan Rumah Majapahit di kawasan Trowulan ternyata bermanfaat bagi pembangunan rumah, pagar, gapura, pertokoan yang bernuansa arsitektur Majapahit. “Kondisi ini cukup menggembirakan dan membanggakan karena arsitektur Majapahit masih disukai masyarakat. Itu berarti gaung dan langkah pelestarian budaya Majapahit di bidang arsitektur dan bangunan mendapatkan jalan untuk terus dilakukan dan ditingkatkan,” tutur Leny.

Saat ini, perkembangan pembangunan yang bernuansa Majapahit di Trowulan semakin terlihat. Tiga desa sasaran, khususnya Desa Bejijong, banyak mendapatkan kunjungan wisatawan baik hanya sekadar melihat bagaimana wujud Rumah Majapahit. Masyarakat pemilik Rumah Majapahit sebagian mengembangkan rumahnya untuk berjualan souvenir atau oleh-oleh dan hasil kerajinan. Beberapa rumah diantaranya digunakan sebagai warung dengan nuansa Majapahit dan sebagian kecil yang digunakan sebagai

homestay.

Penulis: Defrina Sukma S.

Excelzyme,

Produk

Ramah

(21)

Kemandirian Bangsa

UNAIR NEWS – Produk ramah lingkungan Excelzyme yang dihasilkan

peneliti Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si., dan tim, bakal segera dihilirisasi. PT Petrosida Gresik sudah menyampaikan kesiapan untuk mem-back up keinginan ini. Kesepakatan bersama antara UNAIR dan perusahaan tersebut secara resmi dikemukakan di Ruang Sidang Pleno Kantor Manajemen kampus pada rabu, 8 Maret 2017.

Prof Nyoman menyampaikan, Excelzyme adalah nama dagang. Merujuk pada temuan dia dan kawan-kawannya, terhadap enzim yang memiliki banyak kegunaan. Excelzime sendiri terdiri dari enzim-enzim konsorsium yang bekerja dan beraktifitas untuk memaksimalkan limbah pertanian, nan kaya lignoselulosa.

Yang menarik, bahan dasar Excelzyme berasal dari tempat-tempat kaya sumber daya alam di Indonesia. Jadi, buah pemikiran Prof Nyoman dan segenap peneliti dari Laboratorium Proteomik Institute of Tropical Disease salah satu tujuannya adalah memaksimalkan potensi yang ada di nusantara.

Disampaikan Prof. Nyoman, penelitian ini sudah dilakukan sejak tahun 90-an. Fokusnya dilaksanakan pada sekitar 1999, dan masih berjalan hingga saat ini. Pada 2007, telah mulai dikomersialisasikan, meski masih dalam lingkup terbatas. Pada 2011, patennya terbit, sedangkan pada 2016, terbit paten formulasi produksinya. Sampai sekarang, pengembangan formula ini setidaknya sudah berjalan lebih dari 17 tahun.

Produk Excelzyme saat ini sudah memiliki empat varian. Excelzyme 1 (membantu proses deinking untuk daur ulang kertas), Excelzyme 2 (membantu pembuatan pakan ternak organik), Excelzyme 3 (membantu pembuatan pupuk organik), dan Excelzyme 4 (varian ini masih dalam pengembangan, ditujukan untuk proses pengurangan lignin yang aplikasi diterapkan pada industri kertas atau industri berbahan dasar kayu). “Exelzyme

(22)

dicetuskan untuk bisa memberikan sumbangsih pada industri ramah lingkungan. Dengan produk kami, pemakaian bahan kimia untuk sejumlah keperluan dapat diminimalkan,” papar Prof Nyoman.

Proses daur ulang kertas, umumnya membutuhkan banyak bahan kimia. Limbahnya, tentu tidak baik buat lingkungan. Dengan produk Excelzyme, penggunaan bahan kimia dapat ditekan sekecil mungkin. Dengan hasil daur ulang yang semaksimal mungkin.

Dengan temuan aplikatif ini, Indonesia bisa secara bertahap melepaskan diri dari ketergantungan terhadap impor enzim. Disampaikan Prof. Nyoman, enzim dengan fungsi yang sama dengan Excelzyme, per kilogram harganya bisa mencapai 150 sampai 200 ribu rupiah. Sedangkan produk dalam negeri yang “diracik” tim UNAIR, nilainya jauh di bawah itu.

Fakta ini menunjukkan bahwa kemandirian bangsa di bidang ini dapat segera dicapai. Sekaligus, logis dan realistis untuk terkabul. Meski memang, butuh proses yang tidak sekejap mata. Asalkan, ada keseriusan dari pihak kampus dan perusahaan dalam negeri untuk terus mengembangkannya. Yang harus diyakini, khazanah sumber daya alam Indonesia sudah tidak terbantahkan. Maka itu, perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan bangsa.

“Baik kampus maupun pihak swasta dan pihak lain yang punya visi membangun kemandirian bangsa harus peduli pada penelitian. Khususnya, penelitian yang sudah dijalankan dalam tempo lama dan konsisten serta telah tampak hasilnya. Karena memang, penelitian itu butuh proses panjang,” kata dia.

Diapresiasi Banyak Pihak

Mengeksplorasi kekayaan alam lokal melalui penelitian enzim, kemudian memanfaatkan limbah pertanian demi pengembangan bidang argoindustri, adalah aktifitas yang dilakukan Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, Dra., M.Si. bersama tim di laboratorium Proteomik ITD UNAIR. Excelzyme, nama dagang yang dipakai mereka atas temuan aplikatif itu, diapresiasi oleh

(23)

Direktur Pengembangan Teknologi Industri Dr. Eng, Hotmatua Daulay, M.Eng, dari Kemenristekdikti. Hotmatua merespon positif terhadap keberhasilan UNAIR dalam menghilirisasi hasil penelitian menjadi produk yang akan siap dipakai oleh industri dan masyarakat. “Ini merupakan langkah tepat dalam menyikapi persaingan,” tutur Hotmatua.

Direktur Utama PT Petrosida Gresik Hery Widyatmoko juga memberikan respon positif. Dia yakin, produk ini bakal memberi sumbangsih di masyarakat. Termasuk, memompa optimisme kemandirian bangsa. “Tentu saja kami mendukung pengembangan dan penelitian gagasan ini,” papar dia.

R e k t o r U N A I R P r o f . D r . M . N a s i h , S . E . , M . T . , A k . , mengutarakan, ada banyak peneliti di UNAIR yang memiliki produk bagus. Semua itu siap dihilirisasi atau diperbanyak dalam lingkup industri yang luas. “Kami berkomitmen untuk menciptakan gagasan, konsep, maupun temuan yang bermanfaat kongkret dan langsung di masyarakat,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis tersebut. (*)

Editor: Nuri Hermawan

Perlu Perbaikan Administrasi

dalam

Pengelolaan

Cagar

Budaya di Surabaya

UNAIR NEWS – Peristiwa pembongkaran bangunan bekas tempat siaran Radio Bung Tomo, masih menjadi perbincangan serius. Maklum, bangunan itu sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Pemkot Surabaya sebagai salah satu bukti pertempuran

(24)

Kala itu, Radio Bung Tomo merupakan sarana komunikasi vital sebagai alat perjuangan. Radio ini mulai mengudara pada tanggal 15 Oktober 1945, tiga hari sesudah PPRI berdiri (Soeara Rakjat, diakses pada 15 Oktober 1945). Bangunan tersebut berdiri tahun 1935 yang juga masuk dalam daftar Cagar Budaya sesuai SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04 tahun 1998. Namun faktanya bangunan tersebut kini sudah rata dengan tanah.

”Itulah yang mendorong kami mahasiswa FISIP Universitas Airlangga melakukan penelitian tentang fenomena pembongkaran Bangunan Cagar Budaya Radio Bung Tomo itu,” kata Leny Yulyaningsih, ketua kelompok peneliti. Selain dia juga ada Parlaungan Iffah Nasution, dan Lisda Bunga Asih.

Mereka kemudian menuangkan penelitiannya ini ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Sosial Humaniora (PKM-SH) dengan judul “Fenomena Pembongkaran Bangunan Cagar Budaya Radio Bung Tomo Terkait Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2005”.

Setelah diseleksi oleh Kemenristekdikti, proposal PKM-SH pimpinan Leny Yulyaningsih ini berhasil lolos, sehingga berhak memperoleh dana penelitian dari Dirjen Dikti dalam program PKM 2016-2017.

Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010, kriteria bangunan cagar budaya adalah yang berusia minimal 50 tahun. Namun berdasarkan wawancara dengan tim Ahli Cagar Budaya di Surabaya, tahun 1997 bangunan tersebut pernah dipugar, sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai bangunan Cagar Budaya.

Hal tersebut senada dengan penjelasan Prof. Ir. Johan Silas, Tim Ahli Cagar Budaya bahwa si pemilik itu (bangunan – red) mengajukan ijin untuk memugar. Kemudian tim cagar budaya dengan pertimbangan itu mengijinkan pemugaran. Tetapi terjadi kekosongan atau kaget dengan undang-undang. Sehingga

(25)

pengertian pembongkaran itu kemudian terjadi salah interpretasi.

“Bila ada ijin, maka menurut Perda itu, si pemilik bangunan bisa membongkar bangunan. Jadi, dia membongkar bangunan itu karena tidak ada undang-undang yang secara spesifik melarang. Nah itu yang terjadi. Jadi ijin pemugaran itu tidak mengaitkan dengan ijin membongkar, oleh karena itu dipersoalkan juga yang membuat Perda itu,” kata Johan Silas.

Jadi kalau dibaca kata-kata dalam Perda tersebut, bahwa “Seseorang dapat mengajukan ijin bukan merusak”. Sehingga dia membongkar. Artinya pada Perda itu ada kelemahan. Akhirnya menjadi salah kaprah semua. “Makanya ketika digugat ke pengadilan, hal itu dianggap sebagai pelanggaran ringan, karena tidak ada artikel Undang-undang yang spesifik melanggar,” tambah ahli tata-kota ITS itu.

Namun, proses kasus pemugaran tersebut hanya dapat ditindaklanjuti dengan Perda Kota Surabaya No. 5 Tahun 2005. Alhasil, PT Jayanatha (selaku pemugar Bangunan tersebut) dikenai denda Rp 15 juta dan menawarkan diri untuk membangun kembali bangunan Radio Bung Tomo.

“Jadi menurut tim kami, terhadap persoalan ini perlu adanya perbaikan administrasi dalam pengelolaan cagar budaya di Kota Surabaya,” kata Leny.

Solusi yang ditawarkan oleh Tim PKM-SH Leny Dkk ini, agar tidak terjadi kasus yang serupa pada cagar budaya lainnya, yaitu adanya policy brief berupa: (1) Membentuk model jaringan koordinasi antara pihak terkait untuk mencegah kesalahan komunikasi, (2) Merevisi beberapa bagian Perda Kota Surabaya No 5 Tahun 2005 agar sesuai dengan kebijakan yang baru yaitu UU No 10 Tahun 2011. Dan (3) Menyusun kembali struktur tim cagar budaya Kota Surabaya untuk mendukung pemeliharaan cagar budaya di kota surabaya. (*)

Gambar

DIAGRAM  pertambahan  berat  badan  harian  ayam broiler  dari  hasil  uji  coba.  (Dok  PKM-PE  FKH)

Referensi

Dokumen terkait

Indikator penilaian soal dengan presentase tertinggi terdapat pada indikator 1, yaitu indikator mengidentifkasi masalah yaitu mencapai presentase sebesar 62,5%,

Hasil penelitian ini menggunakan metode fuzzy tsukamoto agar dapat diimplementasikan kepada sebuah perusahaan untuk menentukan penyeleksian calon karyawan dengan

Beberapa enzim yang terdapat dalam konsentrasi tinggi di otot jantung akan dilepas dengan nekrosis miokard, karena itu aktifitasnya dalam serum meningkat dan menurun kembali

percakapan tersebut adalah …. Puisi lama yang menunjukkan adanya hubungan sampiran dan isi adalah …. Mari menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini! 1. Rina naik ke kelas empat.

Protein merupakan senyawa selain karbohidrat yang dapat difermentasi oleh bakteri melalui proses hidrolisis protein menjadi asam amino, kemudian asam amino difermentasi

Fungsi – Fungsi Analisa Kompleks Fungsi Keterangan abs(X) Harga mutlak bilangan kompleks angle(Z) Sudut fase bilangan kompleks complex(a,b) Membentuk bilangan kompleks

Dari 6 pernyataan pada variabel Y dapat disimpulkan bahwa, yang memperoleh skor responden tertinggi terdapat pada item (Y4) yaitu ) saya memutuskan menjadi

Dengan basis pengetahuan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan menggunakan inferensi, komputer dapat disejajarkan sebagai alat bantu yang dapat digunakan secara praktis